Anda di halaman 1dari 25

EKONOMI REGIONAL

(Lely Syiddatul Akliyah, S.T., M.T.)


Makalah Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Ekonomi Wilayah dan Kota
Semester III Tahun Akademik 2016/2017

Oleh:
Windi Wijaya

10070314040

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2016 M/1437 H

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam melakukan pembangunan daerah sangat diperlukkan adanya
koordinasi baik didalam daerah itu sendiri,tetapi juga dengan daerah lainnya
terutama daerah yang memiliki kedekatan letak wilayah,kesamaan struktur
wilayah,budaya maupaun sektor-sektor basis ekonomi yang sama.Koordinasi ini
berkaitan dengan pelimpahan sebagian kekuasaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan mendekatkan
pelayanan

umum

melaluiUndang-Undang

No.

32

tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah .
Pemberlakuan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang
No.33 tahun 2004 diharapkan memicu daerah untuk berlomba-lomba dalam
melakukan pembangunan dan pengembangan wilayah di daerah nya masingmasing,karena pemerintah pusat selalu melakukan evaluasi dan kotrolling
terhadap implementasi otonomi daerah,salah satunya lewat dana alokasi umum
yang besarannya ditentukkan salah satunya oleh performa daerah masing dalam
melaksanakan indikator-indikator pembangunan nasional.
Tidak jarang mencapai tujuan tersebut banyak pemerintah daerah akan
melakukan

analisis

SWOT

(Strenght,Weakness,Opportunity,Threat)

untuk

mencari keunggulan dan kelemahan daera nya masing-masing dan salah satu
langkah dalam menyiasati kelemahan daerah terutama pada tingkat Kota atau
Kabupaten,banyak pemerintah Kabupaten/Kota yang melakukan kawasan
kerjasama antar daerah baik dengan daerah yang satu provinsi maupun dengan
Kota atau Kabupaten di provinsi lainnya..
Dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.21 tahun 2003 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengahdisebutkan bahwa di Jawa tengah terdapat
8 Kawasan Kerjasama Antar-Daerah Kabupaten/Kota :

1. Kawasan BARLINGMASCAKEB (Banjarnegara,Purbalingga, Banyumas,


Cilacap dan Kebumen)
2. Kawasan PURWOMANGGUNG (Purworejo,Wonosobo, Magelang dan
3.

Temanggung)
Kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN (Surakarta,Boyolali, Sukoharjo,

Karanganyar, Wonogiri,Sragen, dan Klaten)


4. Kawasan BANGLOR (Rembang dan Blora)
5. Kawasan WANARAKUTI (Juwana, Jepara, Kudus dan Pati)
6. Kawasan KEDUNGSAPUR (Kendal, Demak,Ungaran, Salatiga,
Semarang dan Purwodadi)
7. Kawasan TANGKALLANGKA (Batang, Pekalongan,Pemalang dan
Kajen)
8. Kawasan BREGAS (Brebes, Tegal dan Slawi).
Pemahaman yang memadai dari Bupati Banjarnegara, Purbalingga,
Banyumas, Cilacap, dan Kebumen yang daerahnya memiliki kesamaan geografis,
budaya, bahasa, dan ikatan emosional berdasarkan sejarah Local Government
Residen pada masa pemerintahan Hindia Belanda, bersepakat untuk melakukan
kerjasama antar Daerah melalui penerapan Konsep Regional Managemant yang
diorientasikan

pada

Regional

Marketing.

Penandatanganan

Kesepakatan

Kerjasama (letter of agreement) 5 Bupati dilaksanakan pada tanggal 16 Desember


2002 sekaligus sosialisasi konsep dimaksud kepada jajaran legislatif dan
stakeholders yang lain bertempat di Gedung Graha Bhakti Praja BAKORLIN
Wilayah III Purwokerto.
Kemauan bersama untuk membentuk wadah Kerjasama antar Daerah
dalam kerangka Regional Development 5 Kabupaten pada akhirnya terwujud
melalui penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Bupati Banjarnegara,
Bupati Purbalingga, Bupati Banyumas, Bupati Cilacap, dan Bupati Kabumen pada
tanggal 28 Juni 2003 tentang Pembentukan Lembaga Kerjasama Regional
Management yang diorientasikan pada Regional Marketing yang diberi nama
BARLINGMASCAKEB bertempat di Queen Garden Hotel Baturaden yang
terlebih dahulu mendapat persetujuan DPRD masing-masing Kabupaten sebagai
wujud dukungan legislatif sesuai peraturan perundangan. Sementara Dasar hukum

nya sendiri terdapat pada Kesepakatan Bersama Bupati Banjarnegara, Bupati


Purbalingga, Bupati Banyumas, Bupati Cilacap, dan Bupati Kabumen dalam
rangka Pembentukan Regional Management dan Regional Marketing tanggal 16
Desember 2002 yang kemudian dituangkan melalui Keputusan Bersama Bupati
Banjarnegara, Bupati Purbalingga, Bupati Banyumas, Bupati Cilacap, dan Bupati
Kabumen Nomor : 130A, 4, 36, 48, 16 Tahun 2003 tgl 28 Juni 2003 Ttg
Pembentukan Lembaga Kerjasama Regional Management dan Regional
Marketing antar Pemerintah Kabupaten Banjarnegera, Pemerintah Kabupaten
Purbalingga, Pemerintah Kabupaten Banyumas, Pemerintah Kabupaten Cilacap,
dan Pemerintah Kabupaten Kebumen.
Maksud dan Tujuan
Maksud diselenggarakan kerjasama ini adalah dalam rangka meningkatkan
dan mengembangkan komunikasi, kordinasi, dan kerjasama antar daerah dalam
pelaksanaan pembangunan daerah dan pemanfaatan serta pemasaran potensi
sumber daya daerah.
Tujuan diselenggarakannya kerjasama ini adalah untuk :
1. Mewujudkan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan antar daerah dan
dalam pengelolaan serta pemanfaatan potensi daerah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pembangunan.
2. Sinkronisasi dalam penyusunan peraturan daerah untuk mengurangi
hambatan birokrasi dalam kegiatan ekonomi dan investasi.
3. Menghindari dan mengeliminasi potensi euforia otonomi daerah
diantaranya kegiatan yang bersifat kontraproduktif (persaingan yang tidak
sehat antardaerah).
4. Memperkuat posisi tawar dan meningkatkan daya saing daerah agar
mampu mengakses pasar nasional dan internasional dalam era globalisaasi
ekonomi.
5. Membangun kemitraan antar daerah, pemerintah kabupaten dengan
pemerintah propinsi, pemerintah pusat, dunia usaha, serta dengan lembaga
non pemerintah di tingkat nasional maupun internsional.
Visi

Mewujudkan wilayah BARLINGMASCAKEB sebagai tujuan Investasi,


Perdagangan, dan wisata menuju terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Misi
1. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mempromosikan potensi
investasi kepada para calon investor.
2. Membangun jejaring perdagangan produk unggulan daerah baik tingkat
regional, nasional, dan internasional.
3. Mempromosikan dan mengembangkan potensi wisata di wilayah
BARLINGMASCAKEB.
4. Melakukan inovasi-inovasi kegiatan dalam rangka mencapai masyarakat
yang adil dan sejahtera.
1.2. Rumusan Masalah
Kurang

Strategisnya wilayah Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten

Purbalingga,Kabupaten Banyumas,Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Kebumen


membuat pertumbuhan perekonomian di kawasan Pantai Selatan Jawa tengahsulit
berkembang, selain itu sulitnya aksesibilitas antar daerah akibat kurangnya
infrastruktur dan sarana pendukung transportasi dibanding Kota atau Kabupaten
yang terletak di pantai utara Jawa tengah. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga,Kabupaten Banyumas,Kabupaten Cilacap
dan Kabupaten Kebumen sepakat untuk membentuk kawasan regional bersama
dengan nama BARLINGMASCAKEB.
Berdasarkan latar belakang diatas timbul pertanyaan sebagai rumusan masalah,
yaitu sebagai berikut :
1. Apakah
2.

Yang

dimaksud

Homogenous

Region,Nodal/Polarised

Region,dan Planning/Administrative?
Bagaimanakah Contoh Dari Homogenous Region,Nodal?polarised

Region,dan planning/administrative region?


3. Bagaimanakah
kontribusi
PDRB
setiap
BARLINGMASCAKEB
BARLINGMASCAKEB?
.

terhadap

Pendapatan

daerah

anggota

total

regional

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan. Tujuan penelitian yang
ingin dicapai sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi
Apa
Yang
dimaksud
Homogenous
Region,Nodal/Polarised Region,dan Planning/Administrative
2. Memberikan

Contoh

Dari

Homogenous

Region,Nodal/polarised

Region,dan planning/administrative region?


3. Mengidentifikasi

kontribusi

BARLINGMASCAKEB

PDRB

terhadap

setiap
Pendapatan

daerah

anggota

total

regional

BARLINGMASCAKEB
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Bagi kami selaku peneliti merupakan sarana pengembangan wawasan serta
pengalaman

dalam

menganalisis

wilayah

regional

BARLINGMASCAKEB.
2. Mampu memberi informasi dan gambaran bagi pemerintah guna
merancang kebijakan yang mendukung dan percepatan pertumbuhan
kawasan BARLINGMASCAKEB.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumentasi yang
bermanfaat untuk dijadikan bahan penyusunan penelitian yang serupa dan
lebih mendalam bagi akademis.
4. Bagi masyarakat penelitian ini dapat menjadi gambaran dan informasi
tentang yang terjadi di wilayah regional BARLINGMASCAKEB.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah gambaran singkat mengenai permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini, sehingga pembaca diharapkan memperoleh
gambaran jelas tentang isi dari penelitian ini yang terdiri dari lima bab, yaitu :

BAB I Pendahuluan
Bab I terdapat lima sub bab yaitu latar belakang masalah berisi alasan
pemilihan topik ; rumusan masalah berisi inti dari topik yang dibahas; tujuan
penelitian berisi sasaran yang ingin dicapai dan deskripsi sasaran penulisan;
kegunaan penelitian berisi manfaat penelitian; dan sistematika penulisan sendiri
berisi garis besar penulisan dari pendahuluan, isi sampai penutup.
BAB II Landasan Teori
Landasan teori merupakan sebuah kerangka berisi konsep serta teori yang
mendukung tulisan yang dapat diperoleh dari jurnal penelitian, buku, dll. Serta
menjelaskan materi yang berkaitan dalam pembahasan kawasan regional
BARLINGMASCAKEB.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan langkah langkah yang menguraikan secara cermat
metode pengumpulan informasi, analisis informasi, penarikan kesimpulan, serta
merumuskan saran.
BAB IV Pembahasan
Merupakan uraian hasil kajian, temuan serta ide pengembangan yang
sesuai dengan rumusan masalah.
BAB V Penutup
Berisi kesimpulan dan saran yang direkomendasikan penulis.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Ruang,Wilayah dan Region
Pengertian ruang menurut Undang-Undang N0. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup
lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Konsep Region dan wilayah masih dapat dikatakan bias banyak ahli yang
menganggap bahwa wilayah dan Region adalah konsep yang berbeda sementara tidak
sedikit pula yang menanggap konsep wilayah dan konsep region sebagai konsep yang sama.
Glasson (1978) ada dua cara pandang yang berbeda mengenai wilayah, yaitu
subyektif dan obyektif.Cara pandang subyektif, yaitu wilayah adalah alat untuk
mengidentifikasikan suatu lokasi yang didasarkan atas kriteria tertentu atau tujuan tertentu.
Dengan demikian, banyaknya wilayah tergantung kepada kriteria yang digunakan. Wilayah
hanyalah suatu model agar kita bisa membedakan lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Hal
ini diperlukan untuk membantu manusia mempelajari dunia ini secara sistematis. Sedangkan
pandangan obyektif menyatakan wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan dari ciriciri/gejala alam di setiap wilayah.
Bambang Supriyadi(2010) Wilayah dapat dilihat sebagai suatu ruang pada permukaan
bumi. Pengertian permukaan bumi adalah menunjuk pada tempat atau lokasi yang dilihat
secara horizontal dan vertikal. Jadi, di dalamnya termasuk apa yang ada pada permukaan
bumi. Karena kita membicarakan ruang dalam kaitannya dengan kepentingan manusia, perlu
dibuat batasan bahwa ruang pada permukaan bumi adalah sejauh manusia masih bisa
menjangkaunya atau masih berguna bagi manusia.
Isard (dalam bambang supriyadi 2010), menganggap pengertian suatu wilayah pada
dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tertentu. Menurutnya, wilayah adalah suatu
area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya
sedemikian rupa, sehingga ahli regional memiliki interest di dalam menangani permasalahan
tersebut
Sumaatmadja (1988:42) Region berarti suatu wilayah yang memiliki karakteristik
tertentu yang khas, yang membedakan diri dari region-region lain di sekitarnya,lebih lanjut
menurut Dickinson (dalam Sumaatmadja, 1988), Suatu region adalah suatu komplek

keruangan atau komplek teritorial yang terdiri dari penyebaran gejala-gejala yang berbeda
sesamanya, yang mengungkapkan suatu keseluruhan aspek tertentu sebagai ruang geografi
Rustiadi, dkk (2007) memandang, kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih
mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah : (1) wilayah
homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan
(planning region atau programming region). Dalam pendekatan klasifikasi konsep wilayah
ini, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk dari konsep wilayah sistem.
Sedangkan dalam kelompok konsep wilayah perencanaan, terdapat konsep wilayah
administratif-politis dan wilayah perencanaan fungsional.

Konsep Alamiah -Deskriptif


Homogen

System sederhana

System ekonomi : kawasan


ekonomi; kawasan industri

System/fungsio

Wilaya

nall

Konsep non
Alamiah

Perencanaan/pengel
olaan

Nodal (pusatDesa
Kota
hiterland
Budidaya - Lindung

System
kompleks

System ekologi : DAS, Hutan,


Pesisir : kawasan
System social-politik
adat, kawasan etnik
Wilayah perencanaan khusus :
Jabodetabek, KAPET
Wilayah administrasi politik :
Provinsi, Kabupaten, Kota

Gambar 2.1. Sistematika Konsep-konsep Wilayah (Rustiadi, dkk, 2007)

2.2 Homogeneneous region, Nodal/Polarized region dan Planning/Administrative region.


Richardson

menjelaskan

bahwa

region

dapat

diklasifikasikan

menjadi

homogeneneous region, nodal/polarized region dan planning/administrative region.


Homogeneous region merupakan Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek
homogenitas (kesamaan) dalam kelompok. Dengan demikian, wilayah homogen tidak lain
adalah wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan adanya sumber-sumber kesamaan atau
faktor pencirinya yang menonjol di wilayah tersebut. Kesamaan tersebut dapat berupa
kesamaan struktur produksi, konsumsi, pekerjaan, topografi, iklim, perilaku sosial,
pandangan politik, tingkat pendapatan dan lain-lain.
Nodal/polarized region pada dasarnya dilandasi oleh adanya faktor ketidak merataan
( heterogenitas). Konsep ini menekankan pada pentingnya interaksi setiap region yang
diukur berdasarkan lalu lintas barang, modal, penduduk.terdapat wilayah pusat ( kutub ) dan
wilayah pinggiran / hiterland yang merupakan bagian di sekelillingnya yang saling
melengkapi terhadap wilayah pusat.Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah
nodal yang paling ideal untuk di gunakan dalam analisis mengenai ekonomi
wilayah,mengartikan wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang yang di kuasai oleh
suatu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Batas wilayah nodal di tentukan sejauh mana
pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila di gantikan oleh pengaruh dari pusat
kegiatan ekonomi lainnya,sementaraHoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah
nodal dapat di gambarkan sebagai suatu sel hidup dan suatu atom, dimana terdapat inti dan
plasma yang saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi fungsional akan
lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di
dalam wilayah itu, daripada merupakan homogenitas semata-mata salah satu contoh wilayah
nodal adalah kota Jakarta sebagai pusat dengan daerah Bogor, Depok ,Tangerang dan Bekasi
sebagai wilayah hiterland.

Planning / wilayah administrasi adalah wilayah yang didasarkan pada penerapan


keputusan ekonomi, dibatasi oeh kesatuan kebijakan atau administrasi.Pada dasarnya,
wilayah administrasi atau wilayah perencanaan adalah wilayah yang menjadi ajang penerapan
keputusan-keputusan ekonomi.Region ini umumnya dibatasi oleh kenyataan bahwa unit
wilayahnya berada di dalam kesatuan kebijakan atau administrasi.Sebagai contoh adalah
wilayah yang tergolong dalam kategori Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa dan
sebagainya.Dapat juga pembagian dilakukan menurut kriteria region yang karena sifat
alaminya harus direncanakan secara bersama atau serentak, seperti wilayah DAS (daerah
aliran sungai).
Selain berdasarkan tipenya, pembagian suatu wilayah dapat dilihat berdasarkan order,
rank atau hirarki, dengan menggunakan kriteria tertentu, misalnya ditinjau dari segi size
( ukuran ), form ( bentuk ), function ( fungsi ) maupun kriteria lainnya. Orde kota
menunjukkan besarnya suatu kota dalam suatu hirarki yang diukur menurut jumlah
penduduk.
Zipf menyimpulkan bahwa ukuran distribusi aktivitas ekonomi dari suatu kota akan
mengikuti distribusi Pareto distribusi aktivitas ekonomi perkotaan atau dengan kata lain
pemukiman perkotaan dalam suatu dan Hukum Zipf yang menjadi dasar dari Rank Size
Rule, sebuah aturan yang digunakan untuk melihat proporsi region disusun menurut ranking
atas dasar banyaknya penduduk. Kota dengan jumlah penduduk paling besar disebut kota
orde pertama ( primate city )

Rank size rule dapat disusun sebagai berikut :


P n=

P1
n

populasi
Primate city

rank

Dimana :

Pn = Penduduk dari pemukiman ke-n


P1 = Penduduk dari pemukiman terbesar
n = Ranking pemukiman
q = Eksponen, biasanya mendekati angka satu

2.3 Regionalisasi dengan Satuan Wilayah Ekonomi (SWE)


Satuan Wilayah Ekonomi (SWE) adalah Kota-kota atau wilayah yang tercakup dalam
wilayah pengaruh kota orde pertama dianggap sebagai satuan wilayah yang berdiri sendiri.
Satuan Wilayah Ekonomi ditetapkan guna menentukan wilayah pengaruh dari suatu kota.Di
dalam SWE terjadi hubungan timbal balik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial
antara pusat dengan subpusat, yang berupa hubungan langsung dan fungsiaonal.
Klasifikasi satuan wilayah dapat dilihat dari kebutuhan perkembangan kegiatan
masyarakat, dapat dibedakan menjadi 3 dasar pertimbangan, yaitu satuan
wilayah atas dasar pertimbangan ekonomi, sosial, politik dan budaya. Ciri ciri satuan
wilayah secara umum adalah sebagai berikut :
a. Menunjukkan adanya struktur dasar pengembangan.
b. Struktur pengembangannya menunjukkan adanya hirarki.
c. Aturan hirarki timbul sebagai akibat adanya tujuan efisiensi dalam pecapaian tujuan.
d. Aturan hirarki mempunyai dampak dalam tingkat efisiensi dalam prosesnya

Satuan wilayah atas dasar pertimbangan ekonomi atau disebut Satuan Wilayah
Ekonomi (SWE) dapat diperinci menjadi satuan wilayah produksi dan satuan wilayah
pemasaran. Satuan wilayah produksi, didasarkan pada proses pengolahan sumber sumber
alam, sedangkan satuan wilayah pemasaran didasarkan pada proses pencapaian konsumen.
Satuan wilayah produksi dianggap efektif dalam menjalankan fungsinya apabila berada pada
jangkauan satuan wilayah pemasaran.Ditinjau dari sudut lingkungan kehidupan, satuan
wilayah ekonomi dapat dibagi dalam lingkungan kehidupan perkotaan dan lingkungan
kehidupan perdesaan.
Satuan wilayah menurut dasar pertimbangan sosial, politik dan budaya terdapat
adanya

satuan

wilayah

etnik

serta

pemerintah

membentuk

satuan

wilayah

administratif.Dalam pembentukan wilayah administratif atas dasar etnik suatu wilayah


tersebut dikarenakan terdapat satuan wilayah yang mempunyai etnik yang identik, wilayah ini
berpotensi dalam bidang pengembangan sektor pariwisata yang bertumpu pada unsur
kebudayaan daerah.
Dasar penetapan Satuan Wilayah Ekonomi (SWE) suatu wilayah bukan hanya untuk
menentukan wilayah pengaruh, tetapi juga mempunyai tujuan lain sebagai berikut :
a. Membatasi pengembangan daerah pusat, sehingga daerah lain yang
terdapat disekitarnya dapat berkembang.
b. Pengembangan wilayah dalam SWE berorientasikan pada daerah pusatnya.
c. Pengembangan suatu wilayah pusat harus diikuti daerah pusat lain dalam
region lebih luas.
Penentuan Satuan Wilayah Ekonomi dapat dilakukan dengan cara metode breaking
point formula. Dengan dasar perhitungan aliran barang (commodity flow) untuk menunjukkan
jarak pelayanan ekonomi suatu daerah pusat.Metode Breaking Point menunjukkan besarnya
aliran barang yang timbul dari daerah pusat yang merupakan produk dari wilayah
ekonominya.
Teori Breaking point (titik henti) digunakan untuk mengukur besarnya daya tarik
(gravitasi) antar kota dan selanjutnya digunakan untuk menentukan titik batas gravitasi antar
kota pada suatu wilayah, sehingga dapat diketahui pengaruh wilayah suatu kota terhadap

wilayah yang ada disekitarnya.Digunakan data data berikut untuk mengetahui gravitasi
daerah pusat, yaitu : jarak antara kota A dan B (dalam kilometer), jumlah aliran barang yang
berasal dari kota A menuju kota B dan Jumlah aliran barang yang berasal dari kota B menuju
kota A. Berikut adalah rumus dari breaking point :
D b=

Dimana :
Db
Dab
Pa
Pb

Dab
P
1+ ( a )
PB

= breaking point antara kota A dan kota B


= jarak antara kota A dan kota B (dalam kilometer)
= Jumlah aliran barang yang berasal dari kota A menuju kota B
= Jumlah aliran barang yang berasal dari kota B menuju kota A

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data
sekunder

merupakan

data

yang

diperoleh

secara

tidak

langsung melalui studi

kepustakaan, yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku-buku literatur, diktat-diktat


kuliah,

majalah-majalah,

jurnal-jurnal,

buku-buku

yang berhubungan dengan pokok

penelitian, surat kabar dan membaca dan mempelajari arsip-arsip atau dokumen-dokumen
yang terdapat di instansi terkait. Untuk melengkapi paparan hasil penelitian juga
digunakan rujukan dan referensi dari bank data lain yang relevan, misal dari jurnal, laporan
hasil penelitian terdahulu, serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.
3.2

Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk bahan atau

data yang relevan, akurat reliable yang hendak kita teliti. Oleh karena itu perlu diguunakan
metode pengumpulan data yang baik dan cocok. Dalam penelitian ini digunakan metode
pengumpulan data berupa :
Dokumentasi.Metode ini dilakukan dengan metode studi pustaka yaitu mengadakan
survei terhadap data yang telah ada dan menggali teori-teori yang telah berkembang
dalam bidang ilmu yang terkait.
3.3 Metode Analisis Data
Teknik analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis statistik
deskriptif disertai dengan grafik dan diagram selain itu manggunakan pendekatan teknik
kualitatif

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Regionalisasi Homogenous,Nodal,Administrative dan planning Region
beserta contoh wilayahnya.
Regionalisasi (Pewilayahan) di dalam geografi adalah suatu upayamengelompokkan
atau

mengklasifikasikan

unsur-unsur

yang

sama.Sumaatmadja

(1988:51)

bahwa,

Menentukan pewilayahan atau regionalisasi suatu wilayah di permukaan bumi,


dipergunakan kriteria geografi hasil relasi keruangan aspek-aspek yang secara umum
lebihmenonjol atau lebih dominan pada wilayah yang bersangkutan.
4.1.1 Regional Homogen
Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas (kesamaan) dalam
kelompok.Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan
bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen (kesamaan), sedangkan
faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Dengan demikian, wilayah
homogen tidak lain adalah wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan adanya sumbersumber kesamaan atau faktor pencirinya yang menonjol di wilayah tersebut. Kesamaan
tersebut dapat berupa kesamaan struktur produksi, konsumsi, pekerjaan, topografi, iklim,
perilaku sosial, pandangan politik, tingkat pendapatan dan lain-lain. Pada dasarnya terdapat
beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri dari penyebab alamiah
dan penyebab artifical. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah
kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor lainnya. Homogenitas yang bersifat artifical
pada dasarnya kehomogenan yang bukan berdasarkan faktor fisik tetapi faktor sosial. Contoh
wilayah homogen artifical adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan),
suku bangsa, budaya dan lain-lain.
a. Contoh Homogenous berdasarkan Pekerjaan
Pantai utara Jawa barat (mulai dari indramayu,subang dan karawang),merupakan
wilayah yang homogen dari sisi mata pencaharian penduduknya yang mayoritas bekerja
sebagai petani sehingga apabila terdapat perubahan faktor produksi pertanian misal nya
subsidi pupuk yang berubah,harga benih yang meningkat atau upah buruh tani yang berubah
akan mempengaruhi seluruh bagian wilayah tersebut dengan proses yang sama. Apabila suatu
bagian berubah maka hal yang sama akan berlaku pula bagian wilayah lainnya.
b. Contoh Homogenous berdasarkan Iklim dan vegetasi nya.

Daerah Purworejo,Temanggung,Wonosobo dan sebagian magelang adalah daerah


yang memiliki iklim sejuk sehingga vegetasi daerah tersebut mayoritas adalah
teh,tembakau,dan pohon cemara.
c. Contoh Homoenous berdasarkan Kesamaan Budaya
Daerah Banjarnegara,Purbalingga,Banyumas,Cilacap dan

Kebumen

dikatakan

Homogenous region berdasarkan kesamaan faktor kebudayaan terutama kesamaan ragam


bahasa
.
4.1.2Regional Nodal
Region fungsional disebut juga region nodal.Region fungsional bersifat dinamis
dibandingkan dengan region formal, yaitu ditandai oleh adanya gerakan dari dan ke
pusat.Pusat tersebut disebut sebagai node.Sejauh mana node dapat menarik daerah sekitarnya
sehingga tercipta interaksi maksimal, maka sejauh itulah batas region nodalnya.Suatu region
nodal terdapat empat unsur penting sebagai berikut :
1. adanya arus barang, ide/gagasan dan manusia;
2. adanya node/pusat yang menjadi pusat pertemuan arus tersebut secara
terorganisir;
3. adanya wilayah yang makin meluas;
4. adanya jaring-jaring rute tempat tukar menukar berlangsung.

Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan dan atau pemukiman, sedangkan
plasma adalah daerah belakang (periphery/hinterland), yang mempunyai sifat-sifat tertnetu
dan mempunyai hubungan fungsional. Konsep wilayah nodal lebih berfokus pada peran
pengendalian/pengaruh central atau pusat (node) serta hubungan ketergantungan pusat

(nukleus) dan elemen-elemen sekelilingnya dibandingkan soal batas wilayahPada region


nodal terdapat fungsi suatu tempat sebagai sirkulasi.Pada wilayah tersebut terdapat aktivitas
yang diorganisir dan umumnya bersifat lebih dinamis seperti gerakan orang, barang, berita
atau pesan.
Contoh : Semarang sebagai pusat atau core,sementara Kendal,Demak,Ungaran,Salatiga,Dan
Purwodadi. Jakarta sebagai pusat atau Core sementara Depok,Tangerang dan Bekasi sebagai
Hinterland nya.
4.1.3 Daerah Administrative
Boudeville(dalam Glasson,1978) mendefinisikan wilayah perencanan (planning
region atau programming region)sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah
yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya

perubahan-perubahan penting

dalampenyebaran penduduk dan kesempatan kerja,namun cukup kecil untuk memungkinkan


persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan.
Klassen (dalam Glasson,1978) mempunyai pendapat yang hampir sama dengan
Boudeville, yaitu bahwa wilayah perencanaan harus mempunyai ciri-ciri :(a)cukup besar
untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (b) mampu
mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (c) mempunyai struktur
ekonomi yang homogen, (d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan
(growthpoint), (e) mengunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan, (f)
masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalanpersoalannya.
Contoh pemerintah pusat ingin menanggulangi pencemaran air yang terjadi di Daerah
aliran Sungai Bengawan Solo maka wilayah cakupan perencanaan bukan hanya menjadi
tanggung jawab Provinsi Jawa Tengah tetapi juga di provinsi Jawa Timur yang mencangkup
Ngawi,Madiun,Magetan,Bojonegoro,Tuban,Lamongan,Gresik dan Ponorogo
4.2. Gambaran Umum Kawasan BARLINGMASCAKEB
Wilayah BARLINGMASCAKEB terdiri atas Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Kebumen.Wilayah ini
terletak di bagian barat daya Provinsi Jawa Tengah.Sebagian wilayah ini terletak di jalur
selatan Pulau Jawa yang menghubungkan daerah Yogyakarta dengan Jawa Barat bagian
selatan dan Cirebon di bagian utara.

Wilayah BARLINGMASCAKEB secara geografis terletak diantara 10830 10950 BT, dan 710 - 750 LS, dengan batas administrasi dan fisiografis:

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Batang,Pekalongan, Pemalang, Tegal dan

Brebes
Sebelah timur dengan KabupatenWonosobo dan Purworejo;
Sebelah selatan dengan samudera Indonesia; dan
Sebelah barat dengan Provinsi Jawa Barat.

Wilayah BARLINGMASCAKEB memiliki luas 6,480 km2 atau sekitar 20.54 persen dari
total keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah.

4.3 Jarak Antar Kota danJumlah Penduduk


4.3.1 Jarak Antar Kota
Banjarnegara

Purbalingga
49km

Banyumas
69km
113km

Banjarnegara
Purbalingga
49km
Banyumas
69km
20km
Cilacap
132km
81km
Kebumen
114km
95km
Sumber :Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2011

61km
75km

Cilacap
132km
147km
61km
94km

Kebumen
114km
95km
75km
94km

Dalam peta letak kabupaten Cilacap dan kabupaten Kebumen cenderung lebih sulit
diakses dari kota anggota BARLINGMASCAKEB yang lain,sementara pemerintah
Kabupaten Banyumas lebih dekat jaraknya jika di jangkau oleh kabupaten lainnya.Hal inilah
yang menyebabkan banyak pertemuan yang membahas regional BARLINGMASCAKEB
dilaksanakan di kota Banyumas.
4.3.2 Jumlah Penduduk
Kabupaten
Jumlah Penduduk
Banjarnegara
875,214
Purbalingga
858,798
Banyumas
1,570,598
Cilacap
1,651,940
Kebumen
1,162,294
BARLINGMASCAKEB
6,118,884
Sumber :Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2012
Kabupaten

yang

memiliki

jumlah

penduduk

terbanyak

di

Kawasan

BARLINGMASCAKEB adalah kabupaten Cilacap dengan jumlah penduduk 1.162.294 jiwa


sementara jumlah penduduk Kabupaten Purbalingga menjadi yang terkecil dengan penduduk
berjumlah 858.798 jiwa dan secara keseluruhan jumlah penduduk di kawasan
BARLINGMASCAKEB sebesar 6.118.884 jiwa.
4.4 PDRB BARLINGMASCAKEB
Kabupaten
Cilacap
Banyumas
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
BARLINGMAS
CAKEB
Kabupaten
Cilacap
Banyumas
Purbalingga

2001
16225114.
26
3088157.4
4
1661566.6
2063504.0
1
2113428.2
8
25153771.
59

2002
17678237.9
2

2003
18832659.8
1

2004

3227485.17

3347157.9

3486633.67

1734318.82

1784728.21

1844532.08

2081096.23

2142274.21

2225095.9

2195988.36

2260404.12

2287004.74

26919128.5

28369227.2
5

29967511.31

20122240.92

2005

2006

2007

2008

21729328.83
3598399.16

23464768.76
3713747.34

21109000
3958646

22390000
4171469

1921653.92

2002000.3

2075857

2257393

Banjarnegara
Kebumen
BARLINGMASCA
KEB
Kabupaten

2321117.64

2376695

2495786

2619990

2360449.9

2461000

2572000

2721000

31932954.45

34020217.4

32213296

34161860

2009

Cilacap
Banyumas

2010

2011

22739000
4400542

23739000
4654634

24792000
4927351

Purbalingga

2390245

2525873

2669197

Banjarnegara

2753936

2888524

3029689.47

Kebumen
BARLINGMASC
AKEB

2828000

2946000

3068923

35113732

36756041

38489171.47

Sumber :Badan Pusat Statistik proviinsi Jawa tengah,diolah


PDRB

Cilacap

menyumbang

hampir

65%

terhadap

PDRB

wilayah

BARLINGMASCAKEB setiap tahun nya sementara Kabupaten Banyumas berkontribusi


12% terhadap total PDRB wilayah BARLINGMASCAKEB setiap tahun nya sementara
Kabupaten yang memiliki Kontribusi paling sedikit adalah Kabupaten Purbalingga yang
hanya berkontribusi sebesar 6% terhadap PDRB total kawasan BARLINGMASCAKEB.

PDRB BARLINGMASCAKEB Tahun 2001 - 2004


25000000
20000000
Cilacap

15000000

Banyumas
Purbalingga

10000000

Banjarnegara
Kebumen

5000000
0
2001

2002

2003

2004

PDRB BARLINGMASCAKEB Tahun 2005 - 2011


25000000

20000000

15000000

10000000

5000000

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

PDRB BarlingmasCakeb Tahun 2001 - 2011


40000000
35000000
30000000
25000000
20000000

BarlingmasCakeb

15000000
10000000
5000000
0

PDRB kawasan BARLINGMASCAKEB selalu mengalami peningkatan rata-rata 4%


per tahun nya tetapi di tahun 2007 sempat mengalami penrunan karena turunnya PDRB
kabupaten Cilacap Total PDRB tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar lebih dari 38 triliun
rupiah.

Data Laju Pertumbuhan PDRB dari tahun 2002 sampai 2011.


9

Cilacap
Banyumas
Purbalingga

-1
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Banjarnegara
Kebumen
Barligmascakeb

-6

-11

Secara

Laju

pertumbuhan

Cilacap,Kabupaten

PDRB

pada

Banyumas,Kabupaten

saat

sebelum

dan

Purbalingga,Kabupaten

setelah

Kabupaten

Banjarnegara,dan

Kabupaten Kebumen tidak berubah secara signifikan pada saat dua tahun setelah
Barlingmascakeb tetapi selepas tahun 2006 beberapa daerah mengalami Kenaikan
pertumbuhan PDRB meskipun masih tidak Stabil.

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Homogeneous region merupakan Konsep wilayah homogen lebih
menekankan aspek homogenitas (kesamaan) dalam kelompok. Dengan
demikian,

wilayah

homogen

tidak

lain

adalah

wilayah

yang

diidentifikasikan berdasarkan adanya sumber-sumber kesamaan atau


faktor pencirinya yang menonjol di wilayah tersebut
Nodal/polarized region Konsep ini menekankan pada pentingnya interaksi
setiap region yang diukur berdasarkan lalu lintas barang, modal,
penduduk.terdapat wilayah pusat ( kutub ) dan wilayah pinggiran /
hiterland yang merupakan bagian di sekelillingnya yang saling
berinteraksi terhadap wilayah pusat.
Planning Region adalah wilayah perencanan (planning region atau
programming region)sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
2. Contoh Homogenous Region adalah indramayu,subang dan karawang yang
homogen berdasarkan mata pencaharian. Contoh Nodal Region adalah
Semarang

sebagai

pusat

Kendal,Demak,Ungaran,Salatiga,Dan

atau
Purwodadi.

core,sementara
Contoh

Region
Ngawi,Madiun,Magetan,Bojonegoro,Tuban,Lamongan,Gresik

planning
adalah
dan

Ponorogo sebagai DAS Bengawan Solo.


3. Pada Case study Barlingmascakeb PDRB total nya sangat dipengaruhi
oleh besaran PDRB Kabupaten Cilacap hal ini mengingat bahwa PDRB
Kabupaten Cilacap Memberikan proporsi lebih dari 60-65 % sehingga
apabila total PDRB kabupaten Cilacap mengalami penurunan maka hali
tersebut akan berimbas terhadap total PDRB Kawasan Barlingmascakeb.

Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2006. Jawa Tengah Dalam Angka 2006.
Semarang: Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka 2010.
Semarang: Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka 2011.
Semarang: Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 2012.
Semarang: Jawa Tengah.
Glasson, John. 1978. An Introduction to Regional Planning. London
Hoover, Edgar M. 1974. An Introduction To Regional Economi, Second Edition.
New York: Alfred A. Knopf.
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nomor 21 Tahun 2003
Rustiadi, Ernan, dkk, 2007, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Crestpent Press, P4W-LPPM IPB, Bogor.
Sukirno, Sadono. 1981. Beberapa Aspek Persoalan Dalam PembangunanDaerah.
Jakarta: FEU
Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi Pendekatan dan Analisa Keruangan.
Bandung: Alumni.
Supriyadi,Bambang.2010.Modul

Ilmu

Kewilayahan.Sumedang:Institut

Pemerintahan Dalam Negeri


Tarigan,Robinson.2007,Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi.Jakarta:PT.Bumi
Aksara.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Anda mungkin juga menyukai