Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

A.

Pembebanan Struktur
Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup
kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah beban-beban
baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi struktur bangunan tersebut.
Berdasarkan Peraturan PembebananIndonesia untuk Gedung 1983 pasal 1 hal 7, dicantumkan
bahwa pembebanan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut ini.
1. Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk
segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
2. Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu
gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke
dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan
maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.
3. Beban gempa ialah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh
gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang
diartikan dengan beban gempa di sini adalah gayagaya di dalam struktur tersebut yang terjadi
oleh gerakan tanah akibat gempa tersebut.
4. Beban hujan adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh hujan.
5. Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung
yang disebabkan oleh selisih tekanan udara.

B.

Elemen Struktur
Suatu bangunan bertingkat tinggi terbentuk dari elemen-elemen struktur yang bila
dipadukan menghasilkan suatu sistem menyeluruh. Elemen-elemen struktur pada perancangan
ini meliputi pelat, balok, dan dinding geser. Definisi dari elemen-elemen struktur yang
menjadi pendukung utama banguan adalah sebagai berikut ini.
a. Pelat
Pelat adalah komponen struktur yang merupakan sebuah bidang datar yang lebar dengan
permukaan atas dan bawahnya sejajar. Pelat bisa bertulang 2 atau 1 arah saja, tergantung
sistem strukturnya. Bila perbandingan antara panjang dan lebar pelat tidak melebihi 2,
digunakan penulangan 2 arah (Dipohusodo, 1996). Jenis jenis pelat terdiri dari ( Jumawa,
Jimmy S, 2005) :
a. Pelat satu arah (one way slab), ditumpu oleh balok anak yang ditempatkan sejajar satu
dengan yang lainnya, dan perhitungan pelat dapat dianggap sebagai balok tipis yang ditumpu
oleh banyak tumpuan
b. Pelat rusuk satu arah (one way rib/ joist slab), ditumpu oleh rusuk, anak balok yang jarak
satu dengan yang lainnya sangat berdekatan, sehingga secara visual hampir sama dengan pelat
satu arah.
c. Pelat 2 arah yaitu Pelat yang keempat sisinya ditumpu oleh balok dengan perbandingan
lx/ly_2, perhitungan pelat didasarkan umumnya dilakukan dengan pendekatan dua arah yang
tercantum dalam tabel momen pelat dua arah akibat beban terbagi rata.

d. Pelat wafel yaitu pelat dua arah yang ditumpu oleh rusuk dua arah, pelat ini memberikan
kekakuan yang cukup besar, sehingga dapat memikul beban vertikal atau dapat digunakan
untuk bentang lantai yang besar
C.

D.

Balok
Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban dari pelat lantai ke
penyangga yang vertikal. (Nawy, 1990). Balok merupakan elemen struktural yang didesain
untuk menahan gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya sehingga
mengakibatkan terjadinya momen lentur dan gaya geser sepanjang bentangnya Berdasarkan
jenis keruntuhannya, keruntuhan yang terjadi pada balok dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok sebagai berikut ini :
1. Penampang balanced.
Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan
hancur karena tekan. Pada awal terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diijinkan pada
saat serat tepi yang tertekan adalah 0,003, sedangkan regangan baja sama dengan regangan
lelehnya yaitu _y = fy/Es.
2. Penampang over-reinforced.
Keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada awal keruntuhan,
regangan baja _s yang terjadi masih lebih kecil daripada regangan lelehnya _y. Dengan
demikian tegangan baja fs juga lebih kecil daripada tegangan lelehnya _y, kondisi ini terjadi
apabila tulangan yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan
balanced.
3. Penampang under-reinforced.
Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja. Tulangan baja ini
terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan _y. Kondisi penampang yang
demikian dapat terjadi apabila tulangan tarik yang dipakai pada balok bertulang kurang dari
yang diperlukan dibawah kondisi balanced (Nawy, 1990).

Dinding geser (shear wall)


Dinding geser (shear wall) didefenisikan sebagai komponen struktur vertical yang
relatif sangat kaku. Dinding geser pada umumnya hanya boleh mempunyai bukaan
sedikit(sekitar 5%) agar tidak mengurangi kekakuaannya. (Juwana, Jimmy S, 2005)

Berdasarkan ketentuan tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan
gedung SK SNI 03-1726-2002 dinding geser yang digunakan biasanya dalam disain bangunan
tinggi dengan struktur beton adalah :
1. Dinding geser beton bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur gedung yang
fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang
runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi
plastis pada kakinya, dimana nilai momen lelehnya dapat mengalami peningkatan terbatas
akibat pengerasan regangan.
2. Dinding geser beton bertulang berangkai, menurut SNI 03-1726-2002 adalah suatu
subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya untuk memikul beban geser akibat pengaruh
Gempa Rencana, yang terdiri dari dua buah atau lebih dinding geser yang dirangkaikan oleh
balok-balok perangkai dan yang runtuhnya terjadi dengan sesuatu daktilitas tertentu oleh
terjadinya sendisendi plastis pada ke dua ujung balok-balok perangkai dan pada kaki semua
dinding geser, di mana masing-masing momen lelehnya dapat mengalami peningkatan
hamper sepenuhnya akibat pengerasan regangan. Ketika sebuah dinding struktur (structural
walls) ditempatkan pada sebuah posisi yang menguntungkan pada sebuah bangunan, maka
dinding struktur itu akan sangat efektif dalam menahan beban lateral (lateral loads) yang
terdiri dari beban angin dan beban gempa (wind and earthquakes) (Park R., Paulay T., 1975).
Karena porsi yang begitu besar dari beban lateral (lateral loads) pada sebuah bangunan, maka
beban geser horisontal yang dihasilkan dari beban gempa yang ada, akan dibebankan pada
dinding geser (shear walls). Bangunan tingkat banyak (multistory buildings) biasanya
bentuknya tinggi dan langsing (slender), dan jika shear walls diaplikasikan pada multistory
buildings, maka bahaya kritis dari beban lateral itu akan dapat diredam.

F. Metode Takabeya
A. Anggapan Dasar
Dalam perhitungan struktur portal bertingkat banyak dengan metode Takabeya, berlaku
anggapan dasar sebagai berikut :
1. Deformasi yang disebabkan oleh gaya tekan/tarik dan geser dalam diabaikan.
2. Hubungan antara balok dan kolom dianggap sebagai hubungan kaku sempurna.
B. Persamaan Dasar
Mab

Mba

A
A

B
a
b

Mab

Mba

A
A
mab

B
a

a
wa

wb

ba

b
B
mba

Gambar 2.4 Struktur portal


Dimana :
ab

ab
L ab

Mab , Mba

= adalah besar momen akhir (design moment).

Mab , Mba

= adalah besar momen primer sebelum titik b bergeser

mab , mba = adalah besar momen koreksi akibat adanya pergeseran titik b sejauh
ab dan perputaran titik nodal.
Mab dan Mba dapat dinyatakan sebagai fungsi dari perputaran dan pergeseran sudut

sebagai berikut :
Mab = mab

+ Mab

Mba = mba

+ Mba

(2.16)

Dimana :
mab dan mba dapat diturunkan berdasarkan prinsip persamaan perputaran sudut

sebagai berikut :
a

= w a + ab =

mab .L
mba .L

+ ab
3EI
6EI

(2.17)

mab .L
mba .L
= w b + ab =
+
+ ab
6EI
3EI

(2.18)

Dari persamaan (8.1b) dan (8.1c) diperoleh :


2a + 2b

mab .L
+ 3 ab
2EI

(2.19)

Atau dapat ditulis dalam bentuk :


mab

2EI
2a b 3 ab
L

(2.20)

Maka dengan cara yang sama dapat diperoleh :


mba

2EI
2b a 3 ab
L

Apabila dinyatakan

(2.21)

I
K ab , maka :
L

mab

= 2EK ab 2a b 3 ab

mba

= 2EK ab 2b a 3 ab

(2.22)

Dari persamaan (2.20), (2.21) dan persamaan (2.22), diperoleh :


mab

= 2EK ab 2a b 3 ab Mab

mba

= 2EK ab 2b a 3 ab Mba

(2.23)

Kemudian oleh Fukuhei Takabeya persamaan tersebut disederhanakan menjadi :

2m

Mab = K ab 2ma mb mab Mab


Mba = K ab

ma mab

(2.24)

ba

ma

= 2 E K a

m ab

= -6E K ab

mb

= 2 E K b

k ab =

K ab
K

Dimana
K

= adalah suatu harga konstanta kekakuan berdimensi m3, dan ditetapkan


sembarang.

ma

= adalah momen parsiil akibat perputaran sudut a , selanjutnya disebut momen

rotasi (rotation moment) di titik A.


mb

= adalah momen parsiil akibat perputaran sudut b , selanjutnya disebut momen


rotasi (rotation moment) di titik B.

m ab

= adalah momen parsiil akibat pergeseran titik B relatif terhadap titik A sejauh
ab , selanjutnya disebut momen perpindahan (displacement moment) dari

batang AB.
C. Portal Bertitik Nodal Tetap
Pada portal dengan titik nodal tetap, semua titik nodalnya hanya mengalami perputaran
sudut dan tidak mengalami pergeseran sudut. Sebagai contoh adalah pada portal yang balok
dan kolomnya didukung oleh perletakan dan pada portal yang simetris baik kekakuan maupun
pembebanan.
Untuk bentang A B berlaku :

2m

.M

Mab = k ab 2ma mb mab . Mab


Mba = k ba

ma mab

ba

E
B

Gambar 2.5 Portal dengan jumlah titik nodal tetap


Karena titik nodalnya tidak bergeser, maka Mab = 0, sehingga pada titik nodal A
dinyatakan dalam bentuk persamaan di bawah ini :
Mab = k ab 2ma mb . Mab
Mac = k ac 2ma mc . Mac
Mad = k ad 2ma md . Mad
Mae = k ae 2m a m e . Mae

(2.25)

Selanjutnya, kesetimbangan pada titik nodal A atau dalam hal ini jumlah momen di titik
nodal A harus sama dengan nol (MA = 0).
Mab + Mac + Mad + Mae

=0

(2.26)

Dari persamaan (2.25) dan persamaan (2.26) :


Mab
k ab . mb

k ac . mc
Mac

+
+
= 0
k ad . md
k ad
Mad

k ae
Mae
k ae . me

k ab

k ac

ma 2

(2.27)

Maka dapat ditulis kembali :


ma . a

= a

( k ab )
mb
+ ( k ab )
( k ac )

me
md
mc

( k ad )

(2.28)
Dari persamaan (2.25) dan persamaan (2.26) maka :
k ab 2ma mb M ab k ac 2ma mc M ac k ad 2ma md M ad k ae 2ma me M ae 0

2m a k ab k ac k ad k ae k ab .mb k ac .mc k ad .md k ae .me Mab Mac Mad Mae

Notasi sesuai dengan usulan Takabeya :


k ab
k ab

k ac
k ac
ma 2
+
k ad
k ad

k ae
k ae

Mab

. mc
Mac

+
= 0
. md
Mad

. me
Mae
. mb

Mab
k ab

Mac

k ac
ma 2
=
+
k ad
k ad
Mad

Mae
k ae
k ae

k ab

k ac

k ab

. mb

. mc
=
. md

. me

k ae
mb

k ac

me
k ad m d
mc

ma

ab
= a +

a
a

k ae

mb

k ac

me

k
ad
a
.

md

mc

Dapat ditulis ulang dalam bentuk :

ma

k ae

. me

mb

md


k ab

= a +
a
a

k ac

. mc

k
ad
a

(2.29)

Persamaan (2.29) juga disebut persamaan rotasi pada titik nodal A, dan untuk
persamaan pada titik nodal yang lain analog dengan cara di atas.
D. Cara Perhitungan Portal Bertitik Nodal Tetap
Adapun cara perhitungan portal dengan titik nodal tetap, seperti diuraikan di bawah ini :
1. Pada saat meninjau salah satu titik nodal, maka pada titik nodal yang lain dianggap
belum mengalami perputaran sudut. Misalnya titik nodal yang ditinjau adalah titik
nodal A, maka pada titik nodal lain dianggap belum terjadi perputaran sudut, dengan
kata lain b, c, d , e dan mb , mc , m d , m e 0 . Sehingga momen rotasi di titik
nodal A :
ma

= m(a0 ) = a
a

Maka dengan cara yang sama :


mb

= m(b0 ) = b
b

mc

= m(c0 ) = c
c

md

= m(d0 ) = d
d

me

= m(e0 ) = e
e

2. Distribusikan harga-harga m( 0 ) yang berada di seberang titik nodal A tersebut,


dengan mempergunakan persamaan (2.24) untuk memperoleh harga m(1) sebagai
berikut :


ab
a

a
+
m(a1) =
a

ae

m(b0 )

ac

. m(e0 )


m(d0 ) ad
a

. m(c0 )

Dimana nilai a diganti dengan harga m(a0 ) sehingga menjadi :


a


ab
a

m(a1) = m(a0 ) +

ae

m(b0 )

ac

. m(e0 )


m(d0 ) ad
a
. m(c0 )

Langkah selanjutnya, adalah dengan mendistribusikan kembali harga m(an) ke dalam


persamaan (2.24) untuk mendapatkan harga m(an 1) dan langkah seperti ini juga
berlaku sama pada titik nodal yang lain dimana harga-harga perhitungan sebelumnya
dan harga-harga yang telah dihitung distribusikan pada perhitungan titik nodal
selanjutnya.
3. Langkah perhitungan sebelumnya dilakukan terus menerus sampai mendapatkan
harga-harga yang konvergen pada semua titik nodal atau

m(n )

m(n 1)

4. Apabila telah mendapatkan harga-harga konvergen pada semua titik nodal,


perhitungan dilanjutkan untuk menghitung momen akhir, dimana hasil-hasil
perhitungan momen parsil tersebut dikembalikan ke dalam persamaan (2.20), sebagai
contoh perhitungan momen desain pada titik nodal A :

Mab = k ab 2m(an) m(bn) + Mab

Mac = k ac 2m(an ) m(cn ) + Mac

Mad = k ad 2m(an) m(dn) + Mad

Mae = k ae 2m(an) m(en ) + Mae

5. Dalam perhitungan dengan metode ini, dapat dilakukan koreksi terhadap momen
akhir desain, apabila hasil perhitungan jumlah momen akhir (M) pada setiap titik
nodalnya tidak sama dengan nol. Hal ini terjadi, karena dapat disebabkan oleh
beberapa hal, seperti adanya pembulatan angka, pemotongan angka atau hasil
konvergensi yang kurang tepat sehingga menimbulkan nilai selisih pada penjumlahan
nilai momen. Untuk perhitungan nilai selisih yang terjadi dapat dilakukan dengan
cara membagikan secara merata dan sebanding dengan angka kekakuannya, sebagai
berikut :
(n )
Mab = Mab

k ab
M
k ab k ac k ac k ae

Untuk perhitungan koreksi pada Mac , Mad , Mae analog dengan langkah di atas.

Gambar 2.6
Arah putaran pemberesan momen parsiil

Anda mungkin juga menyukai