Anda di halaman 1dari 31

Kajian oampak

Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Or. June Mellawati, M.Si.)

KAJIAN DAMPAK LEPASAN RADIONUKLIDA DARI PENGOPERASIAN


PLTU BATUBARA DAN PLTN KE LlNGKUNGAN
June Mellawati
Pusat Pengembangan Energi Nuklir, SATAN, Jakarta
email: ppen@batan.go.id

ABSTRAK
KAJIAN DAMPAK LEPASAN RADIONUKLIDA DARI PENGOPERASIAN
PLTU BATUBARA
DAN PLTN KE LlNGKUNGAN.
Telah dilakukan studi lepasan radionuklida dari pengoperasian
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PL TU batubara) dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PL TN). Seperti diketahui, beberapa PLTU di dunia menghasilkan fly ash batubara sebanyak 8-100 juta
ton per tahun, sedangkan PLTU batubara di Indonesia (PL TU Paiton dan Suralaya) menghasilkan 1 juta
ton per tahun. Fly ash yang mengandung sejumlah radionuklida dan bahan berbahaya lainnya dapat
terlepas ke atmosfer pada pengoperasian
PLTU batubara. Permasalahannya
guna memenuhi
kebutuhan listrik di dunia dan di Indonesia khususnya, pemerintah terus berupaya membangun PLTU
batubara dan PLTN. Pada pengoperasian PLTU batubara dan PLTN sejumlah radionuklida akan
terlepas ke lingkungan, sehingga dapat meningkatkan
paparan radiasi dan risiko kesehatan ke
masyarakat maupun pekerja. Tujuan studi ini untuk mengetahui karakteristik unsur radionuklida yang
terlepas ke lingkungan akibat pengoperasian pembangkit listrik (PL TU batubara dan PLTN), serta
mengetahui laju dosis sebagai dampak yang ditimbulkan oleh pengoperasian PLTU batubara dan PLTN
ke lingkungan. Oosis dihitung sebagai dosis efektif kolektif yang diterima masyarakat dan pekerja akibat
pengoperasian
PLTU batubara maupun PLTN. Metode yang digunakan yaitu pengumpulan
data
sekunder dari laporan beberapa negara yang mengoperasikan PLTU batubara dan PLTN, menganalisis
dan mengevaluasi
perolehan
data, kemudian
melengkapinya
dengan
kajian pustaka.
Hasil
menunjukkan bahwa pengoperasian PLTU batubara di beberapa negara di dunia rata-rata melepaskan
radionuklida U-238, Ra-226, Pb-210, Po-210, Th-232, Th-228, Ra-228, dan K-40, yang memancarkan
radiasi-a dan 13 dengan waktu paruh cukup panjang. Sedangkan PLTN melepaskan radionuklida gas
mulia (Kr-85, Kr-85m, Kr-87, Kr-88, Xe-133, Xe-131m, Xe-131, Xe-133m, Xe-135, Xe-135m, Xe-138),
tritium (H-3), C-14, iodium (1-131), dan partikulat, pemancar-y dan 13. Konsentrasi radionuklida lepasan
dari PLTU batubara tertinggi 51,70 x 109 Bq/tahun (Ra-226), sedangkan PLTN tertinggi 0,22 x 109
Bq/tahun (C-14). Walaupun PLTU batubara telah menggunakan teknologi modern, namun konsentrasi
lepasan radionuklidanya
masih lebih tinggi (5,12 x 109 Bq/tahun) dibandingkan PLTN (1,82 x 109
Bq/tahun). Paparan radiasi maksimal yang diterima masyarakat dari pengoperasian PLTU batubara
dengan teknologi lama maupun modern relatif lebih tinggi (5,12-80 manSv/tahun) dibandingkan dari
pengoperasian PLTN (1 ,82 manSv/tahun), namun paparan radiasi maksimal yang diterima pekerja dari
pengoperasian PLTU batubara lebih rendah (0,028 manSv/tahun) dibandingkan dari pengoperasian
PLTN (15,2 manSv/tahun). Sebagai konsekuensinya, risiko kesehatan yang diterima masyarakat akibat
paparan radiasi dari pengoperasian PLTU batubara lebih tinggi (2,69 kematian/tahun) dibandingkan dari
PLTN (0,01 kematian/tahun),
namun tidak ada risiko kesehatan
yang diterima peke~a dari
pengoperasian PLTU batubara dibandingkan dari PLTN (0,76 kematian/tahun).
Kata kunci: radionuklida,
dosis
efektif
PLTU batubara, PLTN

kolektif,

risiko

kesehatan

masyarakat

dan

pekerja,

ABSTRACT
STUDY ON THE RELEASE

OF RADIONUCLIDES

FROM COAL FIRED POWER PLANTS

(CFPP) AND NUCLEAR POWER PLANT (NPP) OPERATION TO ENVIRONMENT. The releases of
radionuclides from CFPP and NPP operation have been studied. It is known that some CFPP produce
amounts of coal fiy ash 8-100 million tons per year, while CFPP (Paiton and Suralaya) in Indonesia
produce one million ton per year. Fly ash containing a number of radionuclides and other dangerous
materials can escape to atmospheres at the operation of CFPP. The problems arise is to fulfill the
requirement on electrics, particularly in Indonesia, the government continuously consider to build either
CFPP or NPP. At the operation of CFPP and NPP, a number of radionuclides will escape to
environment,
so the radiation exposure and health risk to public and occupations will increase
accordingly. The purpose of this study is to know the characteristic and the dose of radionuclide element
that escape to environment as the effect of power station (CFPP and NPP) operations. The dose was
calculated as a collective effective dose which will be received by public and occupations. The

197

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

secondary data on the operation of CFPP and NPP were collected from the reports of some states
operating CFPP and NPP. The data were analyzed, evaluated and completed with literature studies.
The results indicate that the operations of CFPP in the world have in average liberated radionuclides U238, Ra-226, Pb-210, Po-210, Th-232, Th-228, Ra-228, and K-40 emitting u and 13- radiations with long
enough half-life. On the other side, the operations of NPP discharge noble gas radionuclides (Kr-85, Kr85m, Kr-87, Kr-88, Xe-133, Xe-131m, Xe-131, Xe-133m, Xe-135, Xe-135m, Xe-138), tritium (H-3), C-14,
iodine (1-131),and particulate which emit y and 13- radiations. The highest concentration of radionuclide
released from CFPP is 51.70 x 109 Bq/year (Ra-226), while that from NPP is 0.22 x 109 Bq/year (C-14).
Although CFPP have applied a modern technology, but the concentration of radionuclide released is still
higher (5.12 x 109 Bq/year) compared to NPP (1.82 X 109 Bq/year). The maximum radiation exposure
received by public from CFPP operations with old and modern technology is still relatively high (5.12-80
manSv/year) compared to NPP operation (1.82 manSv/year), but the maximum radiation exposure that
received by the occupation from CFPP operation is lower (0.028 manSv/year) compared to NPP
operation (15.2 manSv/year). As the consequence, the health risk to public as a result of radiation
exposure from CFPP operations higher (2.69 death/year) compared to NPP (0.01 death/year), but there
is no received by health risk is occupations from CFPP operations compared to NPP (0.76 death/year).
Key words: Radionuclide, Collective effective dose, health risk, occupational and public, Coal Fire
Power Plants (CFPP), and Nuclear Power Plants (NPP)

BABI

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997, yang dimaksud


lingkungan adalah lingkungan hidup, yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan mahluk hid up, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain[1]. Pada
era industrialisasi, lingkungan mempunyai risiko tinggi terhadap kasus pencemaran, dan
kegiatan industri termasuk industri pembangkit listrik yang mempunyai kontribusi terhadap
peningkatan pencemaran di lingkungan.
Sa at ini, konsumsi energi dunia terutama dari bahan bakar fosil meningkat secara
besar-besaran dan tak terhindarkan. Teknologi pemanfaatan dan eksplorasi bahan bakar fosil
menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga yang
relatif murah. Hal ini menyebabkan bahan bakar fosil batubara banyak disukai walaupun
dewasa
ini penelitian
mengenai
bahan bakar terbarukan
terus digalakkan
dan
pemanfaatannya mulai mendapatkan perhatian. Bahan bakar fosil tetap dipercaya sebagai
sumber energi dunia setidaknya untuk 50 tahun ke depan. Untuk itu, peningkatan efisiensi
utilisasi bahan bakar fosil harus terus dilakukan dengan terus memperhati kan faktor
lingkungan.
Salah satu jenis bahan bakar fosil ialah batubara. Dibandingkan bahan bakar fosil
lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya: (a) batubara yang siap
diekploitasi secara ekonomis terdapat dalam jumlah banyak, (b) batubara terdistribusi relatif
lebih merata di seluruh dunia, (c) jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan
bakar fosil yang paling lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia. Namun, sejauh ini,
masyarakat umumnya hanya mengetahui kalau pemakaian batubara sebagai bahan bakar
dapat menimbulkan polutan CO2 (karbon dioksida), NOx (oksida-oksida
nitrogen), SOx
(oksida-oksida
belerang), HC (senyawa-senyawa
karbon), fly ash (partikel debu) yang
mencemari udara. Polutan tersebut secara umum dapat menimbulkan hujan asam yang
dapat merusak hutan dan lahan pertanian, serta dapat pula menimbulkan efek rumah kaca
yang dapat menyebabkan kenaikan suhu global di permukaan bumi dengan segala efek
sampingannya[2]. Selain dari dampak pencemaran lingkungan tersebut, polutan radioaktifpun
dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara yang dihirup oleh paruparu, maupun melalui rantai makanan yang telah terkontaminasi oleh polutan radioaktif.
Polutan radioaktif yang terakumulasi di dalam tubuh dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, terutama karena sifat polutan radioaktif yang pad a
umumnya adalah kokarsinogenik atau perangsang timbulnya kanker. Jadi kenyataannya
dapat dikatakan bahwa pemakaian batubara juga dapat menaikkan kontribusi zat radioaktif di
lingkungan, bukan hanya dari kegiatan-kegiatan teknologi nuklir saja.

198

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Guna mengurangi
ketergantungan
pemakaian
bahan bakar minyak (BBM),
pemerintah akan membangun pembangkit listrik batu bara. Oua program dirancang berjalan
bersamaan, yaitu 10.000 MWe dibangun dalam waktu dua tahun (tahun 2009 hingga 2010)
oleh pemerintah melalui PT. PLN (10.000 MWe) dan oleh pembangkit listrik swasta (10.000
MWe). Rencana Pemerintah tersebut juga untuk mengatasi krisis listrik yang terjadi di
berbagai tempat, sehingga telah ditetapkan target konsumsi batubara ditingkatkan hingga
mencapai lebih dari 33%. Seperti diketahui beberapa PLTU batubara yang direncanakan
kebanyakan berlokasi di pesisir, yaitu PLTU Suralaya, PLTU Labuan, PL TU Teluk Naga,
PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Indramayu, PLTU Paiton, dan PL TU Pacitan[3].
Isu pencemaran lingkungan oleh pengoperasian PLTU batubara sudah ada sejak
tahun 1980an. Hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan
bahwa batubara
mengandung sejumlah radionuklida yang dapat terlepas ke lingkungan sekitarnya pada
proses pembakarannya. Berita terkait dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari
pencemaran PLTU akibat penggunaan batubara telah dirasakan oleh masyarakat yang
tinggal di sekitarnya. Oemikian pula, isu pencemaran lingkungan oleh pengoperasian PLTN
(di luar negeri) akibat terlepasnya sejumlah radionuklida ke udara maupun ke perairan telah
berkembang sedemikian pesat, sehingga pemanfaatan teknologi nuklir untuk pembangkit
listrik menjadi kendala khususnya di Indonesia.
Namun demikian, penyediaan energi di mas a depan merupakan permasalahan yang
senantiasa
menjadi perhatian semua bangsa, karena kesejahteraan
manusia dalam
kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkannya.
Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara sedang berkembang, penyediaan energi
merupakan faktor yang sangat penting dalam mendorong pembangunan. Seiring dengan
meningkatnya
pembangunan
terutama di sektor industri, pertumbuhan
ekonomi dan
pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan energi akan terus meningkat.
Amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
juga menetapkan bahwa energi nuklir
merupakan bagian dari sistem energi nasional[4]. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006
tentang Kebijakan Energi Nasional, menyebutkan bahwa salah satu jenis energi yang akan
dikembangkan di masa mendatang adalah energi nuklir[5]. Oalam Undang-Undang No. 30
Tahun 2007 tentang energi, pada pasal 21 disebutkan pula bahwa pemanfaatan energi baru
dan terbarukan (termasuk nuklir) wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Oaerah
sesuai dengan kewenangannya[6]. Berdasarkan hal ini, maka selain Pemerintah berencana
membangun PLTU, pemerintah juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PL TN).
Peran energi nuklir di Indonesia adalah simbiotik dan sinergistik, baik dengan energi
fosil maupun energi baru dan terbarukan. Teknologi nuklir akan dimanfaatkan semaksimal
mungkin untuk berperan pada penyediaan energi. Untuk penyediaan tenaga listrik (PL TN)
dilakukan dengan acuan kebijakan Pemerintah di bidang energi bauran (mix energy) untuk
mewujudkan keamanan pasokan energi berkelanjutan.
Oi Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama yang umum digunakan pada
berbagai kegiatan industri, termasuk industri pembangkit listrik, karena dari segi ekonomis
batubara jauh lebih murah dibandingkan jenis bahan bakar lainnya. Oari segi kuantitas,
batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia, karena jumlahnya sangat
melimpah dan mencapai hampir puluhan milyar ton.
Oalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa
pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai
peruntukannya. Radionuklida dapat digolongkan sebagai bahan berbahaya dan beracun, hal
ini karena sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya[1]. Menurut Connel dan
Miller (1995) apabila unsur radionuklida terlepas ke lingkungan, maka hasil interaksinya dapat
menimbulkan keadaan abnormal pada organisme hidup di lingkungan tersebut, hal ini karena
pengaruh mutasi genetik pada tubuh organisme tersebut[8].
Paparan radiasi dari radionuklida uranium hingga 10,48 mSv/48 jam mengakibatkan
gangguan pada stadium larva (tahap pertumbuhan sensitif) benih udang windu PL 15, yaitu
kematian sebanyak 50%[7]. Kontak langsung dengan komunitas tanaman juga menyebabkan
hambatan pertumbuhan, penurunan produksi biomassa, dan letalitas[8]. Masyarakat yang
tinggal di sekitar kawasan industri berpotensi tercemar radionuklida akan menerima paparan

199

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

radiasi eksterna hingga 1,81-2,98 mSv/tahun, yang telah melebihi batas dosis efektif yang
direkomendasikan ICRP[9]. Asupan radionuklida uranium dan torium pada mamalia
menunjukkan pola terdistribusi ke seluruh jaringan dan organ[10]. Oleh karena itu,
pemerintah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
2000 tentang perijinan pemanfaatan tenaga nuklir, yang menyebutkan bahwa instalasi yang
mempunyai dampak radiologi tinggi wajib dilakukan pemantauan dan analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL)[11].
Berdasarkan alasan tersebut, maka telah dilakukan studi dampak lepasan
radionuklida dari PLTU batubara dan PLTN ke lingkungan. Studi ini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana kegiatan kedua pembangkit berpotensi memberikan kontribusi
lepasan radionuklida ke lingkungan sekitarnya. Seperti diketahui, kajian ini merupakan bagian
dari kegiatan penelitian di Bidang Pengkajian Kelayakan Tapak PLTN, khususnya terkait
dengan penyusunan konsep dokumen AMDAL PLTN, selain juga terkait rencana pemerintah
Indonesia untuk membangun PLTN.

1.2.

Tujuan

Tujuan kajian untuk:


a. Mengetahui karakteristik, baik jenis maupun tingkat radioaktivitas radionuklida yang
dilepaskan oleh pengoperasian PLTU batubara dan PLTN (pada kondisi normal) ke
lingkungan.
b. Mengetahui laju dosis sebagai dampak yang ditimbulkan oleh pengoperasian PLTU
batubara dan PLTN ke lingkungan. Dosis dihitung sebagai dosis efektif kolektif yang
diterima masyarakat dan pekerja akibat pengoperasian PLTU batubara maupun PLTN.

1.3.

Lingkup Pengkajian

Lingkup pengkajian meliputi:


1. Data analisis kualitatif maupun kuantitatif radionuklida dalam bahan bakar PLTU
(batutubara), fly ash dan bottom ash sebagai produk samping pengoperasian PLTU
Batubara, dan efluen gas sebagai produk samping pengoperasian PLTN yang
merupakan data sekunder dari berbagai sumber. Lepasan radionuklida ke bottom ash
dari PLTU batubara maupun efluen cair dari PLTN tipe PWR diasumsikan telah diolah
secara baik dan tidak menimbulkan persoalan yang berarti, sehingga tidak dilakukan
pengkajian dalam kaitan laporan ilmiah ini.
2. Perhitungan lepasan radionuklida dari PLTU Batubara dan PLTN tipe PWR diasumsikan
sama, yaitu dengan kapasitas 1000 MWe.
3. Data analisis laju dosis dihitung sebagai dosis efektif kolektif yang diterima masyarakat
maupun pekerja dari pengoperasian PLTU batubara dan PLTN tipe PWR. Dosis tersebut
merupakan dosis total yang berasal dari jalur internal (ingesti dan inhalasi) maupun
eksternal.
Diharapkan data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan masukan
kebijakan dalam menentukan industri listrik nasional, terutama dalam introduksi PLTN
sebagai energi baru dan terbarukan. Selain itu dapat membantu merumuskan regulasi guna
melindungi masyarakat dan lingkungannya dari bahaya radiasi jangka panjang dan bersifat
akumulatif.

1.4.

Alur Pengkajian

Pengoperasian pembangkit listrik (PLTU maupun PLTN) berpotensi melepaskan


sejumlah radionuklida ke lingkungan, oleh sebab itu:
1. Dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui jenis dan tingkat
radioaktifitas radionuklida-radionuklida yang terlepas khususnya melalui fly ash (PLTU)
maupun efluen gas (PLTN) ke lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut
dapat diketahui karakteristik lepasan dari masing-masing jenis pembangkit (PLTU
batubara dan PLTN). Lepasan radionuklida dapat mengakibatkan peningkatan paparan
radiasi di lingkungan sekitar PLTU batubara maupun PLTN.
2. Berdasarkan data tingkat radioaktifitas lepasan radionuklida dari masing-masing
pembangkit (PLTU dan PLTN), dapat diperhitungkan laju dosis total. Besaran laju dosis

200

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

3.

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

total yang diperoleh dari jalur internal (inhalasi dan ingesti), maupun eksterna dapat
digunakan untuk memperkirakan paparan radiasi ke masyarakat dan pekerja.
Oampak peningkatan
paparan radiasi ke lingkungan berpotensi
membahayakan
kehidupan manusia dan organisme lainnya, serta menimbulkan gangguan kesehatan
manusia, seperti risiko kesehatan, risiko fatal kanker, hingga kematian. Skema alur
pengkajian ditunjukkan pad a Gambar 1.
Pengoperasian
Pembangkit Listrik

Analisis lepasan
Radionuklida

Analisis lepasan
Radionuklida

Perhitungan Tingkat
radioaktivitas

Perhitungan Tingkat
radioaktivitas

Oosis efektif kolektif


Perkiraan risiko kesehatan

Oosis efektif kolektif


Perkiraan risiko kesehatan

Gambar 1. Skema A/ur Pengkajian

BAB II PEMBANGKIT

LlSTRIK

Secara umum, listrik dihasilkan oleh sebuah pembangkit atau generator yang
dihubungkan dengan tenaga penggeraknya.
Oi dunia saat ini terdapat berbagai jenis
pembangkit listrik, dan berdasarkan klasifikasi penggunaan jenis bahan bakarnya, terdapat
pembangkit listrik berbahan bakar fosil (batubara), air, nuklir dan terbarukan (gas, panas
bumi, biogas, matahari, dB). Profil sumber energi listrik tahun 2003 di beberapa negara
ditunjukkan pada Gambar 2.

o Fosil

(%)

DAir(%)

II Nuklir (%)

II terbarukan (%)

100
75

50

25

Gambar 2. Profit sumber energi /istrik di beberapa negara di dunia [12J

201

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

Pada Gambar 2 terlihat bahwa hingga kini pilihan sumber energi untuk pembangkit
listrik rata-rata di dunia didominasi oleh energi fosil dan penggunaannya lebih dari 50% total
sumber energi. Pengguna tertinggi energi fosil adalah negara Saudi Arabia (100%), disusul
Australia (91,80%), Belanda (89%), Indonesia (87%), India (83,3%), China (81,8%), Inggris
(76,1%), Amerika (71,1%), Rusia (65,4%), Korea (62,3%), Jerman (61,4%), dan Jepang
(60,7%). Brasil dan Perancis memanfaatkan energi fosil hanya kurang dari 10%, karena
Brasil lebih memilih energi air, dan Perancis memilih energi nuklir. Namun demikian, secara
umum pilihan pertama masih memanfaatkan energi fosil, kemudian disusul energi nuklir, air,
dan pilihan terakhir adalah beberapa jenis energi terbarukan (renewable resources).
Pengguna energi nuklir terbesar di dunia adalah Perancis yang mencapai hampir 80% produk
listriknya dibangkitkan dari PLTN[12].
2.1.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PL TU) Batubara [13]

PLTU batubara adalah pembangkit listrik yang menggunakan uap air untuk memutar
turbin dan menggerakkan generator. Uap ini dihasilkan oleh proses pemanasan yang terjadi
di ketel uap (boiler). Pemanasan di boiler pad a pembangkit PLTU sedemikian panasnya,
sehingga uap yang dihasilkan akan berada pada fase superheated, dan uap yang penuh
energi inilah yang disalurkan ke turbin, sehingga turbin berputar dan menghasilkan listrik
melalui generatornya. Komponen utama pada sistem PLTU adalah: (a) ketel uap, (b) turbin
uap sebagai penggerak utama, (c) generator pembangkit tenaga listrik, (d) super heater
(pemanas lanjut) (e) ekonomiser (pemanas pendahuluan air) (f) kondensor (pending in uap).
Prinsip kerja PLTU batubara melibatkan proses pemompaan, proses pemasukan
kalor atau pemanasan pada tekanan konstan di dalam ketel, proses ekspansi isentropik di
dalam turbin atau mesin uap lainnya proses pengeluaran kalor atau pengembunan pada
tekanan konstan di dalam kondensator. Mula-mula air masuk ke dalam sistem destilasi
(proses pemurnian) menjadi air suling, kemudian air dipompa masuk ke tangki air (reservoir).
Kemudian melalui demineraliser, akan terjadi pemisahan mineral-mineral, air dimasukkan ke
dalam tangki berikutnya, dan temperatur air mencapai 34C. Melalui ekonomiser air
ditingkatkan suhunya, kemudian ke pemanas tekanan rendah dan ke pemanas tekanan
tinggi, hingga dicapai temperatur 70C. Pemanasan ini perlu dilakukan untuk menghindari
adanya tekanan termal (perubahan suhu mendadak) yang akan merusak tabung boiler.
Sesudah melalui proses pemanasan ini, selanjutnya air dialirkan ke boiler untuk diuapkan,
lalu mengalir ke pemanas lanjut primer, dan ke pemanas lanjut sekunder untuk
menggerakkan turbin[13].
Di Indonesia hingga tahun 2005 telah dibangun sebanyak 11 unit PLTU yang
tersebar di beberapa daerah di Indonesia, yaitu PLTU Labuhan Angin, PLTU Ombilin, PLTU
Tanjung Enim, PLTU Tarahan, PLTU Suralaya, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati, PLTU
Paiton, PLTU Asam-Asam, PLTU Lati, dan PLTU Amurang (Gambar 3).

1. Pl TU LABUHAN
2. Pl TU OMBILIN

ANGIN

200 MW

200 MW

6. PlTU

CILACAP

7. PlTU

TANJUNG

600 MW
JATI1320

3. Pl TU TANJUNG

ENIM 200 MW

8. Pl TU PAITON

4. PlTU

TARAHAN

200MW

9. Pl TU ASAM-ASAM

5. PlTU

SURAlAYA

2400 MW

10.PlTU

LATI2

11. PlTU

AMURANG

110 MW

MW

600 MW & IPP 2450 MW


130 MW

X 7 MW

Gambar 3. Lokasi PL TU Batubara di Indonesia[14]

202

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

PLTU di Indonesia pertama kali beroperasi pada tahun 1962 dengan kapasitas 25
MWe, beroperasi pada temperatur 500,25C, dan tekanan 65 kg/cm2. Mesin boiler masih
terbuat dari pipa biasa, dan pendingin generator dilakukan dengan udara. Perkembangan
teknologi PLTU di Indonesia dimulai pada pembuatan mesin boiler yang dilengkapi pipa
dinding dan pendingin generator dilakukan dengan hidrogen, namun dengan kapasitas yang
masih 25 MWe[15]. Mesin boiler harus dilengkapi super heater, "economizer" dan tungku
tekanan ketika dayanya ditingkatkan dari 100-200 MWe. Selanjutnya turbin melakukan
pemanasan ulang dan arus ganda, namun pendingin generatornya masih menggunakan
hidrogen. Hanya saja untuk kapasitas 200 MWe uap yang dihasilkan mempunyai tekanan
131,5 kg/cm2, suhu 540,25C, dan bahan bakarnya masih menggunakan minyak bumi. Untuk
PLTU kapasitas 400 MWe, bahan bakarnya sudah tidak menggunakan minyak bumi lagi
melainkan batubara.
Pertama kali Indonesia membangun PLTU batubara, yaitu pada tahun1984 di
Suralaya dengan kapasitas terpasang 4x400 MWe. Selanjutnya tahun 1987 dibangun PLTU
Bukit Asam dengan kapasitas 2x65 MWe, tahun 1993-an beroperasi pula PLTU Paiton 1 dan
2 yang masing-masing dengan kapasitas 400 MWe. Selanjutnya pada tahun 1994, PLTU
Suralaya dikembangkan dari unit 5-7 dengan kapasitas 600 MWe/unit. Pad a tahun 1994
tersebut, kapasitas PLTU batubara sudah mencapai 2.130 MWe (16% dari total daya
terpasang). Pada tahun 2003 kapasitasnya diperkirakan sekitar 12.100 MWe (37%), tahun
2008/2009 mencapai 24.570 MWe (48%) dan diperkirakan pada tahun 2020 sekitar 46.000
MWe. Sementara itu pemakaian batubara pada tahun 1995 tercatat sebanyak 7,5 juta ton per
tahun untuk menghasilkan energi listrik sebesar 17,3 TWh. Pada tahun 2005, pemakaian
batubara meningkat mencapai 45,2 juta ton per tahun dengan energi listrik yang
dihasilkannya mencapai 104 TWh. Keunggulan pembangkit PLTU batubara adalah harga
bahan bakarnya lebih murah dibandingkan minyak dan cadangan yang tersedia masih relatif
melimpah [15].
Batubara termasuk salah satu bahan bakar fosil, merupakan batuan sedimen yang
dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan yang
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Kandungan unsur utama batubara adalah karbon
(C), hidrogen (H), dan oksigen (0). Batubara memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks dan dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus
formula empiris batubara adalah C137Hg70gNS untuk bitumin us dan C240Hgo04NS untuk
antrasit. Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas
dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas, yaitu antrasit, bituminus,
subbituminus, lignit dan gambut.
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia, yaitu di Kalimantan Selatan dan Timur
(Cekungan Pasir, Barito, dan Asam-Asam) dengan nilai energinya 6400-6800 kkal/kg,
Kalimantan Tengah (Cekungan Kutai) dengan nilai energinya 6200-6800 kkal/kg, Kalimantan
Tengah (Cekungan Tarakan) dengan nilai energinya 5800-6100 kkal/kg, di Sumatera
(Cekungan Ombilin dan Sumatera Selatan) dengan nilai energinya 6900 dan 5300 kkal/kg. Di
daerah lainnya (Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi) jumlahnya relatif kecil dan
belum dapat ditentukan nilai keekonomisannya. Batubara di Kalimantan mencapai 61%, dan
di Sumatera 38%, sedangkan sisanya tersebar di wilayah lain [15].
Perkiraan jumlah dan lokasi cadangan sumberdaya alam batubara di Indonesia
ditunjukkan pada Gambar 4.
INDONESIAN

COAL RESOURCES
END OF 2003
MEASURED

12.446.42 MILLION Ton

IND4CATED

20.533,56 MILLION Ton

INFERRED

24,314.96 MILLION Ton

HYPOTHETIC.
TOTAL

532,80MilLION Ton

57.874.74

MillION

Ton

.,~~
~-.
I

COAL

RESERVES

(MILLION

Ton)

Gambar 4. Perkiraan cadangan batubara di Indonesia[14]

203

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

Jenis batubara yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik adalah
batubara yang berkualitas tinggi maupun rendah. Umumnya batubara yang kualitasnya tinggi
menghasilkan sedikit sekali unsur impurities (pengotor) yang bersifat berbahaya, sehingga
tidak begitu meneemari lingkungan, sedangkan yang ber kualitas rendah akan menghasilkan
banyak unsur impurities.
Oari segi kuantitas, batubara termasuk eadangan energi fosil yang penting bagi
Indonesia, karena jumlahnya berlimpah meneapai jutaan ton. Jumlah ini sebenarnya eukup
untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga puluhan tahun ke depan. 8ayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energi listrik
melalui PLTU. 8elain dalam rangka menghemat juga menekan lepasan polutannya (C02,
802, NOx, CxHy, logam berat dan radionuklida) ke lingkungan.
Oaur batubara merupakan rangkaian proses yang seeara umum melibatkan proses
penambangan, transportasi, dan pembakaran[14]. Pengangkutan bahan bakar batubara dan
pengiriman dari lokasi penambangan dilakukan menggunakan kapal tongkang maupun truk
melalui jalan raya, dan kereta api. Beberapa instalasi dibangun dekat tambang batubara,
sehingga pengiriman batubara melalui conveyor. Pad a pemrosesan, bahan bakar batubara
dihaneurkan menjadi ukuran kecil (5 em), kemudian diangkut ke tempat penyimpanan
instalasi menggunakan conveyor berlapis karet dengan laju hingga 4000 ton/jam. Oi dalam
instalasi PLTU, butiran batubara dibakar.

2.2.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

PLTN adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan panas hasil reaksi fisi untuk
mendidihkan air dan memproduksi (membangkitkan) uap. Prinsip kerja PLTN (PWR) adalah
air sistem pendingin primer masuk ke dalam bejana tekan reaktor pada tekanan 155 atm dan
temperatur sekitar 290C. 8elanjutnya air bertekanan dan bertemperatur tinggi bergerak di
sela-sela batang bahan bahan bakar, sehingga temperaturnya naik menjadi menjadi sekitar
325C. Air pendingin primer ini kemudian disalurkan ke perangkat pembangkit uap melewati
sisi bagian dalam pipa pad a perangkat pembangkit uap. Oi perangkat ini air pendingin primer
memberikan energi panasnya ke air pendingin sekunder (yang ada di sisi luar pipa
pembangkit uap), sehingga temperaturnya naik sampai titik didih dan terjadi penguapan. Uap
yang dihasilkan kemudian dikirim ke turbin untuk memutar turbin yang dikopel dengan
generator listrik. Perputaran generator listrik akan menghasilkan
energi listrik yang
selanjutnya disalurkan ke jaringan listrik. Air pendingin primer yang ada dalam bejana reaktor
dengan temperatur 320C akan mendidih jika berada pad a tekanan udara biasa (sekitar 1
atm). Agar pendingin primer ini tidak mendidih, maka sistem pendingin primer bekerja pada
tekanan hingga 157 atm. Karena bekerja pad a tekanan tinggi, maka bejana reaktor sering
disebut sebagai bejana tekan atau bejana tekan reaktor. Pada reaktor tipe PWR, air
pendingin primer yang membawa unsur-unsur radioaktif dialirkan hanya ee sampai ke
pembangkit uap, tidak sampai ke turbin, sehingga pemeriksaan dan perawatan sistem
sekunder (turbin, kondenser, pipa penyalur, pompa sekunder dll.) menjadi mudah
dilakukan[16].
Pada PLTN tipe PWR, panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi bahan bakar uranium
(Gambar 5) dalam bejana reaktor (reactor vesse~ dipakai untuk memanaskan air pendingin
primer
bertekanan
tinggi
dengan
alat
pengendali
tekanan
(pressurizer)
untuk
mempertahankan
tekanannya.
Air pendingin primer selanjutnya
dialirkan ke sistem
pembangkit uap (steam generator) untuk memproses pertukaran panas dari sistem pendingin
primer ke sistem pendingin sekunder. Pertukaran panas ini menyebabkan air sistem
pendingin sekunder mendidih dan menghasilkan uap panas yang selanjutnya dipakai untuk
memutar turbin dan generator untuk menghasilkan tenaga listrik (Gambar 6).

204

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

Neutron

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Proton

Gambar 5. Reaksi fisi dari

235U

Gambar 6. PL TN Tipe PWR [17J


Bahan bakar nuklir (uranium) termasuk bahan bakar sumber energi baru tak
terbarukan. Deposit mineral uranium yang merupakan bahan bakar PLTN Di Indonesia
tersebut ditemukan di tambang Remaja-Hitam dan tambang Rirang-Tanah Merah, yang
keduanya terletak di Kalimantan Barat[19]. Sejak tahun 1960 telah dilakukan prospeksi
secara umum dan saat ini telah mencakup 78% dari luas total 535.000 km2 yang terdapat di
Indonesia. Beberapa kerjasama teknik pernah dilakukan dengan CEA Perancis pada kurun
waktu tahun 1969-1979, PNC Jepang tahun 1977, dan BGR Jerman Barat tahun 1977-1978
untuk eksplorasi bijih uranium di Indonesia.
Secara garis besar, bijih logam pembawa U dikelompokkan menjadi 2 kategori,
yaitu:
(a) bijih U bervalensi IV, yang terbentuk di lingkungan reduktif bawah muka bumi, dan
kaya bahan organik. Bijih uranium tersebut berwarna hitam atau coklat tua, seperti
mineral-mineral: pitchblende (campuran alami U02 dan U03), coffinite (U-silikat),
brennerite (U-titinat), serta termasuk batubara yang mengandung U.
(b) bijih U bervalensi VI, terbentuk di lingkungan oksidatif di permukaan bumi, terjadi di
mas a recent, men gal ami hidrasi, dan merupakan hasil pelapukan bijih U bervalensi
IV. Berwarna kuning-jingga atau hijau jika berasosiasi dengan Cu. Mineral-mineral

205

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

penting dalam kategori ini adalah autunit (U-Ca), chalcolite atau torbernite (U-Ca),
vanadate, dan gummite.
Pada kurun waktu tahun 1993 - 1995, BATAN ju~a telah melaksanakan pemetaan
cadangan uranium di wilayah Irian Jaya seluas 3.000 km . Perkiraan cadangan uranium di
Indonesia ditunjukkan pada Gambar 7.
Perkembangan teknologi energi nuklir yang berkelanjutan akan mengarah pada
penggunaan bahan baku nuklir (uranium) untuk keperluan lainnya, maka Indonesia juga
mempunyai potensi yang cukup besar, misalnya cadangan torium yang saat ini masih
dikategorikan sebagai limbah industri penambangan timbal (Pb) di wilayah Sumatera. Selain
itu bahan baku nuklir juga dapat dikembangkan ke arah penggunaan plutonium, lithium dan
hidrogen, sesuai dengan teknologi energi nuklir yang dikembangkan.
DAERAH PROSPEK U DAN TH DI INDONESIA

'(T[IH'U

!!a ....."'
.. "'"''',',

.. ".

~ .

Sue' ttont . tI

11'"
., ,.,.cUru

III

~_

,10."'01

SUICIf' ,.' 1 '1/

1111 ,.., . '.

r:] ",I"

Wf'\;ctf".

IIN hWUl1

" ~ "'liI 1,,,1,1 It-, . t'ctl


,.'ft
""1"

~ "'tt~'''.IQ' . ""u.1

'tl

" c. C':
,. 0"' t~

tl

'II'T I

ru,,," ''''"'1''.

U" ....",

h\iJ" 11'., "

Gambar 7. Perkiraan candangan sumberdaya alam uranium di Indonesia[19]


Daur bahan bakar nuklir (uranium) merupakan rangkaian proses yang terdiri dari
penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan fabrikasi[18]. Di
Indonesia bahan bakar bekasnya langsung disimpan secara lestari tanpa mengalami proses
olah ulang. Proses pengayaan diperlukan untuk menghindari beberapa keterbatasan bahan
bakar uranium alam. Dengan proses pengayaan akan diperoleh derajat bakar yang lebih
tinggi. Selanjutnya logam uranium diubah menjadi elemen bakar nuklir melalui proses
fabrikasi, kemudian dimasukkan ke dalam reaktor dan mengalami reaksi inti. Pada PLTN
(reaktor daya) yang dimanfaatkan adalah panas hasil fisi dan digunakan untuk mengubah air
menjadi uap, kemudian uap menggerakkan turbin-generator, sehingga menghasilkan listrik.
Bahan bakar bekas dikeluarkan dari reaktor untuk didinginkan selama beberapa waktu,
kemudian diangkut menuju fasilitas penyimpanan.
Dewasa ini terdapat berbagai tipe PLTN yang beroperasi di dunia, sebagian besar
bertipe Reaktor Air Ringan (Light Water Reactor, LWR) yang terdiri dari Reaktor Air Tekan
(Pressurized Water Reactor, PWR) dan Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR). Tipe
Reaktor Air Berat (Heavy Water Reactor, HWR) atau Reaktor Air Berat Tekan (Pressurized
Heavy Water Reactor, PHWR), yaitu reaktor dengan bahan bakar uranium alam dan
menggunakan air berat sebagai moderator. Reaktor jenis lainnya yaitu Reaktor GCR (GasCooled Reactors) adalah reaktor gas pendingin yang hanya dikembangkan di Inggris dan
terdiri dari dua tipe yaitu reaktor Magnox (reaktor yang menggunakan campuran magnesium
sebagai pelindung elemen bahan bakar) dan tipe pengembangan (AGR=Advanced Gas-

206

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, MSi.)

Cooled Reactor) yang keduanya menggunakan gas CO2 sebagai pendingin dan grafit
sebagai moderator. Namun demikian, kebanyakan PLTN yang beroperasi di dunia saat ini
adalah tipe PWR.

OPWR
OBWR

_GCR
o Lainnya

57%

Gambar 8. Perbandingan

PL TN tipe PWR dan lainnya di dunia [20]

Jumlah PLTN di dunia yang terbanyak dioperasikan adalah PLTN tipe PWR (Gambar
8). Data hingga tahun 2009 menunjukkan jumlah PLTN tipe PWR yang beroperasi di dunia
saat ini mencapai 57% dari jumlah keseluruhan unit PLTN yang ada, sedang PL TN tipe BWR
22%, GCR 8%, dan tipe lainnya (13%). Data juga menyebutkan bahwa pembangunan PLTN
tipe PWR terus meningkat. PWR merupakan tipe reaktor pada PLTN yang paling banyak
digunakan di beberapa negara, dan salah satu alasannya karena reaktor ini menggunakan air
(H20) sebagai pendingin sekaligus sebagai moderator[20].
Data statistik tahun 2009 menunjukkan jumlah PLTN yang dioperasikan oleh 31
negara yang terse bar di dunia sampai Agustus tahun 2008 jumlahnya mencapai 433 unit, dan
yang sedang dibangun mencapai 42 unit PLTN[20]. Data jumlah PLTN yang beroperasi dan
sedang dibangun di dunia ditunjukkan pada Gambar 9.
Beberapa PLTN tambahan terbaru tipe PWR yang beroperasi sejak tahun 2008,
terdapat di beberapa negara di Asia, Eropa dan Amerika. Di Asia, yaitu di Pakistan sebanyak
1 unit, Jepang 2 unit, India 6 unit, China 11 unit, Korea 5 unit, dan Iran 1 unit. Di Eropa, yaitu
di Ukraina 2 unit, Rusia 8 unit, Perancis 1 unit, Finlandia 1 unit, Bulgaria 2 unit. Sedangkan di
Amerika, yaitu Amerika Serikat sebanyak 1 unit, dan Argentina 1 unit[21]. Data menunjukkan
bahwa beberapa PLTN yang ada di Amerika telah mendapatkan lisensi perpanjangan
beroperasi hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada lisensi awalnya[21].

207

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

Iran
"tO
Armenia
Lithuania
Finlandia
Czechna
Jerman
Rusia
Korea
Afrika
Amerika
Swtzerland
Rumania
Canada
Perancis
Ukraina
Meksiko
Slovakia
Belanda
Pakistan
selatan
Brasil
India
China
Swedia
Slovenia
Jepang
Hongaria
Argentina
Spanyol
Belgia
Bulgaria
Inggris

104
19

15

31

20
55
17

17
59

18
Reaktor yang dibangun
(42 unit)

o Reaktor

beroperasi

(433

unit)

25

50

75

100

Gambar 9. Jumlah PLTN yang beroperasi dan dibangun di beberapa negara di dunia [20]

BAB III LEPASAN RADIONUKLIDA DARI PENGOPERASIAN PLTU BATUBARA DAN


PLTN

3.1.

Karakteristik Radionuklida dari Pengoperasian PLTU Batubara

Pengoperasian pembangkit listrik PLTU batubara menggunakan batubara sabagai


bahan bakar, telah diketahui melepaskan sejumlah radionuklida ke lingkungan. Hal ini karena
sejumlah batubara dari beberapa negara di dunia mengandung radionuklida-radionuklida.
3.1.1.

Ana/isis KuaJitatif dan Kuantitatif Batubara

Hasil analisis kandungan radionuklida dalam batubara berikut jenis radiasi yang
dipancarkan oleh radionuklida-radionuklidanya
ditunjukkan pada Tabel1.

208

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

Tabel1.

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Kandungan radionuklida dalam batubara [22, 23]

No. Thorium-232
Radionuklida
Jenis
radiasi
Potasium-40
K-40
Radiasi
Po-210
Th-232
a
Uranium-238
U-238
Pb-210
Radiasi
aRa-226
Ra-228
Th-228
6,7
tahun
138,3
hari
1,39x1
1,28x1
13
010
09
tahun
tahun
3,43x04
4,5x09
tahun
1,90
tahun
Waktu
Lambang
paruh
Radiasi
p19,4
dan
ytahun
(t1/2)
Radiasi
o Thorium-228
Radium-226

Pada Tabel 1 terlihat bahwa batubara mengandung radionuklida Ra-226, Pb-210,


dan Po-210 yang merupakan anak luruh radionuklida U-238, serta Th-228 dan Ra-228 yang
merupakan anak luruh radionuklida Th-232 (Gambar 10 dan 11). Selain radionuklida U-238,
Th-232 dan turunannya, juga ditemukan radionuklida K-40. Radionuklida U-238 dan Th-232
beserta turunannya diketahui sebagai radionuklida golongan radionuklida alamiah (TENORM,
Technologically
Enhanced
Naturally
Occurring Radioactive
Materials).
Radionuklidaradionuklida tersebut juga diketahui mempunyai waktu paruh relatif panjang (orde tahun) dan
dalam proses peluruhannya akan menghasilkan berbagai macam anak luruh dengan umur
paruh dari orde detik hingga ribuan tahun [24]. Di antara radionuklida-radionuklida
yang
terdeteksi dalam batubara hanya beberapa radionuklida, seperti Rn-222 (anak luruh U-238),
Rn-220, dan TI-208 (anak luruh Th-232) mempunyai waktu paruh relatif pendek (orde detik
hingga jam)[24]. Radionuklida K-40 juga terdeteksi dalam batubara, dan bukan merupakan
radionuklida primordial seperti halnya U-238 dan Th-232.

Z=92Protectu
Z=91) (Z=90)
I

Radium

I
L,uBi
-'Bi
,,">opo
L"'IU
L'UpO
04
thn Pb
8x1
Uranium
2,4x105
tahun
3,05
menit
13 13
L,juTh
hari L''IpOB
I~ j4mPa
I I
I
(Z=88)
(Z=86)

l"

Radon
Polonium

~a

!a

22
tahun
5 hari
1,6x
1,18
menit
10-4
detik
J3
138,4

Gambar 10. Oeret Peluruhan unsur radioaktif alamiah U-238 [24J


Radionuklida

U-238 termasuk kelompok lantanida,

mempunyai

bobot atom 92 dan

bobot massa 238,03. Terdapat 15 jenis isotop uranium dengan masa 226 hingga 240 yang

209

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

semuanya bersifat radioaktif, karena memancarkan partikel a, ~, dan

[24]. Diantara

radionuklida uranium tersebut terda~at 6 jenis yang mempunyai waktu paruh relatif sangat
panjang, yaitu 232U,233U,234U,235U, 36Udan 238U,yang masing-masing adalah 70; 1,59x105;
2,46x105; 7,04x108; 2,34x107 dan 4,47x109 tahun. Keberadaan radionuklida 238Udi alam jauh
lebih banyak (99,27%) dibandingkan radionuklida 235U(0,72 %) selain waktu paruhnya juga
paling panjang.
Radionuklida Ra-226 adalah salah satu anak luruh radionuklida U-238 dan bersifat
radioaktif karena memancarkan radiasi partikel-a pada energi 4,78 MeV (94,5%) dan 4,61
MeV (5,55%), serta gamma 0,186 MeV (3,5%) (Gambar 10). Radonuklida Ra-226 termasuk
kelompok logam alkali tanah yang mempunyai bobot atom paling berat, ~aitu 88 dan bobot
massa 226. Di alam, radionuklida Ra mempunyai 25 jenis isotop, yaitu 06Ra hingga 232Ra
dan semuanya bersifat radioaktif. Radionuklida 226Ramerupakan satu-satunya isotop Ra
yang mempunyai kelimpahan isotop tertinggi dengan waktu paruh relatif panjang, yaitu
1,6x1 03 tahun. Radionuklida Ra-226 lebih reaktif dibandingkan U-238, dan ketika meluruh
akan memancarkan radiasi partikel a menjadi gas mulia Rn-222 yang juga akan meluruh
dengan waktu paruh lebih singkat, yaitu 3,8 hari sambil memancarkan radiasi partikel a [25].
Radionuklida Pb-210 berasal dari peluruhan U-238 yang ditemukan dalam jumlah
kecil di dalam batubara. Selama pembakaran batubara, logam berat Pb menguap dan akan
berada pada cerobong asap di dalam bentuk Pb, PbCI2, PbS, PbS2 atau PbS04, tergantung
dari lingkungan gas dan temperatur [23]. Produk ini mudah menguap dan sesudahnya akan
memadat pada temperatur lebih rendah pada tabung dalam ketel uap. Sebagian besar
batubara mengandung isotop Pb, yang dalam jumlah trace nyata-nyata berasal dari
peluruhan radionuklida uranium dan thorium alam. Menggunakan scanning electron
microscopy (SEM), radionuklida Pb-210 dilaporkan terdeposit secara baik dan membentuk
suatu lapisan radioaktif di dinding ketel uap PLTU [26].
Radionuklida Po-210 adalah unsur alam yang sangat jarang, dan dalam bijih Uranium
terkandung sekitar 100 ~Ig/ton.Polonium mempunyai 25 isotop dengan massa atom berkisar
194-218, dan di antara isotop-isotop tersebut kebolehjadian Po-210 paling banyak
dibandingkan isotop lainnya, dengan waktu paruhnya 138,4 hari, serta terbentuk dari
radionuklida Bi-210 (waktu paruhnya 5 hari) yang meluruh memancarkan partikel beta [27].
Radionuklida Po-210 merupakan anak luruh dari Pb-210 pemancar partikel beta yang
memancarkan partikel Cl. Radionuklida Po-210 memiliki titik cair yang rendah, dan bersifat
mudah menguap di udara. Radiotoksisitasnya sedikit lebih tinggi (5 kalinya) dibandingkan
radionuklida Ra-226 [28]. Tingkat toksisitas polonium sekitar 2,5x1011 kali asam sianida.
Polonium-210 sangat berbahaya meski hanya sejumlah miligram atau mikrogram, sehingga
diperlukan peralatan khusus dan kontrol yang ketat untuk menanganinya. Asupan sejumlah
Po-210 dapat merusak jaringan makhluk hidup akibat penyerapan energi partikel alfa. Batas
penyerapan maksimum polonium lewat jalan pernafasan yang masih diizinkan hanya 0,03
~ICi atau 1,11 Bq atau 6,8x10-12gram, sedangkan konsentrasi yang terlarut yang masih
diizinkan maksimal 2x10-11IlCi atau 0,74 Bq/cm3[28].

210

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

Thorium
(Z=90)
Actinium
(Z=89)
Radium

Ac
6,13 jam

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

13

(Z=88)

Radon
(Z=86)

Polonium

Po
0,158 detik

(Z=84)

Plumbum
(Z=82)
Telerium
(Z=81
Gambar 11. Deret Peluruhan unsur radioaktif alamiah Th-232 [24]
Radionuklida Th-232 adalah radionuklida alamiah yang dapat terkonsentrasi atau
meningkat kandungannya akibat digunakan pad a kegiatan industri [28]. Radionuklida torium
merupakan kelompok lantanida dengan bobot atom 90, mempunyai 25 jenis isotop dengan
massa berkisar 212-236 [29]. Radionuklida Th-232 mempunyai waktu paruh panjang, yaitu
1,39x1 010 tahun, dan dalam proses peluruhannya akan menghasilkan berbagai macam anak
luruh dengan umur paruh dari orde detik hingga ribuan tahun (Gambar 11). Radionuklida Ra228 adalah salah satu hasil peluruhan radionuklida Th-232 yang mempunyai waktu paruh
relatif panjang, yaitu 6,7 tahun.
Radionuklida
K-40 merupakan salah satu isotop radioaktif alam kalium yang
kebolehjadiannya sangat kecil (0,012%), sehingga konsentrasi di kerak bumi hanya 1,8
mg/kg (13 pCi/g). Radionuklida K-40 mempunyai waktu paruh sangat panjang (1,3 milyar
tahun), dan meluruh menjadi Ca-40 dengan memancarkan partikel beta pad a 52 MeV dan
gamma pada 146 MeV. Kalium bersifat mudah terikat kuat pada tanah liat, sehingga
diperkirakan K-40 di tanah-tanah di AS sekitar 3000 Ci. Radionuklida K-40 berperilaku sama
dengan isotop kalium lainnya, sehingga mudah berasimilasi ke jaringan atau tisu tanaman
dan binatang melalui proses biologi yang normal [30].
Hasil analisis kuantitatif radionuklida dalam bahan bakar batubara yang digunakan
oleh sebagai bahan bakar PLTU ditunjukkan pada Tabel 2.

211

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

Tabel2. Konsentrasi radionuklida dalam batubara yang diperoleh dari beberapa negara di
dunia (Bq/kg) [31,32,33,34]
No.

Asal Batubara

1
2

Australia

K-40

U-238

Ra-226

Pb-210

Po-210

td

td

30-48

td

td

td

td

Brasil

370

td

100

td

td

67

td

Th-232

Ra-228

Kanada

440

td

30

td

td

26

td

Cekoslovakia

td

td

4,1-13

td

td

td

td

China: - jenis 1

td

td

td

td

td

td

69

27

52

- jenis 2
Jerman: - bituminus
- coklat

Hungaria
India

Italia: -lignit (Itali tengah)


-lignit (Sardinia)

10

Polandia:

11

- jenis II
Afrika Selatan

12
13
14

- jenis I

26

td

<40

20

25

30

<20

td

td

15

<10

10

10

<7

td

td

Td

1,5

td

td

td

td

td

Td

25

td

td

td

35

td

15- 25

4-15

td

td

74-111

td

td

250

td

td

td

td

td
td

290

38

td

td

td

30

37-760

2-140

td

td

td

7-110

110

Td

30

td

td

20

Rusia

120

td

td

22

td

td

Inggris: - jenis I

120

28
17

td

td

td

17

td

- jenis II
Amerika Serikat

td

11-29

7,4-94

td

td

110

20

16

17

td

13

-Illinois & Kentucky

44

27

td

td

td

8,5

td

-Alabama,

120

td

8,9

td

td

27

td

-Bagian

Barat
Tennessee

2,4-19

td

td
13

-Wyoming

td

td

td

18

41

td

td

15

td
110

10
31

td

II

0,52
td

td

-Wyoming
Venezuela

td

<20

td

td

<20

td

16

Rumania:-

coklat

310

39

38

-lignit

274

74

- campuran

305

41
31

30
25

53,5

16,5

17
18

Perancis
Yunani

19

Indonesia

Keterangan:

(Iignit)

(Kalimantan)

17
65-91
-

1,70

40

77-89

14-16
2,70

td= tidak terdeteksi, - tidak dianalisis

Hasil penelitian kandungan radionuklida dari beberapa negara menunjukkan bahwa


tingkat radioaktivitas radionuklida dalam batubara dari satu negara kenegara lainnya
bervariasi, hal ini tergantung jenis dan tempat lokasi penambangan batubara. Pada Tabel 2
terlihat bahwa radionuklida K-40 mempunyai konsentrasi tertinggi dibandingkan radionuklida
lainnya (760 Bq/kg),disusul oleh radionuklida U-238 (140-250 Bq/kg), Th-232 (110-111
Bq/kg), dan Ra-226 (89-100 Bq/kg). Sebanyak lebih dari 50% jenis batubara yang dianalisis
mengandung U-238, Ra-226, Th-232, K-40, sedangkan 10-20% nya mengandung Pb-210,
Po-210, dan Ra-228.
Turki melaporkan
bahwa batubara yang digunakan
di instalasi
PLTU nya
mengandung sejumlah radionuklida Ra-226, U-238, Th-232, dan K-40 [37]. Jenis batubara
lignit yang paling banyak digunakan di negara Turki tersebut mengakibatkan pencemaran
radionuklida Ra-226, Th-232, dan K-40 di sejumlah tanah hingga radius 4 km dari instalasi
[37]. Bunawas (2009) melaporkan sejumlah radionuklida Ra-228, Ra-226, Pb-210, Po-210,
dan K-40 ditemukan dalam batubara [35]. Batubara yang digunakan oleh PL TU di India
dilaporkan mengandung sejumlah radionuklida U-238, Th-232 dan anak luruhnya, serta K-40
[36]. Hasil penelitian terakhir dari Inggris, dilaporkan bahwa batubara yang digunakan
PL TUnya mengandung sejumlah radionuklida Pb-210, dan Po-210, serta penggunaannya
menyebabkan
sejumlah produk makanan (hewan dan tumbuhan) terkontaminasi
oleh
radionuklida tersebut. Laporan dari Yunani menyebutkan batubara jenis lignit yang digunakan
oleh PL TUnya mengandung radionuklida U-238, Th-232, Ra-226, serta K-40 [38].

212

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

Analisis Kualitatif
ba tuba ra

3. 1.2.

dan Kuantitatif

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Radionuklida

Oalam Fly dan Bottom Ash PL TV

Analisis kualitatif dan kuantitatif radionuklida dalam fly dan bottom ash ditunjukkan
pada Tabel 3. Makin banyak batubara yang dibakar, maka potensi jumlah fly ash yang
dihasilkan dan dilepaskan juga meningkat. Menurut UNSCEAR (1993), untuk menghasilkan
1000 MWe energi listrik dibutuhkan kurang lebih sebanyak 3 x 109 kg batubara [39].
Sedangkan Rumania melaporkan, untuk memproduksi energi listrik kapasitas 1000 MWe di
negaranya dibutuhkan hingga 20 x 109 kg batubara kualitas rendah dengan konsekuensi
terlepasnya sejumlah radionuklida Rn-222 dan Rn-220 sebanyak masing-masing sebanyak
25 dan 770 x 109 Bq per 1000 MWe [40].
Tabel3.

No.

Kandungan dan konsentrasi radionuklida dalam fly ash PLTU batubara di beberapa
negara (Bq/kg) [31,32,40,41]

-84
--161
37-74
999
137
333
-130
71
Italia:
520
I15
Rumania
USA:
20-560
160-630
200
206
113
td
td
100-120
100-160
ttd
240
d30-1
td
I260-270
td00
Australia
India
Jerman
70-300
Ra-226
200-3000
100
70-300
Pb-210
40-70
U-238
44-330
Th-232
300-5500
td
td
Ra-228
8
td
0-1000
250-700
100-160
70
59
500
300
Th-228
Po-210
K-40
Negara
Hungaria

67

Seperti diketahui, ketika batubara dibakar, sejumlah radionuklida berpotensi pula


terlepas ke lingkungan melalui fly ash (abu terbang), dan bottom ashnya (abu tinggal). Hal ini
terjadi karena ketika batubara dibakar akan mengalami pemecahan (cracking) molekulmolekul batubara berukuran besar menjadi molekul-molekul berukuran lebih kecil, sehingga
radionuklida yang terjebak di dalam batubara selama berjuta-juta tahun (sebagai impurities)
akan ke luar bersama-sama dengan hasil emisi batubara lainnya melalui fly ash dan bottom
ash. Produk samping fly ash dan bottom ash merupakan source term dari lepasan
radionulida-radionuklida pengoperasian PLTU batubara.
Fly ash adalah residu pembakaran batubara di instalasi PLTU sebagai hasil produk
samping yang seharusnya tertangkap di bagian cerobong instalasi PLTU, namun bila
terkumpul di bagian dasar boiller disebut bottom ash. Terlepasnya fly ash ke atmosfer akan
membawa sejumlah radionuklida dan dapat meningkatkan paparan radiasi di lingkungan,
serta dampak yang dirasakan dapat berskala lokal maupun regional [22].
Konsentrasi radionuklida dalam batubara yang digunakan Rumania, serta dalam buangan
bottom ash dan fly ash (yang terkumpul maupun lolos ke udara) telah dilaporkan dan
ditunjukkan pada Tabel 4.

213

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Pene/iti

Tabel 4. Kandungan dan konsentrasi


dan fly ash [40]

radionuklida

dalam beberapa jenis batubara,

-- 10-500
10-540
-- ash(Bq/kg)
1,2-175
Th-232
30-615
2-160
Po-210
11-510
Bottom
Th-228
K-40
10-35
160-1300
160-1200
1-175
2-170
1-43
158-1000
182230-590
30
U-238
lolos
7-101
Ra-226
Pb-210
8-152
4-420
3-312
4-528
4-120
5-237
1-91
Flyash
11-589
Batubara
Batubara
6-558
2,2-170
1,5-96
1,5-147
1,1-112
(Bq/kg)
(Bq/kg)
Lignit
No Radionuklida
campuran(Bq/kg)
terkumpul
Batubara 10coklat
dan lignit
Pb-21O masing-masing
masing
dan 22-41
Bqlkgmengandung
[31,34].

bottom

10 dan 52 Bqlkg, dan Po-210 masing-

Pada Tabel 4 terlihat bahwa konsentrasi radionuklida U-238, Th-232, dan turunannya
yang terkandung dalam fly ash yang lolos, konsentrasinya sedikit lebih tinggi dibandingkan
dalam fly ash yang tertangkap oleh sistem precipitator. Selain itu, konsentrasi radionuklida U238, Th-232, dan turunannya dalam fly ash relatif lebih tinggi dibandingkan dalam bottom
ash, bahkan dalam fly ash juga terdeteksi Pb-210, Po-210, dan Th-228. Radionuklida dalam
fly ash yang lolos ke atmosfer relatif lebih tinggi dibandingkan yang terkandung dalam
batubaranya, hal ini karena radionuklida alamiah tersebut terkonsentrasi dalam molekul
batubara [41]. Sejauh ini bottom ash dari PLTU batubara telah dimanfaatkan untuk berbagai
pembuatan bahan prod uk bangunan, sehingga lepasannya terkait dengan pengoperasian
PLTU batubara tidak dibahas lebih lanjut.

3.2.

Karakteristik Radionuklida dari Pengoperasian

PLTN

Data produksi listrik di dunia menggunakan bahan bakar nuklir menunjukkan


kecenderungan meningkat selama kurun waktu tahun 1971-2007 (Gambar 12), walaupun
perbandingannya dengan bahan bakar lainnya terlihat konstan dari tahun 1988-2007. Kurva
balok dan garis pada Gambar 12 masing-masing menunjukkan kecenderungan peningkatan
selama 36 tahunan dan peningkatan pertahun.
Peningkatan ini akan mempengaruhi produk buangan yang dilepaskannya
ke
lingkungan.
Meningkatnya
pengoperasian
PLTN dari tahun ke tahun diduga dapat
meningkatkan pula kontribusi radionuklida ke lingkungan. Jason (1993) melaporkan sejumlah
kecil unsur radioaktif terlepas selama kondisi operasi normal PLTN melalui efluen gas yang
lolos [41].

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

500

0..
v.2:
Z
::J
I .!:>
Y
..
OJ
'"

::J

l,~1
[-~

~2500
3OCO..c :::
.

'"
c..
lOT
I.tJ

"0

:s

_nnnl~~~11

Gambar 12. Produksi listrik dari pembangkit nuklir di dunia kurun waktu tahun 1971-2007[42]

214

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

3.2.1.

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Analisis Kualitatif Radionuklida dalam Efluen Gas dan Gair dari PL TN Tipe PWR

Pada saat PLTN beroperasi secara normal, dihasilkan tiga jenis produk buangan
melalui efluen gas, cair, dan padat yang mengandung radionuklida [41]. Laporan dari
beberapa negara pemiliki PLTN menyebutkan bahwa pada pengoperasian PLTN dihasilkan
efluen gas dan cair yang mengandung radionuklida sebagai hasil reaksi fisi yang dapat
terlepas ke lingkungan. Radionuklida tersebut termasuk kelompok gas mulia, tritium, karbon
dan iodium (Tabel 5).
Pada Tabel 5 terlihat bahwa efluen gas yang dihasilkan PLTN pada kondisi operasi
normal dilaporkan mengandung sejumlah radionuklida dari golongan gas mulia, tritium,
karbon-14, dan lodium, sedangkan efluen cair mengandung radionuklida H-3, dan selainnya
[39,43]. Radionuklida-radionuklida
terse but merupakan produk fisi (gas mulia: Kr-85, 1-131, 1133, Xe-133, dan lain-lain), dan produk aktivasi netron (H-3, N-13, G-14, Ar-41 , Co-58, Fe-59,
Co-60) [41,44]. Produk buangan berbentuk pad at dan cair umumnya telah dapat ditangani
menggunakan teknologi yang handal dan profesional, sehingga pada kajian ini akan dititik
beratkan pada buangan efluen gas khususnya yang lolos.
Tabel 5. Radionuklida dalam efluen gas dan cair dari PLTN tipe PWR [42,43,45]

2.
a.

Karbon-14
Gas
mulia:
Tritium
312,3
70,86
hari;
Partikulat
Jenis
radiasi
lodium
Gashari;
H-3
1-132
1-133
1-134
Xe-1
Kr-88
1-131
Efluen
Cair
Radionuklida
C-14
Xe-135m
1-135
Xe-131
X
Kr-85m
Kr-85
e-1
33
m44,503
Kr-87
Xe-135
No.
5730tahun
12,3
15,3
5,243
21,2
5,24
11,9
menit
hari
hari
14,1
menit
hari;
5,6 tahun;
Waktu
paruh
Lambang
selainnya
Mn-54,Co-58,
Fe-59,
13
13
10,73
52,65
13
dan
8,04
4,48
2,84
9,10
dan
13dan
ytahun
menit
yXe-133m
(t1/2)
13
13
13
dan
2,28
20,8
6,57
1,27
13
dan
yytahun
jam
yXe-138
y 31
dll.
o lodium-131
Kripton-85

Efluen gas adalah salah satu jenis buangan dari pengoperasian PLTN yang terbentuk
dari hasil produk fisi atau hasil belah yang timbul karena reaksi fisi pada bahan bakar yang
dapat terlepas keluar dari kelongsong bahan bakar. Dalam kondisi operasi normal, jumlah
efluen gas hasil fisi yang bisa terlepas dari kelongsong bahan bakar relatif sangat kecil.
Walaupun pad a pembakaran bahan bakar di reaktor PLTN sudah dibatasi sesuai dengan
batas burn-up yang sudah ditetapkan, namun kemungkinan kerusakan kelongsong bahan
bakar akibat terjadi thermal stress dapat saja terjadi. Namun, umumnya dalam kondisi
operasi normal, biasanya jumlah efluen gas yang terlepas tersebut relatif sangat kecil.
Efluen cair juga termasuk buangan dari pengoperasian PLTN tipe PWR yang berasal
dari pendingin primer dan sekunder, serta terjadi akibat adanya kebocoran-kebocoran katup,
pompa, dan lainnya sebagai akibat kecelakaan-kecelakaan
kecil. Efluen cair mengandung
radionuklida yang terbentuk dari hasil aktivasi air pendingin, produk fisi yang lolos dan larut

215

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ke dalam air pendingin, dan produk korosi yang teraktivasi [33]. Radionuklida-radionuklida
yang merupakan produk hasil fisi terse but, di dalam bahan bakar akan menyebabkan
kontaminasi pada pendingin. Hasil reaksi fisi dari fraksi bahan bakar dengan kelongsong
yang dindingnya kurang sempurna berdifusi ke dalam pendingin. Selain itu, partikel yang
berasal dari korosi bahan struktur dan kelongsong dapat teraktivasi sa at melewati teras
reaktor [41,44]" Hasil monitoring efluen gas yang terlepas ke lingkungan sekitar PLTN di
Taiwan diketahui mengandung radionuklida dari golongan gas mulia yaitu Ar, Kr dan Xe [43].
Gas mulia adalah sekelompok unsur-unsur kimia yang dalam keadaan normal
mempunyai sifat serupa, yaitu tidak berbau, tidak berwarna, gas monoatomik, tidak atau
kereaktifan kimianya sangat rendah. Radionuklida gas mulia yang terbentuk selama operasi
normal PLTN tipe PWR adalah radionuklida kripton (Kr), xenon (Xe), dan argon (Ar), yang
umumnya mempunyai waktu paruh relatif pendek (orde men it, jam dan hari), kecuali Kr-85

[43].
Radionuklida tritium atau H-3 yang terlepas ke atmosfer melalui efluen gas pada
operasi normal PL TN, umumnya akan berubah menjadi molekul air (HTO) setelah melalui
proses oksidasi, dan akhirnya akan mencapai permukaan bumi bersama-sama dengan air
hujan.
enzim hidrogenase
3

2 [ I Hz] + Oz

2 [ I HzO]
atau

2HT + Oz

2HTO

Proses oksidasi HT menjadi HTO terjadi di permukaan tanah dan merupakan proses
biologis dengan bantuan mikroorganisme tanah yang mamanfaatkan HT sebagai sumber
energinya. Selanjutnya HTO hasil proses oksidasi ini akan mengikuti siklus di lingkungan
bersama-sama dengan komponen air biasa [43].
Radionuklida C-14 diproduksi karena adanya reaksi aktivasi antara isotop 0-17 dan
N-14 sebagai komponen bahan bakar, moderator, atau perangkat keras struktural dengan
netron, seperti reaksi berikut [43]:
170+ 1n ~

14C+4a

14N+ 1n ~

14C+ 1p

Radionuklida
C-14 bersifat tidak stabil dan cenderung akan
melepaskan partikel beta yang energinya 49 keV, seperti reaksi berikut:

meluruh

sambil

Setelah memancarkan satu elektron dan satu anti neutrino, radionuklida C-14 yang
berwaktu paruh 5730 tahun tersebut akan meluruh menjadi unsur stabil N-14. Energi radiasi13
dari radionuklida C-14 relatif rendah dan lemah, sehingga tidak mampu melakukan
perjalanan jauh di udara. Sebagai atom karbon tunggal, radionuklida C-14 bersifat sangat
reaktif seperti halnya semua atom karbon lainnya, sehingga apabila di atmosfer akan segera
bergabung dengan oksigen (Oz) dan membentuk karbon dioksida C4COZ)' seperti reaksi
berikut [43,46]:

I:C + Oz ~

14COZ

Terlepasnya unsur karbon di lingkungan akan mengikuti siklus karbon di alam.


Radionuklida C-14 mempunyai perilaku yang sama secara kimiawi dengan unsur karbon non
radioaktif, setelah membentuk 14COZ, senyawa ini akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan
(proses asimilasi) dan tumbuh-tumbuhan akan dimakan hewan, dan masuklah C-14 ke dalam
rantai makanan [46].
Radionuklida 1-131 adalah salah satu produk fisi yang dihasilkan dari operasi reaktor
PL TN melalui buangan efluen gas, yang sebenarnya tidak akan terlepas ke lingkungan
selama operasi reaktor PLTN berjalan secara normal. Namun beberapa negara pemilik PLTN
tipe PWR melaporkan bahwa sejumlah 1-131 terlepas melalui efluen gas, sedangkan isotop
lodium lainnya diabaikan karena mempunyai waktu paruh sangat pendek [39,43].

216

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Partikulat adalah produk fisi maupun aktivasi yang tersuspensi dan dihasilkan dari
operasi reaktor PLTN. Partikulat berbentuk partikel debu yang merupakan sebuah sistem
fase multi kompleks padat dan partikel cair dengan kisaran ukuran antara < 0,01 - 10 IJm.
Partikulat tersuspensi disebut juga Particulate Matter/PM yang merupakan komponen penting
terkait pengaruhnya dengan kesehatan. Partikulat dengan diameter < 0,01 11m belum
diidentifikasi
secara
kimia, sehingga
untuk
menyatakan
konsentrasinya
umumnya
menggunakan satuan mikro gram per m3 (lJg/m3) atau Bq/m3.
3.2.2.

Analisis Kuantitatif Radionuklida Oa/am efluen Gas dari PL TN Tipe PWR

Sebanyak 21 negara pemilik


telah melaporkan tingkat radioaktifitas
gasnya. Tiga negara pemilik PLTN
melaporkan lepasan radionuklida gas
[39,43]:
Tabel6.

PL TN tipe PWR dengan kapasitas 1000 MWe di dunia


radionuklida-radionuklida
yang terlepas melalui efluen
tipe PWR di Asia, yaitu China, Jepang dan Korea
mulia melalui efluen gasnya, ditunjukkan pada Tabel 6

Konsentrasi radionuklida gas mulia (x109 Bq/tahun) dalam efluen gas PL TN tipe
PWR kapasitas 1000 MWe tahun 1985-1997 [39,43]
1992

1993

1994

1995

1996

1997

354

148

74

166

467

866

28,4

28
241

480

7,2

0,57

1,1

80,6

20

41

0,45
215

0,60

104

Negara

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

China

73,4

537

3600

21,5

1760

770

Jepang

48

19

Korea

006

7,4

6,3

5,9
405

402
6180

680

Negara Amerika Serikat mempunyai jumlah PLTN tipe PWR cukup banyak (104 unit)
dan telah melaporkan jenis radionuklida gas mulia dan konsentrasinya yang terlepas melalui
buangan efluen gas dari PLTN tipe PWR, seperti ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Konsentrasi radionuklida gas mulia yang terlepas melalui efluen gas PLTN tipe PWR
kapasitas 1000 MWe di Amerika Serikat [39]
Radionuklida

Tingkat radioaktivitas (Bq/tahun)

1
2

Ar-41
Kr-85m

(0,21 - 281100) x 109

Kr-85
Kr-87
Kr-88

No.

4
5

6
7

8
9

10
11

(0,54 - 62500) x 109


(0,42 - 2760) x 109
(0,02 - 599) x 109
(0,1 - 1780) x 109
(0,05 - 13800) x 109
(0,7 - 8660) x 109
(1 - 6920) x 109
(1 -13800) x 109
(0,01 - 1760) x 109
(0,04 - 5880) x 109

Xe-131 m
Xe-133
Xe-133m
Xe-135
Xe-135m
Xe-138

Pad a Tabel 7 terlihat bahwa diantara radionuklida gas mulia yang terlepas ke
lingkungan akibat beroperasinya PLTN tipe PWR, radionuklida Kr-85 mempunyai waktu
paruh cukup lama, yaitu 10,73 tahun. Menurut UNSCEAR (1993), radionuklida Kr-85 akan
mudah bergerak, berpindah dan terdispersi secara global bersama-sama gas lainnya di
atmosfer, namun sebagai gas yang bersifat inert akan susah bereaksi dengan senyawa lain
[39].
Radionuklida tritium (H-3) yang dilepaskan melalui efluen gas dari PLTN tipe PWR di
Asia, yaitu China, Jepang dan Korea dilaporkan seperti pad a Tabel 8 [39,43]. Hasil
menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan konsentrasi radionuklida tritium selama
kurun waktu lebih dari 10 tahun (1985-1997) di negara China dan Jepang kecuali Korea.

217

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

Tabel12.

No

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

Konsentrasi radionuklida rata-rata dalam efluen gas PLTN tipe PWR kapasitas
1000 MWe di beberapa negara selama kurun waktu 27 tahun (1970-1997) [39]

1990-1994
1995-1997
1975-1979
1980-1984
1985-1989
Tahun
1970-1974
Partikulat
C-14
1-131
Gas
H-3mulia
O,027x109
O,013x109
O,22x109
0,081
x1
0,53x109
09
0,43x109
Bq/tahun
Bq/tahun
Bq/tahun
18x109
0,22x1
O,003x109
0,002x109
O,002x109
O,12x1012
O,2x109
2,Ox109
O,3x109
O,2x109
1,8x109
012
O,006x109
0,35x1
0,005x109
O,22x109
4,5x109
O,1x109
O,9x109
O,008x1
0,22x1
2,2x109
3,3x109
5,Ox109
019
012

Pada Tabel 12 terlihat ada kecenderungan penurunan tingkat radioaktivitas lepasan


radionuklida melalui efluen gas dari tahun ke tahun, kecuali untuk radionuklida C-14. Pada
pengujian senjata nuklir dari tahun 1945-1975 dilaporkan terjadi penambahan sejumlah
tritium ke lingkungan hingga 1,7x1020 Bq. Pemban~kit listrik dan industri pertahanan juga
berpotensi melepaskan H-3 sebanyak (3,7 - 5,4) x 10 6 Bq/tahun [43].

BAB IV DAMPAK PENGOPERASIAN

PL TU BATUBARA DAN PL TN

Pada pengoperasian PLTU batubara dan PLTN akan terlepas sejumlah radionuklida
melalui buangan fly ash dan efluen gas. Dampak penting dari terlepasnya radionuklida adalah
paparan radiasi yang diterima oleh masyarakat maupun pekerja di PLTU batubara dan PLTN.
Paparan radiasi dihitung sebagai dosis efektif individu maupun kolektif tahunan total baik
internal (inhalasi dan ingesti) maupun eksternal yang dihitung dengan mempertimbangkan
faktor koefisien dosis (Lampiran 1 dan 2).
China adalah negara penghasil dan pengguna batubara terbesar nomor tiga setelah
USA dan Rusia, sehingga jumlah PLTU batubara yang ada di negara tersebut cukup
signifikan
dibandingkan
negara-negara
lainnya.
Perolehan
paparan
radiasi
dari
pengoperasian
PLTU batubara dan PLTN di negara ini selanjutnya dibandingkan dan
digunakan sebagai contoh kajian dampak radiologi. Salah satu konsekuensi dari perolehan
paparan radiasi akibat pengoperasian PL TU batubara dan PL TN adalah risiko kesehatan
yang dapat diterima pekerja di kedua instalasi pembangkit tersebut maupun masyarakat yang
tinggal di sekitarnya.
4.1.

Jenis dan Konsentrasi


Batubara dan PLTN

Lepasan

Radionuklida

Dari

Pengoperasian

PLTU

Pada kondisi operasi secara normal, baik pengoperasian PL TU batubara maupun


PL TN berpotensi melepaskan sejumlah radionuklida ke lingkungan sekitarnya, yang masingmasing melalui fly ash dan efluen gas. Perbedaan jenis dan konsentrasi lepasan radionuklida
dari pengoperasian PLTU batubara dan PL TN terlihat pada Tabel13 dan 14.

Tabel13.

Jenis radionuklida yang terlepas akibat pengoperasian

PL TU Batubara

PLTN

1. Gas:
Rn-222
2. Partikulat:

1. Gas:

K-40, U-238, Ra-226, Pb-210, Po-210,


Th-232, Th-228, Ra-228

PLTU batubara dan PL TN

Gas mulia (Kr-85, Kr-85m, Kr-87, Kr-88,


Xe-133, Xe-131 m, Xe-131, Xe-133m, Xe135, Xe-135m, Xe-138), dan iodin (1-131)
2. Partikulat:
Tritium (H-3), karbon-14 (C-14)

219

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

Pada Tabel 13 terlihat bahwa beroperasinya PL TU batubara menyebabkan sejumlah


radionuklida kelompok radionuklida alamiah terlepas ke lingkungan udara, sedangkan
beroperasinya PLTN menyebabkan sejumlah radionuklida hasil fisi dan aktivasi terlepas ke
lingkungan. Radionuklida yang terlepas dari pengoperasian PLTU batubara diketahui sebagai
radionuklida golongan TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive
Materials), yaitu radionuklida alamiah yang mengalami peningkatan akibat ada teknologi
(campur tangan) manusia. Radionuklida-radionuklida
yang terlepas dari pengoperasian PLTU
batubara tersebut umumnya mempunyai waktu paruh relatif lama, yaitu orde tahun, kecuali
radionuklida
Po-210 (orde hari). Jenis radionuklida
yang terlepas ke atmosfir dari
pengoperasian PLTU batubara tergantung dari beberapa faktor, diantaranya yaitu konsentrasi
radionuklida dalam batubara, kandungan abu dari batubara, temperatur pembakaran, sistem
penyekat antara fly dan bottom ash, serta efisiensi kendali emisi [40].
Tabel14.

Pa-234
3. TI-208
Po-216
Th-232
Rn-220
Ra-224
Th-228
Ac-228
Pb-212
Ra-228
Bi-212

Konsentrasi radionuklida yang terlepas dari pengoperasian


PL TN, masing-masing pada 1000 Mwe
Gas:
Bentuk/Jenis
Xe-135,
1. (Kr-85,
Gas PLTN
mulia
total Kr0,30x109
Xe-131,
0,002x109
0,20x109
0,19
0,12x109
0,19x109
0,07
0,19x109
0,19
0,19x109
109
109
0,30
xx--14,80)
(0,14
0,30)
x109
(4,07
109
0,22x109
(0,06
0,30)
x109
(0,20
- Tritium
28,70)
xm,
2.
Partikulat:
3.
0,30)
C-14
Partikulat
109
109
lain
(0,19
(0,06
0,19)
(0,09
3,5)
x(Bq/tahun)
(0,04
51,70)
xKr-88,
Kr-85m,
Aktifitas
Aktifitas
(Bq/tahun)
PL TU
Batubara
Xe-131
87,
Xe-133m,
Xe-133,
2.
1.
Xe-135m,
lodium
(1-131)
(H-3)
Xe-138)
(0,30 0,013x109
- 8,14) x 109

PLTU batubara

dan

Pad a Tabel 14 terlihat bahwa berdasarkan tingkat radioaktivitasnya,


radionuklida
yang dilepaskan oleh pengoperasian PLTU batubara mempunyai konsentrasi lebih tinggi.
Secara umum konsentrasi radionuklida terendah yang dilepaskan PLTU batubara melalui fly
ash adalah U-238: (0,06-0,30)x109 Bq/tahun, dan tertinggi Ra-226: 51, 70x1 09 Bq/tahun,
sedangkan yang dilepaskan PLTN melalui efluen gasnya, terendah adalah radionuklida H-3:
0,002x109 Bq/tahun, dan tertinggi C-14: 0,22x1 09 Bq/tahun.
Berdasarkan
urutan tingkat radioaktivitasnya
(konsentrasi),
maka konsentrasi
tertinggi dari radionuklida yang dilepaskan oleh pengoperasian PLTU batubara adalah Ra226 (51, 70x1 09 Bq/tahun), K-40 (28, 7x1 09 Bq/tahun), Rn-220 (14,80X1 09 Bq/tahun), Rn-222
(8, 14x1 09 Bq/tahun), Ra-228 dan Po-216 (masing-masing 3,5x109 Bq/tahun). Oi antara
radionuklida-radionuklida
tersebut, radionuklida Ra-226 mempunyai konsentrasi lebih tinggi
dibandingkan yang dilaporkan UNSCEAR 1982, kecuali radionuklida lainnya. Menurut
UNSCEAR, radionuklida Ra-226 rata-rata di dunia yang dilepaskan PL TU batubara 18x109
Bq/tahun, Ra-228: 15x1 09 Bq/tahun, dan K-40: 20x109 Bq/tahun [39].
Konsentrasi tertinggi dari radionuklida yang dilepaskan oleh pengoperasian PLTN
adalah radionuklida C-14 dan 1-131 (0,22x109 Bq/tahun dan 0,20x109 Bq/tahun). Menurut

220

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

UNSCEAR, radionuklida C-14 dan 1-131 rata-rata di dunia yang dilepaskan PLTN tipe PWR
secara normal masing-masing adalah 1,4x1 09 Bq/tahun, dan (0,7 - 1,1) x 109 Bq/tahun [39].
Radionuklida yang terlepas dari pengoperasian PLTN diketahui sebagai radionuklida
buatan sebagai produk fisi maupun aktivasi di dalam reaktor.
Umumnya radionuklidaradionuklida tersebut mempunyai waktu paruh relatif lebih pendek (orde men it, jam, dan hari),
kecuali radionuklida gas mulia Kr-85, H-3, dan C-14 (orde tahun). Dipandang dari sudut
waktu paruh dan waktu tinggalnya, maka ada kecenderungan jenis radionuklida yang
dilepaskan
oleh pengoperasian
PLTU batubara lebih membahayakan
dibandingkan
pengoperasian PLTN.
Seperti diketahui, beberapa negara telah menerapkan
PLTU batubara yang
menggunakan teknologi modern, namun sebagian lainnya masih menggunakan teknologi
lama. Perbedaan keduanya adalah bahwa pada PL TU dengan tenologi modern umumnya
instalasinya telah dilengkapi sistem penangkap partikel debu (electrostatic precipitator) dan
penagkap gas sax, NOx (FGD atau ICGCC, Integrated Coal Gasification Combined Cycle),
sehingga diharapkan tidak mencemari lingkungan udara sekitarnya walaupun dengan
konsekuensi
harga listrik akan sedikit lebih mahal. Beberapa
negara yang telah
menggunakan
ICGCC guna menurunkan kadar polutan hasil pembakaran batubara di
instalasi PLTUnya yaitu negara Jepang, Belanda, Amerika serikat, dan Spanyol. Laporan
menyebutkan bahwa PL TU dengan teknologi modern melepaskan sejumlah radionuklida
dengan konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan PLTU batubara teknologi lama (Tabel
15).
Tabel15.

No

1
2

3
4

5
6
7

Konsentrasi
radionuklida
yang
terlepas
dari
kapasitas 1000 MWe teknologi modern dan lama [31]
Radionuklida

Teknologi modern (Bq/tahun)

U-238
Ra-226
Pb-21 0
Po-21 0
Th-232
Th-228
K-40

batubara

untuk

Teknologi lama (Bq/tahun)

(0,19-50) x 109
(0,07-47) x 109
(0,17-86) x 109
(0,50-85) x 109
(0,04-17) x 109
(0,06-22) x 109
(10,50-236) X 109

Keterangan:
Teknologi modern telah menggunakan
menggunakan sistem tersebut

PLTU

(28-281) x 109
(28-201) x 109
(52-300) X 109
(60-330) x 109
(10-65) X 109
(13-80) x 109
(200-915) x 109

sistem penangkap partikel debu dan gas, teknologi lama belum

Pada Tabel 15 terlihat bahwa ada kecenderungan PLTU batubara dengan teknologi
modern memberikan lepasan radionuklida lebih rendah dibandingkan dengan teknologi lama.
Data Tabel 15 memberikan gambaran bahwa PLTU dengan teknologi modern mampu
memperkecil lepasan radionuklida ke lingkungan lebih dari 100% dibandingkan dengan
menggunakan teknologi lama. Namun demikian dengan berbagai alasan, di beberapa negara
di dunia masih menggunakan PLTU batubara dengan teknologi lama. UNSCEAR (2000)
melaporkan radionuklida yang terlepas dari pengoperasian PLTU batubara kapasitas 1000
MWe (TabeI16).
Tabel16.

Konsentrasi radionuklida yang terlepas


batubara kapasitas 1000 MWe [39]
No
1
2
3
4
5
6
7

Radionuklida

ke atmosfir

dari pengoperasian

ke atmosfir (Bq/tahun)

U-238
Ra-226
Pb-210
Po-21 0
Rn-222
Th-228
K-40

0,27 x 109
O,18x109
O,67x109
1,33 x 109
56,67 x 109
0,13x109
0,45 X 109

221

PLTU

ISSN 2087-8079

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

Terlepasnya sejumlah radionuklida akibat pengoperasian PLTU batubara maupun


PLTN dapat meningkatkan
paparan radiasi di lingkungan.
Berdasarkan
konsentrasi
radionuklida-radionuklida
yang terlepas dari PLTU batubara maupun PLTN, maka dapat
dihitung laju dosis yang diterima masyarakat.

4.2.

Paparan Radiasi dari Pengoperasian PLTU Batubara dan PLTN

Papa ran radiasi adalah laju dosis total, baik jalur internal (imersi, ingesti, inhalasi)
maupun eksternal [47]. Laju dosis total dihitung sebagai dosis efektif kolektif per tahun yang
diterima masyarakat maupun pekerja.
4.2.1.

Paparan radiasi yang diperoleh masyarakat


PLTN

dari beroperasinya

PL TU batubara dan

Paparan radiasi yang diperoleh masyarakat melalui lepasan fly ash PLTU batubara
dan efluen gas akibat beroperasinya PL TN tipe PWR ditunjukkan pada Tabel17.
Tabel17.

Perkiraan dosis efektif kolektif yang diterima masyarakat


PLTU batubara dan PLTN PWR 1000 MWe [34,36,48,50,51]

akibat pengoperasian

Jenis pembangkit:
PL TU batubara (manSv/tahun)
PL TN (manSv/tahun)
Modern
lama
Oosis
Negara
Negara
Yunani:
India
<
0,10
0,28-5,12
23
China:
Taiwan
0,77-1,82
0,50
53-80
Rumania:
Amerika
0,24-4,80
20-76
1,1
China:
10
Inggris:
0,093
- Daya Bay NPP
Polandia:
47
0,002
Argentina:
Data menunjukkan bahwa dosis efektif kolektif yang diterima masyarakat akibat
beroperasinya PLTU batubara dari satu negara ke negara lain relatif bervariasi. Negara yang
telah menggunakan PL TU batubara dengan teknologi modern memberikan paparan radiasi
ke masyarakat lebih rendah (0,24-10 manSv/tahun)
dibandingkan yang menggunakan
teknologi lama (20-80 manSv/tahun). Laporan UNSCEAR (2000) menyebutkan bahwa dosis
efektif kolektif rata-rata yang diterima masyarakat akibat beroperasinya PLTU batubara
dengan kapasitas 1000 MWe/tahun dengan teknologi lama 6 manSv/tahun, sedang dengan
teknologi modern 0,5 manSv/tahun [43].
Menurut UNSCEAR (1993), negara Cina dengan populasi penduduknya relatif sangat
tinggi, dan sebagai pengguna batubara dengan kadar NORM relatif tinggi, serta filter
cerobong yang efisiensinya rendah, maka masyarakatnya akan memperoleh dosis efektif
kolektif hingga 50 manSv/tahun [39]. Menurut UNSCEAR bila diasumsikan 1/3 negara di
dunia menggunakan PLTU dengan tipe serupa tersebut, maka rata-rata dosis efektif kolektif
yang diterima masyarakat akan mencapai 20 manSv per tahun [39].
Oosis efektif kolektif tertinggi yang diterima masyarakat akibat beroperasinya PLTN
kapasitas 1000 MWe di beberapa negara berkisar antara 0,002-1,82 manSv/tahun. Data
perolehan dosis efektif kolektif masyarakat yang tinggal dalam radius berbeda dari tapak
PLTN ditunjukan pada Tabel18.
Tabel18.

Perkiraan dosis efektif yang diterima masyarakat yang tinggal pada berbagai radius
dari tapak PL TN [34]
No

1
2

3
4
5

Radius (km)

Oosis efektif (manSv/tahun)

1,6
1,6-5
5-10
10-1 5
15-30

0,0030
0,0042
0,0009
0,0007
0,0020

222

0,0238
0,0729
0,0254
0,0024
0,0035

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, MSi.)

Berdasarkan data Tabel 18 dapat dijelaskan bahwa masyarakat yang tinggal pada
radius lebih dari 5 km akan memperoleh dosis efektif lebih rendah daripada masyarakat yang
tinggal pada radius kurang dari 5 km.
4.2.2.

Paparan
PLTN.

radiasi yang diperoleh

pekerja

dari beroperasinya

PL TV batubara

Paparan radiasi yang diperoleh pekerja akibat beroperasinya


PLTN tipe PWR ditunjukkan pada Tabel19.

dan

PLTU batubara dan

Tabel 19. Perkiraan dosis efektif kolektif yang diterima pekerja akibat pengoperasian
batubara dan PLTN PWR 1000 MWe [34,40]

PLTU

Jenis pembangkit:
PLTU batubara (manSv/tahun)

PLTN (manSv/tahun)

0,012 -0,028

< 1,5

Berdasarkan
data Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa pekerja PLTU batubara
memperoleh dosis efektif kolektif per tahun relatif lebih rendah dibandingkan dosis yang
diterima pekerja PLTN. Hal ini menyebabkan
pengoperasian
PL TU batubara dapat
memberikan
konsekuensi
perolehan
paparan radiasi ke pekerja jauh lebih rendah
dibandingkan pengoperasian PLTN.
Data perkiraan dosis efektif kolektif yang diterima pekerja PLTN tipe PWR di
beberapa negara di dunia ditunjukkan pada Gambar 13 [51,52] .
man.Sv

No. of Units (<)

4.0

80

3.5T--------------------------------------------------------------------30+----------------------------------------------------------------------~60

2.5T----------------------------------------------------------------------

+- - -- - --- - - -- - - -- ------------------------------------

2.0

- -- - - - -- - - - - -- - - - -~ 40

1.5T---------------------------------------------------------------------_

1.0

-------L20

0.5

!i

0.0,-,
,-, m -
I-I~"
'-'-1"'1
1-'-1
,-,'"

5 ::>.
ro
~,- m
~en m
~IN'=',
~ ~ w
- ~m
0-,c _
~c
m -, u..
~ _ ~ - Im:Jrn

~ n,ro
3$qJLL(1)Ij)~oc (.)
Q
<
~~
c'"",=
~- ~
~
~,~E
-~
~ -~
>. -Q.
S~
. ~CQ
Q
Q
'g ~c 0
~ E'",Q.'-a.
C
cQ
C ~~ ;: .2 1)
." ~~'$ E ~.r: "'2C
en:i
Q) e
.ez~
ro ..
Q::>cro"O
.t:: ~
p-g,1t>
1,..

..

<Q

,0 I 0
.!1!

Gambar 13. Oosis efektif kolektif yang diterima pekerja PL TN tipe PWR
di beberapa negara di dunia [52J
Pada Gambar 13 dapat dijelaskan bahwa perolehan dosis efektif kolektif pekerja di
beberapa instalasi PLTN tipe PWR di dunia bervariasi, namun secara umum masih lebih
rendah dari 1,5 manSv/tahun.

4.3.

Nilai Klirens

Pembebasan pengawasan dari BAPETEN (Bad an Pengawas Tenaga Nuklir) kepada


instalasi yang memiliki kegiatan terkait dengan bahan radioaktif maupun sumber radiasi
disebut klirens [53]. Suatu kegiatan yang terkait dengan bahan radioaktif dapat dibebaskan

223

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

dari pengawasan Badan Pengawas bila pengaruh radiologi dari kegiatan terse but mempunyai
nilai cukup rendah. BAPETEN merupakan instansi pemerintah yang akan mengawasi segal a
kegiatan, baik pengguna bahan radioaktif (PLTN) maupun non pengguna yang berpotensi
meyumbangkan
cemaran radioaktif (PLTU batubara)
ke lingkungan.
Dalam sistem
pengawasan, kriteria dasar yang digunakan untuk menentukan apakah suatu kegiatan tidak
perlu menjadi sasaran untuk pengawasan adalah identik dengan kriteria pengecualian yang
dikemukakan dalam IBSS (International Basic Safety Standards for Protection Againt Ionizing
Radiation and for the Safety of Radiation Source). Nilai klirens yang diberikan adalah bila
dosis efektif yang diterima masyarakat $; 10 !JSv/tahun atau dosis efektif kolektif $; 1 man
Sv/tahun, maka risiko radiasi terhadap individu dianggap cukup rendah dan tidak mungkin
menimbulkan dampak radiologi [54].
Pada pengoperasian PLTU batubara, perkiraan dosis efektif kolektif yang diterima
masyarakat berkisar antara 0,24-10 manSv/tahun (teknologi modern) dan 20-80 manSv/tahun
(teknologi lama), sedangkan PLTN 0,002-1,82 manSv/tahun (Tabel 17). Berdasarkan data
tersebut, maka perkiraan dosis efektif kolektif diterima masyarakat per tahun akibat kegiatan
PLTU batubara telah melebihi nilai klirens rekomendasi dari ISBBB.
4.4.

Konsekuensi
dan PL TN

Perolehan

Paparan

Radiasi

Dari Pengoperasian

PL TU Batubara

Konsekuensi yang diterima masyarakat maupun pekerja dari pengoperasian PLTU


batubara maupun PL TN dapat berasal dari berbagai kegiatan yang ada di instalasi
pembangkit
tersebut.
Pada pengoperasian
PL TU batubara,
risiko kesehatan
fatal
(kematian/tahun) yang diterima masyarakat dapat berupa perolehan paparan radiasi, dan
kontaminasi penggunaan bahan kimia, sedangkan yang pekerja PL TU memperoleh dari
paparan radiasi dan kecelakaan yang terjadi di tempat kerja.
Data risiko kesehatan yang diterima masyarakat dan pekerja akibat pengoperasian
PL TU batubara dan PLTN di negara China ditunjukkan pada Tabel 20 dan 21.
Tabel 20. Risiko kesehatan dari pengoperasian
Dampak ke/Sumber:
Radiasi
1. Masyarakat:
a.Tambang batubara
b.Transportasi batubara
c.Pembangkit listrik
d.Pemanfaatan ash
Subtotal
2. Pekerja:
a.Tambang
b.Pembangkit
Subtotal
Total

0,05
0,2

2,69

PLTU batubara kapasitas 1000 MWe [34]


Risiko akibat (kematian/tahun):
Bahan kimia
Kecelakaan

Subtotal
0,39
0,05
1,7
40,9
14,5
42,6
57,1

1,7
33,59
0,19
33,4
3,5
31,7

7,85
6,19

7,85
10,8

3,5

9,2
listrik
9,2

20

3,5

Pada Tabel 20 terlihat bahwa risiko kesehatan yang diterima masyarakat akibat
paparan radiasi dari beroperasinya
PLTU batubara lebih tinggi (2,69 kematian/tahun)
dibandingkan yang diterima pekerja PLTN. Secara total, risiko kesehatan yang diterima
masyarakat akibat beroperasinya PLTU batubara lebih tinggi (6,19 kematian/tahun),
bila
dibandingkan pekerjanya (1,7 kematian/tahun). Risiko kesehatan yang diperoleh masyarakat
tersebut berasal dari paparan radiasi dan penggunaan bahan kimia, sedangkan yang diterima
pekerja berasal dari kecelakaan yang terjadi di tempat kerja.

224

Kajian Dampak Lepasan Radionuklida

Tabel 21. Risiko kesehatan dari pengoperasian


Dampak kef Sumber:

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

PLTN kapasitas 1000 MWe [34]

Risiko akibat (kematian/tahun):


Radiasi
Kecelakaan

Subtotal

0,32
0,03

0,32
0,03

0,002
0,01

0,002
0,01

1. Masyarakat:
a. Tambang
b. Fabrikasi bahan
bakar
c. Transportasi
d. Timbunan tailing
e. Pembangkit listrik
Subtotal

0,01

0,01

0,37

0,37

2. Pekerja:

0,76

Subtotal

0,76

3,5
3,5

4,26
4,26

Pad a Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa risiko kesehatan yang diterima masyarakat
akibat paparan radiasi dari beroperasinya PLTN jauh lebih rendah (0,01 kematian/tahun)
dibandingkan yang diterima pekerja (4,26 kematian/tahun). Secara total, risiko kesehatan
yang diterima masyarakat lebih rendah karena hanya berasal dari perolehan paparan radiasi
(0,01 kematian/tahun), sedangkan yang diterima pekerja lebih tinggi (4,26 kematian/tahun)
karena berasal dari perolehan paparan radiasi dan kejadian kecelakaan selama bekerja.
Bila kedua pengoperasian pembangkit terse but dibandingkan, maka risiko kesehatan
yang diterima masyarakat akibat paparan radiasi dari pengoperasian PLTU batubara jauh
lebih tinggi (2,69 kematian/tahun), sedangkan pengoperasian PLTN (0,01 kematian/tahun).
Namun, risiko kesehatan yang diterima pekerja akibat perolehan paparan radiasi dari
pengoperasian PLTU batubara lebih rendah (0 kematian/tahun) dibandingkan pengoperasian
PL TN (0,76 kematian/tahun).

BAB V KESIMPULAN

5.1.

DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasH kajian dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Pada kondisi operasi normal, baik pengoperasian PLTU batubara maupun PLTN
keduanya mempunyai peluang untuk melepaskan sejumlah radionuklida ke lingkungan
sekitarnya. Pada pengoperasian PLTU batubara, sejumlah radionuklida terlepas dan
dapat lolos melalui fly ash, sedangkan pengoperasian
PLTN melalui efluen gas.
Berdasarkan jenis radionuklidanya, PLTU batubara melepaskan sejumlah radionuklida,
yaitu U-238, Ra-226, Pb-210, Po-210, Th-232, Th-228, Ra-228, dan K-40 yang
merupakan radionuklida alamiah pemancar alfa dan beta, dengan waktu paruh cukup
panjang. Sedangkan PLTN tipe PWR melepaskan radionuklida gas mulia (Kr-85, Kr85m, Kr-87, Kr-88, Xe-133, Xe-131m, Xe-131, Xe-133m, Xe-135, Xe-135m, Xe-138),
tritium (H-3), C-14, iodium (1-131), dan partikulat, yang merupakan hasil fisi dan aktivasi
pemancar gamma dan beta.
2. Konsentrasi
radionuklida
lepasan dari PLTU batubara tertinggi adalah Ra-226
(51 ,70x109 Bq/tahun), sedangkan dari PLTN tertinggi adalah C-14 (0,22x109 Bq/tahun).
Walaupun PL TU batubara telah menggunakan teknologi modern, namun lepasannya
masih lebih tinggi (47x109 Bq/tahun) dibandingkan PLTN.
3. Hal ini menyebabkan paparan radiasi yang diterima masyarakat akibat beroperasinya
PL TU batubara relatif lebih tinggi dibandingkan pengoperasian PLTN. Teknologi modern
yang digunakan pada PLTU batubara dapat mengurangi konsentrasi radionuklida
maupun paparan radiasinya, namun demikian masih memberikan paparan radiasi ke
masyarakat lebih tinggi dibandingkan pengoperasian
PLTN. Paparan radiasi yang
diterima pekerja dari pengoperasian PLTU batubara lebih rendah dibandingkan pekerja
PLTN.

225

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

4.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perkiraan dosis efektif kolektif yang diterima
masyarakat per tahun akibat kegiatan PLTU batubara telah melebihi nilai klirens
rekomendasi dari ISBBB, sehingga pada pengoperasian PLTU perlu dilakukan
pengawasan oleh Badan Pengawas.
5. Salah satu dampak radiologi berupa risiko kesehatan yang diterima masyarakat akibat
perolehan paparan radiasi dari pengoperasian PLTU batubara jauh lebih tinggi
dibandingkan dari pengoperasian PLTN. Namun, risiko kesehatan yang diterima pekerja
akibat perolehan paparan radiasi dari pengoperasian PLTU batubara lebih rendah
dibandingkan dari pengoperasian PLTN.
Berdasarkan studi terkait dengan dampak yang ditimbulkan, maka pembangunan PLTN
dapat dijadikan opsi bagi pemerintah Indonesia untuk mengembangkan energi listrik
alternatif.

5.2.

Saran

Seperti diketahui, bisnis pembangkit listrik adalah salah satu jenis bisnis yang
memerlukan kehandalan sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Selain permasalahan
lingkungan akibat penggunaan bahan bakar dan "refinery'nya, mungkin sudah saatnya
pemerintah memberikan perspektif yang berbeda kepada masyarakat dalam menyelesaikan
berbagai problematika kelistrikan.
Pemakaian batubara sebagai salah satu sumber energi utama, maupun nuklir untuk
sumber energi pembangkit tenaga listrik alternatif, hendaknya diikuti pula dengan usaha
mengurangi pencemaran lingkungan dan regulasi yang memadai.

DAFT AR PUST AKA

[1]
[2]

[3]
[4]
[5]
[6]
[7]

[8]
[9]
[10]

[11]

ANONIM. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997, tentang


Lingkungan Hidup. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Bapedal, Jakarta, (1997).
WAHYU
HIDAYAT.
Pembakaran
Batubara
dengan
02/C02.
15/06/08
http://majarimagazine.com/2008/06/pembakaran-batubara-dengan02C02/.
Oiakses Februari 2009.
ANONIM. Pemerintah Oukung Pendanaan 10.000 MW. Suara Pembaharuan, Jakarta,
11 Oktober 2008 (2008).
ANONIM. Undang Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2007 tentang Recana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Jakarta
(2007).
ANONIM. Peraturan Presiden Republik Indonesia, No.5 Tahun 2006, tentang Kebijakan
Energi Nasional. Jakarta, 25 Januari 2006. (2006)
ANONIM. Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, Jakarta, 10 Agustus
2007. (2007).
JUNE MELLAWATI dan SWASONO TAMAT. Uji Toksisitas Akut Benih Udang Windu
(Penaeus monodon fabricius) PL20Oi Media Uranium (U) dan Konsentrasinya. Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Kongres Himpunan Kimia Indonesia 2006, Jakarta 22
Februari 2006. (2006)
CONNEL, O.W. dan G.J. MILLER. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran Terjemahan
Yanti Koestoer. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press. Jakarta. (1995)520
halaman.
JUNE MELLAWATI. Kajian Pajanan Radiasi Eksterna Oi Sekitar Kawasan Industri
Gresik. Prosiding Seminar Nasional Ke 40 "Perkembangan Mutakhir dalam IImu dan
Teknologi Kimia di Indonesia" Yogyakarta, 9 Juni 2008. (2008).
ANIK SUGIYARSIH, MUKH SYAEFUOIN dan JUNE MELLAWATI, Penentuan
Kandungan Uranium (U) dalam Ginjal Mencit (Mus Muscullus) Oengan Metode Aktivasi
Neutron. Risalah Seminar IImiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan
Radiasi Pertanian, Peternakan, Industri, Hidrologi, dan Lingkungan, BATAN Puslitbang
Teknologi Isotop & Radiasi, Jakarta 2005. (2005).
ANON1M.Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2000 tentang Perijinan Pemanfaatan
Tenaga Nuklir, Jakarta (2000).

226

Kajian Oampak Lepasan Radionuklida

dari Pengoperasian ... (Dr. June Mellawati, M.Si.)

[12] AGUS MUSTOFA. Nuklir di Indonesia. Jakarta, Oktober, (2007).


[13] ABDUL KADIR, Energi, UI-Pers, Jakarta (1995).
[14] ANON 1M. Fossil Fuel Power Plant. H:\BATUBARA_pltu\Fossil-fuel
power plant.mht.
Wikipedia. 12 March 2009, Diakses Maret 2009.
[15] ANONIM. Statistik Batubara Indonesia, Tim Kajian Batubara Nasional Kelompok Kajian
Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara (2006).
[16] ANONIM. Pusat Pembangkit Tenaga Nuklir (PLTN). PPIN, BATAN, Jakarta 8 Oktober
2008. (2008).
[17] A. S. PASCHOA. Environmental Effects Of Nuclear Power Generation, Encyclopedia of
Life Support Systems (EOLSS). EOLSS Publishers, Oxford ,UK, (2004)
[18] ANONIM. Pengenalan Daur Bahan Bakar Nuklir. Http://mext-atm.jst.go.jp/images/04/0401-01-01-/01.gift/ Agustus 2003. diakses Januari 2009.
[19] ANONIM. Statistik Energi Indonesia, http://www.batan.go.id/ppen/WEb2006/
PSE/3_
ENERGUNDONESIA.pdf
diakses Februari 2009.
[20] IAEA, Power Plants, World Wide Reactor Types, Nuclear Power Reactor Information
System, International Atomic Energy Agency, Vienna (2009).
[21] ANONYMOUS. Overview of The World Nuclear Power. Training Centre Jozef Stefan
Institute, Jamova 39, 1000 Ljubljana Slovenia (2001)
[22] ALEX GABBARD, Coal Combustion, Oak Ridge National Laboratory's Communications
and External Relations, US Department of Energy, ORNL Review Vo1.26, NO.3 dan 4
(1993).
[23] ANON 1M. Study of Hazardous Air Pollutant Emissions from Electric Utility Steam
Generating
Units, Final Report to Congress http://answers.google.com/answers/
threadview/id/780347.html.
Nov 2006, Diakses April 2009.
[24] IAEA. Technical Reports Series No. 310. International Atomic Energy Agency, Vienna.
(1990).
[25] ANONYMOUS. Radium. Fact Sheet No. 29. Division of Environmental Health, Office of
Radiation Protection, Washington State Department, July,(2002).
[26] W.M.M. HUIJBREGTS,
M.P. DE JONG, and C.W.M. TIMMERMANS,
Hazardous
Accumulation of Radioactive Lead on the Water Wall Tubes in Coal Fired Boilers Anti
Corrosion Methods and Materials Volume 47, No 5, (2000)274-279
[27] ANONYMOUS. Polonium. CRC Handbook of Chemistry and Physics, Department of
Energy American Chemical Society and the California, University of California for The
US (2003).
[28] ANONYMOUS. Polonium. CRC Handbook of Chemistry and Physics, Department of
Energy American Chemical Society and the California, University of California for The
US (2003).
[29] ANONYMOUS.
Nuclide and Isotope. General Electric Company. Nuclear Energy
Operations. 175 Curtner Avenue. M/C 397. San Jose, California USA. (1989).
[30] ANONYMOUS. Potassium-40, Human Health Fact Sheet, Argonne National Laboratory,
EVS, August 2005
[31] SIMOPOULUS.
S.E, M.G. ANGELOPOULUS.
Natural Radioactivity Release from
Lignite Power Plants in Greece. Journal Environmental Radioactivity 5 (1987) 379-389
[32] HENI, Studi Potensi Peningkatan Paparan Unsur Radioaktif Alam Akibat Pembakaran
Batubara. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, BATAN, Vol 7. NO.2 Desember (2005).
[33] ACHMAD SYAMSIR ARIEF, JUNE MELLAWATI, dan KOEKOEH
SANTOSO, Tingkat
Radioaktivitas Radionuklida Pimordial 238U dan 232Th di Lingkungan Tmbang Btubara
Trbuka. Prosiding Seminar Keselamatan Radiasi dan Lingkungan ke XI, Jakarta 14
Desember 2005, (2005).
[34] TIANSHAN REN. Comparative Haith Rsk Asessment of Nuclear Power and Coal Power
in China. Journal Radiology Protection Vol 18(1998)29-36
[35] BUNAW AS, Monitoring dan Dampak Fly Ash Batubara terhadap Kesehatan, Bahan
Persentasi, PTKMR, BATAN Jakarta (2009)
[36]. T. MONDAL, D. SENGUPTA, and A. MANDAL. Natural Radioactivity Of Ash And Coal In
Major Thermal Power Plants Of West, Bengal, India Current Science, Vo1.91, No.10, 25
November 2006.
[37] U. CEVIK, N. DAMLA and S. NEZIR. Radiological characterization of CaYlrhan Coal
Fired Power Plant in Turkey Fuel. Elsevier Vol. 86: 6 (2007) 2509-2513.

227

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti

ISSN 2087-8079

LAMPIRAN 2. Faktor koefisien dosis dari radionuklida-radionuklida lepasan reaktor


PL TN tipe PWR kapasitas 1000 MW[32]

No

Radionuklida
Efluen lepasan
udaraGas
33
1080
2000
Imersi
mulia
cairJalur
270
250
49
830
330
300
H-3
0,11
0,65
Man,Sv/PBq
2,1
4,5
Ingesti
Jenis

Inhalasi jalur
Eksternal
Semua

230

Anda mungkin juga menyukai