Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah bangsa yang mejemuk, hal ini disebabkan
oleh karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku
bangsa, ras, dan bahasa daerah, serta berbagai keyakinan
kepercayaan yang ada dan hidup damai berdampingan di Indonesia
bahkan sebelum berdirinya Republik Indonesia. Sejak era reformasi
mulai

maraknya

muncul

kasus-kasus

penyuimpangan

di

masyarakat, salah satunya adalah mulai maraknya tindak pidana


penistaan agama dalam berbagai bentuk, seperti munculnya
penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan beragama dalam
masyarakat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dan hukum
agama yang telah ada. Hal-hal tersebut dapat merongrong sendisendi kehidupan beragama masyarakat yang telah ada.
Salah satu hasil penelitian yang dapat dicermati dari hasil
penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini adalah tentang
tindak pidana penistaan agama yang ada dalam KUHP saat ini
maupun dalam UU no.1 Pnps tahun 1965. Hal ini diperlukan atas
dasar dengan tidak dapat dipidananya terdakwa dengan pasal

penistaan agama, tetapi dipidana dengan pasal tentang penyiaran


yang menyebabkan kebencian.
Perbandingan Hukum Pidana sebagai salah satu ilmu untuk
memperluas khazanah hukum pidana juga digunakan untuk
mempertajam analisis dan menemukan suatu cara pandang baru
dalam pengaturan tentang tindak pidana penistaan agama yang
lebih baik dan lebih terperinci dalam konsep KUHP yang akan
datang. Oleh karena itu penulis mempunyai kesimpulan bahwa
pengaturan tindak pidana penistaan agama terutama yang ada
dalam KUHP saat ini, perlu diatur secara lebih jelas dan terperinci
agar tidak menimbulkan penafsiran yang beragam baik dalam
masyarakat dan untuk mempermudah kinerja para aparat penegak
hukum.
Pada kasus yang terjadi sekarang ini Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok tampaknya tak pernah berpikir ucapannya bakal
membuat

ratusan ribu orang tumpah ruah

turun

ke jalan

menuntutnya untuk diadili. Padahal, sambutan Ahok di Pulau


Pramuka (27/9) itu, bermaksud untuk menarik simpati warga.

Dalam kunjungannya sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk


menyebar benih ikan di Kepulauan Seribu, Ahok menyelipkan pesan
yang rupanya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
"Jadi, enggak usah berpikiran, 'ah nanti kalau enggak kepilih
pasti Ahok programnya bubar'. Enggak, saya masih sampai Oktober
2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati
kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi pakai surat
Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Jadi, kalau
bapak ibu merasa enggak bisa pilih nih, kalau enggak nanti saya
masuk neraka karena dibodohi. Enggak apa-apa. Karena ini
panggilan pribadi bapak ibu. Program ini (budidaya ikan) jalan saja,"
kata Ahok waktu itu, yang dikutip melalui video YouTube.
Awalnya, Calon Gubernur Petahana itu santai menanggapi
beragam tanggapan yang muncul. Menurutnya, mengutip kitab suci
atau firman Tuhan diperbolehkan. Ahok justru menyalahkan Buni
Yani yang menyebarkan video itu.
"Sejak kapan saya menghina Al-Quran, dimana ada kalimat
saya menghina Al Quran, jadi orang ini menyebarkan kebencian,
dan provokasi," tutur Ahok beberapa hari lalu setelah peristiwa di
Kepulauan Seribu (7/10).

Namun, masyarakat tak tinggal diam. Sejumlah organisasi


masyarakat melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri dengan dugaan
menistakan agama. Kepolisian mengusut kasus tersebut.
Perkataan Ahok itu kemudian disebarluaskan oleh Buni Yani
melalui Facebook. Video itu lalu viral dan menyulut emosi
masyarakat. Beragam komentar pun muncul, Ahok dicap menghina
agama Islam.
Ahok mulai risau. Dia lantas meminta maaf kepada seluruh
umat islam pada 10 Oktober. "Yang pasti saya sampaikan kepada
semua umat Islam, ataupun orang yang merasa tersinggung, saya
sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan
agama Islam ataupun Al Quran," kata Ahok.
Permintaan maaf Ahok itu disambut dengan dengan aksi unjuk
rasa pada 14 Oktober. Aksi yang diikuti ribuan orang itu dimulai
setelah salat Jumat di Masjid Istiqlal dan berakhir setelah salat Ashar
di depan Kantor Ahok, Balai Kota. Mereka menuntut Ahok segera
ditangkap.
Sejak saat itu, Ahok kian menjaga diri. Ahok membatasi bicara
isu-isu sensitif seperti politik. Mulai 17 Oktober, Ahok menyerahkan
urusan politik kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful
Hidayat.

"Urusan politik (sama) Pak Djarot. Urusan kerja sama saya,"


ujar Ahok. Dia enggan menjawab pertanyaan awak media soal isuisu politik.
Ahok memang sebelumnya sudah dinasihati oleh Ketua
Umum PDIP Megawati Sukarnoputri agar Ahok tak banyak bicara
politik

sebagai

imbas

dari

polemik

penistaan

agama

yang

menimpanya. Nasihat serupa juga diberikan oleh Wakil Presiden


Jusuf Kalla.
Alhasil, saat prosesi pengambilan nomor urut pasangan calon
yang digelar KPU DKI Jakarta, Ahok menyerahkan kesempatan
berpidato kepada Djarot. Aktris Titi Radjo Bintang yang ikut dalam
rombongan tim sukses ketika itu, membaca kegundahan Ahok. Di
balik garangnya Gubernur Jakarta itu, menurut Titi, Ahok terlihat
sedih karena terlilit kasus Surat Al Maidah.
"Dia (Ahok) sebenarnya kepikiran, dia masih mencoba besar
hati. Beda banget loh Pak Ahok. Agak sensitif perasaannya, cuman
enggak nunjukin ke orang. Sedih sih keliatannya," tutur Titi.
Bareskrim Polri akan melakukan gelar perkara kasus dugaan
penistaan agama tersebut. Secara khusus, Presiden Jokowi
memerintah Polri untuk membuka gelar perkara itu secara langsung
sehingga dapat disaksikan banyak orang.

Kapolri Tito Karnavian menjelaskan Gelar perkara ini perlu


dilakukan untuk melihat apakah saudara terlapor, Ahok, telah
melakukan tindakan pidana atau tidak, terkait ucapan yang dianggap
sebagai penistaan agama untuk kasus Surat Al-Maidah 51. Polri
akan melakukan proses itu hingga semuanya rampung dalam dua
pekan.
Dalam kurun waktu itu pula kegusaran Ahok akan terjawab.
Proses hukum Bareskrim Polri akan menentukan nasib Ahok
sebagai Gubernur DKI Jakarta dan tentunya calon gubernur
petahana.
Kapolri, Gelar Perkara untuk Tentukan Status Hukum Ahok.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) langsung gerak cepat. Seperti
disampaikan langsung oleh Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian, Polri
akan menyiapkan gelar perkara terkait dugaan penistaan agama
oleh Basuki Tjahaja Purnama atau disebut Ahok. Tito menerangkan,
gelar perkara bakal dilakukan secepatnya sesuai dengan instruksi
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, prosedur itu harus
dilakukan untuk memastikan status sang calon petahana Gubernur
DKI Jakarta itu. Menurut keterangannya, gelar perkara tersebut akan
langsung

dipimpin

oleh

pihak

Kabareskim

juga

dengan

menghadirkan pelapor, terlapor, saksi, termasuk saksi ahli. Dugaan

penistaan agama terhadap Ahok menyeruak setelah ia memberikan


pernyataan

agar

tidak

tertipu

dengan

pihak-pihak

yang

menggunakan ayat dalam Alquran, yakni Surat Al Maidah ayat 51


untuk tidak memilihnya dalam Pilkada DKI Jakarta. Pernyatan itu
sontak mendapat kemarahan dari sejumlah kaum muslim dan
menuding Ahok telah melakukan penistaan agama. Selain membuat
laporan terhadap Ahok, dilakukan pula demonstrasi pada Jumat
(4/11) untuk mendesak agar Ahok dijadikan tersangka kasus
penistaan agama.

BAB II
KONSTRUKSI ARGUMEN

A. Argumentasi para tokoh tentang kasus ahok


1. Aa Gym, ulama
Umat Islam Terluka, Kemarin terjadi kehebohan dengan viral
tersebarnya pidato saudara Ahok di Kepulauan Seribu sehingga
banyak umat Islam yang terluka. Dalam video tersebut Aa Gym
menuturkan Ahok yang terlahir sebagai Etnis Tionghoa bukan
pilihannya namun hal tersebut adalah takdir yang menciptakannya.
Sehingga bukan wilayah kita untuk mengomentari etnis. Saudara
Ahok beragama non Islam itu adalah pilihan dan setiap orang
berhak menentukan apa yang akan dipertanggungjawabannya dunia
akhirat bagi kita umat Islam tidak ada masalah, lakum dinukum
waliyadin. Namun, Ahok yang menyebutkan surat Al Maidah pada
sebuah acara yang digelar di Kepulauan Seribu tidaklah tepat.
2. Prof. DR. KH. Ahmad Zahro, MA, Ketum IPIM
Merendahkan Al Quran, Setelah menyaksikan video dan
membaca transkrip narasi pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama

di Kepulauan Seribu, ungkapan Gubernur DKI

Jaya tersebut jelas nyata, merendahkan kitab suci Al Quran karena


menganggap surat Al Ma'idah ayat 51 adalah kebohongan.
Pernyataan Gubernur DKI Jaya tersebut jelas bernuansa SARA dan
tergolong penistaan terhadap agama Islam. Demi ketenteraman
umat Islam, demi kerukunan antar umat beragama, dan demi tetap
terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa, IPIM mengharap agar
Kepolisian Negara RI bertindak cepat sesuai undang-undang yang
berlaku, agar tidak terjadi hal-hal yang amat tidak kita inginkan.
3. Khatibul Umam Wiranu, Anggota DPR
Mendiskreditkan Umat Islam Pernyataan Gubernur DKI
Jakarta telah melukai hati warga DKI Jakarta yang mayoritas
beragama Islam. Pasalnya, Ahok secara langsung menempatkan
ayat tersebut yang bermakna larangan untuk memilih Pemimpin
Non-Muslim sebagai objek pembohongan. Ungkapan Dibohongi
Pakai Surah Al-Maidah 51 sama saja menyinggung dan
mendeskreditkan umat Islam yang meyakini kebenaran ajaran
agamanya. Sebagai Gubernur yang juga Pemimpin Warga DKI
Jakarta, sudah selayaknya Ahok tidak menempatkan pihak lain
yang berseberangan, apalagi pemeluk agama yang berbeda
dengan keyakinannya sebagai lawan. Ahok harus secara dewasa
menyampaikan pernyataan maaf atas pernyataan tersebut

10

kepada seluruh warga DKI Jakarta, baik beragama Islam maupun


masyarakat selain beragama Islam.
4. Anies Baswedan, Mantan menteri
Sangat Tidak Tepat Pernyataan Gubernur DKI Jakarta dalam
sebuah acara resmi pemerintah daerah dengan merujuk pada ayat
suci Al Quran sangatlah tidak perlu, tidak relevan dan tidak tepat.
Karena itu jangan justru menyalahkan orang banyak yang merasa
tersinggung, namun introspeksi diri adalah langkah yang lebih bijak
dan dewasa. Menjaga tenun kebhinnekaan jadi berat, sulit dan rumit
jika ada pihak yang terus-menerus mengancam dengan pernyataanpernyataan tak sensitif dan tak menghormati. Ikhtiar banyak orang
yg berusaha merawat kedamaian itu jadi dicederai oleh ucapan tak
sensitif dan tindakan tak patut.
5. Surya Paloh, Ketua Umum NasDem
Tidak Lecehkan Agama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok tidak melecehkan agama. Ahok ini tidak ada
maksudnya tidak melecehkan agama. Justru Ahok berusaha belajar
kemudian mengutip sedikit untuk mengajak umat muslim menjaga
toleransi dan solidaritas. Partai NasDem akan memanggil dan
"menendang" Ahok jika melecehkan atau menistakan agama.

11

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kesimpulannya ialah dalam hal (kasus) Saudara Ahok,
Menegakkan proses hukum yang berlaku , laksanakan dengan
hukum yang tegas dan cepat. Oleh Kapolri, dijanjikan selesai dalam
dua minggu pelaksanaan yang cepat itu, Sehingga, semua berjalan
sesuai aturan, tapi dengan tegas.

12

SUMBER

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161106082536-20-170612/kerisauanahok-hadapi-dugaan-penistaan-agama/
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161105202330-12-170573/kapolrigelar-perkara-untuk-tentukan-status-hukum-ahok/
http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/10/10/70176/0/25/Ini-PendapatPara-Tokoh-Soal-Peninstaan-Agama

Anda mungkin juga menyukai