Anda di halaman 1dari 16

ANATOMI FISIOLOGI

A. Serebral
Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat,
tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih karena
tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan serebrospinal
(CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem
(akibat trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi
otak dan meluas ke setiap lapisan otak.
Serebrum bertugas untuk merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap
koordinasi gerak, keseimbangan, posisi. Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu :
1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian,
dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi, mengatur individu
mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.
Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.
1. Talamus : Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.
2. Hipotalamus : Bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan suhu tubuh. Sebagai pusat
lapar dan mengontrol BB, pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif, seksual,
respon emosional.
3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus anterior memproduksi hormon
pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH, ACTH, LH. Lobus posterior berisi hormon ADH.
Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.

1. Otak tengah/mesencephalon, bagian yang menghubungkan diencephalon dan pons.


Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak yang berhubungan dengan
pergerakan otot, penglihatan dan pendengaran.
2. Pons, menghantarkan impuls ke pusat otak.
3. Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi involunter seperti
pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva, muntah.

B. Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat
dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara mempunyai kebutuhan
metabolisme yang tinggi. Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
1. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba
dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pembuluh darah ini
setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
a. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
b. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
c. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri
komunikan posterior.
2. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat
diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang
leher, pembuluh darah ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua
pembuluh darah tersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh
darah yang disebut anastomosis.

CEDERA KEPALA
A. Definisi

Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R.
Borlei, 2006 hal 91).
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi
menjadi 3 gradasi :
1. Cedera kepala ringan (CKR) = GCS 13-15
2. Cedera kepala sedang (CKS) = GCS 9-12
3. Cedera kepala berat (CKB)

= GCS 8

B. Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera
oleh raga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan akibat benda tajam dan tembakan
sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang dan laserasi dura mater. Macam-macam
Pendarahan pada Otak, yaitu :
1. Intraserebral hematoma (ICH)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis
ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi,
pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan

operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah,
dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan ganguan neurologis
/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematoma disertai
dekompresi dari tulang kepala.
2. Subdural hematoma (SDH)
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jembatan
vena yang biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit.
Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah
lapisan dura mater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling
sering), A/V cortical, sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan
maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi
kurang dari 3 hari dari kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari 3
minggu dan subdural hematoma kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.
Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan
kesadaran,

disertai

adanya

lateralisasi

yanag

paling

sering

berupa

hemiparese/hemiplegia dan pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens


yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury
Commition (EBIC), pada perdarahan subdural adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm.
Jika terdapat pergesaran garis tengah labih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah
evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri
biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan sugalea. Prognosis dari
klien SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang sampai
dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak, serta usia klien pada klien dengan GCS
kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin rendah GCS maka semakin jelek
prognosisnya. Semakin tua klien maka semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain
akan memperjelek prognosisnya. Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri
kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, perubahan proses pikir (berpikir lambat),
kejang, dan edema pupil.

3. Epidural hematoma (EDH)


Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media

(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria,
sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai
lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
yang dapat berupa hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis satu
sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil
anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH
sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH. Lucid
interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada
perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari
prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosisnya klien
EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala
yang hebat dan menetap tidak hilang pemberian analgetik.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan
bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran adanya perdarahan volumenya lebih dari
20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari
5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber
perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembangkan. Jika saat operasi tidak
didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembangkan jika saat
operasi didapatkan dura mater yang tegang dan dapat disimpan subgalea.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi, abnormalitas
pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa defisit neuorologis, perubahan tanda vital, ganguan
penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan pergerakan,
kejang, dan syok akibat cidera multi sistem.
1. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
a. Skor skala coma Glasgow 13 15 (sadar penuh dan orientatif)
b. Tidak ada kehilangan kesadaran
c. Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e. Pasien dapat menderita haematoma pada kulit kepala
f. Tidak ada criteria cedera sedang berat
2. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a. Skor skala coma Glasgow 9 12 (letargi)

b. Amnesia paska trauma


c. Muntah
d. Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hemotimpanum, otorea,
rinorea cairan serebrospinal)
e. Kejang
3. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
a. Skor skala coma Glasgow 8 (coma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis vocal
d. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium.

D. Test Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
1. CT Scan ( dengan/tanpa kontras), Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Digunakan sama dengan CT Scan dengan/tanpa
kontras radio aktif
3. Cerebral angiografi, Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma
4. Serial EEG (Electroencephalography), Dapat melihat perkembangan gelombang
patologis
5. Sinar X, Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
6. BAER (Brainstem Auditory Evoked Response), Mengoreksi batas fungsi korteks dan
otak kecil
7. PET (Positron Emission Tomography), Mendeteksi perubahan aktifititas metabolisme
otak
8. CSS (Cairan Serebrospinal), Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid
9. Kadar elektrolit, Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
intracranial
10. Screen toxicology, Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
11. Rontgen thorak 2 arah (PA/AP dan lateral), Rontgen thorak menyatakan akumulasi
udara / cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan

13. Analisa gas darah (AGD/astrup), Analisa gas darah (AGD/astrup) adalah salah satu tes
diagnostik untuk menentukan status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa
14. Pemeriksaan laboratorium ; hematokrit, trombosit, darah lengkap, masa protombin.

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)


A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single,
Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom
tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan
biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang

menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose


perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .Hemorragi ini
biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka
tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral
hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.
(Corwin, 2009)
B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok
C. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu
diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua,
sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan
menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali
mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau
menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah
yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual,
muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan
detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom
yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hematom.

2.
3.
4.
5.

Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.


Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik

dapat timbul segera atau secara lambat.


6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan
intra cranium.
D. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang
dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam
otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat
mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan,
spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah
saat melakukan aktivitas.
Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58
ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr
jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih
baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2
diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan
terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih
lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial
dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini
sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari.
(Corwin, 2009)

A. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami
tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan

besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak
sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant
(seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti
aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang
menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam
tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu
sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan
lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi
ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada
beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom
adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Observasi dan tirah baring terlalu lama.


Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah.
Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik

dan obat anti inflamasi.


6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya
yang menunjang.

KONSEP DASAR MEDIS CRANIOTOMY


A. Definisi
Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/
kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak untuk
tindakan pembedahan definitif.

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Indikasi
Pengangkatan jaringan abnormal
Mengurangi tekanan intracranial
Mengevaluasi bekuan darah
Mengontrol bekuan darah
Pembenahan organ-organ intracranial
Tumor otak
Perdarahan
Peradangan dalam otak
Trauma pada tengkorak

C. Tehnik Operasi

1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang
lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral
lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring
ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan

savlon:

desinfektan,

menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi

betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala
untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus
untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas
basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan
canthus lateralis orbita)
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Operasi
a. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
b. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
c. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa
basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak
tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi
pada doek.
d. Buka pericranium

dengan

diatermi.

Kelupas

secara

hati-hati

dengan

rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan
rawat perdarahan.
e. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT
f.

scan.
Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula

interna.
g. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
h. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang
i.

boorhole dengan kapas basah/ wetjes.


Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya.

j.

Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.


Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.

k. Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling


dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan
dengan bone wax.
l. Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
m. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi
dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari
tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut
kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari
bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber
perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
n. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul
dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan
dengan spoeling berulang-ulang.
o. Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya
adalah membuka duramater.
p. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla
wanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian
bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat
dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut
tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah
duramater di da lam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai
pelindung ter hadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
q. Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah
r.

kulit atau subkutan.


Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan

pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.


s. Semua pembuluh da rah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang
subarahnoidal, se hingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak
t.

ada darah lagi.


Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang
direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter
bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak
gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.

u. Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang


dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan
lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:
1) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus
keluar kulit.
2) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
3) Pasang drain subgaleal.
4) Jahit galea dengan vicryl 2.0.
5) Jahit kulit dengan silk 3.0.
6) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
6. Operasi selesai.
Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang
yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan
untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuai
dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatan
untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup
lapis demi lapis seperti diatas.
D.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komplikasi Post Operasi


Edema cerebral.
Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
Hypovolemik syok.
Hydrocephalus.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini

7. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling
penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Batticaca Fransisca B, (2008), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan
I.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8. Jakarta:
EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai