LP Ich
LP Ich
A. Serebral
Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat,
tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih karena
tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan serebrospinal
(CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem
(akibat trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi
otak dan meluas ke setiap lapisan otak.
Serebrum bertugas untuk merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap
koordinasi gerak, keseimbangan, posisi. Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu :
1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian,
dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi, mengatur individu
mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.
Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.
1. Talamus : Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.
2. Hipotalamus : Bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan suhu tubuh. Sebagai pusat
lapar dan mengontrol BB, pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif, seksual,
respon emosional.
3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus anterior memproduksi hormon
pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH, ACTH, LH. Lobus posterior berisi hormon ADH.
Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.
B. Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat
dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara mempunyai kebutuhan
metabolisme yang tinggi. Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
1. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba
dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pembuluh darah ini
setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
a. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
b. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
c. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri
komunikan posterior.
2. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat
diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang
leher, pembuluh darah ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua
pembuluh darah tersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh
darah yang disebut anastomosis.
CEDERA KEPALA
A. Definisi
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R.
Borlei, 2006 hal 91).
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi
menjadi 3 gradasi :
1. Cedera kepala ringan (CKR) = GCS 13-15
2. Cedera kepala sedang (CKS) = GCS 9-12
3. Cedera kepala berat (CKB)
= GCS 8
B. Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera
oleh raga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan akibat benda tajam dan tembakan
sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang dan laserasi dura mater. Macam-macam
Pendarahan pada Otak, yaitu :
1. Intraserebral hematoma (ICH)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis
ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi,
pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan
operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah,
dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan ganguan neurologis
/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematoma disertai
dekompresi dari tulang kepala.
2. Subdural hematoma (SDH)
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jembatan
vena yang biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit.
Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah
lapisan dura mater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling
sering), A/V cortical, sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan
maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi
kurang dari 3 hari dari kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari 3
minggu dan subdural hematoma kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.
Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan
kesadaran,
disertai
adanya
lateralisasi
yanag
paling
sering
berupa
(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria,
sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai
lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
yang dapat berupa hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis satu
sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil
anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH
sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH. Lucid
interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada
perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari
prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosisnya klien
EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala
yang hebat dan menetap tidak hilang pemberian analgetik.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan
bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran adanya perdarahan volumenya lebih dari
20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari
5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber
perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembangkan. Jika saat operasi tidak
didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembangkan jika saat
operasi didapatkan dura mater yang tegang dan dapat disimpan subgalea.
D. Test Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
1. CT Scan ( dengan/tanpa kontras), Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Digunakan sama dengan CT Scan dengan/tanpa
kontras radio aktif
3. Cerebral angiografi, Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma
4. Serial EEG (Electroencephalography), Dapat melihat perkembangan gelombang
patologis
5. Sinar X, Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
6. BAER (Brainstem Auditory Evoked Response), Mengoreksi batas fungsi korteks dan
otak kecil
7. PET (Positron Emission Tomography), Mendeteksi perubahan aktifititas metabolisme
otak
8. CSS (Cairan Serebrospinal), Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid
9. Kadar elektrolit, Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
intracranial
10. Screen toxicology, Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
11. Rontgen thorak 2 arah (PA/AP dan lateral), Rontgen thorak menyatakan akumulasi
udara / cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa gas darah (AGD/astrup), Analisa gas darah (AGD/astrup) adalah salah satu tes
diagnostik untuk menentukan status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa
14. Pemeriksaan laboratorium ; hematokrit, trombosit, darah lengkap, masa protombin.
2.
3.
4.
5.
A. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami
tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan
besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak
sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant
(seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti
aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang
menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam
tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu
sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan
lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi
ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada
beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom
adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indikasi
Pengangkatan jaringan abnormal
Mengurangi tekanan intracranial
Mengevaluasi bekuan darah
Mengontrol bekuan darah
Pembenahan organ-organ intracranial
Tumor otak
Perdarahan
Peradangan dalam otak
Trauma pada tengkorak
C. Tehnik Operasi
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang
lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral
lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring
ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan
savlon:
desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi
betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala
untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus
untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas
basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan
canthus lateralis orbita)
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Operasi
a. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
b. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
c. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa
basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak
tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi
pada doek.
d. Buka pericranium
dengan
diatermi.
Kelupas
secara
hati-hati
dengan
rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan
rawat perdarahan.
e. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT
f.
scan.
Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula
interna.
g. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
h. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang
i.
j.
7. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling
penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Batticaca Fransisca B, (2008), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan
I.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8. Jakarta:
EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC