Anda di halaman 1dari 26

PENDUGAAN LAPISAN PEMBAWA AIR ASIN

DENGAN METODE RESISTIVITY SOUNDING


DI CEKUNGAN WATES KABUPATEN KULON PROGO
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh

MARIANUS ANTIMUS
NIM. 00.013/TA

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2004
0

PENDUGAAN LAPISAN PEMBAWA AIR ASIN


DENGAN METODE RESISTIVITY SOUNDING
DI CEKUNGAN WATES KABUPATEN KULON PROGO
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh

MARIANUS ANTIMUS
NIM. 00.013/TA

Mengetahui
Dosen Wali,

Ir.Gunawan Nusanto, M.T.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Judul Skripsi
PENDUGAAN LAPISAN PEMBAWA AIR ASIN DENGAN METODE
RESISTIVITY SOUNDING DI CEKUNGAN WATES KABUPATEN KULON
PROGO PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
1.2. Alasan Pemilihan Judul
Dewasa ini masalah kelangkaan akan air bersih sangat dirasakan, terutama air
yang dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi seharihari, baik untuk keperluan
rumah tangga maupun industri, sehingga air yang dahulu bukan barang ekonomis
kini sudah menjadi barang komoditi yang cukup vital.
Di beberapa daerah di Kulon Progo, diperoleh informasi terdapatnya air asin.
Hal ini yang menyebabkan kelangkaan air bagi kelangsungan hidup sehari-hari bagi
masyarakat setempat. Dengan adanya kegiatan penyelidikan ini diharapkan akan
terlihat sejauh mana penyebaran air asin dan adanya kemungkinan adannya air tawar
yang berada di bawah lapisan air asin yang terdapat di Cekungan Wates Kabupaten
Kulon Progo agar di masa mendatang data ini bisa mendukung kegiatan pemboran
air tanah.
1.2

Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah :

1.

Untuk mencari dan mengetahui penyebaran lapisan pembawa air asin yaitu
letak, kedalaman, dan ketebalannya

2.

Mengetahui jenis lithologi/stratigrafi batuan di lokasi penyelidikan

1.3

Metode Yang Dipakai


Geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode dalam eksplorasi air

tanah dalam, pada metode geolistrik tahanan jenis dikenal berbagai macam
konfigurasi elektroda, diantaranya yang sering digunakan, yaitu :

Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Schlumberger
Perbedaan dari kedua konfigurasi elektroda, yaitu terletak pada penyusunan
elektrodanya, di mana dalam konfigurasi Wenner apabila elektroda arus positif dan
negatifnya masingmasing M dan N , maka jarak AM = BN = MN. Dalam
konfigurasi Schlumberger, jarak spasi elektroda arusnya (AB), jauh lebih besar dari
pada jarak spasi elektroda potensialnya (MN), adapun sebagai acuannya adalah jarak
MN 1/5 AB.
Konfigurasi Wenner lebih banyak diaplikasikan untuk keperluan mapping
yaitu analisa variasi tahanan jenis bawah permukaan secara horizontal, sedangkan
konfigurasi Schlumberger biasanya diterapkan untuk pengukuran sounding, yaitu
mengetahui variasi tahanan jenis bawah permukaan secara vertikal. Untuk keperluan
sounding, pengoperasian konfigurasi Sclumberger lebih sederhana dibandingkan
konfigurasi Wenner. Hal ini disebabkan karena pada metoda Schlumberger yang
dilakukan hanya memperpanjang jarak spasi arusnya saja dalam rangka untuk
mengetahui tahanan jenis lapisan yang lebih dalam, sedangkan untuk beda potensial
hanya dilakukan beberapa perpindahan saja.Oleh karena itu dalam penelitian ini
penulis menggunakan konfigurasi Schlumberger.
1.4

Hasil Yang Diharapkan


Harga tahanan jenis yang diperoleh melalui pendugaan dengan metode

geolistrik dapat memberikan gambaran (secara tidak langsung) tentang kondisi


lithologi/stratigrafi daerah penyelidikan, interpretasi keterdapatan lapisan pembawa
air asin (kedalaman, penyebaran dan ketebalannya), serta kualitas (secara kualitatif)
air bawah tanah yang dijumpai di lokasi penelitian.

BAB II
DASAR TEORI
2.1. Akuifer
Air tanah adalah air yang terdapat di dalam tanah dimana air tersebut mengisi
ruang-ruang antar butir-butir tanah atau mengisi pori-pori atau retakan pada batuan
pada batuan. Air tanah ditemukan pada lapisan/formasi yang permeabel, artinya
lapisan tersebut dapat dilalui oleh air/tembus air. Air tanah ini tersimpan dalam
akuifer. Akuifer dapat didefinisikan sebagai formasi/kelompok formasi satuan
geologi yang dapat menyimpan dan meloloskan air dan dapat dimanfaatkan secara
ekonomis. Akuifer berdasarkan kelolosannya, dibagi menjadi :

Akuifer pori

: kelolosannya disebabkan oleh pori-pori di antara


butiran padatan

Akuifer rekahan : kelolosannya disebabkan oleh rekahan-rekahan yang


ada pada batuan

Karst akuifer

: akuifer pada batu gamping.

Beberapa istilah penting dalam hidrogeologi yang perlu diketahui definisinya, yaitu :

Aquiclude

: lapisan/kelompok lapisan batuan atau tanah yang dapat


menyimpan air, tetapi tidak dapat meloloskannya

Aquitard

: Akuifer yang secara regional mempengaruhi neraca air


tetapi tidak cukup untuk dimanfaatkan

Aquifuge

: lapisan/kelompok lapisan batuan atau tanah yang


impermeabel sehingga tidak memiliki kemampuan
untuk menyimpan dan meloloskan air.

Akuifer biasanya ditemukan pada formasi endapan glasial pasir dan kerikil,
kipas aluvial dataran banjir, dan endapan delta pasir. Berdasarkan konduktivitas
hidrolik/permeabilitasnya, akuifer dibagi menjadi :

Akuifer tertekan
merupakan lapisan permeabel yang sepenuhnya jenuh air dan dibatasi oleh
lapisan-lapisan impermeabel (confining beds) baik bagian atas maupun
bagian bawahnya. Air di dalam akuifer tersebut dalam keadaan tertekan,

sehingga jika terdapat sumur yang menembus akuifer tersebut, muka air tanah
pada sumur tersebut akan lebih tinggi dari batas atas akuifer. Apabila air
pada sumur lebih tinggi dari pada permukaan tanah disebut akuifer artesis.

Akuifer setengah tertekan


merupakan lapisan yang jenuh air dan pada bagian atasnya dibatasi oleh
lapisan yang semipermeabel dan pada bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan
impermeabel atau semipermeabel. Pada akuifer ini dapat terjadi aliran air
dengan arah vertikal antara akuifer dan lapisan semi permeabel di atasnya

Akuifer setengah bebas


terjadi bila lapisan semi permeabel yang berada di atas akuifer ini memiliki
permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horizontal pada lapisan
tersebut tidak dapat diabaikan

Akuifer bebas
pada akuifer ini hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeabel terisi
oleh air/jenuh air, bagian bawah dibatasi oleh lapisan impermeabel, batas atas
akuifer berbentuk muka air tanah yang dalam keadaan setimbang dengan
tekanan udara.

Akuifer menggantung
merupakan suatu akuifer yang mempunyai massa air tanah terpisah dari air
tanah induk oleh suatu lapisan yang relatif kedap air yang tidak begitu luas
dan terletak pada zona tidak jenuh.
Harga K (konduktivitas hidrolik) merupakan unit kecepatan dari kemampuan

lapisan batuan untuk meloloskan air, dan konduktivitas hidrolik ini sering disebut
dengan istilah permeabilitas.

Gambar 3.1.
Macam-macam akuifer berdasarkan harga K batuan

Gambar 3.2.
Penampang melintang jenis-jenis akuifer
3.2. Kondisi air tanah
Air tanah berkaitan dengan pengembangan air dapat diklasifikasikan menjadi 5
jenis sesuai dengan kondisi air tanah tersebut (Takeda K, 1985), yakni :

Air tanah dalam dataran aluvial

Air tanah dalam kipas detrital

Air tanah dalam teras diluvial

Air tanah dalam kaki gunung api

Air tanah dalam zona batuan retak

3.2.1. Air tanah dalam dataran aluvial


Air tanah yang terbentuk dalam alluvium dan dilluvium (endapan batuan
lepas yang terbentuk oleh aliran air pada umur geologi kwarter) yang mengendap
dalam dataran seperti :

Air resapan, ialah air tanah dalam lapisan yang mengendap di dataran banjir
ditambah langsung dari peresapan sungai.

Air tanah lapisan dalam, yaitu air tanah yang diendapkan sampai kedalaman
ratusan meter dari permukaan tanah di dataran alluvial dan sifatnya selalu
tertekan.

Air tanah sepanjang pantai, biasanya air tanah di sini sudah tercampur dengan
air asin tetapi bisa juga tidak bila pemborannya pada lapisan yang tidak
terkena intrusi air laut (gambar 3.3a).

3.2.2. Air tanah dalam kipas detrital


Model air tanah dalam kipas detrital dapat diperhatikan pada gambar 3.3b.
yang terdiri dari endapan di atas kipas, ciri-cirinya yaitu adanya zona penambahan air
yang terbentuk pada bagian hulu endapan ini.

Endapan pada bagian tengah kipas terutama mengandung lapisan pasir yang
merupakan air tanag bebas.

Air tanah yang terdapat di bawah endapan pada ujung bawah kipas adalah air
tanah terkekang.

Pada bagian ujung bawah kipas dapat terbentuk juga zona air tanah tertetan
yang dangkal tetapi tertutup lapisan lempung.
7

3.2.3. Air tanah dalam teras dilluvial


Dalam gambar 3.3d. diperlihatkan air tanah dalam teras dilluvial yang
tertutup dengan endapan teras yang agak tebal, dimana kondisinya adalah sebagai
berikut :

Pada bagian lembah dari batuan dasar (bed rock) terdapat akuifer yang tebal
dan mata air yang akan keluar pada bagian yang letak batuan dasarnya
dangkal.

Jika teras itu bersambungan dengan endapan kasar gunung itu, maka
pengisian air tanah akan menjadi besar meskipun daerah aliran teras itu kecil.

3.2.4. Air tanah dalam kaki gunung api


Kaki gunung api biasanya merupakan daerah dengan topografi yang
bervariasi, maka keadaan air tanahnya mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Di kaki gunung api curah hujannya tinggi sehingga pengisian air tanah lebih
banyak

Rekahan-rekahan di kaki gunung api cukup banyak sehingga dapat dengan


mudah menyalurkan air tanah.

3.2.5. Air tanah dalam lapisan zona batuan rekahan


Zona rekahan bila adanya sesar normal pada lapisan batuan yang kompak,
maka lapisan teratas mengalami penurunan, sehingga banyak terjadi rongga-rongga
yang dengan mudah mengandung air celah (fissure water). Jika pengambilan air
celah ini dilakukan dengan membuat terowongan secara horizontal, maka dapat
diambil air secara kontinyu dalam jumlah yang berlimpah dan kualitasnya baik.

Gambar 3.3.
Jenis-jenis kondisi air tanah (Takeda K, 1985)
3.3. Cara Pendugaan Air Tanah
Keberadaan akuifer dikontrol oleh bentuk topografi dan kondisi geologi, oleh
karena itu pengukuran topografi dan penyelidikan geologi dilakukan pada awal
kegiatan eksplorasi, dilanjutkan dengan pengukuran muka air tanah (misalnya dari
sumur pantau yang sebelumnya telah ada, dari sumur-sumur penduduk, dari sumur
bor), pendugaan potensi dengan geofisika (metode geolistrik sounding), pembuatan
9

sumur uji, dan test pemompaan untuk mengetahui karakteristik akuifer dan kondisi
hidrolika sumur sebelum dimanfaatkan/dikembangkan lebih lanjut.
3.3.1. Penyelidikan geolistrik sounding
3.3.1.1. Prinsip dan tujuan
Metode geolistrik merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika untuk
mengetahui kondisi geologi bawah permukaan dengan memanfaatkan sifat-sifat
kelistrikan batuan, antara lain : tahanan jenis (resistivitas), konduktivitas, self
potential dan lain-lain. Pada metodegeolistrik tahanan jenis, yang dipakai adalah
sifat resistivitas batuan untuk mendeteksi keadaan bawah permukaan (keadaan
perlapisan batuan, lapisan yang mengandung air). Prinsip dari pengukuran geolistrik
tahanan jenis adalah dengan mengalirkan dan menginjeksikan arus listrik searah atau
bolak-balik frekuensi rendah melalui elektroda arus ke dalam bumi. Beda potensial
listrik yang muncul sebagai respon dari injeksi arus listrik yang mengalir, diukur
melalui dua buah elektroda potensial pada titik-titik tertentu di permukaan tanah.
Dari hasil pengukuran arus listrk yang mengalir, beda potensial untuk setiap jarak
spasi elektroda yang berbeda dapat diturunkan variasi harga tahanan jenis masingmasing lapisan batuan di bawah titik duga (sounding point).
3.3.1.2. Dasar kelistrikan
Arus listrik adalah gerakan elektron pada materi dalam proses mengatur diri
menuju suatu keseimbangan. Peristiwa ini terjadi apabila materi mengalami
gangguan karena adanya medan listrik. Apabila medan listrik arahnya selalu tetap
menuju ke satu arah, maka arus listrik yang mengalir akan tetap juga arahnya. Arus
listrik yang demikian disebut dengan arus listrik searah atau direct current(DC). Jika
arus listrik arahnya berbalik secara periodik, aliran muatannya juga akan mengikuti,
arus listrik yang demikian disebut dengan arus listrik bolak-balik atau alternating
current (AC).
Secara matematik pengertian diatas dapat dijelaskan sebagai berikut. Arus
listrik yang mengalir pada suatu penghantar adalah banyaknya muatan elektron yang
menembus penampang penghantar tersebut tiap satuan waktu, dinyatakan secara
matematik :
I=

Q
....................................................................... (1)
t

10

dimana :

= arus listrik (Ampere)

= jumlah elektron (Coulomb)

= waktu (detik)

Sedangkan yang dimaksud dengan rapat arus didefinisikan sebagai arus per satuan
luas penampang yang ditembus.
Secara matematis dinyatakan : I = J . A ...........................(2)
Dalam notasi biasa
Dimana

J=

I
................................(3)
A

: J = rapat arus listrik (ampere/m2)


A = luas penampang (m2)

Hubungan antara besarnya beda potensial listrik, kuat arus, dan besarnya tahanan
listrik suatu penghantar menurut hukum Ohm adalah sebagai berikut :
V = I . R.................................................................................(4)

Dimana :

V = beda potensial antara dua titik (Volt)

I = besarnya arus yang dipakai (ampere)


R = harga tahanan listrik (Ohm)
Ditinjau suatu penghantar (konduktor) berbentuk silinder yang panjangnya (l) dan
luas penampangnya (A) lihat gambar 3.4

Gambar 3.4.
Bahan yang dilalui arus listrik

11

Hubungan antara rapat arus (J), medan listrik (E) dan beda potensial listrik adalah
sebagai berikut :
V = . E ...............................................................................(5)
V

=
. E ....................................................................(6)
R
R

Dimana E = medan listrik (Volt/meter)


Dari persamaan (6) disubstitusikan ke persamaan (5) diperoleh persaman sebagai

berikut : J =
. E .............................................................(7)
RA

Besarnya
RA

merupakan besaran yang menunjukan karakteristik suatu bahan

penghantar, besaran ini merupakan besaran skalar dan biasa disebut konduktivitas
listrik bahan.

..................................................................................(8)
RA

Dimana :

= panjang penghantar (m)

A = luas penampang penghantar (m2)


R = tahanan listrik (Ohm)
E = medan listrik (Volt/m)

= konduktivitas penghantar (Ohm/m)


Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas atau biasa disebut dengan tahanan
jenis bahan.

= 1 = RA ........................................................................(9)

Dimana :

= tahanan jenis bahan (Ohm-m)

Dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke persamaan (9) diperoleh persamaan :


J=

.E =

E .....................................................................(10)

Persamaan (10) ini biasa disebut sebagai hukum Ohm yang banyak digunakan dalam
pembahasan berikutnya.
3.3.1.3. Distribusi potensial listrik di dalam bumi
Dalam pendugaan geolistrik dengan menggunakan tehanan jenis, diambil
asumsi bahwa bumi merupakan suatu medium yang homogen isotropis. Jika A
12

adalah elemen luas permukaan dan J adalah rapat arus dalam Ampere/m 2, maka
besarnya elemen arus I yang lewat melalui elemen permukaan A adalah :
I = J . A ................................................................................(11)

Sedangkan rapat arus (J) dan medan listrik (E) dihubungkan dengan hukum Ohm :
J=

. E...................................................................................(12)

Medan listrik adalah gradien dari dari potensial skalar, sehingga :


E = - V .................................................................................(13)
=

Dimana :

i+

Dinyatakan dalam Volt, maka :

j+

J=-

k...................................(14)

V..................(15)

Jika didalam medium yang dilingkupi oleh permukaan A tidak terdapat sumber arus

JA = 0 ...........................................................(16)

maka :

Gambar 3.5.
Aliran listrik dalam bumi
Menurut teorema Gauss menyatakan bahwa integral volume dari divergensi arus
yang keluar dari volume V yang dilingkupi permukaan A adalah sama dengan jumlah
total muatan listrik yang terdapat di permukaan A, sehingga berlaku :

J .A
A

karena

.J V

J .A =
A

= 0.............................................................(17)

0 maka .J = 0 sehingga jika persamaan (15) dimasukkan

didapat :
.J = . ( .V ) = 0

13

= - ( V ) = 0
= - .V .V = 0
= - .V 2V = 0
= .V 2V = 0.....................................................(18)
Jika konduktivitas listrik medium ( ) konstan, maka suku pertama di bagian kiri
persamaan (18) berharga 0, sehungga didapat persamaan :
2V 0 ......................................................................................(19)

persamaan (19) memenuhi persamaan umum laplace yang menunjukkan distribusi


potensial listrik dalam medium homogen isotropis, jika persamaan tersebut ditulis
dalam koordinat bola maka :
2V

1 2 V
1

V
1
2V
r

sin

0 .....(20)
r

r 2 r
r 2 sin
r 2 sin 2 2

Karena anggapan bumi homogen isotropis maka bumi mempunyai simetri bola,
sehingga potensial (V) merupakan fungsi (r) saja, jika ditulis V = Vr, sehingga
penyelesaian umum persamaan laplace adalah sebagai berikut :
2V

1 2 V
r
= 0.............................................................(21)
r
r r

misal :
V
r r
2

C1

V C1
2 .......................................................................................(22)
r
r
V

C1
r
r2
1

V C r
1

r V

C1
C 2 .................................................(23)
r

dimana C1 dan C2 adalah konstanta.


Jika syarat batas potensial yaitu :

Jika r = ~ maka V = 0, sehingga C2 = 0, dengan demikian persamaan di atas


menjadi : V = -

C1
..............................................................(24)
r

14

Hukum Ohm pada media yang diperluas menyatakan hubungan antara

intensitas medan listrik (E) atau gradien potensial dengan rapat arus yaitu :
J=

. E..............................................................................(25)

Apabila hukum kekekalan muatan menyatakan bahwa arus total sama dengan

integrasi rapat arus yang menembus suatu permukaan bola, berarti :


I=

JS = 2 r2. J..............................................................(26)

Apabila diketahui juga bahwa : J = -

1 C1
..................................(27)
r2

Maka dengan mensubstitusikan persamaan (26) dan (27) akan didapatkan persamaan:
C1 = -

I C1
...................................................................................(28)
r2

Dengan demikian potensial pada suatu titik berjarak r dari suatu sumber arus dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Vr =

I 1
..................................................................................(29)
2 r

Dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk pendugaan air tanah dengan cara
menempatkan titik duga ( )terletak di tengah-tengah. Arus listrik (I) dihubungkan
dengan katub-katub arus listrik A dan B, lalu diukur beda potensial antara M dan N,
rangkaian pemasangan ini disebut dengan konfigurasi Schlumberger (gambar 3.6),
kemudian korelasikan antara satu titik pengukuran dengan dengan titik pengukuran
lainnya sehingga terbentuk penampang geolistrik, dan dari sini dapat direncanakan
suatu pemboran eksplorasi air tanah.
3.3.1.4. Distribusi potensial listrik disekitar elektroda arus ganda di permukaan bumi
Dalam kasus ini terdapat dua buah elektrode arus yang dipakai untuk
mengalirkan arus listrik kedalam bumi (dua elektroda yang berlawanan polaritasnya).
Jika pada permukaan bumi tersebut dialirkan arus listrik melalui satu buah elektroda,
berdasarkan perhitungan pada sub bab terdahulu, perhitungan potensial listrik di
suatu titik berjarak r dari elektroda arus dapat digunakan rumus seperti yang tertulis
pada persamaan (29).

15

Sekarang kalau pada permukaan bumi tersebut ada dua sumber arus yang
berlawanan polaritasnya (menggunakan dua buah elektroda arus), maka besarnya
potensial di titik M adalah :
VM

I
I

2 1 2 2

I
2

1
1

...............................................................(30)
r1 r2

dimana :

r1 = jarak titik M kesumber arus positif A


r2 = jarak titik M kesumber arus negatif B

Jika dua buah titik yaitu M dan N yang terletak didalam bumi, maka besarnya beda
potensial antara dua titik M dan N adalah :
MN = VM - VN
I
2

1
I 1
1
1


r1 r
2 r3 r4

I
2

1 1
1
1


r1 r2 r3 r4

dimana :

......................................................(31)

r3 = jarak dari titik N ke sumber arus positif A


r4 = jarak dari titk N ke sumber arus negatif B

Gambar 3.6.
Susunan elektroda Schlumberger
Dengan jarak MN 1/5 AB
16

A dan B : elektroda arus, M dan N : elektroda potensial.


Sehingga apabila melihat pada gambar 3.6., beda potensial anatara M dan N adalah :

V = VM-VN
1
I 1
I 1

2 r
2 AM BM

1
1


AN BN

8MN
I

2
2 .......................................................(32)
2 AB MN

Karena bumi tidak homogen isotropis, maka tahanan jenis yang terukur adalah
tahanan jenis semu, jadi :
AB 2 MN 2 V
......................................................(33)

4 MN

a =

Apabila mengacu pada gambar 3.6 diatas, maka persamaan tersebut menjadi :
a

V
= Ks I ..................................................................................(34)

Dimana :

a = tahanan jenis semu

Ks = faktor geometris (konfigurasi Schlumberger)


Dari persamaan di atas terlihat, bahwa faktor geometri tergantung pada letak
elektroda arus maupun elektroda potensial. Penjelasan di atas berdasarkan asumsi
bahwa lapisan bumi merupakan medium yang homogen isotropis. Sebenarnya
perumusan faktor geometris tersebut di atas juga berlaku untuk kasus bumi barlapislapis. Hal ini disebabkan karena faktor geometri hanya mencerminkan pengaruh dari
letak elektroda potensial terhadap elektroda arus, sedangkan pengaruh keadaan
medium berlapis-lapis atau tidak, tercermin pada beda potensial (V).

17

BAB III
PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

Dalam pengambilan data Geolistrik sedikitnya harus mencakup 3 tahap pokok


berikut :
Tahap 1 : Penentuan titik sounding pada peta lapangan. Faktor yang dapat
dipakai sebagai dasar dalam penentuan posisi titik sounding
adalah :

Faktor geologi

Faktor topografi, dimana akan berpengaruh terhadap arah


bentangan elektroda. Di samping itu titik sounding dapat diletakan
sesuai dengan bentuk jaring-jaring, artinya daerah yang akan
disurvei dibagi-bagi menjadi beberapa kotak dan titik sounding
terletak pada perpotongannya. Hal ini memungkinkan jika daerah
tersebut umumnya datar.

Tahap 2 : Penempatan titik sounding di lapangan


Tahap 3 : Pengambilan data
3.1. Pengambilan Data
Dalam penyelidikan geolistrik tahanan jenis untuk pendugaan struktur bawah
permukaan, dimulai dengan pengambilan data terhadap daerah yang diselidiki.
Setelah letak titik sounding ditetapkan, dilanjutkan dengan penempatan elektroda
arus dan elektroda potensial sesuai dengan konfigurasi yang dipakai. Kemudian
merangkai perangkat pengukuran tahanan jenis yaitu resistivity meter dan
perlengkapannya seperti elektroda arus, elektroda potensial dan kabel yang
menghubungkan elektroda dengan alat (gambar 4.1).
Resistivity meter yang dipakai dalam penyelidikan ini adalah resistivity meter
Phoenix Geophysics, resistivity meter merk OYO model ES G-1 dan resistivity
meter merk Naniura NRD 22. Tujuan penyelidikan geolistrik tahanan jenis di
wilayah kabupaten Kulon Progo ini adalah untuk mendapatkan gambaran penyebaran

18

lapisan pembawa air asin. Pemilihan konfigurasi Schlumberger didasarkan pada


pertimbangan :

Elektroda potensial (MN) tidak terlalu sering diubah mengikuti pertambahan


jarak spasi elektroda arus (AB), sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan
mengurangi jumlah pekerja.

Untuk mengetahui susunan lapisan batuan yang lebih dalam, meliputi


ketebalan dan kedalamannya.
Pelaksanaan pengukuran dilakukan dengan cara memasukan arus listrik

terukur dari transmiter melalui kedua elektroda arus. Beda potensial yang disebabkan
oleh adanya arus yang mengalir diterima oleh receiver.

Gambar 4.1.
Rangkaian elektroda terpasang
Dalam pegukuran ini digunakan jarak AB/2 terjauh 400 meter dan MN/2
terjauh

80 meter dan keseluruhan titik duga sebanyak 111 titik. Dari hasil
19

pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger ini di lapangan diperoleh harga aus (I)
dalam mA, harga beda potensial (V) dalam Volt dan tahanan jenis semu (a) dalam
Ohm meter.
3.2. Pengolahan Data
Setelah hasil pengukuran didapatkan a (apparent resistivity), maka untuk
mengolah hasil pengukuran dapat digunakan analisa kurva - r (gambar 4.2). Dalam
pendugaan air tanah, kurva - r sering dipakai untuk memperkirakan dalamnya
akuifer, keadaan batuan dasar atau adanya akuifer yang besar. Banyak cara yang
digunakan dalam menggambarkan kurva - r, diantaranya matching, Automatic
Interpretation dan Linier Filter.

Gambar 4.2.
Kurva - r
Sedangkan dalam penelitian ini dipakai metoda matching. Metoda ini
mengaplikasikan empirical marker curve yang terdiri dari dua bagian yaitu kurva
standar dua lapisan dan kurva bantu. Kurva bantu terdiri dari empat yaitu :

Kurva H (123)

Kurva A (123)

20

Kurva K (123)

Kurva Q (123)

3.3. Prosedur Intepretasi Metode Curve Matching


1.

Data lapangan diplotkan pada kertas bilogaritma tembus pandang, dengan


spasi AB/2 sebagai ordinat dan tahan jenis semu sebagai absis.

2.

Himpitkan bagian kurva sounding spasi pendek dengan kurva dua lapisan.
Koordinat titik asal kurva standar yang dibaca pada kurva sounding
meupakan tahanan jenis dan ketebalan lapisan pertama (I), kurva standar
yang sesuai tadi menunjukan harga perbandingan tahanan jenis antara lapisan
kedua dan lapisan pertama.

3.

Titik asal pertama (I) diletakan tepat pada titik asal kurva bantu dari jenis
yang sesuai dengan tipe kurva yang sebanding. Kemudian pada kertas
bilogaritma dibuat kurva bantu. Kurva bantu ini merupakan tempat
kedudukan asal selanjutnya (II) yang selanjutnya menentukan harga tahanan
jenis lapisan ketiga dan merupakan perkalian ordinat asal (II) dengan
perbandingan 1/2 yang didapat.

4.

Untuk mendapatkan ketebalan lapisan kedua, himpitkan kembali kurva


lapangan di atas kurva bantu. Posisi titik silang kedua (II) dan garis putusputus akan memberikan harga h1/h2. Harga kedalaman lapisan merupakan
absis titik silang kedua (II) dikalikan dengan h1/h2.

5.

Untuk bagian kurva sounding dengan spasi lebih besar, ulangi langkahlangkah di atas. Ketelitian dari metoda ini sanngat tergantung pada
kecermatan dalam menentukan titik asal (I) dan kualitas data sounding spasi
pendek
Dalam tulisan ini juga dipergunakan hasil dari program geolistrik tahanan jenis

dalam mendapatkan hasil kurva lapangan untuk kedalaman dan resistivitas batuan
terukur di tiap titik sounding.
3.4. Interpretasi Hasil Pengukuran
Harga tahanan jenis perlapisan dan kedalaman yang didapat, diinterpretasikan
dalam diagram pagar penempang geolistrik untuk setiap lokasi pengukurannya.
21

Dalam memberikan gambaran pada intepretasi jenis perlapisan tersebut tidak terlepas
dari kondisi geologi daerah setempat, sedangkan kisaran nilai dari masing-masing
lapisan didasarkan pada klasifikasi pada tabel 4.1. Dan untuk memudahkan dalam
mengetahui potensi air tanah daerah penelitian ini dibuat sayatan yang
menghubungkan titik pengamatan.

Tabel 4.1
Harga Tahanan Jenis Dari Lapisan (Takeda K., 1985)
(Ohm meter)

Lapisan
Air permukaan
Air tanah
Aluvium-Diluvium
a. silt-lempung
b. pasir
c. pasir dan kerikil
Neo tersier
a. batu lumpur
b. batu pasir
c. konglomerat
d. tufa
Kelompok andesit
Kelompok granit
Kelompok hert,slate

80-200
30-100
10-200
100-600
100-1000
20-200
50-500
100-500
20-200
100-2000
1000-2000
200-2000

3.5. Metode Penelitian


Di dalam melaksanakan penelitian permasalahan ini, penulis menggabungkan
antara teori dengan data-data lapangan, sehingga dari keduanya diperoleh pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :
1. Studi lteratur
Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang
yang diperoleh dari :

22

instansi terkait

perpustakaan dan brosur-brosur

peta, grafik, tabel-tabel dan spesifikasi alit

2. Penelitian langsung di lapangan


Dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan untuk melakukan
pengamatan langsung terhadap topografi daerah dan data-data penunjang lainnya.
3. Pengambilan data
Data yang diambil harus akurat dan relevan dengan permasalahan yang ada.
Cara pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan juga
data-data yang diambil dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang
ada.
4. Akuisisi data
Bertujuan untuk:

mengumpulkan dan mengelompokkan data agar lebih mudah dianalisa.

mengetahui keakuratan data

mengolah nilai karakteristik data-data yang mewakili obyek pengamatan

5. Pengolahan data
Dilakukan dengan melakukan beberapa perhitungan dan penggambaran,
selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau rangkaian perhitungan pada
penyelesaian dalam suatu proses tertentu.
6. Analisis hasil pengolahan data
Dilakukan dengan tujuan untuk untuk memperoleh kesimpulan sementara.
Selanjutnya kesimpulan sementara ini akan diolah lebih lanjut pada bagian
pembahasan.
7. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan dengan
permasalahan yang diteliti. Kesimpulan ini merupakan hasil akhir dari semua
masalah yang dibahas.

23

3.6. Jadwal Kegiatan Penelitian


No

Jenis Kegiatan
1

Minggu
6 7

10 11 12

1
Studi Literatur
2
Observasi
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
5 Pembuatan Laporan
3.7. Rencana Daftar Isi
HALAMAN JUDUL .......................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................

iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................

iv

RINGKASAN ..................................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

viii

DAFTAR TABEL.............................................................................................

ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................

xi

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................
1.2. Maksud dan Tujuan ...........................................................
1.3. Metoda Yang Digunakan .................................................
1.4. Hasil Yang Diharapkan .....................................................

BAB II.

TINJAUAN UMUM
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah .......................................
2.2. Geologi Daerah .................................................................
2.3. Hidrologi ...........................................................................
2.4. Hidrogeologi .....................................................................

BAB III.

DISARM TEORI
3.1. Kondisi Air Tanah ............................................................

24

3.2. Cara Pendugaan Air Tanah Tawar dan Asin ......................


BAB IV.

PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA


4.1. Pengambilan Data .............................................................
4.2. Pengolahan Data ...............................................................

BABV.

PEMBAHASAN
5.1. Penentuan Jenis Batuan ....................................................
5.2. Analisa Penampang Tahanan Jenis ...................................
5.3. Jenis-Jenis Akuifer Daerah Penelitian ..............................
5.4. Penentuan Lapisan Pembawa Air Asin .............................

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan........................................................................
6.2. Saran..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

3.8. Rencana Daftar Pustaka


1.

Dinas Pertambangan DIY, Laporan Pendahuluan Rancangan Tata Zona Air


Daerah Dati II Kulon Progo, 1985.

2.

Djaeni, Peta Hidrologi Indonesia-Jawa Tengah skala 1 : 250.000, 1990.

3.

Flate H, Interpretation of Geotechnical Resistivity Measurement for Solving


Geological Problem. Proceedings Mining and Groundwater Geophysics,
Ottawa, Canada, 1967.

4.

Mac Donald, Great Yogyakarta Eksplortion of Groundwater, 1984.

5.

Moehadi, Ir. M.Sc., Metode Geolistrik Tahanan Jenis, UPN Veteran


Yogyakarta, 1989.

6.

Pemerintah Daerah Tingkat II Kulo Progo, Kulon Progo Dalam Tahun


1999, 1999.

7.

Robert J. K., Pengantar Hidrologi, University Express, Yogyakarta, 1990.

8.

Takeda K., Suyono S., Hidrologi Untuk Pengairan, PT Pradnya Paramita,


Jakarta, 1985.

9.

Telford. et. al., pplied Geophysycs, Cambridge University Press, 1976.

25

Anda mungkin juga menyukai