BAB I
PENDAHULUAN
endemisitas
sedang
sampai
tinggi.
Di negara-negara
asia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang
disebabkan oleh Virus Hepatitis B.1,2,3,4,5 Infeksi HBV mempunyai 2 fase
akut dan kronis :1
risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak
berusia di atas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk terjadinya kronisitas.1,2,5,
Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 320%, dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa
angka ini lebih tinggi. Di Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi
umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat tinggi sehingga diperlukan
suatu cara untuk menurunkannya. Pengobatan untuk menghilangkan virus
hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan dan hanya dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan criteria yang sangat selektif serta
menelan biaya yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat digunakan adalah
dengan imunisasi hepatitis B secara universal. Berdasarkan data di atas,
menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam Negara dengan
prevalens infeksi VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang
dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi sedini mungkin.1,2,3.4
Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan
terjadinya infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap
VHB ini diduga mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical,
sedangkan sebagian lainnya mendapatkan melalui transmisi horizontal
karena kontak erat pada usia dini. Tingginya angka transmisi vertical dapat
diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu hamil pada
beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha
untuk memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi
bahkan bila memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).1,2,4,
Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah
infeksi akut
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan
kanker hati.
HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan
tubuh lain
Cara transmisi :
Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis,
2.3 ETIOLOGI
42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis
ganda dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid di bagian dalam.
Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung genom (DNA) VHB yang
sebagian berantai ganda (partially double stranded) dengan bentuk sirkular.
Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah
yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus
yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong berukuran 22 nm, dapat
berbentuk seperti bola atau filament. 1
dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B (VHB) ke bayi adalah salah stu cara
transmisi yang paling serius karena bayi lahir akan memiliki risiko tertinggi
untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau
karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi intrauterine
(pranatal), saat lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi
intrauterine sangat jarang, hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian
transmisi perinatal. Besarnya risiko transmisi vertical ini sangat ditentukan
oleh status serologi ibu. Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif, risiko transmisi
vertical sangat tinggi yaitu sebanyak 70-90%, sementara bila hanya HBsAg
yang positif, risiko transmisi vertical tersebut lebih rendah yaitu 10-67%. Bila
anti HBe ibu positif, berpotensi untuk menimbulkan hepatitis fulminan pada
bayi, walaupun jarang terjadi. 1,2,4,
2.5 PATOGENESIS
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus
nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang
diperantarai imun. Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi
hepatosit oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan
sel. Yang paling penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen
nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen
ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,
membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti
dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core
atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat
diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat
mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut,
beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup.1,4,5
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaankeadaan ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV.
Kompleks imun yang sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat
terjadi pada penderita yang mengalami poliartritis, glomerulonefritis,
10
Petanda
HbsAg
Anti-HBs
DNA-HBV
Anti HBc
HbeAg
Anti Hbe
AST & ALT
Stadium I
+
_
+ kuat
+
+
_
N
Stadium II
+
_
+
+
+
_
meningkat
Stadium III
+
_
_
+
_
+
N
Stadium IV
_
+
_
+
_
+
N
11
12
tidak mengherankan bahwa sekuens pre-core tipe wild dapat ditemukan bila
terdapat anti-HBe.1,2
Gejala berkembang dan muncul antara 30-180 hari setelah terpapar
virus. Awalnya gejala seperti flu biasa. Gejala-gejala yang muncul
antara lain :
- Kehilangan nafsu makan
- Cepat lelah
- Mual dan muntah
- Gatal seluruh tubuh
- Nyeri abdomen kanan atas
- Kuning, kulit dan atau sklera
- Warna urin seperti teh atau cola
- Warna feses lebih pucat
Hepatitis fulminan adalah perkembangan yang lebih berat dari bentuk
akut. Gejalanya:
Ketidakseimbangan mental seperti : bingung, lethargy, halusinasi (hepatic
encephalopati)
Kolaps mendadak disertai keadaan sangat lemah
Jaundice
Pembengkakan abdomen
Gagal hati, gejalanya :
Asites
Jaundice yang persisten
Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan
Muntah disertai darah
Perdarahan pada hidung, mulut, anus, atau keluar bersama feses
2.7 DIAGNOSIS
Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurangkurangnya 2 pertanda serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama
infeksi yang muncul dan terdapat pada hampir semua orang yang terinfeksi;
kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala. HBeAg sering
muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat infeksius.
Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap
antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik
awal pasca infeksi dan menetap selama beberapa bulan sebelum diganti
dengan IgG anti-HBcAg, yang menetap selama beberapa tahun. IgM antiHBcAg biasanya tidak ada pada infeksi HBV perinatal. Anti-HBcAg adalah
satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling berharga karena ia
13
muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan penyakit
bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orangorang yang diimunisasi dengan vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan
anti-HBcAg terdeteksi pada orang dengan infeksi yang sembuh.1,2,3,4
2.8 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan
prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode
simptomatis. Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak
efektif. Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis
fulminan akibat eksaserbasi akut HVB. 1,2,3,4,5
Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi
dengan menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi
virus dengan terjadinya serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak
terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila respons terapi komplit, akan terjadi pula
serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga sirosis serta karsinoma
hepatoseluler dapat dicegah.
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study
of the Liver), anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi
antiviral bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6
bulan, terdapat replikasi aktif (HBeAg dan/atau HBV-DNA positif).
Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk
mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah disetujui
untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya memakai
interferon (dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan
selama 4-6 bulan, sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri
diberikan paling sedikit selama 1 tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah
terjadi konversi HBeAg menjadi anti HBe. 1,2,3,4,5
Factor yang berpengaruh pada respon pengobatan adalah :
1. Faktor genetik
2. Adanya strain mutan
3. Transmisi vertikal
4. Lamanya infeksi singkat
5. Nilai transaminase basal
6. Level HBV-DNA rendah
7. Nilai alanin aminotransferase basal tinggi
14
Kelompok imunomodulasi
1.
Interferon
2.
PEG interferon
1.
Lamivudine
2.
Adenovir dipivoksil
3.
Entecavir
Tujuan pengobtan hepatitis B kronik adalah mencegah
terjadinya liver injury dengan cara menekan replikasi virus
tersebut.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang
sering di pakai adalah hilangnya pertanda repliksi virus yang aktif
dan menetap (HBeAg dan HBV DNA)
A. Terapi imunomodulator
Interferon (IFN) alfa.
IFN dalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B
kronik dengan HBeg positif, dengan aktivitas penyakit ringan
sampae sedang, yang belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatn
IFN adalah menurunkan replikasi virus. Efek antivirus kemungkinan
sekali akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan
sel yang kemudian reaksinya menghambat atau menggangu proses
uncoating, RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus.
(Mansjoer, 1999)
15
Depresi
Rambut rontok
16
Nausea
(15-33%),
diarrhea
(14-18%),
17
pada penderita
yang
resisten terhadap
lamivudin
Hematuria
creatinine (1-2%),
(9%),
glycosuria
(4%),
peningkatan
18
19
Vaksin Kombinasi
Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua
infeksi virus hepatitis A dan B.1
20
21
transmisi verikal 48%. Oleh jarena itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia
adalah vaksinasi bayi secepat mungkin setelah dilahirkan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan
kekebalan seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara,
maka kekebalan aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan
berinteraksi dengan system imun dan umumnya menghasilkan respons imun yang
sama dengan yang dihasilkan oleh infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak
menjadi sakit atau terserang komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic
memory yang serupa dengan yang didapat dari infeksi alami.4
Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi,
antara lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara pemberian dan
adanya adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh antara lain, umur,
status nutrisi, genetik, dan penyakit yang sedang diderita.3,4
Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari
bagian dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu, vaksin HB
tidak menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan penyakit. Ia
juga tidak dapat bermutasi kea rah lebih pathogen. Vaksin HB merupakan HBsAg
murni yang terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah glikoprotein yang
membentuk selubung (envelope) luar dari virus HB. HBsAg bisa berasal dari
proses pemurnian plasma pengidap (plasma derived vaccine) atau diproduksi
dalam yeast atau sel mamalia menggunakan teknologi rekombinan (recombinant
vaccine).3,4
Plasma derived vaccine5
Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan memproduksi HBsAg
secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membungkus partikel virus.
Kelebihan HBsAg ini adalah kemampuan untuk membentuk partikel sferis dan
tubular berukuran 22mm. vaksin HB dibuat dengan memurnikan partikel HBsAg
yang berasal dari plasma pengidap. Bahan vaksin diinaktivasi untuk menjamin
tidak ada lagi virus maupun mikro-organisme lain yang infeksius. Vaksin HB asal
plasma telah diberikan pada lebih dari 70 juta orang dengan kemanan dan
efektivitas yang luar biasa.
22
23
Vaksin
Engerix-B
Bio
HB
Dosis (ml)
Farma/KGCC
Dosis (ml)
Bayi + anak < 11 5 g (0,5)
10 g (0,5)
Dosis (ml)
10 g (0,5)
tahun
Anak 11-19 tahun
Dewasa > 20 tahun
10 g (0,5)
20 g (1,0)
20 g (1,0)
20 g (1,0)
5 g (0,5)
10 g (1,0)
24
DAFTAR PUSTAKA
25
A".
Am.
J.
Med.
118
doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016.
Suppl
10A:
PMID
46S49S.
16271541.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1.
Diakses
26
27
We diagnosad this patient with ALF due to Fulminant AIH-SLE overlap syndrome,
induced by acute viral infection. She was treated by high-dose corticosteroid,
Atithrombin III, Fresh Frozen Plasma, Vitamin K, and other supportive measures. The
patient passed away due to severe hemorrhage.
Conclusion
ALF due to AIH has a poor prognosis, therefore an immediate diagnosis and
treatment has to be done.5 Antiribosornai P antibody could differentiateSLEassociated hepatitis with AIH.5iS Test of AMA, anti-SMA, anti-LKM should be
done as the means of subciassification of AIH.12
Keywords : Acute Liver Failure, Autoimmune Hepatitis, Systemic Lupus
Erythematosus.
References:
1. Heathcote EJ. Autoimmune Hepatitis. In : Tadataka Yamada, et al. Textbook
of Gastroenterology fifth edition. UK ; Blackwell publishing 2009. p2184-92