Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hati dan merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
seluruh dunia.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar
dari 2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk
negara

endemisitas

sedang

sampai

tinggi.

Di negara-negara

asia

diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis


merupakan jawaban atas prevalensi infeksi HBV yang tinggi. Hampir semua
bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terkena infeksi
pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat
berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HbsAg positif
namun HbeAg negatif, maka daya tularnya rendah. 1
Prevalensi anti HCV pada donor darah di beberapa tempat di
Indonesia menunjukkan angka di antara 0.5-3,37%. Sedangkan prevalensi
anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,546,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A akut (39,8-68,3%)
sedang urutan ketiga hepatitis B (6,4-25,9%).1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang
disebabkan oleh Virus Hepatitis B.1,2,3,4,5 Infeksi HBV mempunyai 2 fase
akut dan kronis :1

Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus

berubah menjadi hepatitis fulminan.


Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan

2.2. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi
distribusi carier virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara
lainnya. Di area dengan prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan
Afrika, lebih dari setengah populasi pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B
pada satu saat dalam kehidupan mereka, dan lebih dari 8% populasi
merupakan pengidap kronik virus ini. Keadaan ini merupakan akibat infeksi
VHB yang terjadi pada usia dini.1,2,4,5
Infeksi VHB yang terjadi pada masa bayi dan anak umumnya tidak
memberikan gejala klinis (asimtomatik), sehingga sering kali tidak
diketahui. Dengan demikian dapat dimengerti bila angka laporan mengenai
jumlah pengidap jauh di bawah angka yang sebenarnya.1,2,3,4,5
Pada bayi dan anak terdapat masalah hepatitis B yang serius karena
risiko untuk terjadinya infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan
usia saat terjadinya infeksi. Data-data menunjukkan bahwa bayi yang
terinfeksi VHB sebelum usia 1 tahun mempunyai resiko kronisitas sampai
90%, sedangkan bila infeksi VHB

terjadi pada usia antara 2- 5 tahun

risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak
berusia di atas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk terjadinya kronisitas.1,2,5,

Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 320%, dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa
angka ini lebih tinggi. Di Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi
umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat tinggi sehingga diperlukan
suatu cara untuk menurunkannya. Pengobatan untuk menghilangkan virus
hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan dan hanya dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan criteria yang sangat selektif serta
menelan biaya yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat digunakan adalah
dengan imunisasi hepatitis B secara universal. Berdasarkan data di atas,
menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam Negara dengan
prevalens infeksi VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang
dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi sedini mungkin.1,2,3.4
Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan
terjadinya infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap
VHB ini diduga mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical,
sedangkan sebagian lainnya mendapatkan melalui transmisi horizontal
karena kontak erat pada usia dini. Tingginya angka transmisi vertical dapat
diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu hamil pada
beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha
untuk memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi
bahkan bila memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).1,2,4,
Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah

infeksi akut
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan

berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten


Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan

kanker hati.
HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan

tubuh lain
Cara transmisi :
Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis,

pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah


Transmisi seksual

Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum,


penggunaan ulang alat medis yang terkontaminasi, penggunaan

bersama pisau cukur, tato, akupuntur, penggunaan sikat gigi bersama


Transmisi maternal neonatal
Tak ada bukti penyebaran fecal-oral

2.3 ETIOLOGI

Gambar 1. Virus Hepatitis B


Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong
dalam family Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut
demikian karena virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan
genom DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis woodchuck
(sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat
menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking, dan
bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik.1,2,5

Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B


Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi
alat yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan
penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran

42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis
ganda dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid di bagian dalam.
Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung genom (DNA) VHB yang
sebagian berantai ganda (partially double stranded) dengan bentuk sirkular.
Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah
yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus
yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong berukuran 22 nm, dapat
berbentuk seperti bola atau filament. 1

Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B


Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah diketahui
adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya berhimpitan.
Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/ permukaan), C untuk gen C
(core), X untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF lainnya (ORF5 dan
ORF6) telah dideskripsikan tetapi masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.1
Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan
pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri
dari 87 nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C
mengkode 212 asam amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian
pre-S2, pre-S2, dan S, mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226
asam amino. 1,2,3,4
Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen
ini juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang
bekerja sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi membantu replikasi
virus. Gen ini merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan
protein X VHB (HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga
berperan pada pathogenesis karsinoma hepatoselualar (KHS).1,2,3

Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai


aktivitas replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode hibridisasi
atau dengan metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-chain-reaction
(PRC). DNA-VHB kuantitatif sangat bermanfaat untuk memperkirakan respons
penyakit terhadap terapi.1.8,9

Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati


Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu
dari beberapa non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan sebagai
sebuah bagian dari proses replikasinya. Virus meningkatkan masukan ke sel
dengan cara membuat suatu sel peka rangsangan terhadap permukaan dari sel dan
masuk ke sel tersebut dengan endocytosis. Secara parsial lilitan ganda DNA virus
kemudian membuat secara penuh lilitan ganda serta mentransformasikan ke dalam
covalently menutup DNA melingkar (cccDNA) yang bertindak sebagai satu
cetakan (template) untuk penyalinan empat mRNA virus. MRNA paling besar,
(adalah lebih panjang dari genom virus), digunakan untuk membuat copy baru
dari genom dan untuk membuat inti capsid protein serta DNA virus polymerase.
Empat catatan virus Ini mengalami pemrosesan tambahan dan meneruskan untuk
membentuk keturunan virions yang bebas dari sel atau kembali ke nukleus serta
re-cycled untuk menghasilkan lebih lagi mengcopy. MRNA lama kemudian
mengangkut kembali ke cytoplasm dimana virion P protein mensintesa DNA
melalui nya kebalikan aktivitas transcriptase. 2
2.4 CARA TRANSMISI
Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur
parenteral) yang terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal.
Transmisi perinatal terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal
umumnya karena kontak erat antar keluarga / individu. Transmisi perinatal

dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B (VHB) ke bayi adalah salah stu cara
transmisi yang paling serius karena bayi lahir akan memiliki risiko tertinggi
untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau
karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi intrauterine
(pranatal), saat lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi
intrauterine sangat jarang, hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian
transmisi perinatal. Besarnya risiko transmisi vertical ini sangat ditentukan
oleh status serologi ibu. Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif, risiko transmisi
vertical sangat tinggi yaitu sebanyak 70-90%, sementara bila hanya HBsAg
yang positif, risiko transmisi vertical tersebut lebih rendah yaitu 10-67%. Bila
anti HBe ibu positif, berpotensi untuk menimbulkan hepatitis fulminan pada
bayi, walaupun jarang terjadi. 1,2,4,
2.5 PATOGENESIS
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus
nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang
diperantarai imun. Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi
hepatosit oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan
sel. Yang paling penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen
nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen
ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,
membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti
dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core
atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat
diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat
mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut,
beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup.1,4,5
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaankeadaan ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV.
Kompleks imun yang sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat
terjadi pada penderita yang mengalami poliartritis, glomerulonefritis,

polimialgia reumatika, krioglobulinemia, dan sindrom Guillan Barre yang


terkait.1,2
Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan
sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang
menyebebkan kegagalan mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan
dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV
kronis yang lebih berat. 1,2
Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme system imun diaktivasi
untuk mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi
peningkatan serum transaminase, dan terbentuk antibody spesifik terhadap
protein HBV, yang terpenting adalah anti-HBs.1
Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan
respons imun non-spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan
baik. Segera setelah infeksi virus terjadi mekanisme efektor system imun
non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon. Interferon ini meningkatkan
ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi HBV,
sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit yang
terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC)
seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah
VHB. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan
bantuan HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan
dan membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan
produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan
berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung pada
adanya sitokin yang mempengaruhinya. 1
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2
dan IFN , sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel
hepatosit yang terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga
melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi.
Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga respons imun yang
dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel.1
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan
mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang
secara non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi

sitotoksis dan proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon. Walaupun


peran sel NK yang jelas belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting
untuk terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada hepatitis B kronis siketahui
terdapat gangguan fungsi sel NK ini.1
Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :1
1. Stadium I
Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat
berlangsung hanya 2-4 minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus
dapat terus berlangsung walaupun serum ALT hanya sedikit atau
bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak menimbulkan gejala
klinis.
2. Stadium II
Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan
mengakibatkan stimulasi sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit
secara langsung dan terjadi proses inflamasi. Pada stadium ini
HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNA-HBV menurun
jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B
akut, stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya
berlangsung selama 3-4 minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis
stadium ini dapat berlangsung selama 10 tahun atau lebih, yang
kemudian akan melanjut sitosis dan komplikasinya.
3. Stadium III
Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons
imunnya dan mampu mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi
sehingga sel yang terinfeksi menurun jumlahnya dan replikasi virus
aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi HBeAg dan
kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah
DNA virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-HBV pasien
tetap positif.
4. Stadium IV
HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg
(anti-HBs). 1

10

Petanda
HbsAg
Anti-HBs
DNA-HBV
Anti HBc
HbeAg
Anti Hbe
AST & ALT

Stadium I
+
_
+ kuat
+
+
_
N

Stadium II
+
_
+
+
+
_
meningkat

Stadium III
+
_
_
+
_
+
N

Stadium IV
_
+
_
+
_
+
N

Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1


1. Predisposisi genetic (Ras Asia)
2. Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C)
3. Pengobatan menggunakan imunosupresif
4. Jenis kelamin (lelaki lebih buruk disbanding perempuan)
5. Timbul HBV mutan
Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh HBV mempunyai
predisposisi untuk mengalami infeksi HBV kronis, karena :1
1. Pada neonatus system imunnya belum sempurna
2. Diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini
menyebabkan sel T helper tidak responsive terhadap HBcAg
3. HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif
4. Adanya IgG anti HBc ibu yang secara pasif masuk dalam sirkulasi bayi
akan menutupi ekspresi HBcAg di permukaasn hepatosit bayi, sehingga
akan mengganggu pengenalan dan penghancuran hepatosit oleh sel T
sitotoksik.
2.6 GEJALA KLINIS
Hepatitis B biasanya asimtomatik atau dengan gejala yang ringan
saja. Walaupun demikian infeksi HBV yang terjadi pada masa anak-anak
mempunyai risiko untuk menjadi kronis. Kronisitas terutama terjadi pada
anak yang mendapat infeksi perinatal. Meskipun asimtomatik, sebetulnya
tingkat replikasi DNA-VHB tinggi. Tetapi hal ini tidak berarti infeksi
hepatitis B kronis selalu ringan pada anak-anak karena dapat langsung terjadi
KHS. 1,2,

11

Pada pemeriksaan fisik, hepatomegali merupakan satu-satunya


kelainan yang ditemukan. 1
Infeksi hepatitis B kronis pada anak yang melanjut sampai dewasa
berhubungan dengan tingginya angka kejadian sirosis dan KHS. Karsinoma
hepatoseluler akibat hepatitis B walaupun jarang ditemukan telah diketahui
dapat terjadi pada anak pengidap hepatitis B kronis. Risiko pengidap VHB
untuk berkembang menjadi KHS 230 x lebih besar dibandingkan populasi
umum. Frekuensi tertinggi terjadinya KHS ditemukan pengidap hepatitis B
berjenis kelamin lelaki dengan sirosis. Hubungan KHS dengan VHB pada
anak telah dilaporkan. Walaupun hampir semua kasus KHS yang dilaporkan
terjadi pada anak didahului terjadinya sirosis, tetapi adanya kasus yang tanpa
sirosis mengarah pada kesimpulan bahwa integrasi genom VHB mungkin
bersifat onkogenik.3,4,5
Walaupun umumnya infeksi hepatitis B bersifat asimtomatik, tetapi
pada sebagian kecil kasus (kurang dari 1%) dapat terjadi hepatitis fulminan.
Bila sudah hepatitis fulminan, umumnya bersifat fatal. Hepatitis fulminan
pada bayi berhubungan erat dengan ibu pengidap dengan HBeAg negative
dan anti-HBe positif. Selain itu terdapat hubungan adanya mutan pre-core
dengan gejala infeksi hepatitiS B yang berat, termasuk hepatitis fulminan.1,2

Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi kronis


Diperkirakan akibat ketidakhadiran HBeAg di dalam serum
menyebabkan virus tidak mampu membuat respons imun untuk toleran
terhadap HBV. Mutasi pada daerah pre-core merupakan cara virus untuk
melepaskan diri terhadap tekanan respons imun. Adanya antibody terhadap
HBeAg (anti-HBe) mendahului timbulnya stop codon pre-core, sehingga

12

tidak mengherankan bahwa sekuens pre-core tipe wild dapat ditemukan bila
terdapat anti-HBe.1,2
Gejala berkembang dan muncul antara 30-180 hari setelah terpapar
virus. Awalnya gejala seperti flu biasa. Gejala-gejala yang muncul

antara lain :
- Kehilangan nafsu makan
- Cepat lelah
- Mual dan muntah
- Gatal seluruh tubuh
- Nyeri abdomen kanan atas
- Kuning, kulit dan atau sklera
- Warna urin seperti teh atau cola
- Warna feses lebih pucat
Hepatitis fulminan adalah perkembangan yang lebih berat dari bentuk

akut. Gejalanya:
Ketidakseimbangan mental seperti : bingung, lethargy, halusinasi (hepatic

encephalopati)
Kolaps mendadak disertai keadaan sangat lemah
Jaundice
Pembengkakan abdomen
Gagal hati, gejalanya :
Asites
Jaundice yang persisten
Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan
Muntah disertai darah
Perdarahan pada hidung, mulut, anus, atau keluar bersama feses

2.7 DIAGNOSIS
Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurangkurangnya 2 pertanda serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama
infeksi yang muncul dan terdapat pada hampir semua orang yang terinfeksi;
kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala. HBeAg sering
muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat infeksius.
Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap
antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik
awal pasca infeksi dan menetap selama beberapa bulan sebelum diganti
dengan IgG anti-HBcAg, yang menetap selama beberapa tahun. IgM antiHBcAg biasanya tidak ada pada infeksi HBV perinatal. Anti-HBcAg adalah
satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling berharga karena ia

13

muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan penyakit
bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orangorang yang diimunisasi dengan vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan
anti-HBcAg terdeteksi pada orang dengan infeksi yang sembuh.1,2,3,4
2.8 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan
prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode
simptomatis. Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak
efektif. Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis
fulminan akibat eksaserbasi akut HVB. 1,2,3,4,5
Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi
dengan menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi
virus dengan terjadinya serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak
terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila respons terapi komplit, akan terjadi pula
serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga sirosis serta karsinoma
hepatoseluler dapat dicegah.
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study
of the Liver), anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi
antiviral bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6
bulan, terdapat replikasi aktif (HBeAg dan/atau HBV-DNA positif).
Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk
mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah disetujui
untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya memakai
interferon (dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan
selama 4-6 bulan, sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri
diberikan paling sedikit selama 1 tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah
terjadi konversi HBeAg menjadi anti HBe. 1,2,3,4,5
Factor yang berpengaruh pada respon pengobatan adalah :
1. Faktor genetik
2. Adanya strain mutan
3. Transmisi vertikal
4. Lamanya infeksi singkat
5. Nilai transaminase basal
6. Level HBV-DNA rendah
7. Nilai alanin aminotransferase basal tinggi

14

8. Didapat pada dewasa


9. Imunokompeten
10. Tipe wild (HBeAg positif)
11. Penyakit hati kompensasi
2.8.1. Terapi hepatitis B
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kroik yaitu:

Kelompok imunomodulasi

1.

Interferon

2.

PEG interferon

Kelompok terapi antivirus

1.

Lamivudine

2.

Adenovir dipivoksil

3.

Entecavir
Tujuan pengobtan hepatitis B kronik adalah mencegah
terjadinya liver injury dengan cara menekan replikasi virus
tersebut.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang
sering di pakai adalah hilangnya pertanda repliksi virus yang aktif
dan menetap (HBeAg dan HBV DNA)

A. Terapi imunomodulator
Interferon (IFN) alfa.
IFN dalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B
kronik dengan HBeg positif, dengan aktivitas penyakit ringan
sampae sedang, yang belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatn
IFN adalah menurunkan replikasi virus. Efek antivirus kemungkinan
sekali akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan
sel yang kemudian reaksinya menghambat atau menggangu proses
uncoating, RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus.
(Mansjoer, 1999)

15

Efek samping IFN:

Gejala seperti flu

Tanda-tanda supresi sumsum tulang

Depresi

Rambut rontok

Berat badan turun

Gangguan fungsi tiroid

Dosis IFN untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah


5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu.penelitian menunjukkn
bahwa terapi IFN untuk hepatitis B kronik HBeAg negative
sebaiknya di berikan selama 12 bulan.
Kontra indikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata, depresi
atau riwayat depresi di waktu yang lalu, dan adanya penyakit jantung
berat.
PEG Interferon
Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senyawa
IFN dengan umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkn dengn
IFN biasa. Dalam suatu penelitian yang membandingkan pemakaian
PEG IFN alfa 2a dengan dosis 90,180, atau 270 mikrogrm tiap
minggu selama 24 minggu menimbulkan penurunan DNA VHB yang
lebih cepat dari IFN biasa yag diberik 4.5 MU 3x seminggu.
Serokonversi HBeAg pada kelompok PEG IFN pada masing-masing
dosis adalah sebesar 27, 33, 37% dan pada kelompok IFN biasa
sebesar 25%.
B. Terapi antivirus
Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3` tiasitidin yang
merupakan suatu analog nukleosid.nukleosid berfingsi sebagai bahan
pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan

16

nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse


transcriptase yang berfungsi dalam transkrip balik dari RNA menjadi
DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat
produksi VHB baru dan mencegh terjadinya infeksi hepatosit sehat
yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah
terinfeksi Karena pada sl-sel yg telah terinfeksi DNA VHB ada
dalam keadaan covalent closed circulation (cccDNA). Karen itu
setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti
semula Karen sel-sel yang terinfeksi akan memprodiksi virus baru
lagi. Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivits
antivirus yang kuat.jika di berikan dalm dosis 100mg/hari, lamivudin
akan menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesr 95% atau lebih
Efek samping lamivudin
- >10% Central nervous system: Headache (21-35%), fatigue (2427%), insomnia (11%)
- Gastrointestinal:

Nausea

(15-33%),

diarrhea

(14-18%),

pancreatitis (range: 0.3-18%; higher percentage in pediatric


patients), abdominal pain (9-16%), vomiting (13-15%)
- Hematologic: Neutropenia (7-15%)
- Hepatic: Transaminases increased (2-11%)
- Neuromuscular & skeletal: Myalgia (8-14%), neuropathy (12%),
musculoskeletal pain (12%)
Keuntungan dan kerugian lamivudin. Keuntungan utama dari
lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta harga yang relatif
murah. Kerugiannya adalah sering timbul kekebalan.
Adefovir Dipivoksil
Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine
monophosphate (dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk
digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara
kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus.

17

Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral


paling tidak selama satu tahun (Fung, 2003)
Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan penggunan
adefovir adalah jarang terjadi kekebalan, kerugiannya adalah
toksisitas terhadap ginjal yang sering di jumpai pda dosis 30mg tau
lebih, harga yang lebih mahal dan masih kurngnya data mengenai
keamanan dan khasiat dalam jangka yang sangat panjang.
Entecavir
Entecavir adalah Antiretroviral Agent, Reverse Transcriptase
Inhibitor (Nucleoside), Meknisme khasiat entecavir hampir sama
dengan lamivudin dan adefovir dipivoksil. Mekanisme Aksi
Entecavir merupakan analog inhibitor guanosin yang berkompetisi
dengan substrat natural deoxyguanosine triphosphate yang secara
efektif menghambat aktivitas polimerase virus hepatitis sehingga
mengurangi sintesis DNA virus.
Dosis untuk terapi hepatitis B kronik adalah 0,5mg per hari,
sedangka

pada penderita

yang

resisten terhadap

lamivudin

menggunkan dosis 1 mg per-hari diberikan pada perut kosong (2 jam


sebelum atau setelah makan).
Efek samping:
o >10% peningkatan alanin aminotransferase (ALT/SGPT)
o CNS: pusing (2-4%), fatigue (1-3%)
o Endokrin dan metabolik : hiperglikemia (2%)
o Gastrointestinal: peningkatan lipase (7-8%), Peningkatan lipase
(2-3%), diarrhea (1%), dispepsia (1%)
o Hepatik : peningkatan AST (5%), peningkatan bilirubin (1-2%)
o Renal:

Hematuria

creatinine (1-2%),

(9%),

glycosuria

(4%),

peningkatan

18

o <1% : Dizziness, hypoalbuminemia, insomnia, nausea,


somnolence, thrombocytopenia, vomiting
Keuntungan dan kerugian entecavir. Keuntungan penggunan
entecavir adalah jarang terjadi kekebalan, dapat digunakan
pada pasien yang kebal pada lamivudin, kerugiannya adalah
harga yang lebih mahal dan masih kurangnya data mengenai
keamanan dan khasiat dalam jangka yang sangat panjang.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi 1antitrypsin, tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino
atau gangguan metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak.
Penyebab lain dari hepatitis kronis pada anak termasuk penyakit Wilsons,
hepatitis autoimun, dan pengobatan yang hepatotoksik. 1,4
2.10 KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus
hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi
bersama atau superinfeksi dengan HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih
besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif;
perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita
sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah
satu-satunya pilihan lain. 1,2,5
Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat
menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b
tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis pada orang-orang berumur 18
tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan replikasi HBV.
Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HBeAg
pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang. 1,2,5
2.11 PENCEGAHAN
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B
sebelum paparan.

19

1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan


a. Vaksin rekombinan ragi
o Mengandung HbsAg sebagai imunogen
o Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg
pada > 95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit
3 dosis
o Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV
o Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun
imunisasi awal
o Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer
dibawah 10mU/mL
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis
dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan
dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
o Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
o Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun, bila belum
divaksinasi
o Grup resiko tinggi :
Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier
hepatitis B
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan( vaksin hepatitis B dan
imunoglobulin hepatitis B (HBIG).)
Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan
Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada
deltoid sisi lain
Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian.
Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif :
o 0,5 ml HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian
o

anterolateral otot paha atas


Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam
pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.1,2

Vaksin Kombinasi
Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua
infeksi virus hepatitis A dan B.1

Twinrix untuk hepatitis A dan B

20

usia 2-15 tahun hanya membutuhkan 2 kali vaksinasi dengan interval


bulan ke 0 dan ke 6.

orang dewasa diatas usia 15 tahun membutuhkan 3 dosis penyuntikan


vaksin ini dengan interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan
kemudian

Imunisasi Pada Bayi


Imunisasi bayi universal dengan vaksin hepatitis B sekarang dianjurkan
oleh American Academy of Pediatrics (AAP) dan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat AS karena strategi selektif telah gagal untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas akibat infeksi VHB. Masa neonatus telah dijadikan sasaran karena
lebih dari 90% bayi yang mendapat infeksi perinatal akan menjadi pengidap
kronis. Risiko mendapat status pengidap kronis berkurang menurut umur; 50%
anak yang lebih tua dan 10% orang dewasa yang menjadi pengidap kronis. Dua
vaksin DNA rekombinan tersedia di Amerika Serikat; keduanya telah terbukti
sangat imunogenik pada anak. Vaksin yang berasal dari plasma asli sama
imunogeniknya tetapi tidak dibuat lagi di AS.4
Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang HBsAg positif harus mendapat
vaksin pada saat lahir, umur 1 bulan dan 6 bulan. Dosis pertama harus diseertai
dengan pemberian 0,5 ml immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin
sesudah lahir karena efektivitasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya
waktu sesudah lahir. AAP merekomendasikan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu
yang HBsAg negative mendapat dosis vaksin pertama pada saat lahir, kedua pada
umur 1-2 bulan, dan ketiga.
Vaksin HB bila diberikan sebelum infeksi dapat mencegah penyakit dan
mencegah munculnya pengidap hampir semua penerima vaksin. Vaksin HB telah
dipakai oleh lebih dari 500 juta orang dan terbukti merupakan salah satu vaksin
teraman, imunogenik dan efektif. Walaupun vaksin ini dapat dipakai untuk semua
umur, namun vaksin ini paling efektif apabila digunakan sebagai bagian dari
skema imunisasi bayi.3
Indonesia adalah Negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 520% termasuk Negara dengan endemisitas sedang sampai dengan tinggi, dengan

21

transmisi verikal 48%. Oleh jarena itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia
adalah vaksinasi bayi secepat mungkin setelah dilahirkan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan
kekebalan seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara,
maka kekebalan aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan
berinteraksi dengan system imun dan umumnya menghasilkan respons imun yang
sama dengan yang dihasilkan oleh infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak
menjadi sakit atau terserang komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic
memory yang serupa dengan yang didapat dari infeksi alami.4
Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi,
antara lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara pemberian dan
adanya adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh antara lain, umur,
status nutrisi, genetik, dan penyakit yang sedang diderita.3,4
Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari
bagian dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu, vaksin HB
tidak menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan penyakit. Ia
juga tidak dapat bermutasi kea rah lebih pathogen. Vaksin HB merupakan HBsAg
murni yang terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah glikoprotein yang
membentuk selubung (envelope) luar dari virus HB. HBsAg bisa berasal dari
proses pemurnian plasma pengidap (plasma derived vaccine) atau diproduksi
dalam yeast atau sel mamalia menggunakan teknologi rekombinan (recombinant
vaccine).3,4
Plasma derived vaccine5
Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan memproduksi HBsAg
secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membungkus partikel virus.
Kelebihan HBsAg ini adalah kemampuan untuk membentuk partikel sferis dan
tubular berukuran 22mm. vaksin HB dibuat dengan memurnikan partikel HBsAg
yang berasal dari plasma pengidap. Bahan vaksin diinaktivasi untuk menjamin
tidak ada lagi virus maupun mikro-organisme lain yang infeksius. Vaksin HB asal
plasma telah diberikan pada lebih dari 70 juta orang dengan kemanan dan
efektivitas yang luar biasa.

22

Program imunisasi nasional Indonesia menggunakan vaksin jenis ini yang


diproduksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC (Koren Green Cross
Corporation) sejak 1991 sampai dengan 1998.
Vaksin HB asal plasma ini memiliki beberapa keterbatasan bila digunakan
dalam program universal :
1. Terbatasnya darah pengidap HB yang sehat
2. Perlu ketelitian dalam proses pemurnian dan inaktivasi
3. Kekhawatiran akan kontaminasi pathogen yang berasal dari darah.
Keterbatasan ini menyebabkan harga vaksin asal plasma ini terlalu mahal
untuk Negara berkembang, sehingga para ahli mengembangkan vaksin dengan
teknologi rekombinan.
Rekombinan vaksin HB5
Vaksin HB ini dibuat dari yeast atau sel mamalia, sel-sel ini berisi plasmid
yang sudah disisipi gen HBsAg, sehingga dengan replikasi yeast maka plasmid
turut ber-replikasi dan menghasilkan HBsAg dalam jumlah banyak. Bentuk
HBsAg sferis yang dihasilkan serupa dengan partikel sferis 22 nm alami, baik
dalam hal komposisi kimia maupun imunogenisitasnya. Vaksin HB ini dapat
diproduksi dalam jumlah tidak terbatas di dalam fermentor, sehingga tak ada lagi
kekhawatiran akan habisnya bahan asal antigen sebagaimana halnya dengan
pemakaian vaksin asal plasma.
Sejak tahun 1998 program nasional telah menggunakan vaksin
rekombinan produksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC. Yeast yang
digunakan bukan Saccharomyces cerevisiae tetapi Hansenula polymorpha yang
memiliki banyak keunggulan antara lain plasmid yang stabil dan produktivitas
yang tinggi.
Efikasi vaksin HB rekombinan5
Setelah 3 x suntikan IM, lebih dari 90 % orang dewasa sehat dan lebih dari
95 % bayi dan anak usia kurang dari 19 tahun akan memberikan repons imun
yang cukup. Walaupun terjadi penurunan imunogenisitas yang tergantung dari
factor umur (setelah umur 40 tahun). Sejumlah 90 % penerima vaksin masih
memperlihatkan respons imun yang adekuat. Namun demikian, mendekati umur
60 tahun hanya 70 % yang menunjukkan respons imun.

23

Dosis vaksin yang direkomendasikan dapat berbeda tergantung dari umur


penerima vaksin, kondisi tertentu, dan tipe vaksin5
Kelompok
Recombivax

Vaksin
Engerix-B

Bio

HB

Dosis (ml)

Farma/KGCC

Dosis (ml)
Bayi + anak < 11 5 g (0,5)

10 g (0,5)

Dosis (ml)
10 g (0,5)

tahun
Anak 11-19 tahun
Dewasa > 20 tahun

10 g (0,5)
20 g (1,0)

20 g (1,0)
20 g (1,0)

5 g (0,5)
10 g (1,0)

Penyuntikan yang dianjurkan adalah intramuscular pada musculus


deltoideus untuk anak besar dan orang dewasa, sedangkan pada bayi sebaiknya
pada bagian anterolateral paha. Penyuntikan orang dewasa di bokong akan
mengurangi imunogenisitas vaksin.
Antibody yang ditimbulkan karena vaksinasi akan menurun dengan waktu,
tetapi immune memory akan menetap sampai kira-kira 13 tahun setelah imunisasi,
sehingga baik anak maupun dewasa denagn antibody yang menurun ini masih
terlindung terhadap infeksi HBV yang serius (klinis, antigenemia, kelainan fungsi
HB). Paparan dengan HBV akan menimbulkan respons anamnestik anti-HBs yang
akan mencegah timbulnya gejala klinis infeksi.
Vaksin HB dalam kemasan uniject4
Uniject adalah alat suntik terbuat dari plastic yang disposable, pre-filled
dengan obat dosis tunggal. Obatnya tertutup rapat dalam blister, dengan jarum
yang terpasang permanent. Uniject ini dirancang untuk mencegah penggunaan
ulang alat suntik, sehingga menjamin safe infection, tidak ada risiko tertular
penyakit lain melalui suntik bekas yang terkontaminasi.
Di samping itu mengingat sifat vaksin HB yang relative stabil terhadap
perubahan suhu, yaitu hanya sedikit kehilangan potensi setelah penyimpanan pada
37c selama 6 bulan, maka WHO menganggap vaksin HB adalah calon vaksin
yang dalam kondisi tertentu dapat dipakai di luar rantai dingin.hal ini bertujuan
agar dapat memperluas cakupan imunisasi universal pada bayi.

24

Upaya pencegahan umum terhadap HBV yang seyogianya dilakukan pula


adalah :5
1. Uji tapis donor darah terhadap HBV
2. Sterilisasi alat operasi, alat suntik, peralatan gigi
3. Penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis
4. Mencegah kemungkinan terjadinya mikrolesi yang dapat menjadi tempat
masuknya virus, seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukur rambut
pribadi
5. Untuk mencegah transmisi vertical, semua ibu hamil terutama yang
berisiko terinfeksi HBV sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa terhadap
HBV. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada awal dan trisemester ketiga
kehamilan.
Tingkat Keberhasilan vaksinasi
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi hepatitis B sebesar 9,4
persen. Namun, menurut Riskesdas 2013, angka itu menurun. "Turun jadi 7,1
persen.
Pada orang normal : titer HBsAb (cara EIA) dianggap cukup protektif bila
minimal 10 IU/1. Pengalaman penulis utama : 47 orang sehat (26 pria, 21 wanita,
usia 2 66 tahun) di antara pasien pribadi yang telah divaksinasi (Engerix B)
memberi keberhasilan terbentuknya HBsAb (cara EIA) pada 44 kasus (93,6%)
dengan titer antibodi rata-rata 429,4 IU/l. Kebanyakan tergolong respons sedang
(= 101 - 1000 IU/1) kecuali satu kasus dengan respons lemah (= 10 - 100 IU/1).
Tiga kasus negatif, menjadi responsif lemah setelah suntikan ke 4.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In


Harrisons : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division, 2005.

25

2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD,


Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition. Saunders
Elsevier. Canada. 2006
3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B Tinjauan Komprehensif
Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak
dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Jakarta. 2007
6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology of
hepatitis

A".

Am.

J.

Med.

118

doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016.

Suppl

10A:

PMID

46S49S.
16271541.

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1.

Diakses

tanggal 11 Januari 2010


7. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_a/page2_em.htm. Diakses tanggal
22 Agustus 2015
8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus infection:
Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal and Liver
Diseases : JGLD 15 (3): 24956. PMID 17013450.
http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 22 Agustus 2015.

MUNGKINKAH INFEKSI VIRUS DENGUE DAPAT


MEMPROVOKASI TERJAD1NYA HEPATITIS AUTOIMUN
FULMINANT DAN SISTEMIK LUPUS ERIMATOSUS ?
T.MUDWAL
Abstract

26

Acute Liver Failure in patient with an overlap syndrome involving


Fulminant
Autoimmune Hepatitis and Systemic Lupus Eryyhematosus
Cindy, Andri Thewidya, Emon Winardi, Maisie M.E Johan
Introduction
Autoimmune hepatitis (AIH) is a chronic hepatitis that affects women four times
more often than men. Its prevalence is 1.9 per 100.000. 11n 25% of AIH, acute onset
of AIH observed, and rare cases of fulminant AIH have been reported.2
Acute iiverfailure (ALF) occurs 2000 cases per year, the most prominent causes are
drug induced liver ijury, viral hepatitis, autoimmune liver disease and
hypoperfusion.34 The AIH-SLE overlap syndrome is rare. Only 3% patients with
AIH satisfy the kriteria for SLE (Systemic Lupus Erythematosus) and 1.7% of
patients with SLE had AIH or liver cirrhosis. Patients with liver dysfunction and
SLE should be investigated for AIH as these 2 entities can occur together.567
Case Presentation
A 25-year old female has 3 days of fever, fatigue and nausea, without any history of
liver disease. She has leucopenia, thrombocytopenia with negatif Dengue serologic
tests, normal bilirubin level and increased level of ALT and AST (110 U/L and 144
U/L).
In the second week, she became icteric with discoid rash and fever. The ALT and
AST level were rapidly increased to 748 U/L and 587 U/L, with increased level of
GGT (82 U/L), total bilirubin level (15,7 mg/dl), ALP 131 U/L. The serology of viral
hepatitis (A,B,C) was negative.
As the total bilirubin level increased to 27,9 mg/dl (conjugated bilirubin 18,3
mg/dl) she became more icteric in the third week, in comatose state. ANA test was
positive, anti-dsDNA 29 lU/ml. Gamma globulin increased. C3 & C$ level
decreased. She has severe mucosal bleeding with prolongation of aPTT and PT,
INR, 3, D-dimer 1200 ng/ml, Anti thrombin III 0%.

27

We diagnosad this patient with ALF due to Fulminant AIH-SLE overlap syndrome,
induced by acute viral infection. She was treated by high-dose corticosteroid,
Atithrombin III, Fresh Frozen Plasma, Vitamin K, and other supportive measures. The
patient passed away due to severe hemorrhage.
Conclusion
ALF due to AIH has a poor prognosis, therefore an immediate diagnosis and
treatment has to be done.5 Antiribosornai P antibody could differentiateSLEassociated hepatitis with AIH.5iS Test of AMA, anti-SMA, anti-LKM should be
done as the means of subciassification of AIH.12
Keywords : Acute Liver Failure, Autoimmune Hepatitis, Systemic Lupus
Erythematosus.
References:
1. Heathcote EJ. Autoimmune Hepatitis. In : Tadataka Yamada, et al. Textbook
of Gastroenterology fifth edition. UK ; Blackwell publishing 2009. p2184-92

Anda mungkin juga menyukai