PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain dari
retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau vaskularisasi
dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan jaringan.
Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis, anemia,
diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak
langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada
vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita
hipertensi dan penyakit ginjal. Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian
epidemiologis telah dilakukan ke atas sekelompok populasi penduduk yang
menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan grading dari gambaran
funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai
riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam
tanda-tanda retinopati. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit
hitam berbanding orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih
banyak ditemukan pada orang berkulit hitam.
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
anatomi fisiologi, definisi, diagnosis, patofisiologi, klasifikasi, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis pada retinopati hipertensi dan katarak senilis.1
Bab II
Status Pasien
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT : FMC
Nama Mahasiswa
: Bernadina N S Lewowerang
NIM
: 112015068
Tanda Tangan
....................
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M
....
I.
Identitas pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
II.
: Tn. HB
: 56 tahun
: Laki-laki
: pekerja bengkel mobil
: Asrama Pomad
: 15 Agustus 2016
Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 15 Agustus 2016 di poli Mata RS FMC Sentul pada pkl.
13.00 WIB
Keluhan Utama : Penglihatan buram pada mata kanan sudah sejak 2 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan : Mata kanan terasa berair dan mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang
2
Pasien dating ke klinik mata RS FMC dengan keluhan mata kanan buram sejak 2
tahun yang terakhir. Buram dirasakan perlahan tanpa disertai mata merah ataupun
nyeri. Pasien memiliki riwayat darah tinggi. Pasien mengaku mata kanannya buram
sejak didiagnosa hipertensi. Os juga memiliki riwayat kencing manis, namun riwayat
kolesterol disangkal pasien. Os mengaku pernah mencuci matanya dengan daun sirih.
Sampai saat ini pasien masih mengkonsumsi obat untuk darah tinggi captopril (2 kali
sehari) dan untuk kencing manisnya (metformin 3 kai sehari).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat DM (+)
Riwayat alergi ()
III.
Pemeriksaan fisik
1. Status Generalis
Keadaan Umum
Tanda Vital
Kesadaran
Kepala
Mulut
THT
Thoraks, Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
: Baik
: Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
: Compos Mentis
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: 150/80
: 80 kali/menit
: Tidak diukur
: 19 kali/menit
Status Ophtalmologis
KETERANGAN
OD
OS
1. VISUS
Visus
Koreksi
Addisi
Distansi pupil
Kacamata Lama
3/60
+ 2,75
62
-
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bebas ke segala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bebas ke segala arah
3. SUPERSILIA
3
Warna
Simetris
Hitam
Simetris
Hitam
Simetris
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
7. SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan
Putih
Tidak Ada
Tidak Ada
Putih
Tidak ada
Tidak Ada
8. KORNEA
4
Kejernihan
Permukaan
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ukuran
Jernih
Rata
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
11
Jernih
Rata
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
11
Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Kripte
Sinekia
Coklat
Tidak ada
Coklat
Tidak ada
Koloboma
Tidak ada
Tidak ada
10. IRIS
11. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung
Ditengah
Bulat
5 mm
-
Ditengah
Bulat
5 mm
+
+
12. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow test
Keruh
Di tengah
Negatif
Keruh
Di tengah
Negatif
Jernih
Jernih
Orange
Tidak ada
Orange
Tidak ada
Arteri :Vena
C/D
Reflex Makula
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
Retina
Sulit dinilai
Ratio C/D 0,4
+
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
+
Tidak ada
Tidak ada
normal/palpasi
17,0
Tidak ada
Tidak ada
normal/palpasi
15,6
15. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Occuli
Tonometri Schiotz
16. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi
IV.
V.
Sesuai Pemeriksa
Sesuai Pemeriksa
Pemeriksaan Penunjang
Slit Lamp
Biometri
Usg Mata
Fluorescen Retina
Darah: HbA1C, GDP,GDS
Resume
Seorang laki-laki berusia 56 tahun, dating ke poliklinik mata RS FMC dengan
keluhan mata kanan buram sejak 2 tahun SMRS. Buram dirasakan perlahan dan
semakin memberat tanpa disertai mata merah atauppun nyeri.
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 180/50 mmHg, visus OD 3/60 ,
visus OS 0,63 PH (-). Funduskopi: OD: tampak pembuluh darah menyempit dan
berwarna pucat. OS: ratio arteri:vena: sulit dinilai, C/D ratio: 0,4
VI.
Diagnosis Kerja
Retinopati Hipertensi grade II OD
Katarak Senilis Imatur OS
VII.
Diagnosis Banding
1. Retinopati Diabetikum OD
2. Retinopati Diabetes Proliferatif
3. Katarak Matur OS
VIII.
Terapi
Medikamentosa
- Vitanorm MD No. I
- calium iodide 5 mg
- Captopril 12,5 mg tablet
- Metformin 500 mg
Nonmedikatmentosa
- Menjaga life style
- Merujuk pasien ke spesialis mata untuk menangani kausal dari Retinopati
Hipertensi
IX.
Prognosis
Okuli dekstra
Okuli sinistra
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Ad functionam
Dubia
Dubia ad bonam
Ad sanationam
Dubia
Dubia ad bonam
Ad vitam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi
keluarlah arteri dan vena retina sentral yang bercabang ke atas, ke bawah, kemudian ke
nasal dan ke temporal. Arteri dibedakkan dengan vena, arteri berbentuk lurus berwarna
merah terang, lebih kecil, sedangkan vena lebih berkelok kelok, warna lebih tua, dsn
lebih besar. Perbandingan diameter arteri dan vena adaah 2 : 3. Pada daerah makula
lutea, yang letaknya 2 papil diameter temporal dari papil dan keluhatan sebagai bercak
yang berwarna lebih merah dari sekitarnya, di tengahnya terdapat fovea sentralis yang
terlihat seolah olah ada cahaya pada tempat itu, karena ini disebut refleks fovea (+).1,2
tekanan diastol > 90 mmHg dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi
perubahan pada pembuluh darah retina. Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi
adalah pemeriksaan oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti
hipertensi. Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina
pada pasien retinopati hipertensi.1-3
darah (segmental). Hipertensi yang berlangsung lama atau kronik akan menyebabkan
terjadinya perubahan dinding pembuluh darah (arteriosklerosis dan aterosklerosis). 1,4
Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada arteriol. Dinding arteriol
secara histologik terlihat menebal, karena pada tunika media terjadi hipertrofi jaringan
otot. Tunika intima mengalami proses hialinisasi, dan endotel kapiler mengalami proses
hipertofi, sehingga membentuk jaringan konsentrik yang berlapis-lapis seperti kulit
bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas menyebabkan lumen pembuluh darah
menjadi kecil.1,4
Arteriosklerosis akan menyebabkan gangguan pada persilangan arteri dengan
vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena
yang lebih lembut. Dalam keadaan normal tidak terjadi penekanan dan elevasi pada
persilangan arteri dan vena. Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis dapat terjadi
dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak terlihat karena arteri yang
sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul lagi secara perlahan setelah
melewati persilangan arteri (arteriovenous nicking). Hal ini dikenal dengan nama Gunns
phenomenon. Bentuknya bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis, bila sklerosis
lebih berat menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah persilangan, yang terlihat
seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada di atas arteri,
sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan terjadi stenosis
vena di bagian distal persilangan karena proses sklerosis arteri yang berat.1,3
Lumen vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang sklerosis,
menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat menimbulkan proliferasi endotel
dan kadang-kadang terbentuk trombus. Trombus menyebabkan tersumbatnya aliran
darah, sehingga akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda oklusi vena retina sentral.
Dalam keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat, yang terlihat adalah sel-sel darah
merah di dalam lumen. Bertambahnya ketebalan dinding arteriol karena proses
arterioseklerosis maka terjadi perubahan refleks cahaya arteriol. Pantulan cahaya dari
permukaan dinding arteriol yang konveks terlihat seperti garis tipis yang mengkilat di
tengah kolom darah (refleks cahaya normal). Pada pembuluh darah yang menebal,
pantulan refleks cahaya normal hilang dan cahaya terlihat lebih luas dan buram. Hal ini
dianggap sebagai tanda awal terjadinya arteriosklerosis.4
Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti tembaga (copper
wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen berkurang kemudian terjadi
perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteri
13
semakin menebal dan lumen mengecil yang akhirnya hampir tidak terlihat sehingga
waktu penyinaran hanya berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai refleks kawat
perak (silver wire reflex).1,3
Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak terkontrol.
Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusak inner blood barrier, sehingga terjadi
ekstravasasi plasam dan sel darah merah ke retina (hard exudates). Perdarahan biasanya
terjadi pada lapisan serabut saraf retina, distribusinya mengikuti alur serabut saraf,
sehingga terlihat seperti lidah api (flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler maka
perdarahan terjadi pada lapisan inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya lebih bulat
(blot like appearance).2,3
Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf retina,
maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara histologi tampak
seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal dengan cotton wool spot
(soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi terlihat sebagai area putih keabuan
seperti kapas dengan batas yang tidak tegas.2,3
Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang akan
menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon di papil
nervus optikus.
Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada pembuluh darah retina
yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan fibrosis dan kalsifikasi pada
tunika intima. Pada keadaan hipertensi accelerated terjadi pembentukan plak yang besar
di intra lumen yang akan menyumbat pembuluh darah besar sehingga akan timbul
komplikasi dalam bentuk oklusi cabang retina sentralis (BRAO) atau arteri retina
sentralis (CRAO).1,4
3.7 Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith
Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada hubungan
antara temuan klinis dan prognosis yaitu terdiri atas empat kelompok retinopati
hipertensi, sebagai berikut:2,3
14
Funduskopi
Arteri menyempit dan pucat, arteri
Tipe 3 :
edema papil
Penyempitan arteri, kelokan bertambah
Tipe 4 :
star figure.
Edema papil, cotton wall patches, hard
Hipertensi progresif
15
16
17
3.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan yang
sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi. Mengobati faktor primer adalah
sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan
darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus
akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi
dapat dicegah progresivitasnya.5
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tandatanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.
Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat
mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. Berikut pada tabel di bawah ini
obat yang di pakai untuk mengontrol hipertensi:5
Tabel Obat Hipertensi Oral yang dipakai di Indonesia
Obat
Dosis
Efek
Lama kerja
Perhatian
Nifedipin (Ca
5-10 mg
5-15 menit
4-6 jam
khusus
Gangguan
antagonis)
Kaptopril
12,5-2,5 mg
15-30 menit
6-8 jam
koroner
Stenosis arteri
(ACE inhibitor)
Klonidin (alfa-2
75-150 mg
30-60 menit
8-16 jam
renalis
Mulut kering,
agonis
mengantuk
adrenergik)
Propanolol
(beta blocker)
10-40 mg
15-30 menit
3-6 jam
Bronkokonstriksi
, blok jantung
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan
diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan
dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga
yang teratur.5
18
19
BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena emboli.
Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau sektoral dan
terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi putih di area yang
dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih, tetapi bagian dalam retina
menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya lapang pandang sektoral yang
permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang
tersumbat. Pada fluoresensi angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan
gambaran tidak adanya perfusi.1-4
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi,
dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih pada retina akibat
infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami
rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap
terjadi kerusakan yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi
merupakan akibat dari emboli.1-4
Gambar 5. Oklusi Arteri Retina yang disertai dengan Oklusi Vena Retina
3.11 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali
terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap
20
tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik. Keith
Wagener Barker menentukan 5 years survival rate berdasarkan tidak diberikan terapi
medikamentosa yaitu antara lain grade I: 4%, grade II: 20%, grade III: 80% , grade IV:
98%.2,5
BAB IV
KESIMPULAN
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan
tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan
komplikasi pada
pembuluh darah retina akan mengalami perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan darah. Pada tahap awal, pembuluh darah retina mengalami
vasokonstriksi secara generalisata. Kemudian terjadi perubahan refleks pada pembuluh darah
retina (copper wire), perubahan pada arteriovenous nicking, cotton wool spot, perdarahan
retina. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap akhir, dan merupakan indikasi telah
terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Perjalanan penyakit inilah yang
mengklasifikasikan derajat penyakit.
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat
komplikasi oklusi vena atau arteri lokal. Untuk itu mengobati faktor primer dengan obat
hipertensi sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial.
Fotokoagulasi laser juga dapat dipertimbangkan sebagai penatalaksanaan yang terbukti
memperbaiki oksigenasi bagian dalam retina.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata
UGM, 2012.h.1-10. 94-6.
2. Illyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI,
2013.h.221-3.
3. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2009.h.316-18.
4. Kanski JJ. Clinical ophtalmology a systematic approach. Edisi ke-6. Oxford.
Butterworth Heinemann, 2007.h.599-602.
5. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of
cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and 74;57
22