Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain dari
retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau vaskularisasi
dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan jaringan.
Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis, anemia,
diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak
langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada
vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita
hipertensi dan penyakit ginjal. Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian
epidemiologis telah dilakukan ke atas sekelompok populasi penduduk yang
menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan grading dari gambaran
funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai
riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam
tanda-tanda retinopati. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit
hitam berbanding orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih
banyak ditemukan pada orang berkulit hitam.
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
anatomi fisiologi, definisi, diagnosis, patofisiologi, klasifikasi, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis pada retinopati hipertensi dan katarak senilis.1

Bab II
Status Pasien
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT : FMC

Nama Mahasiswa

: Bernadina N S Lewowerang

NIM

: 112015068

Tanda Tangan

....................
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M
....

I.

Identitas pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan

II.

: Tn. HB
: 56 tahun
: Laki-laki
: pekerja bengkel mobil
: Asrama Pomad
: 15 Agustus 2016

Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 15 Agustus 2016 di poli Mata RS FMC Sentul pada pkl.
13.00 WIB
Keluhan Utama : Penglihatan buram pada mata kanan sudah sejak 2 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan : Mata kanan terasa berair dan mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang
2

Pasien dating ke klinik mata RS FMC dengan keluhan mata kanan buram sejak 2
tahun yang terakhir. Buram dirasakan perlahan tanpa disertai mata merah ataupun
nyeri. Pasien memiliki riwayat darah tinggi. Pasien mengaku mata kanannya buram
sejak didiagnosa hipertensi. Os juga memiliki riwayat kencing manis, namun riwayat
kolesterol disangkal pasien. Os mengaku pernah mencuci matanya dengan daun sirih.
Sampai saat ini pasien masih mengkonsumsi obat untuk darah tinggi captopril (2 kali
sehari) dan untuk kencing manisnya (metformin 3 kai sehari).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat DM (+)
Riwayat alergi ()

III.

Pemeriksaan fisik
1. Status Generalis
Keadaan Umum
Tanda Vital

Kesadaran
Kepala
Mulut
THT
Thoraks, Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas

: Baik
: Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
: Compos Mentis
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal

: 150/80
: 80 kali/menit
: Tidak diukur
: 19 kali/menit

Status Ophtalmologis
KETERANGAN

OD

OS

1. VISUS
Visus
Koreksi
Addisi
Distansi pupil
Kacamata Lama

3/60
+ 2,75
62
-

0.63 ph tidak maju


+ 2,75
62
-

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos
Enoftalmos
Deviasi
Gerakan Bola Mata

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bebas ke segala arah

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bebas ke segala arah

3. SUPERSILIA
3

Warna
Simetris

Hitam
Simetris

Hitam
Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema
Nyeri tekan
Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Punctum Lakrimal
Fissura Palpebra
Tes Anel
5.

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

7. SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan

Putih
Tidak Ada
Tidak Ada

Putih
Tidak ada
Tidak Ada

8. KORNEA
4

Kejernihan
Permukaan
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ukuran

Jernih
Rata
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
11

Jernih
Rata
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
11

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Warna
Kripte
Sinekia

Coklat
Tidak ada

Coklat
Tidak ada

Koloboma

Tidak ada

Tidak ada

9. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndal

10. IRIS

11. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung

Ditengah
Bulat
5 mm
-

Ditengah
Bulat
5 mm
+
+

12. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow test

Keruh
Di tengah
Negatif

Keruh
Di tengah
Negatif

Jernih

Jernih

Orange
Tidak ada

Orange
Tidak ada

13. BADAN KACA


Kejernihan
14. FUNDUS OCCULI
Warna
Ekskavasio

Arteri :Vena
C/D
Reflex Makula
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
Retina

Kecil, Tampak Pucat


Tampak Pucat
+
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
+

Sulit dinilai
Ratio C/D 0,4
+
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
+

Tidak ada
Tidak ada
normal/palpasi
17,0

Tidak ada
Tidak ada
normal/palpasi
15,6

15. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Occuli
Tonometri Schiotz
16. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi

IV.

V.

Sesuai Pemeriksa

Sesuai Pemeriksa

Pemeriksaan Penunjang

Slit Lamp
Biometri
Usg Mata
Fluorescen Retina
Darah: HbA1C, GDP,GDS

Resume
Seorang laki-laki berusia 56 tahun, dating ke poliklinik mata RS FMC dengan
keluhan mata kanan buram sejak 2 tahun SMRS. Buram dirasakan perlahan dan
semakin memberat tanpa disertai mata merah atauppun nyeri.
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 180/50 mmHg, visus OD 3/60 ,
visus OS 0,63 PH (-). Funduskopi: OD: tampak pembuluh darah menyempit dan
berwarna pucat. OS: ratio arteri:vena: sulit dinilai, C/D ratio: 0,4

VI.

Diagnosis Kerja
Retinopati Hipertensi grade II OD
Katarak Senilis Imatur OS

VII.

Diagnosis Banding
1. Retinopati Diabetikum OD
2. Retinopati Diabetes Proliferatif
3. Katarak Matur OS

VIII.

Terapi
Medikamentosa
- Vitanorm MD No. I
- calium iodide 5 mg
- Captopril 12,5 mg tablet
- Metformin 500 mg

Nonmedikatmentosa
- Menjaga life style
- Merujuk pasien ke spesialis mata untuk menangani kausal dari Retinopati
Hipertensi

IX.

Prognosis
Okuli dekstra

Okuli sinistra

Dubia ad bonam

Dubia ad bonam

Ad functionam

Dubia

Dubia ad bonam

Ad sanationam

Dubia

Dubia ad bonam

Ad vitam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola mata bagian
depan depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu
sklera, uvea, dan retina. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberi bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang membentuk bola mata. Jaringan uvea merupakan
jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan
pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk ke dalam bola mata,
yaitu otot dilator, sfingter iris, dan otot siliar. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur
bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Otot melingkari badan siliar bila berkontraksi pada

akomodasi mengakibatkan mengendornya Zonula Zinn sehingga terjadi pencembungan


lensa.1
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Ia berasal
dari divertikulum otak bagian depan (proencphalon). Pertama-tama vesikel optik terbentuk
kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic
cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara
dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat
dengan proencefalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus. Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Secara kasar,
retina terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor (pars optica retinae) dan lapisan nonfotoreseptor atau lapisan epitel pigmen (retinal pigment epithelium/ RPE). Lapisan RPE
merupakan suatu lapisan sel berbentuk heksagonal, berhubungan langsung dengan epitel
pigman pada pars plana dan ora serrata. Lapisan fotoreseptor merupakan satu lapis sel
transparan dengan ketebalan antara 0,4 mm berhampiran nervus optikus sehingga 0,15 mm
berhampiran ora serrata. Di tengah-tengah macula terdapat fovea yang berada 3 mm di bagian
temporal dari margin temporal nervus optikus.1
Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis. Arteri ini
berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan
bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis merupakan arteri utuh dengan
diameter kurang lebih 0,1 mm. Ia merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan
membagi menjadi empat cabang utama. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai
vaskularisasi. Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid.
Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi manakala vena retina
berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada diskus optikus.1
Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi dalam adalah
sebagai berikut:1,2
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
9

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel


ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang Histologis Lapisan Retina1


3.2 Pemeriksaan Funduskopi Retina
Pada pemeriksaan oftalmoskop yang di periksa adalah Nervus Optik, retina,
makula dan fovea, koroid dan pembuluh darah retina. Selain itu dapat juga dapat
diperiksan jaringan lain seperti kornea, COA, iris, koroid dan badan kaca, meskipun
dengan slitlamp pemeriksaan untuk jaringan ini lebih baik hasilnya. Pada pemeriksaan
tampak fundus bewarna merah, papil batas tegas, berwarna agak kemerahan, di
tengahnya lebih pucat kurang lebih sepertiga diameter pupil. Di tengah tengah papil
10

keluarlah arteri dan vena retina sentral yang bercabang ke atas, ke bawah, kemudian ke
nasal dan ke temporal. Arteri dibedakkan dengan vena, arteri berbentuk lurus berwarna
merah terang, lebih kecil, sedangkan vena lebih berkelok kelok, warna lebih tua, dsn
lebih besar. Perbandingan diameter arteri dan vena adaah 2 : 3. Pada daerah makula
lutea, yang letaknya 2 papil diameter temporal dari papil dan keluhatan sebagai bercak
yang berwarna lebih merah dari sekitarnya, di tengahnya terdapat fovea sentralis yang
terlihat seolah olah ada cahaya pada tempat itu, karena ini disebut refleks fovea (+).1,2

Gambar 3. Funduskopi Retina Normal1


3.3 Definisi
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg
dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan
komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.1,2,3
3.4 Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis (riwayat
hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi (funduskopi),
dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada anamnesis penglihatan
yang menurun merupakan keluhan utama yang sering diungkapkan oleh pasien. Pasien
mengeluhkan buram dan seperti berbayang apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya
turun secara perlahan sehingga tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan
11

tekanan diastol > 90 mmHg dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi
perubahan pada pembuluh darah retina. Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi
adalah pemeriksaan oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti
hipertensi. Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina
pada pasien retinopati hipertensi.1-3

Gambar 4. Funduskopi pada Penderita Hipertensi1


3.5 Gejala Klinis
Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis sehingga
gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati hipertensi biasanya akan
mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan
kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV oleh karena perubahan
vaskularisasi akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool spot, telah mengenai
makula.1,2,3
3.6 Patofisiologis
Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi arteriol.
Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses autoregulasi pada pembuluh darah. Hasil
penelitian Wallow diketahui sel-sel perisit yang ada di dinding pembuluh darah yang
berperan pada proses vasokonstriksi. Vasokontriksi biasanya terjadi secara merata (difus)
di seluruh pembuluh darah retina, tetapi bisa juga ditemukan pada sebagian pembuluh
12

darah (segmental). Hipertensi yang berlangsung lama atau kronik akan menyebabkan
terjadinya perubahan dinding pembuluh darah (arteriosklerosis dan aterosklerosis). 1,4
Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada arteriol. Dinding arteriol
secara histologik terlihat menebal, karena pada tunika media terjadi hipertrofi jaringan
otot. Tunika intima mengalami proses hialinisasi, dan endotel kapiler mengalami proses
hipertofi, sehingga membentuk jaringan konsentrik yang berlapis-lapis seperti kulit
bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas menyebabkan lumen pembuluh darah
menjadi kecil.1,4
Arteriosklerosis akan menyebabkan gangguan pada persilangan arteri dengan
vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena
yang lebih lembut. Dalam keadaan normal tidak terjadi penekanan dan elevasi pada
persilangan arteri dan vena. Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis dapat terjadi
dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak terlihat karena arteri yang
sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul lagi secara perlahan setelah
melewati persilangan arteri (arteriovenous nicking). Hal ini dikenal dengan nama Gunns
phenomenon. Bentuknya bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis, bila sklerosis
lebih berat menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah persilangan, yang terlihat
seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada di atas arteri,
sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan terjadi stenosis
vena di bagian distal persilangan karena proses sklerosis arteri yang berat.1,3
Lumen vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang sklerosis,
menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat menimbulkan proliferasi endotel
dan kadang-kadang terbentuk trombus. Trombus menyebabkan tersumbatnya aliran
darah, sehingga akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda oklusi vena retina sentral.
Dalam keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat, yang terlihat adalah sel-sel darah
merah di dalam lumen. Bertambahnya ketebalan dinding arteriol karena proses
arterioseklerosis maka terjadi perubahan refleks cahaya arteriol. Pantulan cahaya dari
permukaan dinding arteriol yang konveks terlihat seperti garis tipis yang mengkilat di
tengah kolom darah (refleks cahaya normal). Pada pembuluh darah yang menebal,
pantulan refleks cahaya normal hilang dan cahaya terlihat lebih luas dan buram. Hal ini
dianggap sebagai tanda awal terjadinya arteriosklerosis.4
Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti tembaga (copper
wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen berkurang kemudian terjadi
perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteri
13

semakin menebal dan lumen mengecil yang akhirnya hampir tidak terlihat sehingga
waktu penyinaran hanya berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai refleks kawat
perak (silver wire reflex).1,3
Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak terkontrol.
Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusak inner blood barrier, sehingga terjadi
ekstravasasi plasam dan sel darah merah ke retina (hard exudates). Perdarahan biasanya
terjadi pada lapisan serabut saraf retina, distribusinya mengikuti alur serabut saraf,
sehingga terlihat seperti lidah api (flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler maka
perdarahan terjadi pada lapisan inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya lebih bulat
(blot like appearance).2,3
Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf retina,
maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara histologi tampak
seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal dengan cotton wool spot
(soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi terlihat sebagai area putih keabuan
seperti kapas dengan batas yang tidak tegas.2,3
Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang akan
menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon di papil
nervus optikus.
Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada pembuluh darah retina
yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan fibrosis dan kalsifikasi pada
tunika intima. Pada keadaan hipertensi accelerated terjadi pembentukan plak yang besar
di intra lumen yang akan menyumbat pembuluh darah besar sehingga akan timbul
komplikasi dalam bentuk oklusi cabang retina sentralis (BRAO) atau arteri retina
sentralis (CRAO).1,4
3.7 Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith
Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada hubungan
antara temuan klinis dan prognosis yaitu terdiri atas empat kelompok retinopati
hipertensi, sebagai berikut:2,3

14

Tabel Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM


Tipe
Tipe 1 :

Funduskopi
Arteri menyempit dan pucat, arteri

Fundus hipertensi dengan atau tanpa

meregang dan percabangan tajam,

retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat

perdarahan ada atau tidak ada, eksudat

pada orang muda.


Tipe 2 :

ada atau tidak ada.


Pembuluh darah mengalami

Fundus hipertensi dengan atau tanpa

penyempitan, pelebaran, dan sheating

retinopati sklerose senile, pada orang tua.

setempat. Perdarahan retina, tidak ada

Tipe 3 :

edema papil
Penyempitan arteri, kelokan bertambah

Fundus dengan retinopati hipertensi dan

fenomena crossing, perdarahan

arteriosklerosis, terdapat pada orang muda.

multiple, cotton wall patches, macula

Tipe 4 :

star figure.
Edema papil, cotton wall patches, hard

Hipertensi progresif

exudates, soft exudates, star figure


yang nyata.

3.8 Katarak Senilis Imatur


Katarak merupakan kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan fungsi lensa sebagai media
refrakta. Katarak senilis adalah katarak yang terkait usia yaitu pada usia diatas 40 tahun.

Faktor-faktor Faktor-faktor Faktor-faktor Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi


mempengaruhi mempengaruhi tajam penglihatan penglihatan penglihatan penglihatan Faktor
faktor yang mempengaruhi tajam penglihatan yaitu:
1) Kejernihan media refrakta Media refrakta terdiri dari kornea, humor akuos, lensa, dan
korpus vitreum. Apabila salah satu media refrakta ini mengalami kekeruhan, maka sinar tidak
dapat difokuskan dengan baik. Salah satu contoh kekeruhan ini adalah katarak, yaitu
kekeruhan pada lensa.
2) Sistem optik/ refraksi Yang mempengaruhi refraksi adalah kurvatura kornea, kecembungan
lensa, dan panjang aksis bola mata. Kelainan pada salah satu sistem refraksi akan
menyebabkan bayangan jatuh tidak tepat di makula, sehingga bayangan menjadi kabur. 3)
Sistem persyarafan mata Apabila ada gangguan di salah satu jalur visual (retina-korteks
serebri), maka informasi visual tidak akan tersampaikan dengan baik dan akan menurunkan
tajam penglihatan.2

15

Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan proses


degenerasi, akan tetapi belum dimengerti sepenuhnya. Semakin bertambahnya usia, terjadi
akumulasi berbagai macam faktor yang dapat mempermudah pembentukan katarak. Jumlah
protein kristalin yang larut dalam air akan semakin berkurang seiring dengan maturasi lensa.
Perubahan kimiawi protein lensa menyebabkan agregasi protein dan menghasilkan pigmen
warna kuning kecoklatan yang berlebihan. Selain itu seiring dengan bertambahnya usia, lensa
menjadi lebih tebal dan berat. Produksi serabut lensa yang terus menerus akan menyebabkan
kompresi dan pengerasan nukleus (sklerosis nukleus). Proses ini dapat menyebabkan
penurunan kejernihan lensa, penurunan kekuatan akomodasi, perubahan indeks bias dan
penyebaran sinar yang masuk ke mata.2
Stadium Katarak Senilis
Katarak insipien. Kekeruhan pada stadium ini terletak pada bagian perifer korteks anterior
dan posterior sehingga menimbulkan keluhan poliopia karena indeks refraksi bagian lensa
yang berbeda-beda. Pada stadium ini, tajam penglihatan penderita biasanya masih baik dan
bisa mencapai 6/6.2
Katarak imatur. Kekeruhan pada katarak imatur lebih tebal dan luas dibandingkan katarak
insipien, akan tetapi masih ada bagian lensa yang jernih. Pemeriksaan membutuhkan
midriatikum agar katarak dapat dilihat dengan jelas menggunakan oftalmoskop, kaca
pembesar, dan slitlamp. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi dan glaukoma sekunder
karena terjadi intumesensi lensa. Tajam penglihatan bisa menurun hingga 1/60.2
Katarak matur. Pada stadium ini, seluruh bagian korteks lensa mengalami kekeruhan. Akan
tetapi, lensa kembali mengecil karena air keluar bersama hasil disintegrasi. Keluarnya air
akan mengembalikan iris pada posisi semula sehingga kedalaman camera oculi anterior
menjadi normal. Penglihatan memburuk pada stadium ini, bahkan terkadang pasien hanya
bisa membedakan gelap dan terang.2
Katarak hipermatur ditandai dengan protein kortikal yang mencair dan keluar melalui
kapsul sehingga lensa mengerut dan berwarna kuning. Protein yang keluar ke camera oculi
anterior dapat memicu peradangan pada uvea. Pencairan protein kortek yang terus menerus
menyebabkan nukleus mengapung bebas di dalam kantong kapsul, keadaan ini disebut
sebagai katarak Morgagni.2

16

Penatalaksanaan katarak senilis


Modalitas utama terapi katarak adalah operasi ekstraksi katarak. Penanganan katarak tidak
lagi hanya menitikberatkan pada kuantitas untuk mengurangi backlog katarak, akan tetapi
harus memperhatikan pula kualitas hasil operasi. Sehingga tujuan operasi katarak adalah
memperbaiki visual function yang dapat diukur dengan tajam penglihatan dan memperbaiki
functional vision yang dapat dinilai dari perbaikan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Indikasi utama dilakukan pembedahan katarak adalah adanya penurunan penglihatan
fungsional yang menyebabkan gangguan aktifitas penderita dan diharapkan pembedahan
dapat memperbaiki penglihatan. Indikasi yang lain adalah:
1) Anisometropia yang signifikan dengan adanya katarak
2) Kekeruhan lensa mempersulit diagnosis atau manajemen kelainan segmen posterior
3) Lensa menyebabkan inflamasi atau glaukoma sekunder
4) Lensa menyebabkan penyempitan sudut iridokornealis
Metode pembedahan katarak terus berkembang untuk mendapatkan hasil terbaik dengan
komplikasi seminimal mungkin. Teknik yang sekarang digunakan adalah ekstraksi katarak
intrakapsular (EKIK), ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK), small incision cataract
surgery (SICS), dan fakoemulsifikasi. Baik di negara maju maupun berkembang,
fakoemulsifikasi adalah teknik yang paling sering digunakan.2
Diagnosis Banding

Retinopati Diabetes Melitus


kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati
akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat
lemak.
Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif, dengan 3 bentuk:
1. back ground: mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata
2. makulopati: edema retina, gangguan fungsi macula.
3. proliferasi: vaskularisasi retina dan badan kaca.
Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/ Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo.
1) Derajat I: Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada
fundus okuli
2) Derajat II: Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
3) Derajat III: Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat
neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.
Jika gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan maka
digolongkan pada derajat yang lebih berat.

17

Retinopati Diabetes Proliferatif


Pada retinopati diabetes proliferative 50% pasien biasanya buta sesudah 5 tahun, regresi
spontan dapat pula terjadi.
Gejala: umumnya berupa penurunan tajam penglihatan yang berlangsung perlahan-lahan.
Fundus dapat ditemukan kelainan-kelainan seperti diatas berupa: mikroaneurisma, perdarahan
retina, exudate, neovaskularisasi retina, jaringan proliferasi di retina atau badan kaca.

3.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan yang
sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi. Mengobati faktor primer adalah
sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan
darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus
akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi
dapat dicegah progresivitasnya.5
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tandatanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.
Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat
mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. Berikut pada tabel di bawah ini
obat yang di pakai untuk mengontrol hipertensi:5
Tabel Obat Hipertensi Oral yang dipakai di Indonesia
Obat

Dosis

Efek

Lama kerja

Perhatian

Nifedipin (Ca

5-10 mg

5-15 menit

4-6 jam

khusus
Gangguan

antagonis)
Kaptopril

12,5-2,5 mg

15-30 menit

6-8 jam

koroner
Stenosis arteri

(ACE inhibitor)
Klonidin (alfa-2

75-150 mg

30-60 menit

8-16 jam

renalis
Mulut kering,

agonis

mengantuk

adrenergik)
Propanolol
(beta blocker)

10-40 mg

15-30 menit

3-6 jam

Bronkokonstriksi
, blok jantung

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan
diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan
dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga
yang teratur.5
18

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas


retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi
arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan dari
retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di
makula, stadium III dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat
dipertimbangkan.5
Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan komplikasi
tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina bagian dalam.
Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di bagian luar retina
dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke bagian dalam retina,
sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi hipoksia. Peningkatan
tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan mekanisme autoregulasi
berupa vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteriol, sehingga menurunkan
tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut hukum Starling, hal ini akan
menurunkan aliran cairan dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan dan
menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan onkotik konstan. Penurunan
tekanan hidrostatik pada saat yang bersamaan menyebabkan venula konstriksi dan
memendek menurut hukum Laplace dan studi Kylstra dkk.5
3.10 Komplikasi
Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina sentralis
(CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang (BRVO) .
Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat adanya emboli. Arteri oftalmika
merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Embolus bisa berasal dari jantung
atau arteri karotis yang secara jelas mengarah langsung ke mata. Gambaran klinis dari
oklusi arteri retina dapat berupa oklusi arteri retina sentral, dan oklusi arteri retina
cabang.1-4
CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma, meskipun
hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang dialami pasien
biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda yang dapat ditemukan
berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak putih akibat pembengkakan
dan terdapat cherry-red spot. Dengan pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan
pengisian arteri dan karena terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian koroid
tertutupi.1-4

19

BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena emboli.
Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau sektoral dan
terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi putih di area yang
dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih, tetapi bagian dalam retina
menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya lapang pandang sektoral yang
permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang
tersumbat. Pada fluoresensi angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan
gambaran tidak adanya perfusi.1-4
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi,
dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih pada retina akibat
infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami
rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap
terjadi kerusakan yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi
merupakan akibat dari emboli.1-4

Gambar 5. Oklusi Arteri Retina yang disertai dengan Oklusi Vena Retina

3.11 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali
terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap
20

tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik. Keith
Wagener Barker menentukan 5 years survival rate berdasarkan tidak diberikan terapi
medikamentosa yaitu antara lain grade I: 4%, grade II: 20%, grade III: 80% , grade IV:
98%.2,5

BAB IV
KESIMPULAN
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan
tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan
komplikasi pada

retina maka terjadilah retinopati hipertensi. Pada keadaan hipertensi,

pembuluh darah retina akan mengalami perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan darah. Pada tahap awal, pembuluh darah retina mengalami
vasokonstriksi secara generalisata. Kemudian terjadi perubahan refleks pada pembuluh darah
retina (copper wire), perubahan pada arteriovenous nicking, cotton wool spot, perdarahan
retina. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap akhir, dan merupakan indikasi telah
terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Perjalanan penyakit inilah yang
mengklasifikasikan derajat penyakit.
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat
komplikasi oklusi vena atau arteri lokal. Untuk itu mengobati faktor primer dengan obat
hipertensi sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial.
Fotokoagulasi laser juga dapat dipertimbangkan sebagai penatalaksanaan yang terbukti
memperbaiki oksigenasi bagian dalam retina.

DAFTAR PUSTAKA
21

1. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata
UGM, 2012.h.1-10. 94-6.
2. Illyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI,
2013.h.221-3.
3. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2009.h.316-18.
4. Kanski JJ. Clinical ophtalmology a systematic approach. Edisi ke-6. Oxford.
Butterworth Heinemann, 2007.h.599-602.
5. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of
cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and 74;57

22

Anda mungkin juga menyukai