BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit dengan manifestasi yang
bervariasi dari ringan sampai berat yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus,
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4.Virus ini ditransmisikan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Sekitar 2/3 penduduk dunia saat ini memiliki risiko untuk
terserang, dengan setiap tahunnya antara 400.000-1,3 juta kasus Dengue yang
dilaporkan.
Dengue memiliki spektrum klinis yang luas, sering dengan pemburukan yang
sulit diprediksi. Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakitnya, yaitu fase demam,
fase kritis, dan fase penyembuhan. Sebagian besar pasien akan sembuh tanpa melalui
fase klinis yang berat, sementara sebagian kecil yang lain akan melalui fase kritis,
ditandai dengan kebocoran plasma, dengan atau tanpa perdarahan. Untuk penyakit
dengan spektrum kinis yang luas, sebenarnya tatalaksana Dengue relatif sederhana,
murah, dan sangat efektif, asal dilakukan dengan tepat. Kuncinya adalah diagnosis
yang cepat, kemudian segera, memberikan pengobatan sesuai dengan fase perjalanan
penyakit. Oleh karena itu, semua praktisi kesehatan harus dapat mendiagnosis dan
menangani penyakit ini dengan benar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Demam Berdarah Dengue
A. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotipe lain tersebut (Depkes, 2010).
B. Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti
yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda.
Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai
penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga
sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam
yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi,
nyeri otot, dan nyeri kepala (Depkes, 2010).
infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas
pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit
infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes
akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena
suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun
(Depkes, 2010).
C. Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di
dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing
dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi
kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan
timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit
menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. (Depkes,
2010).
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut
pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis
ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami
infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan
replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Depkes,
2010).
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan
oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung
selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan
kadar
hematokrit,
penurunan
kadar
natrium,
dan
selain
mengaktivasi
sistem
komplemen,
juga
3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam terdapat di dada, tubuh, serta abdomen,
menyebar ke anggota gerak dan muka (Soedarmo, et al., 2002).
2. Pemeriksaan Fisik
Diawali dengan demam mendadak tinggi, facial flush, muntah,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih
mencolok pada Demam Dengue (DD) dibanding Demam Berdarah
Dengue (DBD).Hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering
ditemukan pada DBD. Pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia, dan
syok. Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam. Perdarahan dapat
berupa peteckie, epitaksis, melena, ataupun hematuria (Pudjiadi, et al.,
2010).
Tanda- tanda syok
teraba
Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
Akral dingin, capillary refill time menurun
Diuresis menurun sampai anuria
c.
Bila
ditemukan
adanya
gambaran
yang
150.000/mm3
(<170.000
mm3),
adanya
gambaran
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta terjadi kejang
demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis ,nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
a.
Manifestasi perdarahan
1) Uji bendung positif (10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
2) perdarahanyang paling banyak pada fase demam awal.
3) Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur
4)
5)
6)
7)
8)
9)
vena.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan
fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
10
10) Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak
normal, perembesan plasma(khususnya pada rongga pleura dan
rongga
peritoneal),
hipovolemia,
dan
syok,
karena
edema
3)
pada dinding kandungempedu. Foto dada (dengan posisi right
lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapatmendeteksi
perembesan plasma tersebut.
4)
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar /
<3.5
5)
g%
yang
merupakanbukti
tidak
langsung
dari
tanda
perembesan plasma
6)
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan
kesadaran,
7)
Sianosis, nafas cepat,nadi teraba lembut sampai tidak teraba.
Hipotensi, tekanan nadi 20 mmHg, denganpeningkatan tekanan
diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3
detik).Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
8)
Komplikasi
berupa
asidosis
metabolik,
hipoksia,
ketidakseimbangan
9)
elektrolit, kegagalanmultipel organ, dan perdarahan hebat
apabila syok tidak dapat segera diatasi.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu
makan kembali merupakanindikasi untuk menghentikan cairan pengganti.
11
Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terusmenerus selama 2-7hari
Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie,
purpura,
ekimosis,epistaksis,
perdarahan
gusi,
hematemesis,
dan/melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
(20 mmHg), hipotensi,kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
Trombositopenia (100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari
nilai dasar / menurutstandar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi/ peningkatanhematokrit<20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan plasma
12
13
(WHO, 2011)
E. Diangnosis Banding
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan
DBD dari demam dengue dan penyakitvirus lain yang
ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan
dengan
campak,rubela,
demam
chikungunya,
14
F. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit: dapat normal atau menurun.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada
APTT,
darah.
Protein/abumin: dapat terjadi hipoproteinemia
SGOT/SGPT: dapat meningkat
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi
ginjal
Elektrolit: parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan
15
G. Penatalaksanaan
a. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien
dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila
diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C,
dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak
dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan
merupakan
semua
tandapenyembuhan.
pasien
harus
diobservasi
Meskipun
terhadap
16
(Depkes, 2010)
17
(Depkes, 2010)
Suportif
Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
apabila
pasien
terus
menerus
syok,
nilai
hematokrit
cernderung
meningkat
pada
pemeriksaan berkala.
(Pudjiadi, 2010)
c. DBD disertai syok (derajat III dan IV)
Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer
laktat 1-20 ml/kgBB secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.
18
membaik.
Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok
teratasi.
Oksigen 2-4 L/menit pada DBD syok.
Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD syok.
Indikasi pemberian darah:
Terdapat perdarahan secara klinis
Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematokrit turun diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/kgBB.
Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol% maka berikan darah
19
(Depkes, 2010)
20
(Depkes, 2010)
H. Pemantauan
Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal- hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature harus dicatat setiap 15-30
21
(Depkes, 2010)
22
(Depkes, 2010)
I. Komplikasi
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan
trauma.
Demam Berdarah Dengue
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut.
Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairanpada masa perembesan plasma
Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &
perdarahan hebat (DIC,kegagalan organ multipel)
Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan danterapi cairan yang tidak sesuai (Karyanti, 2014).
J. Kriteria memulangkan pasien
a. Tampak perbaikan secara klinis
b. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
c. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
d. asidosis)
e. Hematokrit stabil
f. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
g. Tiga hari setelah syok teratasi
h. Nafsu makan membaik
(Depkes, 2010)
23
2. 2
Morbili
A. Defiinisi
Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular,
ditandai oleh tiga stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari,
(2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dan ditemukan eritem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan
peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan
keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar kemuka, badan,
lengan dan kaki (Soedarmo, 2012)
B. Etiologi
Virus
campak
merupakan
virus
RNA
24
Gambar 4. Morbilivirus
C. Patologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa
nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar
kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan
beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah
terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang
merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa
yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada
sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan
(2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi
di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa
faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa
trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan
terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi
mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri (Cherry, 2014).
D. Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan
sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada
seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas
nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal.
Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke
jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer.
Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak
yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang
25
E. Manifestasi Klinis
26
Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hamper selalu simptomatik. Setelah
masa inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya berlangsung selama 7-11
hari (dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh fase erupsi 5-8 hari) (Brooks,
20013).
merah,
bercak
Koplik,
dan
limfopenia.
Batuk
dan
koriza
27
dideskripsikan oleh Koplik (1896) sebagai suatu bintik berbentuk tidak teratur
dan kecil berwarna
28
F. Diagnosis
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis yang didapat pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain.
1. Anamnesis
Demam
Demam tinggi secara terus menerus, dapat meningkat hingga hari kelima
atau keenam, yaitu saat puncak timbulnya erupsi. Kadang temperatur
dapat bersifat bifasis dengan peningkatan awal yang cepat dalam 24-48
jam pertama, diikuti dengan periode normal selama 1 hari dan selanjutnya
terjadi peningkatan yang cepat sampai 39C - 40C pada saat erupsi ruam
memuncak. Pada morbili tanpa komplikasi, temperatur turun diantara hari
ke 2-3, sehingga timbul eksentema. Bila tidak disertai komplikasi, maka 2
hari setelah timbul ruam yang lengkap, panas biasanya turun. Bila
panasnya menetap, maka kemungkinan penderita mengalami komplikasi.
Coryza
29
30
31
G. Penatalaksanaan
Masalah yang sering timbul pada anak dengan morbili adalah hipertermia,
kurang nutrisi dan risiko komplikasi. Pasien yang menderita morbili tanpa adanya
komplikasi cukup dengan berobat jalan. Pengobatan bersifat simptomatik yaitu
memperbaiki keadaan umum, istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen
nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi
kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A. Anak dengan defisiensi vitamin A
lebih mudah untuk terkena infeksi, termasuk morbili. Maka pemberian suplemen
vitamin A bisa direkomendasikan. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan
epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk
meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total. Pemberian vitamin A untuk anak
usia kurang dari 1 tahun yaitu dengan dosis 100.000 iu/hari dan anak usia lebih dari 1
tahun dengan dosis 200.000 iu/hari, diberikan secara intramuskular selama 2 hari.
Indikasi rawat inap untuk pasien morbili adalah:
32
H. Pencegahan
Pencegahan utama pada morbili antara lain adalah menghindari kontak
dengan penderita morbili dan dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi
Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap
anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke
dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula
diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang
telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6
tahun.
leukimia,
imunosupresif
dalam
pengobatan
kortikosteroid
dan
33
34
2. 3
Chikungunya
A. Definisi
Demam chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh
arbovirus
yang
ditransmisikan
oleh
nyamuk
Aedes.
Istilah
bernama
Tanganyika).
Istilah
Chikungunya
juga
digunakan untuk menamai virus yang pertama kali diisolasi dari serum
darah penderita penyakit tersebut pada tahun 1953 saat terjadi KLB di
negara tersebut. (Depkes, 2012)
B. Etiologi
Virus Chikungunya adalah
Arthopod
borne
virus
yang
Sedangkan
DBD
disebabkan
oleh
Group
35
KLB
Chikungunya
seperti
Palembang,
Semarang,
36
37
38
dan menyakitkan.
tendoachilles
ditemukan
pada
53%
pasien
yang
dari
mengalami
39
ke
wilayah
yang
sedang
terjangkit
serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan
sampel yang diambil pada fase akut dan fase konvalesen
(interval sekurang-kurangnya 2-3 minggu)
Steroid
(AINS)
lainnya
persendian/athralgia/arthritis)
(untuk
meredakan
nyeri
40
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus virus dengue.
Infeksi dengue dapat bermanifestasi sebagai demam dengue dan demam
berdarah dengue (DBD) dimana tanda dan gejala ada pada pasien DBD yaitu
demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta terjadi kejang demam.
Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan
nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi perdarahan
berupa uji bendung positif, mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan
untuk jalur vena, petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria (jarang),
menorrhagia.Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan
fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.Riwayat
41
42
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2010. Tata Laksana DBD. www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana
%20DBD.pdf. Diaksestanggal 15 September 2015.
Karyanti, M.R. 2014. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Divisi Infeksi dan Pediatri
Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo, FKUI.
(https://humasidikabbekasi.files.wordpress.com/2014/
05/pit1_diagnosis-dan-