A.
Rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal
dari internal maupun eksternal dan mengenai orang tertentu.
B.
Pengertian luka
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma
luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat
menyebabkan luka, yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh,
yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu
aktifitas sehari-hari.
Jenis luka
Berdasarkan sifat kejadian, luka dibagi menjadi dua jenis, yaitu luka disengaja dan
luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah,
sedangkan luka tidak di sengaja misalnya luka terkena trauma. Luka yang tidak di
senggaja juga dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka, di sebut luka tertutup
jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka terbuka terjai robekan dan kelihatan
seperti luka abrasi (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan
hautration (luka akibat alat perawatan luka)
Di bidang kebidanan luka yang sering terjadi adalah luka episiotomi, luka bedah
sectio cesaria atau luka dalam proses persalinan.
Berdasarkan penyebabnya, Luka dibagi menjadi dua, yaitu luka mekanik dan luka
nonmekanik.
Luka mekanik terdiri atas
1.
Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan
rapi.
2.
Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit
akibat benturan benda tumpul.
3.
Vulnus laceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang
menyebabkan robekanya jaringan rusak yang dalam.
4.
Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian mulut luka) akan
tetapi besar di bagian dalam luka.
5.
Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka
tanpak kehitam-hitaman.
6.
Vulnus morcun, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
7.
Vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai
ke pembuluh darah.
zat kimia
Termik
Radiasi
Sengatan listrik
E.
Perawatan luka
Pinset anatomi
2.
Pinset cirurghi
3.
Gunting steril
4.
5.
Larutan H2O2
6.
Larutan boorwater
7.
NaCl 0,9 %
8.
Gunting perban
9.
Plester/pembalut
10. Bengkok
11. Kasa steril
12. Mangkok kecil
13. Handskon steril
Prosedur kerja
1.
Cuci tangan
2.
3.
4.
5.
Bersihkan luka dengan menggunakan savlon/sublimat, h2o2, boorwater atau
NaCL 0,9 % sesuai dengn keadaan luka. Lakukan hingga bersih.
6.
7.
8.
Balut luka
9.
Kata pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME, atas berkah dan rahmatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul PERAWATAN
LUKA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN mudah-mudahan Makalah kami ini bermanfaat
dan dapat di laksanakan dalam ilmu kebidanan.
Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kalimat maupun
penyampaian materi. Terimakasih
penulis
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian Luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997).
Sedangkan menurut Kozier (1995), luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh lain. Keadaan luka dapat dilihat dari
berbagai sisi, sebagai berikut:
1. Rusak tidaknya jaringan yang ada pada permukaan
2. Sebab terjadinya luka
3. Luas permukaan luka
4. Ada atau tidaknya mikroorganisme.
Sedangkan ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Jenis-Jenis Luka
1. Berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena
radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak
disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak
(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi
karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan (kecelakaan).
a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)
1) Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Luka
dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.
2) Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (ligasi).
3) Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi akibat
benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera pada jaringan
lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada luka tertutup, kulit
terlihat memar.
4) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
5) Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam yang
memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang disengaja dibuat oleh
jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang tidak disengaja terjadi pada
kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak, luka akibat peluru
atau pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
6) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini terjadi
secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat benda yang
tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan: robeknya perineum
karena kelahiran bayi.
7) Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar, bagian tepi luka kehitaman.
8) Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh terbakar.
9) Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.
b. Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.
a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
b. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
1. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 4 pasca
operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Hemostasis
adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet
menghentikan perdarahan.
Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme
infeksius. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan sindrom adaptasi lokal.
Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat terjadinya
pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk
menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam
setelah luka sebagian besar sel fagosit (makrofag) masuk ke daerah luka dan
mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel
pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.
2. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara cepat
mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapis-lapis
perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan
aliran darah ada di dalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka
(kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh
darah, kemerahan dan mudah berdarah.
3. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 2
tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat
penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu,
menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi
rata, tipis dan membentuk garis putih.
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997), yaitu:
1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
2. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
5. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
6. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis
dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan
resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena suplai darah jaringan adipose
tidak adekuat.
3. Infeksi
Bakteri sumber penyebab infeksi. Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan
nekrosis yang menghambat penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah putih), yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut dengan nanah (Pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes Mellitus
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan adanya pelepasan jahitan, darah sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti
drain). Waspadai terjadinya perdarahan tersembunyi yang akan mengakibatkan
hipovolemia. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus
sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah
itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan luka dan perawatan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi
pembedahan juga mungkin diperlukan.
Jenis luka berdasarkan penyebabnya yang sering dijumpai dalam praktik kebidanan
adalah luka mekanik: luka insisi (incised wound) dan luka gores (lacerated wound).
Luka insisi karena pembedahan dapat dijumpai pada kasus: kelahiran bayi dengan
section caesarea, masektomi, laparotomi (pada kasus: histerektomi, tubektomi,
miomektomi, dll), dan kasus yang lain. Sedangkan luka gores terjadi pada kasus
luka di jalan lahir (mukosa vagina, perineum) dan atau pada cerviks karena
kelahiran bayi. Jenis luka gores dapat juga terjadi pada kasus robekan uterus karena
tetania uteri. Luka pada perineum yang disengaja untuk melebarkan jalan lahir atau
disebut episiotomy, termasuk dalam jenis luka insisi.
Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama dengan perawatan
luka pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga tentang
perawatan luka operasi. Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores
(lacerated wound): luka pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, yang
meliputi teknik penjahitan yang dilakukan dan perawatan luka.
Referensi
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan
Bedah. Jakarta, EGC.
Johnson, Ruth, Taylor. 1997. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta, EGC.
Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft Tissue
Wounds, An Illustrated Guide. USA, Boston, Little Brown.
Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa
Ester Monica. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
a.
1)
Episiotomi
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina. Jenis
episiotomi ditentukan berdasarkan tempat dan arah insisi antara lain :
a)
Paling sering dilakukan. Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki, dan biasanya nyeri
yang timbul lebih ringan. Kadang-kadang dapat terjadi perluasan melalui sfingter
rectum (laserasi derajat ketiga ) atau bahkan ke kanal ani (laserasi derajat
keempat ).
b)
Episiotomi mediolateral
Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi perluasan
kearah posterior. Meskipun dengan demikian robekan derajat empat dapat
dihindari, tetapi robekan derajat tiga dapat terjadi. Selain itu, Jika dibandingkan
dengan episiotomi medial, kehilangan darah akan lebih banyak dan perbaikan lebih
sulit serta lebih nyeri.
2)
Laserasi
a)
Robekan pada perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya, namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat.
Robekan perineum dapat di bagi 4 tingkat :
(1)
Tingkat 1 : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum.
(2)
Tingkat 2 : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinel
transversalis, tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.
(3)
(4)
Tingkat 4 : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
dan mukosa rectum
b)
Laserasi Vagina
c)
1)
Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun di
dalam uterus
2)
3)
4)
Untuk mencegah infeksi seperti diuraikan diatas bahwa saat persalinan vulva
merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman. Bila daerah vulva dan
perineum tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada jahitan perineum, saluran vagina
dan uterus.
(Wahyu, 2011)
d.
1)
Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka
ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula
pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2)
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi
kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri
pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
3)
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus,
untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang
letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum
secara keseluruhan (Wilujeng, 2011).
e.
Persiapan :
a)
b)
c)
d)
e)
2)
Cara merawatnya :
a)
b)
Washlap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan washlap yang
sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut dengan
rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel
pada luka jahittan dan menjadi tempat kuman berkembang biak.
c)
Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka benar
benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
d)
Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan menggunakan
tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan perendaman dengan air
hangat cukup di siram dengan air hangat.
e)
Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam yang
bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang bisa menimbulkan
reaksi alergi.
f)
Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka
jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering.
g)
Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat
sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan daging,
tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua makanan kecuali
bila ada riwayat alergi.
h)
Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau bidan.
3)
Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu minggu.
Bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir, ibu panas, dan luka jahitan
bengkak kemerahan terasa sangat nyeri atau luka jahitan bernanah.
Ada beberapa catatan yang perlu diketahui:
a)
Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan jaringan otot ,
namun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan berkurang. Bila ibu hanya
berbaring terus menerus dan takut bergerak karena nyeri akan menghambat proses
penyembuhan. Sirkulasi darah pada luka menjadi tidak lancar.
b)
Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi zat zat
yang merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Sehingga dalam proses
penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan
luka bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara.
Beberapa keluarga masih ada yang menganjurkan untuk mengurangi minum air
putih agar jahitan cepat kering. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Justru ibu
harus minum yang banyak, minimal 8 gelas sehari untuk memperlancar buang air
kecil, mengganti cairan tubuh yang hilang dan memperlancar proses pengeluaran
ASI.
Perawatan Perineum
Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
penjahitan. (Hamilton, 2002).
2. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara
vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang
dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan
robek teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan
anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi
dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai
keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah
ini lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai
dalam proses persalinan yaitu :
1. Episiotomi medial
2. Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1. Tuberositas ischii
2. Arteri pudenda interna
3. Arteri rektalis inferior
Waktu Perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah
1. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka
ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula
pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi
kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri
pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
3. Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus,
untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang
letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum
secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
1. Persiapan
a. Ibu Pos Partum
Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan posisi ibu jongkok
jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka.
b. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung atau shower air hangat dan
handuk bersih. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air hangat, pembalut nifas
baru dan antiseptik (Fereer, 2001).
2. Penatalaksanaan
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa
ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan
dengan prosedur pelaksanaan menurut Hamilton (2002) adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangannya
b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu
sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.
Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus.
Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan
perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat
menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau
spekulum.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan
persalinan. Jika perlukaan hanya mengenai bagian luar (superfisial) saja atuajika
perlukaan tersebut idak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya
perlukaan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik
atau perlukaan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan.
Tujuan dari pejahitan perlukaan perineum / episiotomi adalah :
1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi,
proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil
dari pertumbuhan jaringan.
2. Untuk menghentikan perdarahan
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan.
Derajat Satu
Derajat dua Derajat Tiga Derajat Empat
Mukosa Vagina
Komisura posterior
Kulit perineum
Mukosa Vagina
Komisura posterior
Kulit perineum
Otot perineum
Mukosa Vagina
Komisura posterior
Kulit perineum
Otot perineum
Otot sfingter ani
Mukosa Vagina
Komisura posterior
Kulit perineum
Otot perineum
Otot sfingter ani
B. Anestesi Lokal
1. Beritahu ibu tentang apa yang akan dilakukan
2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa
vulva.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka
pada mukosa vagina
6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
C. Penjahitan Laserasi pada Perineum
1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina.
Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek. Sisakan
benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar
pada luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk
mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah
vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6. Pidahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin
hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan jari ke dalam rektum
8. Periksa ulang kembali pasa luka
9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi
yang diinginkan
10. Nasehatiibu untuk :
a. Menjaga perineum selalu bersih dan kering
BAB II
ASUHAN KEBIDANAN pada IBU NIFAS NORMAL DENGAN LUKA PERINEUM
A. Subjektif
1. Anamnesa :
Nama istri : Ny.Y nama suami : Tn. X
Umur : 30 tahun umur : 36 tahun
Agama : islam agama : islam
Suku bangsa : jawa/indonesia suku bangsa : jawa/indonesia
Pendidikan : SD pendidikan : SD
Pekerjaan : swasta pekerjaan : swasta
Penghasilan : - penghasilan : Alamat : Ds. Palembon kanor
2. Keluhan utama :
Ibu mengatakan bahwa 4 hari setelah melahirkan anak ke-2 ini, luka jahitan belum
kering sehingga terasa nyeri saat di tekan.
3. Riwayat kesehatan yang lalu :
Ibu mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah menderita penyakit menular,
keturunan maupun penyakit kronis.
4. Riwayat kesehatan keluarga :
Ibu mengatakan bahwa dalam keluarga ibu dan suami tidak ada yang menderita
penyakit menular, keturunan maupun penyakit kronis
5. Riwayat haid :
Menarche : 14 tahun
Siklus : teratur, 28-30 hari
Lama : 6-7 hari
Karakteristik : merah kehitaman, encer
Dismenorhoe : Dysfungsiblooding : -
6. Riwayat perkawinan :
Nikah : 1 kali
Lama : 3 tahun
Usia nikah : 25 tahun
Hamil ke BBL
(gram) penolong Cara / partus Keadaan bayi Jenis kelamin uri komplikasi nifas
No. Usia anak
1.
2. 39 minggu
38 minggu 25oo gram
2600 gram Bidan
bidan Spontan
spontan Baik
baik Perempuan
Laki-laki Lengkap
Lengkap Luka perineum
Luka perineum Normal
Normal
B. Riwayat persalinan :
Kala 1 : ibu mengatakan keluar lendir dan darah, perut terasa kenceng-kenceng dari
jam 21.00 sampai jam 06.00 pagi
Kala 2 : ibu mengatakan bayinya lahir sekitar jam 07.00 pagi
Kala 3 : setelah bayinya lahir, jarak 15 menit plasenta keluar dan tidak lama
kemudian dilakukan penjahitan
C. Riwayat nifas :
6 jam pertama setelah melahirkan, ibu tidak mengalami perdarahan tetapi
badannya masih lemas dan merasa nyeri pada luka jahitan.
9. Riwayat KB :
Ibu mengatakan tidak pernah mengikuti progam KB sebelumnya, dan ibu akan
mengikuti progam KB setelah melahirkan ini.
D. Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum :baik TTV :
kesadaran : compos mentis Tekanan darah : 120/80 mmHg
BB : 67 kg Nadi : 80 x / menit
TB :160 cm Suhu : 374 0C
Respirasi : 20 x /menit
2. Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi
Kepalaj : kulit kepala bersih
Rambut : hitam bersih, tidak ada ketombe, tidak rontokj
Mukaj : tidak ada kloasma gravidarum, klien tampak kesakitan
Mataj : konjungtiva tidak anemis, sclera putih
Telinga :bersih, tidak ada serumenj
Hidung : bersih, tidak ada polipj
Mulutj : bersih, tidak ada lubang dan tidak ada karies gigi
Leherj : tidak ada pembesaan kelenjar tyroid
b. Palpasi
Leherj : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Dadaj : payudara tidak ada benjolan, ASI sudah keluar
Perutj : TFU 3 jari dibawah pusat
Ekstremitas : teraba panas pada anggota gerak bawah ibuj
Genetalia : perineum : bila ditekan terasa nyeri, dan daerah sekitar luka terasa
panasj
c. Perkusi
Abdomen : tidak ada meteorismus
Patella : ka/ki (+)/(+)
d. Pemeriksaan penunjang :
Darah Hb : 10 g%
V. INTERVENSI
1. Lakukan pendekatan pada klien
R : agar pasien lebih kooperatif, dan memudahkan dalam menjalankan tindakan
2. Jelaskan pada ibu mengenai hasil pemeriksaan
R : agar ibu dapat mengetahui mengenai keadaannya saat ini
3. Anjurkan pada ibu untuk merawat luka perineum dengan cara yang benar.
R : agar dapat mempercepat penyembuhan, dan ibu dapat melakukannya sendiri di
rumah
VI. IMPLEMENTASI
1. Melakukan pendekatan pada klien,agar pasien lebih kooperatif, dan memudahkan
dalam menjalankan tindakan
2. Menjelaskan pada ibu mengenai hasil pemeriksaan, supaya ibu mengetahui akan
keadaannya.
3. Menganjurkan pada ibu untuk merawat luka perineum dengan benar yaitu :
Anjurkan kebersihan seluruh tubuhj
j Mengajarkan ibu tentang bagaimana cara membersihkan darah disekitar vulva
terlebih yaitu dahulu dari depan ke belakang, baru kemidin membersihkan daerah
sekitar anus
Sarankan pada ibu untuk menggantij pembalut/kain pembalut minimal 2 x sehari,
ataupun kain dapat digunakan ulang bila telah dicuci bersih dan dikeringkan
dibawah sinar matahari dan juga telah di setrika.
Sarankan pada ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kewanitaan.j
Jika ibu mempunyai luka episiotomy/laserasi, saankan pada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka.j
VII. EVALUASI
Ibu sudah mengerti penjelasan yang diberikan oleh bidan dan ibu dapat menjawab
peryanyaan yang diajukan bidan pada ibu serta dapat mempraktekkannya.