Case TB Paru FADI
Case TB Paru FADI
TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh:
M. Noor Fadillah, S.Ked
1208152328
Pembimbing:
dr. Adrianison, Sp.P(K)
Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Paru RSUD Arifin Achmad
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Pekanbaru
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksi yang dapat
mengenai paru-paru.TB disebabkan oleh bakteri berbentuk basil tahan asam dan
bersifat aerob yaitu Mycobacterium tuberculosis(M.TB) complex, maka dari itu
TB bukan penyakit keturunan. Selain dapat mengenai paru-paru TB juga dapat
mengenai bagian tubuh lainnya seperti otak, tulang, otot dan lain-lain.1
2.2
Epidemiologi tuberkulosis
Etiologi tuberkulosis
M.TB berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung dengan panjang 1-
4 mikron dan lebar sekitar 0,3-0,6 mikron. M.TB berproliferasi dengan baik pada
suhu 22-230C dengan pH optimal 6,4-7,0. M.TB berkembang biak dengan cara
membelah diri. Proses pembelahan dari satu menjadi dua membutuhkan waktu
yang lebih lama daripada bakteri lainnya yaitu sekitar 14-20 jam. Komponen
utama M.TB adalah lemak yang menyusun 30% dinding sel bakteri dan
komponen protein utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin). Struktur
dinding sel bakteri yang sangat kompleks menyebabkan M.TB tahan terhadap
asam.6,11,12
2.3.1
orang tersebut batuk dan atau bersin dan menghasilkan percikan dahak (droplet
nuclei) kemudian terhirup oleh orang lain. Daya penularan M.TB dipengaruhi
oleh banyaknya kuman yang berasal dari paru-paru penderita, daya tahan tubuh
orang yang terhirup dan lamanya pemaparan.M.TB dapat bertahan cukup lama
dalam ruangan yang tertutup dan lembab. Sinar matahari dapat langsung
mematikan M.TB sedangkan ventilasi dapat mengurangi percikan.6,13
Faktor risiko TB antara lain:6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.4
Klasifikasi tuberkulosis
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:6
1.
TB paru adalah TB yang menyerang jaringan parenkim paru dalam hal ini
pleura dan hilus tidak termasuk.
2.
TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain diluar paru
seperti pleura, meningen, perikardium, kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kemih dan genitalia.
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT sebelumnya atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu) dengan
hasil pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.
2.
3.
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4.
5.
6.
Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas seperti tidak
diketahui riwayat pengobatan sebelumnya atau pernah diobati tetapi tidak
diketahui hasil pengobatannya atau kembali diobati dengan BTA negatif.
2.5
Patofisiologi tuberkulosis
M.TB yang berasal dari percikan dahak yang terhirup akan sangat mudah
bersarang di dalam paru karena sifat kuman yang aerob terutama di bagian apeks
paru yang kaya akan Oksigen. Masuknya kuman ke dalam tubuh akan
memancing aktifnya sistem imunitas. Respon tubuh primer pada orang yang
belum pernah terinfeksi M.TB akan terbentuk, yaitu dengan dilepaskannya
serbukan sel radang seperti Polimorfonukleat (PMN), sel fagosit mononukleus
dan makrofag serta pembentukan granuloma. Proliferasi kuman akan mematikan
sel fagosit sedangkan sel mononukleus akan bertambah banyak dan membentuk
agregat. Kemudial makrofag yang berisi kuman akan mati sementara sel fagosit
mononukleus akan menelan kuman yang baru terlepas. Pertukaran sel fagosit
mononukleus akan menyebabkan monosit semakin membesar dan menjadi sel
epiteloid kemudian membentuk Sel Datia berinti banyak. Keseluruhan proses ini
disebut TB primer.1
Lama kelamaan granuloma akan dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma,
kapiler dan fibroblast. Di bagian tengah granuloma mulai terjadi nekrosis disebut
perkejuan di mana pada saat ini jumlah M.TB akan berkurang. Ada beberapa hal
yang mungkin terjadi:1
1. Akan terbentuk jaring dari jaringan ikat yang mengelilingi reaksi peradangan
apabila jumlah M.TB terus berkurang dan bisa aktif kembali bila imun
tubuh lemah.
2. Apabila virulensi M.TB tinggi atau resistensi jaringan dan imunitas tubuh rendah,
maka
granuloma
akan
membesar. Sel
epiteloid
dan
makrofag
yang terlibat) dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru, maka
gejala lokal ialah gejala respiratorik:2,6,13,14
1. Gejala repiratorik bervariasi tergantung dari luas lesi. Bisa asimptomatik
hingga simptomatik.
a. Batuk produktif 2 minggu disertai gejala tambahan.
b. Batuk berkembang dari batuk biasa menjadi purulen hingga batuk
darah (gross haemopthysis).
c. Sesak napas.
d. Nyeri dada non pleuritik.
2. Gejala sistemik
a. Demam
Demam biasanya menyerupai influenza tetapi panas badan kadang
mencapai 40oC 41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar,tetapi kemudian dapat timbul kembali.Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan keparahan infeksi
bakteri tuberkulosis.
b. Batuk
batuk
(menghasilkan
kering
dan
sputum)
kemudian
setelah
menjadi
timbul
batuk
produktif
peradangan.
Keadaan
2.6.2
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior (S1 dan S2) serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah karena sekret menjadi lebih banyak dan kental
serta tanda-tanda penggunaan otot napas tambahan.1,13
2.6.3
A. Pemeriksaan Bakteriologi
Penemuan M.TB mempunyai arti penting untuk menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi TB biasanya berasal dari dahak pasien
(bisa juga dari cairan pleura, liquor cerebrospinal dan sebagainya). Bahan
pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot
penampungan khusus. Apabila tenaga kesehatan mampu membuat apusan dahak
ada baiknya dibuat terlebih dahulu sebelum dikirim ke laboratorium.1,6
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
mikroskopik biasa menggunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berurutan yaitu Sewaktu-PagiSewaktu (SPS):1,6
2.
3.
10
Jika TB semakin parah maka lesi akan membesar dan menjadi lebih halus
atau berbatas halus. Lesi akan bergabung dan terbentuk kavitas sebagai respon
inflamasi lokal yang menyebaban nekrosis dan peluruhan jaringan paru. Luas lesi
pada BTA negatif ada yang membutuhkan pengobatan yaitu apabila:6
1. Lesi minimal bila TB paru menyerang sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga ke 2 serta tidak dijumpai kavitas.
2. Lesi luas yaitu apabila lesi lebih besar daripada lesi minimal.
C. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin dilakukan karena tuberkulin merupakana salah satu protein
terbanyak penyusun M.TB. Uji tuberkulin dapat menunjukan TB positif namun
hasilnya kurang akurat. Pada 20-25% kasus malnutrisi dan infeksi HIV uji
tuberkulin menghasilkan negatif palsu.1,6,14,15
Berikut pada gambar 2.1 akan dijelaskan alur pemeriksaan yang harus
dilakukan untuk menegakkan diagnosis TB paru.
Penatalaksanaan tuberkulosis
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
11
OAT lini I
OAT lini II
19
Berikut jenis dan dosis OAT yang dianjurkan untuk pengobatan TB paru dan tabel komplikasi serta kontra indikasi OAT seperti yang
ditunjukkan tabel 2.1 dan 2.2.
Tabel 2.1 Jenis dan dosis OAT6
Obat
Dosis
(mg/Kg
BB/Hari)
Dosis yg dianjurkan
DosisMaks
(mg)
Harian (mg/ KgBB/
Intermitten (mg/KgB
Hari)
B/kali)
< 40
40-60
>60
8-12
10
10
600
300
450
600
4-6
10
300
150
300
450
20-30
25
35
750
1000
1500
15-20
15
30
750
1000
1500
15-18
15
15
Sesuai BB
750
1000
1000
20
Dosis RataJenis
Dosis
obat
Harian
Rata
Dewasa 2/3
Toksisitas
Keterangan
kali
300 mg
Seminggu
600 mg/
Hepatitis, neuritis,
PO
900 mg
gangguan mood/
600 mg
600 mg/
Hepatitis,
PO; 450
600 mg
trombopenia, nefritis,
kemungkinan berinteraksi
sindroma flu.
mg BB<
50 kg
2030
3040 mg/
mg/ kg
kg/ 40-50
arthritis dari
meningkat, jangan
PO
mg/ kg
hiperurisemia,
gangguan pencernaan
memberhentikannya kecuali
21
1520
3035 mg/
mg/ kg
kg/ 40-50
perifer jarang,
PO
mg/ kg
gangguan pencernaan.
1215
15 mg/ kg/
Gangguan
mg/ kg
15 mg/ kg
keseimbangan dan
pendengaran, deplesi
kation.
pemberian.
fungsi ginjal.
IM
21
22
23
Kategori
I
II
Kasus
TB paru BTA positif, BTA
negatif , lesiluas
1. Kambuh
2. Gagal pengobatan
III
minimal
Kronik
VI
MDR TB
Keterangan
23
2.8
24
25
prima untuk semua pasien disegala usia, termasuk pasien TB dengan BTA positif
maupun BTA negatif, TB extrapulmonar, TB-MDR, TB dengan infeksi HIV dan
kormobiditas lain. Bagaimanapun peningkatan kesadaran penting untuk semua
penyedia layanan kesehatan untuk mendeteksi dan mencegah TB. Faktor risiko
meningkat risiko terkena semakin besar pula.14
Prinsip ISCT secara global yaitu penemuan kasus dan diagnosis yang
segera ditegakkan serta akurat.Pengobatan yang dilakukan harus dimonitoring
dan tanggung jawab sebagai pelayanan kesehatan harus ditunjukkan. Diagnosis
yang akurat dan penatalaksanaan yang tepat adalah langkah yang paling efektif
untuk mencegah penularan M.TB.14
2.9 Multi-Drugs Resistance (MDR)
Pasien dengan MDR TB adalah setiap pasien yang menunjukkan tandatanda resistensi minimal terhadap dua jenis obat TB utama yaitu isoniazid dan
rifampisin. Penanganan yang di bawah standar akan berakibat kegagalan
pengobatan, transmisi kuman TB yang berkelanjutan kepada anggota keluarga
dan anggota masyarakat lain serta menimbulkan resistensi obat.Resistensi obat
antituberkulosis (OAT) sangat erat hubungannya dengan riwayat pengobatan
sebelumnya. Pasien yang pernah diobati sebelumnya mempunyai kemungkinan
resisten 4 kali lebih tinggi dan untuk MDR-TB 10 kali lebih tinggi daripada
pasien yang belum pernah menjalani pengobatan1,6,9
Suspek MDR TB adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan
salah satu atau lebih keriteria suspek dibawah ini:6,9
1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik).
2. Pasien TB yang tidak konversi pada pengobatan kategori 2.
3. Pasien TB dengan riwayat pengobatan di Fasilitas
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Layanan
26
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien
Nama
: Tn. AF
Umur
: 28 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Service hotel
Masuk RS
: 9 November 2016
27
penurun panas dan radang tenggorokan namun pasien tidak ingat nama obat
tersebut. Namun keluhan tetap tidak berkurang.
1 hari SMRS karna keluhan tidak berkurang pasien dating ke IGD RSUD
AA
Riwayat Penyakit dahulu
Hipertensi (-)
Asma (-)
Jantung (-)
Hipertensi (-)
TB (-)
Asma (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan umum
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
Nafas
: 26 x/menit
Suhu
: 38,3C (aksila)
28
: tidak anemis
Sklera
: tidak ikterik
Pupil
Hidung
Mulut
Leher
Toraks
Paru
Inspeksi
penggunaan otot napas tambahan (-), retrasksi (-), sela iga melebar (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Ronki +/+ pada lobus medial paru dextra dan basal paru sinistra,
Palpasi
Perkusi
: Batas-batas jantung
Kanan : SIK V linea sternalis dextra
Kiri
29
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-) pada epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Ekstremitas teraba hangat, pitting udem (-), clubbing finger (-), CRT < 2 detik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb
: 13,1 gr/dl
Leukosit
: 15x103 /uL
Trombosit
: 420.000/uL
Hematokrit
: 41,5%
GDS
: 110 mg/dl
Rontgen toraks
:+++
30
Interpretasi rontgen :
Identitas sesuai
Marker R
Tidak ada penarikan atau pendorongan dari trakea dan jantung. CTR
<50%
RESUME
2 minggu SMRS pasien mengeluhkan demam. Demam dirasakan hilang
timbul, tidak terlalu panas, menggigil (+), dan disertai keringat malam hari.
Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk berhadak. Dahak berwarna
kekuningan, dan darah (-) dengan volume gelas.
1 minggu SMRS keluhan demam dirasakan tidak berkurang. Keluhan
batuk berdahak tidak berkurang dan disertai darah (+) berwarna merah segar.
Selain itu pasien juga mengeluhkan rasa sesak yang tidak disertai nyeri dada dan
tidak dipengaruhi makanan, debu, cuaca, emosi, dan posisi. asma (-) Pasien juga
menyatakan nafsu makan menurun dan berat badannya menurun. BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
Dari pemeriksaan fisik vital sign suhu dan napas meningkat, pemeriksaan
kepala leher normal, pada pemeriksaan fisik paru ditemukan : ronkhi pada
31
lapangan tengah paru kanan dan basal paru kiri. Pada pemeriksaan penunjang
ditemukan pada pemeriksaan darah rutin leukosit meningkat sebesar 15.000 /uL.
Rontgen toraks didapatkan gambaran corakan bronkovaskular meningkat, tampak
fibroinfiltrat di lapangan atas paru kanan. Tampak cavitas dilapangan tengah paru
kanan.
Daftar masalah
Demam
Sesak nafas
Diagnosis kerja
Tuberkulosis paru kasus baru
Diferensial diagnosis
Tuberkulosis paru kasus putus obat
Penatalaksanaan
Non farmakologi :
a. Tirah baring.
b. Anjuran untuk menutup mulut jika batuk dan tidak membuang dahak
sembarangan.
c. Makan makanan yang sehat terutama yang mengandung karbohidrat, serat
dan protein. Hindari konsumsi alkohol dan merokok.
Farmakologi :
IVFD RL20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 2 x1 gram
Injeksi ranitidine 2x1 amp 50mg
Ambroxol syr 3x1 cth
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini, diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Berdasarkan teori, pasien TB paru
memiliki gejala klinis berupa gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala
respiratorik dapat berupa batuk 2 minggu, batuk berdarah, sesak nafas dan
nyeri dada. Gejala respiratorik ini bervariasi mulai dari tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.Gejala sistemik dapat berupa
demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.Dari
anamnesis pada pasien ini dapat ditemukan sesak nafas, batuk berdahak 2
minggu,demam, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.
Dyspnea atau sesak nafas pada TB dapat disebabkan oleh kerusakan
parenkim paru. Karena peradangan yang disebabkan oleh adanya bakteri
tuberkulosis, jaringan paru yang masih sehat dapat mengalami kerusakan dengan
terbentuknya jaringan fibrosis. Jaringan fibrosis yang berlebihan dapat
menyebabkan berkurangnya keregangan paru sehingga paru menjadi kaku dan
terhambatnya jalur difusi gas. Kerusakan dinding alveolar yang luas
menyebabkan fibrosis paru interstisial yang merupakan gambaran utama dari
33
penyakit paru restriktif kronik. Keringat malam hari, anoreksia, demam, malaise
dan penurunan BB adalah gejala klasik namun tidak spesifik untuk TB.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas tambahan berupa ronkhi di
lobus medial paru kanan dan basal paru kiri. Untuk diagnosis pasti TB yaitu
ditemukan kuman tuberkulosis dengan cara pemeriksaan BTA sputum, cara
pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara
sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan), dahak Pagi (keesokan harinya),
Sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi). Untuk lnterpretasi hasil
pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 2 kali positif, 1 kali
negatif berarti mikroskopik positif, jika 1 kali positif, 2 kali negatif periksa ulang
BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif berarti mikroskopik
positif bila 3 kali negatif mikroskopik negatif. Bila gambaran radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2
kali negatif tidak perlu diulang dan itu sudah dapat ditegakkan diagnosis
Tuberkulosis. Pada pasien ini didapatkan hasil cek sputum BTA positif 2 dan
pada pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran fibro infiltrate pada apeks
paru kanan dan cavitas pada lapangan paru tengah Sehingga dapat ditegakkan
diagnosa Tuberkulosis paru BTA positif kasus baru.
Rencana penatalaksanaan OAT kategori 1 maka diberikan yaitu regimen 2
(HRZE)/ 4 (HR)3.
DAFTAR PUSTAKA
34
1. Persatuan
Dokter
Paru
Indonesia.
Pedoman
diagnosis
dan
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
nasional
8. Burhan
E.
Tuberkulosis
multi
drug
resistance
(TB-MDR).
35
11. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, Adelbergs medical
microbiology. 23rd ed. United States: McGraw-Hill Companies; 2004.
12. Iseman MD. Tuberculosis. In: Goldman L, MD, Ausilleo D,MD, editors.
Goldman: Cecil Medicine. 23rd ed. Philadhelpia: Saunders Elsevier;
2007.Chap: 345.
13. TB CARE I. International standarts for tuberculosis care. 3rd ed. United
States: The Hague; 2014.
14. Kenyorini, Suradi, Surjanto E. Uji tuberkulin. J.Tuberkulosis Indonesia.
2006; 3(2): 1-5.
15. Tjandra YA. Tuberkulosis: diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi V.
Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia bekerja sama dengan
PPTI; 2005.
16. Kbbi.web.id [web site di internet]. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pembinaan
Bahasa,
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
36