Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

TENOSINOVITIS DE QUERVAIN DIGITI 1

Disusun oleh :
Ujang Kadir, S.Ked
110.2011.287

Pembimbing :
Kol. CKM. (Purn). Dr. H. Abidin, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RS RDWAN MEURSAKSA

BAB I
PENDAHULUAN

Tenosinovitis De Quervain atau dikenal pula dengan De Quervains


syndrome dinamakan sesuai dengan nama penemu penyakit ini yaitu Fritz de
Quervain, seorang ahli bedah Swiss pada tahun 1895. Awalnya, Fritz de Quervain
mendeskripsikan penyakit ini sebagai tenovaginitis yaitu proliferasi jaringan
fibrosa retinakulum otot-otot ekstensor dan tendon sheath dari otot ekstensor
polisis brevis dan otot abduktor polisis longus. Beberapa tahun kemudian, terjadi
stenosis tenosinovitis dari kedua tendon tersebut (kompartemen dorsal pertama)
hingga kemudian penyakit ini dikenal dengan nama de Quervains tenosinovitis.
Penyakit ini disebut juga dengan washerwomans sprain karena lebih banyak
menyerang wanita dari pada pria.
De Quervains syndrome menunjukkan gejala nyeri pada daerah prosesus
stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor polisis longus
dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon
tersebut. De Quervains syndrome atau tenosinovitis stenosus ini merupakan
tendovaginitis kronik yang disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga
ditemukan penebalan tendon. Lokasi de Quervains syndrome ini adalah pada
kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan, termasuk di dalamnya
adalah tendon otot abduktor polisis longus (APL) dan tendon otot ekstensor
polisis brevis (EPB). Pasien dengan kondisi yang seperti ini biasanya datang
dengan nyeri pada aspek dorsolateral dari pergelangan tangannya dengan nyeri
yang berasal dari arah ibu jari dan / atau lengan bawah bagian lateral.
Tenosinovitis de Quervain mengenai mereka yang berusia 30-50 tahun.
Insiden pada wanita bisa sampai enam kali lipat lebih banyak daripada pria.
Proses ini diperparah oleh aktivitas yang berulang-ulang dan deviasi ulnar
simultan pada pergelangan tangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi
Tendon adalah penghubung antara tulang dan otot. Tendon ada yang

dibungkus dengan pembungkus tendon (tendon sheath), ada pula yang tidak dan
langsung melekat pada tulang. Pergelangan tangan bagian dorsal yang terdiri dari
otot-otot ekstensor dibungkus oleh sebuah retinakulum ekstensor yang berjalan
melalui tulang-tulang karpal. Retinakulum ini terdiri dari jaringan fibrosa. Bagian
medial dari retinakulum ini melekat pada os pisiform dan os hamate sementara
bagian lateralnya melekat pada bagian distal dari os radius. Ada enam
kompartemen jaringan fibrosa yang melalui otot-otot ekstensor ini. Kompartemen
ini dipisahkan satu sama lain oleh jaringan fibrosa. Setiap kompartemen
dibungkus oleh tendon sheath yang berisi cairan sinovial dan semuanya
dibungkus oleh retinakulum tadi.

Gambar 1 dan 2 : Anatomi otot dan tendo pergelangan tangan

Gambaran anatomi dari kompartemen ekstensor punggung pertama terdiri


dari tendon ekstensor polisis brevis (EPB) dan abductor polisis longus (APL).
Struktur kompartemen dari radial ke ulnar adalah kompartemen pertama yang
terdiri dari tendon otot ekstensor polisis brevis dan tendon otot abduktor polisis
longus, kompartemen kedua yang terdiri dari tendon otot ekstensor karpi radialis
brevis dan tendon otot ekstensor karpi radialis longus, kompartemen ketiga yaitu
tendon otot ekstensor polisis longus, kompartemen keempat yaitu tendon otot
ekstensor digitorum dan otot ekstensor indicis, kompartemen kelima adalah
tendon otot ekstensor digiti minimi, dan kompartemen keenam adalah tendon otot
ekstensor karpi ulnaris.
Tendon pada otot ekstensor polisis brevis berfungsi pada pergerakan
ekstensi polluks, sedangkan tendon pada otot abduktor polisis longus berfungsi
sebagai pergerakan abduksi pada polluks. Di antara kedua tendon ini berjalan
cabang nervus radialis sebagai sensoriknya sehingga jika terjadi stenosis pada
kompartemen ini akan merangsang nyeri akibat iritasi pada nervus radialis.
2.2.

Definisi
De Quervain's syndrome merupakan peradangan pada tendon dan pada

penutup tendon otot abductor pollicis longus (APL) dan extensor pollicis brevis
(EPB). Kedua tendon otot ini membentuk segitiga sama sisi di metacarpal I.
Dalam perjalanannya ke ibu jari, tendon APL dan EPB ini saling beriringan dan
bersampingan ke sisi tepi pergelangan tangan.

Gambar 3. Jepitan tendon APL dan EPB pada tenosinovitis de Quervain


4

Kemudian melalui suatu terowongan (tunnel) dekat ujung tulang radius


lengan bawah. Terowongan ini merupakan saluran berselubung licin yg
dinamakan tenosynovium. Peradangan pada tenosynoviun dan tendon ini yang
dinamakan tenosynovitis. Pada de Quervain's syndrome ini gerakan tendon yang
berada pada terowongan menjadi mengerut atau seret.
2.3.

Epidemiologi
Angka kejadian di USA untuk penyakit ini relatif, terutama di antara

orang-orang yang menunjukkan aktivitas yang menggunakan tangan berulangulang, seperti pekerjaan pemasangan bagian-bagian mesin dan sekretaris.
Mortalitas tidak berhubungan dengan kondisi penyakit ini. Beberapa morbiditas
yang dilaporkan mungkin terjadi pada pasien dengan riwayat nyeri progresif di
mana berhubungan dengan aktivitas yang memerlukan penggunaan tangan yang
terkena. De Quervains syndrome lebih banyak diderita orang dewasa dibanding
pada anak-anak.
Hingga saat ini belum ditemukan adanya korelasi nyata antara insidensi de
Quervains syndrome denga sejumlah ras tertentu. Meskipun penyakit ini sering
dijumpai pasa pria dan wanita, tetapi de Quervains syndrome menunjukkan
jumlah yang signifikan di mana lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria. Keadaan ini paling biasa pada wanita yang berumur 30-50 tahun.
Beberapa sumber bahkan memperhatikan rasio yang sangat tinggi pada wanita
dibandingkan pada pria yaitu 8:1. Menariknya, banyak wanita yang menderita de
Quervains syndrome selama kehamilannya atau selama periode postpartum.
2.4.

Etiologi
Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi inflamasi tendon yang terjadi

berhubungan dengan gesekan yang berlebihan / berkepanjangan antara tendon dan


pembungkusnya, terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain.
Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi terhadap
perkembangan penyakit de Quervains syndrome. Aktivitas-aktivitas yang
mungkin menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan tangan termasuk faktor

pekerjaan, tugas-tugas sekretaris, olahraga golf, atau permainan olahraga yang


menggunakan raket.

Gambar 4. Tugas-tugas dari seorang sekretaris yang dapat menyebabkan trauma


berulang pada pergelangan tangan
2.5.

Patofisiologi
Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan termasuk

pembungkus tendon yang menutupi tendon otot abduktor polisis longus dan
tendon otot ekstensor polisis brevis pada tepi lateral. Inflamasi pada daerah ini
umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan tangan dan ibu jarinya untuk
kegiatan-kegiatan yang repetitif atau berulang. Karena itu, de Quervains
syndrome dapat terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif (repetitif).

Gambar 5. Potongan sagittal dari Tenosinovitis de Quervain


Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada
jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon
6

sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas
cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan
otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi
sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak
sebagai inflamasi dari tendon sheath.
Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena
jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau
penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal ini akan mempengaruhi
pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan
tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-otot ini merangsang nervus yang
ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila
digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada penderita penyakit ini.
Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis
brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius.
2.6.

Manifestasi Klinis
Keadaan ini paling biasa terjadi pada wanita berusia 30-50 tahun, yang

mengeluh nyeri pada sisi radius pergelangan tangan. Kadang - kadang tampak
adanya pembengkakan pada ujung stiloid radial.

Gambar 6 : Penampang tangan penderita tenosinovitis De Quervain


Pasien dengan tenosinovitis ini menggambarkan rasa sakit dan bengkak
pada radial pergelangan tangan yang diperparah oleh penggunaan pergelangan
tangan dan ibu jari. Onset gejala dapat terjadi tiba-tiba atau bertahap. Rasa sakit
sering timbul di bagian proksimal dan distal lengan bawah dan diperparah dengan

mengangkat ibu, jari menggenggam, dan diperingan dengan istirahat . Beberapa


pasien dicatat parestesia sepanjang dorsal ibu jari dan jari telunjuk karena
kedekatan radial cabang saraf sensorik dorsal.
De Quervain tenosinovitis terjadi pada wanita lebih sering dibandingkan
pria, yang paling sering terjadi pada usia pertengahan, dan berkembang karena
berbagai faktor. Paling sering terjadi pada pasien yang mempunyai riwayat sering
menggunakan pergelangan tangan yang lama. Kegiatan termasuk penggunaan ibu
jari dan deviasi ulnar dan radial khusus dari pergelangan tangan. Gejala-gejala
dapat berkembang selama kehamilan dan sering pada ibu yang merawat bayi.
Penderita sering mencatat peristiwa traumatis. Trauma langsung pada selubung
tendon mungkin mendahului gejala, atau patah tulang pergelangan tangan dapat
menyebabkan tekanan meningkat ditendon. Penyakit ini terjadi lebih umum pada
pasien dengan diabetes mellitus. Sebuah arthritis inflamasi seperti rheumatoid
arthritis juga mungkin terkait dengan pengembangan proses.
2.7.

Penegakkan Diagnosa
Kelainan ini sering ditemukan pada wanita umur pertengahan. Gejala yang

timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua otot
tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis
longus dan otot ekstensor polisis brevis. Perlu ditanyakan juga kepada pasien
riwayat terjadinya nyeri. Sebagian pasien akan mengungkapkan riwayat terjadinya
nyeri dengan trauma akut pada ibu jari mereka dan sebagian lainnya tidak
menyadari keluhan ini sampai terjadi nyeri yang lambat laun makin menghebat.
Untuk itu perlu ditanyakan kepada pasien apa pekerjaan mereka karena hal
tersebut akan memberikan kontribusi sebagai onset dari gejala tersebut khususnya
pada pekerjaan yang menggunakan jari-jari tangan. Riwayat penyakit lain seperti
pada rheumatoid arthritis dapat menyebabkan pula deformitas dan kesulitan
menggerakkan ibu jari. Pada kasus-kasus dini, nyeri ini belum disertai edema
yang tampak secara nyata (inspeksi), tapi pada kasus-kasus lanjut tampak edema
terutama pada sisi radial dari polluks.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus
stiloideus radius, kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat

penebalan pembungkus fibrosa pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius,


serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari pergelangan tangan dan ibu jari. Bila
tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar, penderita merasa nyeri oleh
karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji Finkelstein positif.

Gambar 7. Finkelstein test


Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervains syndrome adalah
tes Finkelstein positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien untuk
mengepalkan tanganya di mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari
lainnya. Si pemeriksa kemudian melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan
tangan si pasien yang dicurigai di mana dapat menimbulkan keluhan utama berupa
nyeri pergelangan tangan daerah dorsolateral. Tes Finkelstein dilakukan dengan
membuat kepalan dengan jari tertutup selama ibu jari dan pergelangan tangan
membungkuk ke arah kelingking.

Gambar 8. Tes Finkelstein

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk menunjang


diagnosis penyakit ini. Kadang dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat
adanya faktor rheumatoid untuk mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi hal ini
juga tidak spesifik karena beberapa penyakit lain juga menghasilkan faktor
rheumatoid di dalam darahnya.
Pemeriksaan radiologis secara umum tidak ada yang spesifik menunjang
diagnosis penyakit ini. Akan tetapi, penemuan terbaru dalam delapan orang pasien
yang dilakukan ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil
potongan aksial dan koronal didapatkan adanya penebalan dan edema pada
tendon sheath. Pada pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada
tendon sheath tendon otot ekstensor polisis brevis dan otot abduktor polisis
longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai untuk kasus-kasus trauma
akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau osteonekrosis.
2.8.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang harus disingkirkan untuk menegakkan diagnosis

sindroma de Quervain, antara lain: Osteoarthritis (OA) Sendi Carpo-Metacarpal


Pertama (Carpo-Metacarpal Joint I / CMCJ I), Sindroma Intersection dan
Sindroma Wartenberg.
a) Osteoarthritis CMCJ I

Gambar 9. Osteoarthritis CMCJ 1


10

Pada umumnya nyeri yang terjadi pada OA CMCJ I berlokasi pada sisi
volar pergelangan tangan. Pada pemeriksaan tes finkelstein, OA CMCJ I dapat
positif, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan lainnya yaitu Grind Test. Tes
ini dilakukan dengan mendorong ibu jari dengan kuat ke arah sendi CMC sambil
melakukan gerakan sedikit memutar sehingga tampak seperti gerakan menggiling.
Tes ini negatif pada sindroma de Quervain dan positif pada OA CMCJ I.
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan tambahan berupa foto roentgen
untuk menyingkirkan diagnosis OA CMCJ I. Pada OA akan tampak tanda-tanda
khas berupa penyempitan spatium kartilago, peningkatan densitas tulang
subchondral, dan adanyaosteofit. Sedangkan pada sindroma de Quervain
pembengkakan disebabkan oleh pembengkakan tenosynovium sehingga tidak
akan tampak apa-apa pada pemeriksaan roentgen.
b) Sindroma Intersection
Sindroma intersection adalah peradangan tenosinovium dari tendontendon ekstensor yang terdapat pada pergelangan tangan yaitu musculus extensor
carpi radialis longus dan musculus extensor carpi radialis brevis. Kondisi ini juga
dapat melibatkan musculus abductor pollicis longus dan musculus extensor
pollicis brevis. Sindroma ini pada umumnya terjadi pada aktivitas yang
memerlukan gerakan repetitif fleksi maupun ekstensi pergelangan tangan,
contohnya pada olahragaolahraga yang menggunakan raket, dayung, atau
pengangkat beban.

Gambar 10. Perbedaan Tenosinovitis De Quervain dengan Sindroma Intersection


11

Karakteristik sindroma ini adalah nyeri dan pembengkakan pada bagian


distal dorsoradial lengan bawah. Hal ini merupakan penyulit dalam membedakan
sindroma ini dengan sindroma de Quervain karena sama-sama menunjukkan nyeri
pada pergelangan tangan. Akan tetapi nyeri pada kedua penyakit ini dimulai dari
tempat yang berbeda. Nyeri pada sindroma Intersection dirasakan pada titik
percabangan (intersection) yaitu kira-kira 3 inchi dari lengan bawah. Sedangan
pada sindroma de Quervain nyeri dirasakan sepanjang pergelangan tangan, dekat
dengan ibu jari. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk
menentukan letak nyeri pada pasien.
c) Sindroma Wartenberg
Sindroma ini disebabkan oleh kompresi pada cabang superfisial nervus
radialis yang mempersarafi bagian dorsal ibu jari dan sebagian jari telunjuk. Hal
ini dapat disebabkan oleh tekanan kronis pada saraf, aktivitas yang melakukan
gerakan repetitif, maupun trauma. Pasien dengan sindrom Wartenberg
mengeluhkan rasa nyeri pada bagian distal radial lengan bawah diikuti dengan
parestesi pada bagian dorsal radial tangan.

Gambar 11. Tes Tinnel Positif pada Sindroma Wartenberg


Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Tinels Sign, yaitu
dengan mengetuk ringan di atas nervus radialis, dan pasien akan merasakan
sensasi yang serupa dengan sengatan listrik ringan.

12

2.9.

Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana tenosinovitis de Quervain adalah untuk meringankan

rasa sakit yang disebabkan oleh iritasi dan pembengkakan. Tatalaksana yang
dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan intervensi bedah. Pada terapi
konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya penderita menghindari pekerjaan yang
menggunakan jari-jari mereka. Hal ini dapat membantu penderita dengan
mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen dorsal pertama pada ibu jari
(polluks) agar edema lebih lanjut dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini
dilakukan sekitar 4-6 minggu. Kompres dingin pada daerah edema dapat
membantu menurunkan edema (cryotherapy).
Pada tahap awal diberikan analgetik atau injeksi lokal kortikosteroid serta
mengistirahatkan pergelangan tangan, tetapi kadang-kadang penyembuhan hanya
bersifat sementara. Pembedahan dilakukan pada penderita yang resisten atau ingin
meredakan nyeri secara permanen dengan membuka bagian sarung tendon yang
sempit.
a) Terapi Konservatif
Splints dapat digunakan untuk mengimobilisasi ibu jari dan pergelangan
tangan (thumb-spica splint) untuk mengistirahatkan keduanya.

Gambar 12. De Quervains Splint

13

Obat anti-inflamasi (NSAIDs) misalnya ibuprofen yang merupakan drug


of choice untuk pasien dengan nyeri sedang. Bekerja sebagai penghambat reaksi
inflamasi dan nyeri dengan jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis
dewasa 200-800 mg, sedang dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 4-10
mg/kgBB/hari. Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa.
Adapun kontra indikasi pemberian obat ini adalah adanya riwayat
hipersensitif, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal atau perforasi,
insufisiensi ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi obat dengan
aspirin dapat meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi dengan
probenesid dapat meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasienpasien dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara obat ini dengan obat
anti hipertensi seperti captopril, beta blocker, furosemid, dan thiazid. Obat ini
tidak aman diberikan untuk wanita hamil terutama kehamilan pada trimester
ketiga (berpotensi untuk menyebabkan menutupnya duktus arteriosus).
Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat
mensupresi migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan
permeabilitas kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan dosis 20-40 mg
metilprednisolon atau dapat juga diberikan hidrokortison yang dicampur dengan
sedikit obat anestesi lokal misalnya lidokain. Campuran obat ini disuntikkan pada
tendon sheath dari kompartemen dorsal pertama yang terkena.

Gambar 13. Injeksi Metilprednisolon intralesi


Harus diperhatikan agar jangan sampai menyuntikkan campuran obat ini
langsung pada tendonnya karena dapat menyebabkan kelemahan pada tendon dan

14

potensial untuk terjadinya ruptur. Penyuntikan campuran obat ini juga hendaknya
dicegah jangan sampai terlalu superfisial dari jaringan subkutan karena dapat
menyebabkan depigmentasi pada kulit. Untuk pasien-pasien yang menderita
diabetes melitus sebaiknya dilakukan pengontrolan glukosa darah karena
pemberian kortikosteroid lokal dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah
sementara.
Kinesioterapi yaitu dengan melakukan terapi stretching atau peregangan
pada ibu jari. Pasien diajarkan berbagai cara untuk melakukan latihan peregangan
pada ibu jari, seperti gerak aktif pada jari-jari dan ibu jari. Pasien duduk senyaman
mungkin dengan tangan kiri disuport bantal. Posisi terapis berada didepan pasien.
Tangan kiri terapis memfiksasi sendi pergelangan tangan pasien dan tangan kanan
terapis menggenggam ibu jari kiri pasien di persendian carpometacarpal.

Gambar 14. Latihan peregangan pada ibu jari


Terapi di mulai dengan terapis memberikan contoh terlebih dahulu, satu
persatu dari 2 gerakan yang akan diberikan. Selanjutnya pasien mengikuti dan
mulai melakukan gerakannya satu persatu. Terapis memberikan dorongan ke arah
fleksi dan adduksi pada persendian carpometacarpal sebanyak sepuluh kali
pengulangan dengan bertahan pada posisi meregang selama 10 detik.

15

Gambar 15. Berbagai jenis latihan peregangan ibu jari untuk pasien De Quervain
Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk mengurangi aktifitas pada ibu jari
seperti tidak mengepel, tidak mencuci dan tidak melakukan aktivitas yang dapat
memperberat keadaan ibu jari pasien menjadi bertambah parah.
Ultrasound diatermi yaitu terapi dengan memanfaatkan gelombang panas
radiofrekuensi pada lesi dengan tujuan melonggarkan jepitan. Sebelum prosedur
dilakukan, pasien diposisikan senyaman mungkin, rileks, dan tanpa adanya rasa
sakit yaitu posisi dengan duduk kemudian tangan pronasi diletakan di atas bantal.
Tangan yang akan diterapi harus terbebas dari pakaian dan segala asesoris.
Sebelum pemberian terapi dilakukan tes sensibilitas di daerah tangan bagian
pergelangan tangan.

16

Gambar 16. Penggunaan Ultrasound Diatermi pada Tenosinits De Quervain


Alat diatur dengan ketentuan intensitas 1.5 watt/ cm, lamanya terapi 3
menit (Luas Area dibagi ERA = 4x3 dibagi 4), intensitas terapi 3 MHz (dengan
arus continues). Alat diatur sedemikian rupa sehingga tranduser dapat menjangkau
tangan yang akan diterapi. Kemudian area yang akan diterapi diberikan coupling
media, setelah itu tranduser ditempelkan lalu mesin dihidupkan kemudian
tranduser digerakan circumduksi (memutar) dengan irama yang teratur di atas
pergelangan tangan selama alat masih hidup/jangan berhenti sebelum alat mati,
selama proses terapi berlangsung harus mengontrol panas yang dirasakan pasien.
Jika selama pengobatan rasa nyeri dan ketegangan otot meningkat, dosis harus
dikurangi dengan menurunkan intensitas. Hal ini berkaitan dengan overdosis.
b) Terapi Pembedahan
Intervensi bedah diperlukan jika terapi konservatif tidak efektif lagi terutama
pada kasus-kasus lanjut di mana telah terjadi perlengketan pada tendon sheath.
Tindakan operasi mungkin diperlukan jika gejala yang parah atau tidak membaik.
Tujuan pembedahan adalah untuk membuka kompartemen (penutup) untuk
membuat lebih banyak ruang untuk tendon.

17

Gambar 17. Operasi pembedahan dekompresi


2.10.

Prognosis
Prognosis penyakit ini umumnya baik. Pada kasus-kasus dini, biasanya

berespon dengan baik pada terapi konservatif. Sedangkan pada kasus-kasus lanjut
dan tidak memberikan respon yang baik dengan terapi konservatif, dilakukan
tindakan bedah untuk dekompresi pada kompartemen dorsal pertama dari
pergelangan tangan.
Umumnya berlangsung dengan baik, morbiditas dapat terjadi jika terjadi
komplikasi pasca operasi misalnya adhesi tendo atau subluksasi volar tendon.
Pasien dengan de Quervains syndrome perlu untuk menghindari aktivitasaktivitas repetitif tertentu dari pergelangan tangan atau dari ibu jari hingga
pengobatan yang adekuat tercapai.

18

DAFTAR PUSTAKA
1.

Wolfe SW. Other Disorders of the Upper Extremity Tendinopathy. In:


Wolfe SW, Hotchkiss RN, Pederson WC, Kozin SH, editors.. Greens
Operative Hand Surgery. Sixth Edition. Volume 1. New York: Elsevier
Churchill Livingstone; 2011. p2079 83.

2.

Foye MP, Cailliet R, Stitik TP, Sinha D. Physical Medicine and


Rehabilitation for De Quervain Tenosynovitis. Medscape. 2012 Aug (Cited
2013 Jun 12). Available from: http://emedicine.medscape.com/article/327453overview#a0101

3.

ONeill CJ. De Quervains Tenosynovitis. In: Frontera WR, Silver JK,


Rizzo TD, editors. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation. Second
Edition. Canada: Saunders Elsevier; 2008. p131-2.

4.

Bhaskaranand K. de Quervains Stenosing Tenosynovitis. In: Kulkarni GS,


editor. Textbook of Orthopedics and Trauma. Second Edition. Volume 3. New
Delhi: Jaypee Medical Publishers; 2008. p2485 6.

5.

Narouze SN. Ultrasound Guided Injections for Tendon Dysfunction. In:


Narouze SN, editor. Atlas Ultrasound Guided Procedures in Interventional
Pain Management. New York: Springer; 2010. p198.

6.

Rondeau M, Stichel M. De Quervains Tenosynovitis. In: Guide to the


Diagnosis of Work Related Musculoskeletal Disorders. Canada: Multi
Mondes; 2008. p1-24.

7.

Waldman, Steven D. Wrist Pain Syndromes. In: Ross A, Chappelle A, Dick


E., editors. Atlas of Common Pain Syndromes. Philadelphia: Saunders; 2008.
p122-4.

8.

Elder G, Harvey EJ. Hand and Wrist Tendinopathies. In: Maffulli N,


Renstrom P, Leadbetter WB, editors. Tendon Injuries Basic Science and
Clinical Medicine. London: Springer Verlag; 2008. p128-9.

19

Anda mungkin juga menyukai