Anda di halaman 1dari 2

Prinsip-Prinsip Kebudayaan dalam Islam

Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada


kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk
menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang
yang tidak bermanfaat dan membawa mudarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam
perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Menurut Koentjaraningrat (1976) kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, buddayah,
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sehingga kebudayaan itu diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal. Sedangkan menurut Djojodiguno (1958) budaya
merupakan daya dari budi yang berupa cipta karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah
segala hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa, dan rasa
manusiauntuk memenuhi kebutuhannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat.
Sebagai agama, Islam merupakan sumber nilai yang memberikan inspirasi
dan corak kebudayaan. Karena itu kebudayaan Islam bukan kebudayaan yang diciptakan
oleh orang Islam atau masyarakat Islam semata, tetapi juga meliputi kebudayaan yang
bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami semata, tetapi juga
meliputi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islam,
meskipun ia muncul dari orang Islam atau masyarakat non-Islam .
Prinsip-prinsip kebudayaan dalam Islam merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu:
1.
Menghormati akal. Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru.
Kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak manusia. dijelaskan
dalam Qs, Ali-Imran, 3:190 yang artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang
berakal.
2.
Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. Firman Allah Swt :Allah akan
mengangkat (derajad) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu
beberapa derajad (Qs, aL-Mujadalah, 58:11).
3.
Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat manusia
untuk tidak menerima sesuatu sebelum diteliti. Sebagaimana telah difirmankan Allah
Swt: Dan janganlah kamu mengikuti dari sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan dan hati nurani semua itu akan dimintai pertanggungjawaban (QS,
al-Isra, 17:36).

4.
Tidak membuat pengrusakan. Firman Allah Swt: Janganlah kamu berbuat kerusakan di
bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan (Qs, al-Qhasash,
28:77).
Dan Islam membagi kebudayaan menjadi tiga macam :
1.
Kebudayan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqih disebutkan : alAdatu-muhakkamatun artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang
merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum.
Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada
ketentuannya dalam syariat Islam.
2.
Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, kemudian
direkonstruksi sehingga menjadi kebudayaan Islami.
3.
Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya Ngaben yang dilakukan
oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana
yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Umat Islam tidak boleh
mengikutinya bahkam Islam melarangnya karena kebudayaan seperti itu merupakan
kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan
kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang
menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan
manusia yang sudah meninggal dunia.

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia,


1976). M.M. Djojodiguno, Asas-AsasSosiologi (1959). Yusuf Al-Wardhawy, Islam
inklusif dan Ekslusif, terj. Nabhani Idris (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001)
https://fatikhahfauziahh92.wordpress.com/2012/05/23/makalah-tentang-kebudayaanislam/

Anda mungkin juga menyukai