BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
dengan harapan dapat menjadi wahana bagi para siswa untuk berfikir kritis, logis dan
kreatif. Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan
tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Sejauh
ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal.
Menurut Pattimukay (2010: 50), matematika sebagai ilmu dasar memegang
peranan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Menyadari pentingnya
peranan matematika dalam berbagai aspek kehidupan, maka siswa harus dibekali
dengan kemampuan dan keterampilan untuk menjawab permasalahan. Hal ini sejalan
dengan tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui
proses pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran matematika saat ini kurang memberikan perhatian pada
aktivitas siswa. Guru terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas, guru
bahkan ditempatkan sebagai sumber utama pengetahuan dan berfungsi sebagai
pentransfer pengetahuan. Sebaliknya siswa lebih banyak pasif, di posisikan sebagai
objek belajar, dikondisikan hanya untuk menunggu proses transformasi pengetahuan
dari guru. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap mutu pendidikan di tingkat
sekolah, khususnya dalam pendidikan matematika.
Menurut Soedjadi (2000: 99), Matematika merupakan ilmu universal yang
mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, matematika
mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu yang berimplikasi pada
daya eksplorasi pikiran manusia. Mengingat begitu pentingnya peranan matematika
maka prestasi belajar matematika setiap sekolah perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Olehnya itu, para siswa dituntut untuk menguasai pelajaran matematika,
karena disamping sebagai ilmu dasar juga sebagai sarana berpikir ilmiah yang sangat
berpengaruh untuk menunjang keberhasilan belajar siswa dalam menempuh
pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diupayakan penguasaan materi kepada
peserta didik yang dianggap masih rendah.
Harapan guru agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan ternyata belum
menampakkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata
pelajaran matematika dan obsevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas VIII
SMP Muhammadiyah Ambon ditemukan bahwa nilai hasil belajar matematika siswa
masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena masih ada beberapa siswa yang
memperoleh nilai di bawah batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Diperoleh
informasi bahwa ada beberapa persoalan yang timbul dalam proses pembelajaran.
Contohnya ketika siswa menyelesaikan soal yang berhubungan dengan menentukan
panjang balok, yang memliki luas permukaan telah diketahui. Suatu balok memiliki
luas permukaan 198 cm2. Jika lebar dan tinggi balok masing-masing 6 cm dan 3 cm,
tentukan panjang balok tersebut. Dalam hal ini, 50% yakni 13 dari 27 siswa kelas VIII
yang menjawab sebagai berikut:
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
(a)
Q.
(b)
gambar (c).
Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran di kelas juga
mempengaruhi rendahnya hasil belajar. Kebanyakan siswa malas dalam mencari dan
menemukan masalah yang dihadapi. Akibatnya, (c)
siswa kesulitan dalam menyelesaikan
soal yang diberikan guru. Selain itu juga, faktor penyebab rendahnya hasil belajar
matematika secara umum diantaranya proses pembelajaran yang berlangsung
cenderung terpusat pada guru (teacher and centered), di mana guru menjelaskan
materi pelajaran, memberikan contoh soal, siswa mencatat dan mengerjakan latihan.
Guru kurang memfasilitasi siswa, sehingga siswa menjadi pasif, kurang kreatif dan
kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Setiap proses pembelajaran berlangsung siswa kurang memperhatikan guru
menjelaskan sehingga ketika guru memberikan tugas, siswa tersebut kesulitan untuk
mengerjakannya. Disaat mengalami kesulitan siswa cenderung berdiam diri, malas
untuk berusaha mencari tahu, baik kepada guru maupun kepada teman-temannya
terkait masalah yang dihadapinya. Disinilah letak masalah siswa yang berkaitan
dengan aktivitas pembelajarannya. Namun sebaliknya, ketika siswa belajar dengan
aktif, berarti siswa yang mendominasi aktvitas pembelajaran.
Siswa secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok
dari materi pembelajaran, memecahkan persoalan dan mengaplikasikan apa yang baru
dipelajari kedalam satu persoalan, yang ada dalam kehidupan nyata. Selain itu juga
Hal ini tentunya akan menjadikan proses pembelajaran menjadi suatu aktivitas yang
bermakna yakni adanya kebebasan untuk mengaktualisasikan seluruh potensi
kemanusiaan, sehingga siswa dapat lebih aktif, kreatif, dan mandiri dalam kegiatan
belajar-mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2000: 45), aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang penting dalam belajar-mengajar.
Ketika guru dapat memilih dan menggunakan model-model pembelajaran
dengan baik sesuai dengan materi, tujuan pembelajaran, dan faktor siswa, maka
kegiatan belajar mengajar (KBM) akan berjalan lancar dan siswa akan merasa senang
dengan pembelajaran yang diberikan. Sehingga dengan demikian jika proses belajar
mengajar sukses dan siswa akan berhasil maka terjadi peningkatan hasil belajar siswa
Salah satu upaya untuk memperbiki hasil belajar matematika siswa terkait
dengan materi bangun ruang sisi datar adalah dengan menerapkan model
pembelajaran Two Stay Two Stray. Model Two Stay Two Stray (TSTS) atau dua
tinggal dua tamu adalah salah satu model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok
lain. Model pembelajaran ini akan diterapkan pada siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah Ambon dalam proses pembelajaran agar kegiatan pembelajaran yang
berlangsung dapat berjalan dengan baik dan tidak membosankan bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajarkan Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan
proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Syah (Jihad dan
Haris, 2012 : 1), belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif
positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif. Dengan kata lain, belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari
beberapa tahap.
Menurut Sudjana (Jihad dan Haris, 2012 : 2), belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.
Sedangkan menurut Dewey (Jihad dan Haris, 2012 : 2), belajar merupakan bagian
interaksi manusia dengan lingkungannya.
Menurut Hudojo (Jihad dan Haris, 2012 : 3), belajar merupakan kegiatan
bagi setiap orang. Pengetahuan, keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang
terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang
dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses
kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan suatu
perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua
aspek, yaitu :belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, dan
mengajar beorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran. Menurut Suherman (Jihad dan Haris, 2012 : 10), pembelajaran merupakan
proses komunikasi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam
rangka perubahan sikap.
Mulyasa (2006 : 101) mengemukakan bahwa, pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Suyitno (Azizah, 2007 : 17)
menjelaskan, pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar
terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa.
Menurut Usman (Jihad dan Haris, 2012 : 12) pembelajaran merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam proses pembelajaran, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku
terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil
yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah
B. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami kegiatan belajar. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil
belajar. Menurut Hamalik (2009 : 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Sedangkan menurut Anni
(2006 : 5), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami aktivitas belajar.
Menurut Bloom (Sugandi, 2006 : 24-27) menyatakan hasil belajar terbagi
menjadi tiga ranah, yaitu:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berorientasi pada nilai dan sikap yang terdiri dari lima kategori,
yakni penerimaan, merespon, penghargaan terhadap nilai, pengorganisasian, dan
pengalaman. Secara hirarkis kategori penerimaan adalah tingkat paling rendah
dan pengalaman merupakan tingkat paling tinggi.
3. Ranah Psikomotor
10
11
Menurut Trianto (2009 : 23), model pembelajaran mempunyai empat cirriciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau presedur. Ciri-ciri tersebut
adalah:
1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu pola rancangan atau langkah-langkah pembelajaran yang digunakan oleh
guru sebagai pedoman dan memberikan arah bagi guru untuk merencanakan aktivitas
belajar mengajar agar dalam proses belajar mengajar menjadi lebih sistematis serta
dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.
D. Model Pembelajaran Konvensional
Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak
digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Menurut Djamarah
(Kholik, 2011: 11), model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dahulu metode ini
telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajaran. Dalam pembelajaran model konvensional ditandai dengan
ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Sukandi (Kholik, 2011: 12) mendefinisikan bahwa model pembelaiaran
konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak tentang konsep-konsep
12
bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk
melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak
mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah
proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai pentransfer
ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai penerima ilmu.
Kholik (2011: 2) dalam artikelnya menjelaskan ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Fase
1.
2.
3.
Membimbing pelatihan.
Peran Guru
Menjelaskan tujuan pembelajaran, materi
prasyarat, memotivasi siswa, dan
mempersiapkan siswa untuk belajar.
Guru mendemonstrasikan ketrampilan
dengan benar atau menyajikan informasi tahap
demi tahap.
Memberikan latihan serta membimbing siswa
jika mengalami kesulitan dalam mengerjakan
soal-soal yang diberikan.
13
4.
5.
14
Model Two Stay Two Stray (TSTS) atau dua tinggal dua tamu adalah salah
satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena
banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu.
Menurut Suprijono (2009 : 93-94) model pembelajaran Two Stay Two Stray
dapat diartikan dua tinggal dua pergi. Model pembelajaran ini siswa dibentuk dalam
kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan empat orang. Siswa bekerja
sama dalam kelompok dan setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok
menjadi tamu kelompok lainnya. Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas
membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. Tamu mohon diri dan
kembali ke kelompok mereka sendiri melaporkan temuan mereka dari kelompok lain,
kemudian mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
Menurut Lie (Prawindya, 2011) Model Pembelajaran Two Stay Two Stray atau
model dua tinggal dua tamu adalah salah satu model cooperativ learning. Dalam
model TSTS siswa dibagi menjadi kelompok kecil dan diberi permasalahan/materi
yang harus mereka diskusikan. Pembagian tugas dalam kelompok sangat jelas,
dimana dua orang bertugas untuk bertamu ke kelompok lain untuk mencari informasi
dari kelompok tersebut, dan sisanya bertugas sebagai tuan rumah untuk menjelaskan
tentang permasalahan/materi kepada kelompok lain yang bertamu ke kelompok
mereka. Dalam model pembelajaran two stay two stray (dua tinggal dua tamu), siswa
dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
15
tamunya
5. Tamu kembali ke kelompok dan melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain.
Selanjutnya, Prawindya (2011 : 20) mengemukakan tentang prinsip
penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut.
Prinsip yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Model
Pembelajaran Two Stay Two Stray ini, sebagai berikut:
1. Membutuhkan kemampuan kerja tim (kelompok) secara kooperatif
2. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik
3. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
4. Siswa dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
5. Membuat siswa aktif bekerja sama dalam proses pembelajaran baik secara
emosional maupun sosial
16
Tahap-2
Presentasi guru
Tahap-3
Kegiatan Kelompok
Tahap-4
Formalisasi
Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Two Stay Two Stray sebagai
berikut :
1. Kelebihan
a. Dapat diterapkan pada semua kelas atau tindakan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan
f. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
2. Kelemahan
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, karena tidak terbiasa
sehingga merasa asing dan sulit untuk bekerja sama
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan
17
d. Siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, sehingga siswa yang kurang
pandai lebih sedikit dalam mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya.
F. Perbedaan Model Pembelajaran
Pembelajaran Konvensional
Dari uraian tentang model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran
Konvensional, dapat dilihat bahwa kedua model ini memiliki perbedaan yang
dijelaskan pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Perbedaan Model Pembelajaran TSTS dengan Model
Pembelajaran Konvensional
No
Model Pembelajaran
TSTS
18
Indikator
Menemukan rumus luas
permukaan kubus, balok,
limas dan prisma tegak
Materi
(2008),
yang
berjudul
Penerapan
Model
19
20
Sejalan dengan itu, menurut Zurina (2006 : 117) belajar didefinisikan sebagai suatu
perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari
sebuah pengalaman.
Model belajar yang dapat menciptakan lingkungan agar siswa dapat saling
membantu sehingga dapat saling memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah
model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model pembelajaran ini merupakan sebuah
alternatif pengajaran yang dapat memberikan suasana baru dalam kegiatan belajar
mengajar.
Pembelajaran
matematika
membutuhkan
pemahaman
dalam
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini yang digunakan adalah tipe eksperimen dengan
menggunakan model Post test Only Control Group Design (Sukardi, 2011 : 185) yang
dapat diskemakan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok
Kelas Eksperimen (E)
Kelas Kontrol (K)
Perlakuan
X1
X2
Posttest
O1
O2
Keterangan :
E = Kelompok Eksperimen
K = Kelompok Kontrol
X1 = perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share
X2 = perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional
O1 = tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen
O2 = tes akhir (post test) untuk kelas kontrol
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Muhammadiyah Ambon tahun ajaran
2015/2016
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung pada semester genap, tahun ajaran
2015/2016 setelah proposal ini diseminarkan.
22
23
Kelas Eksperimen
(Model Pembelajaran Two Stay
Two Stary)
Kelas Kontrol
(Model
Konvensional)
RPP 01
Bahan Ajar 01
LKS 01
II
RPP 02
Bahan Ajar 02
LKS 02
RPP 02
III
RPP 03
Bahan Ajar 03
LKS 03
RPP 03
IV
RPP 04
Bahan Ajar 04
LKS 04
RPP 04
RPP 01
F. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka
instrumen yang digunakan yaitu tes akhir dengan materi yang diuji adalah materi
bangun ruang sisi datar. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir
(post test) yang terdiri dari lima soal dalam bentuk uraian. Soal tes yang sama
diberikan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
G. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Menelaah materi pelajaran khususnya yang akan diajarkan.
b. Menelaah model pembelajaran dua tinggal dua tamu (two stay two stray) yang
akan digunakan pada kelas eksperimen
24
pada
model
pembelajaran
TSTS
dan
model
pembelajaran
konvensional.
d. Pelaksanaan tes akhir, dilakukan pada hari yang sama setelah materi pada
pertemuan akhir telah disampaikan, dengan soal tes pada kedua kelas sama
sedangankan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan jadwal pelajaran
matematika di kelas masing-masing.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan data hasil penelitian
b. Mengolah seluruh data hasil penelitian (pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan program SPSS 17.0)
c. Membuat kesimpulan
H. Teknik Analisis Data
25
Berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian, maka teknik analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis data statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil
belajar siswa pada materi bangun ruang sisi datar setelah dilakukan tes akhir. Hasil
belajar yang dimaksudkan merupakan nilai yang diperoleh dengan teknik penilaian
yang digunakan yaitu:
jumlah skor yang diperoleh
Hasil belajar=
100
jumlah skor total
(Purwanto, 2009: 12)
Selanjutnya nilai dari tes hasil belajar yang telah diperoleh akan
diklasifikasikan sesuai dengan penilaian acuan patokan (PAP) sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kriteria Konversi Nilai
Kualifikasi
Sangat tinggi
Presentase
90 x
Tinggi
75 x 90
Sedang
60 x 75
Rendah
40 x 60
x< 40
Sangat Rendah
(Ratumanan, 2006: 19)
2. Statitik Uji-t
Data yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan statistik untuk
mengetahui kontribusi model pembelajaran Two Stay Two Stray dan model
pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa pada materi bangun ruang
sisi. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi
26
17.0. Sebelum dilakukan pengujian dengan Uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji
keabsahan sampel atau uji prasyarat sampel dengan menggunakan nilai tes hasil
belajar sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada kedua
kelompok sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat (
2
), yaitu:
o f h
f
i=1
Keterangan:
fo = frekuensi pengamatan
fh = frekuensi yang diharapkan
k = jumlah kelas interval
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistic Chi-Square pada
SPSS 17.0
kriteria pengujian normalitas, yaitu:
2
2
tab atau Sig pada output SPSS
H0 diterima jika hit
H1 diterima jika
hit
tab
27
F=
n1
1 untuk penyebut.
c. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar kedua kelas setelah
diberi perlakuan model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran konvensional
digunakan uji t. Rumus yang digunakan, yaitu:
1. Untuk sampel yang homogen dan sampel yang normal, atau sampel yang
homogen dan sampel yang tidak normal.
28
n
n
2
1 1
2 ( 21)s 2
( 11)s 1 +
+
n1+ n22 n1 n2
2
X 1 X
(Sugiyono, 2012:
138)
keterengana:
X 1
: nilai rata-rata hitung data kelas eksperimen
X 2
s1
s2
n1
n2
29
2. Untuk sampel yang tak homogen dan sampel yang tak normal, atau sampel
yang tak homogen dan sampel yang normal.
2
X 1 X
t
s 12 s 22
+
n1 n2
Selanjutnya, harga t sebagai pengganti harga t-tabel dihitung dari selisih harga ttabel dengan dk = n1 1 dan dk = n2 1 dibagi dua, dan kemudian di
tambahkan dengan harga t yang terkecil.
Adapun hipotesis yang diuji di atas untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar antara kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
two stay two stray dan model pembelajaran konvensional sebagai berikut:
H0 : 1=2 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah
Ambon
yang
diajarkan
dengan
Model
H1 :
Ambon
yang
diajarkan
dengan
Model
30