Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
dengan harapan dapat menjadi wahana bagi para siswa untuk berfikir kritis, logis dan
kreatif. Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan
tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Sejauh
ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal.
Menurut Pattimukay (2010: 50), matematika sebagai ilmu dasar memegang
peranan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Menyadari pentingnya
peranan matematika dalam berbagai aspek kehidupan, maka siswa harus dibekali
dengan kemampuan dan keterampilan untuk menjawab permasalahan. Hal ini sejalan
dengan tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui
proses pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran matematika saat ini kurang memberikan perhatian pada
aktivitas siswa. Guru terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas, guru
bahkan ditempatkan sebagai sumber utama pengetahuan dan berfungsi sebagai
pentransfer pengetahuan. Sebaliknya siswa lebih banyak pasif, di posisikan sebagai
objek belajar, dikondisikan hanya untuk menunggu proses transformasi pengetahuan

dari guru. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap mutu pendidikan di tingkat
sekolah, khususnya dalam pendidikan matematika.
Menurut Soedjadi (2000: 99), Matematika merupakan ilmu universal yang
mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, matematika
mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu yang berimplikasi pada
daya eksplorasi pikiran manusia. Mengingat begitu pentingnya peranan matematika
maka prestasi belajar matematika setiap sekolah perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Olehnya itu, para siswa dituntut untuk menguasai pelajaran matematika,
karena disamping sebagai ilmu dasar juga sebagai sarana berpikir ilmiah yang sangat
berpengaruh untuk menunjang keberhasilan belajar siswa dalam menempuh
pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diupayakan penguasaan materi kepada
peserta didik yang dianggap masih rendah.
Harapan guru agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan ternyata belum
menampakkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata
pelajaran matematika dan obsevasi terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas VIII
SMP Muhammadiyah Ambon ditemukan bahwa nilai hasil belajar matematika siswa
masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena masih ada beberapa siswa yang
memperoleh nilai di bawah batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Diperoleh
informasi bahwa ada beberapa persoalan yang timbul dalam proses pembelajaran.
Contohnya ketika siswa menyelesaikan soal yang berhubungan dengan menentukan
panjang balok, yang memliki luas permukaan telah diketahui. Suatu balok memiliki
luas permukaan 198 cm2. Jika lebar dan tinggi balok masing-masing 6 cm dan 3 cm,

tentukan panjang balok tersebut. Dalam hal ini, 50% yakni 13 dari 27 siswa kelas VIII
yang menjawab sebagai berikut:
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
(a)
Q.

(b)

Gambar 1.1 Pekerjaan siswa


Dari gambar 1.1 di atas ternyata siswa masih keliru dalam menyelesaikan
soal. Pada gambar (a) siswa salah memasukan nilai lebar yang seharusnya 6 cm siswa
menulisnya 3 cm. Pada gambar (b) siswa menyelesaikan soal dengan menggunakan
rumus volume balok sehingga hasilnya salah.

jawaban yang benar adalah pada

gambar (c).
Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran di kelas juga
mempengaruhi rendahnya hasil belajar. Kebanyakan siswa malas dalam mencari dan
menemukan masalah yang dihadapi. Akibatnya, (c)
siswa kesulitan dalam menyelesaikan
soal yang diberikan guru. Selain itu juga, faktor penyebab rendahnya hasil belajar
matematika secara umum diantaranya proses pembelajaran yang berlangsung
cenderung terpusat pada guru (teacher and centered), di mana guru menjelaskan
materi pelajaran, memberikan contoh soal, siswa mencatat dan mengerjakan latihan.

Guru kurang memfasilitasi siswa, sehingga siswa menjadi pasif, kurang kreatif dan
kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Setiap proses pembelajaran berlangsung siswa kurang memperhatikan guru
menjelaskan sehingga ketika guru memberikan tugas, siswa tersebut kesulitan untuk
mengerjakannya. Disaat mengalami kesulitan siswa cenderung berdiam diri, malas
untuk berusaha mencari tahu, baik kepada guru maupun kepada teman-temannya
terkait masalah yang dihadapinya. Disinilah letak masalah siswa yang berkaitan
dengan aktivitas pembelajarannya. Namun sebaliknya, ketika siswa belajar dengan
aktif, berarti siswa yang mendominasi aktvitas pembelajaran.
Siswa secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok
dari materi pembelajaran, memecahkan persoalan dan mengaplikasikan apa yang baru
dipelajari kedalam satu persoalan, yang ada dalam kehidupan nyata. Selain itu juga
Hal ini tentunya akan menjadikan proses pembelajaran menjadi suatu aktivitas yang
bermakna yakni adanya kebebasan untuk mengaktualisasikan seluruh potensi
kemanusiaan, sehingga siswa dapat lebih aktif, kreatif, dan mandiri dalam kegiatan
belajar-mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2000: 45), aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang penting dalam belajar-mengajar.
Ketika guru dapat memilih dan menggunakan model-model pembelajaran
dengan baik sesuai dengan materi, tujuan pembelajaran, dan faktor siswa, maka
kegiatan belajar mengajar (KBM) akan berjalan lancar dan siswa akan merasa senang
dengan pembelajaran yang diberikan. Sehingga dengan demikian jika proses belajar
mengajar sukses dan siswa akan berhasil maka terjadi peningkatan hasil belajar siswa
Salah satu upaya untuk memperbiki hasil belajar matematika siswa terkait
dengan materi bangun ruang sisi datar adalah dengan menerapkan model

pembelajaran Two Stay Two Stray. Model Two Stay Two Stray (TSTS) atau dua
tinggal dua tamu adalah salah satu model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok
lain. Model pembelajaran ini akan diterapkan pada siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah Ambon dalam proses pembelajaran agar kegiatan pembelajaran yang
berlangsung dapat berjalan dengan baik dan tidak membosankan bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajarkan Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran

Two Stay Two Stray dan Model

Pembelajaran Konvensional pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar di Kelas


VIII SMP Muhammadiyah Ambon .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan model pembelajaran
konvensional pada materi bangun ruang sisi datar di kelas VIII SMP Muhammadiyah
Ambon?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan model pembelajaran
konvensional pada materi bangun ruang sisi datar di kelas VIII SMP Muhammadiyah
Ambon.
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu:


a. Bagi sekolah yaitu dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, dan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi
masalah pembelajaran matematika.
b. Bagi guru yaitu sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya
meningkatkan aktifitas belajar siswa pada pembelajaran matematika.
c. Bagi siswa yaitu agar dapat membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman
konsep pada mata pelajaran matematika sehingga standar kompetensi dapat
dituntaskan oleh siswa secara optimal.
d. Bagi penulis sendiri sebagai mahasiswa yang menekuni bidang ilmu keguruan
bila kelak bertugas sebagai guru di sekolah, agar dijadikan pelajaran berharga
dalam menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada materi
bangun ruang sisi datar.
E. Penjelasan Istilah

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan
proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Syah (Jihad dan
Haris, 2012 : 1), belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif
positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif. Dengan kata lain, belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari
beberapa tahap.
Menurut Sudjana (Jihad dan Haris, 2012 : 2), belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.
Sedangkan menurut Dewey (Jihad dan Haris, 2012 : 2), belajar merupakan bagian
interaksi manusia dengan lingkungannya.

Menurut Hudojo (Jihad dan Haris, 2012 : 3), belajar merupakan kegiatan
bagi setiap orang. Pengetahuan, keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang
terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang
dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses
kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan suatu
perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua
aspek, yaitu :belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, dan
mengajar beorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran. Menurut Suherman (Jihad dan Haris, 2012 : 10), pembelajaran merupakan
proses komunikasi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam
rangka perubahan sikap.
Mulyasa (2006 : 101) mengemukakan bahwa, pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Suyitno (Azizah, 2007 : 17)
menjelaskan, pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar
terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa.
Menurut Usman (Jihad dan Haris, 2012 : 12) pembelajaran merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan

timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam proses pembelajaran, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku
terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil
yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah
B. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami kegiatan belajar. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil
belajar. Menurut Hamalik (2009 : 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Sedangkan menurut Anni
(2006 : 5), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami aktivitas belajar.
Menurut Bloom (Sugandi, 2006 : 24-27) menyatakan hasil belajar terbagi
menjadi tiga ranah, yaitu:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berorientasi pada nilai dan sikap yang terdiri dari lima kategori,
yakni penerimaan, merespon, penghargaan terhadap nilai, pengorganisasian, dan
pengalaman. Secara hirarkis kategori penerimaan adalah tingkat paling rendah
dan pengalaman merupakan tingkat paling tinggi.
3. Ranah Psikomotor

10

Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada


enam aspek ranah psikomotor yaitu gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perceptual, gerakan ekspresif dan interpretatife.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah pencapaian bentuk perubahan perilaku siswa dari segala
aspek kemampuan yang diperoleh sebagai hasil dari aktivitas pembelajaran yang
dilakukan meliputi kemampuan kognitif, afektif, serta keterampilan siswa yang
dilakukan dalam waktu tertentu.
C. Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran,
metode pembelajaran atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur. Model
pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pula yang digunakan untuk penyusunan
kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono,
2009 : 46).
Menurut Joyce (Trianto, 2007 : 5) mengemukakan, model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,
film, computer, kurikulum, dan lain-lain.

11

Menurut Trianto (2009 : 23), model pembelajaran mempunyai empat cirriciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau presedur. Ciri-ciri tersebut
adalah:
1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu pola rancangan atau langkah-langkah pembelajaran yang digunakan oleh
guru sebagai pedoman dan memberikan arah bagi guru untuk merencanakan aktivitas
belajar mengajar agar dalam proses belajar mengajar menjadi lebih sistematis serta
dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.
D. Model Pembelajaran Konvensional
Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak
digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Menurut Djamarah
(Kholik, 2011: 11), model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dahulu metode ini
telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajaran. Dalam pembelajaran model konvensional ditandai dengan
ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Sukandi (Kholik, 2011: 12) mendefinisikan bahwa model pembelaiaran
konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak tentang konsep-konsep

12

bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk
melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak
mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah
proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai pentransfer
ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai penerima ilmu.
Kholik (2011: 2) dalam artikelnya menjelaskan ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Siswa adalah penerima informasi secara aktif.


Belajar secara individual.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
Perilaku di bangun atas kebiasaan.
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
Interaksi diantara siswa berkurang.
Guru tidak peka terhadap siswa yang tidak mengerti.
Menurut Kardi (Kresma, 2014: 4), sintaks model pembelajaran konvensional

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Konvensional


No

Fase

1.

Menyampaikan tujuan dan menyiapkan


siswa.

2.

Mendemostrasikan pengetahuan dan


keterampilan.

3.

Membimbing pelatihan.

Peran Guru
Menjelaskan tujuan pembelajaran, materi
prasyarat, memotivasi siswa, dan
mempersiapkan siswa untuk belajar.
Guru mendemonstrasikan ketrampilan
dengan benar atau menyajikan informasi tahap
demi tahap.
Memberikan latihan serta membimbing siswa
jika mengalami kesulitan dalam mengerjakan
soal-soal yang diberikan.

13

4.
5.

Mengecek pemahaman dan


memberikan umpan balik.
Memberikan latihan dan pemahaman
konsep.

Mengecek pemahaman dan memberikan


umpan balik.
Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan
menerapkan konsep yang di pelajari.

Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran konvensional


menurut Kholik (2011 : 15) sebagai berikut:
1) Kelebihan model pembelajaran konvensional
a. Dapat menyampaikan materi yang banyak dalam waktu singkat.
b. Dapat menonjolkan materi yang penting.
c. Lebih mudah dalam pengkondisian kelas.
d. Mampu membangkitkan minat akan informasi bagi siswa.
e. Bagi siswa yang memiliki kecenderungan belajar auditori, akan mampu
meningkatkan efektivitas hasil belajarnya.
f. Lebih berfokus pada hasil belajar kognitif saja.
2) Kelemahan model pembelajaran konvensional
a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari
c. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
d. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
e. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru
sebagai sumber informasi dan pengetahuan, sedangkan siswa pasif dan hanya
menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru.
E. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
1. Pengertian

14

Model Two Stay Two Stray (TSTS) atau dua tinggal dua tamu adalah salah
satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena
banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu.
Menurut Suprijono (2009 : 93-94) model pembelajaran Two Stay Two Stray
dapat diartikan dua tinggal dua pergi. Model pembelajaran ini siswa dibentuk dalam
kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan empat orang. Siswa bekerja
sama dalam kelompok dan setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok
menjadi tamu kelompok lainnya. Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas
membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. Tamu mohon diri dan
kembali ke kelompok mereka sendiri melaporkan temuan mereka dari kelompok lain,
kemudian mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
Menurut Lie (Prawindya, 2011) Model Pembelajaran Two Stay Two Stray atau
model dua tinggal dua tamu adalah salah satu model cooperativ learning. Dalam
model TSTS siswa dibagi menjadi kelompok kecil dan diberi permasalahan/materi
yang harus mereka diskusikan. Pembagian tugas dalam kelompok sangat jelas,
dimana dua orang bertugas untuk bertamu ke kelompok lain untuk mencari informasi
dari kelompok tersebut, dan sisanya bertugas sebagai tuan rumah untuk menjelaskan
tentang permasalahan/materi kepada kelompok lain yang bertamu ke kelompok
mereka. Dalam model pembelajaran two stay two stray (dua tinggal dua tamu), siswa
dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

15

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa model TSTS


adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dalam pelakasanaanya tetap
berpegang pada prinsip kooperatif dengan struktur kelompok terdiri atas 4 orang,
dimana dua orang bertugas untuk bertamu ke kelompok lain untuk mencari informasi,
dan dua orang lainnya bertugas sebagai tuan rumah untuk menjelaskan tentang
materi/permasalahan kepada kelompok lain yang bertamu ke kelompok mereka.
2. Ciri-ciri dan Prinsip Penggunaan
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS (Riyanto, 2009: 277):
1.
2.
3.
4.

Satu kelompok beranggota 4 orang


Beri tugas untuk berdiskusi
Setelah selesai, dua siswa bertamu ke kelompok lain
Dua siswa yang tinggal menginformasikan hasil diskusinya untuk dua

tamunya
5. Tamu kembali ke kelompok dan melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain.
Selanjutnya, Prawindya (2011 : 20) mengemukakan tentang prinsip
penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut.
Prinsip yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Model
Pembelajaran Two Stay Two Stray ini, sebagai berikut:
1. Membutuhkan kemampuan kerja tim (kelompok) secara kooperatif
2. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik
3. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
4. Siswa dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
5. Membuat siswa aktif bekerja sama dalam proses pembelajaran baik secara
emosional maupun sosial

16

Menurut Prawindya (2011 : 26), sintaks Model Pembelajaran TSTS adalah


sebagai berikut.
Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran TSTS
Tahap
Tahap-1
Persiapan

Tingkah laku guru


membuat rencana pembelajaran dan sistem penilaian, desain
pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa dalam satu
kelas ke dalam beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4
siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen dalam hal jenis
kelamin dan prestasi akademik siswa.

Tahap-2
Presentasi guru

menyampaikan indikator pembelajaran, memperkenalkan


dan
menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
dibuat

Tahap-3
Kegiatan Kelompok

pembelajarannya menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas


yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok

Tahap-4
Formalisasi

membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal

Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Two Stay Two Stray sebagai
berikut :
1. Kelebihan
a. Dapat diterapkan pada semua kelas atau tindakan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan
f. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
2. Kelemahan
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, karena tidak terbiasa
sehingga merasa asing dan sulit untuk bekerja sama
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan

17

d. Siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, sehingga siswa yang kurang
pandai lebih sedikit dalam mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya.
F. Perbedaan Model Pembelajaran

Two Stay Two Stray dan Model

Pembelajaran Konvensional
Dari uraian tentang model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran
Konvensional, dapat dilihat bahwa kedua model ini memiliki perbedaan yang
dijelaskan pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Perbedaan Model Pembelajaran TSTS dengan Model
Pembelajaran Konvensional
No

Model Pembelajaran
TSTS

Orientasi pembelajaran berpusat pada siswa

Orientasi pembelajaran berpusat pada


guru

Sesama anggota kelompok saling


membantu, mendorong dan saling
memotivasi dalam proses belajar

Dalam proses belajar, hanya sedikit


terjadi proses diskusi antar siswa

Proses belajar bersifat interaktif antara guru


dan siswa dalam hal bimbingan

Pembelajaran bersifat individual, tidak


mengandung konteks sosial dan interaksi

Kedudukan siswa dalam proses


pembelajaran sebagai subjek belajar

Kedudukan siswa dalam proses


pembelajaran sebagai objek belajar

Pembelajaran dalam bentuk kelompokkelompok diskusi yang heterogen

Pemebelajaran dalam bentuk klasikal

Kemampuan teamwork adalah suatu


tuntutan. Setiap anggota akan
mengharapkan adanya suatu kolaboratif

Tidak ada proses tentang bagaimana cara


untuk meningkatkan kualitas kerja

Keterampilan dikembangkan atas dasar


pemahaman

Keterampilan dikembangkan atas dasar


latihan

Model Pembelajaran Konvensional

18

Guru akan mengobservasi dan melakukan


intervensi, jika memang diperlukan

Guru yang mendominasi pembelajaran

G. Ruang Lingkup Materi


Materi Bangun Ruang Sisi Datar merupakan materi yang diajarkan kepada
siswa SMP Kelas VIII Semester II (Genap). Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun
2006 tentang standar isi sebagai lingkup materi dapat dijabarkan sebagai berikut:
Standar Kompetensi :

5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan

bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya.


Tabel Ruang Lingkup Bangun Ruang Sisi Datar
Kompetensi Dasar
5.3.1

5.3 Menghitung luas


permukaan dan volume
kubus, balok, prisma dan
limas

Indikator
Menemukan rumus luas
permukaan kubus, balok,
limas dan prisma tegak

Materi

5.3.2 Menghitung luas permukaan


kubus, balok, prisma dan
limas
Bangun Ruang Sisi Datar
5.3.3 Menentukan rumus volume
kubus, balok, prisma,
limas
5.3.4 Menghitung volume kubus,
balok, prisma, limas.

H. Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan ini didukung oleh beberapa hasil penelitian
sebelumnya, diantaranya:
1. Penelitian Yanti Damayanti

(2008),

yang

berjudul

Penerapan

Model

Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) Menggunakan CD

19

Pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan


penerapan model pembelajaran kooperatif TSTS menggunakan CD pembelajaran
pada materi Stoikiometri Larutan, Kelas XI IPA di SMA Negeri 6 Cirebon. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TSTS
menggunakan CD pembelajaran pada materi stoikiometri larutan dapat
memberikan ketuntasan belajar 91%, keaktifan siswa berkorelasi pada hasil
belajar dengan r = 0,689, pengaruh aktivitas terhadap hasil belajar adalah sebesar
47,5%, sementara dari analisis t-tes memberikan t sebesar 5,904 yang lebih besar
dari t tabel pada taraf signifikan 0,05 dan besarnya kontribusi model pembelajaran
TSTS terhadap hasil belajar adalah 84,3%.
2. Penelitian Maanana (2014), yang berjdul Peningkatan hasil belajar siswa kelas
VII1 SMP Hang Tuah Ambon dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada materi perbandingan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada akhir siklus kedua, siswa yang tuntas mencapai KKM
60 adalah 17 siswa atau sebesar 80,95 % siswa yang mencapai target ketuntasan
yaitu 60 % dan siswa yang belum tuntas mencapai KKM < 60 adalah 4 siswa atau
sebesar 19,05 % yang berarti ada peningkatan hasil belajar siswa kelas VII1
SMP Hang Tuah Ambon dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two Stray pada materi perbandingan.
I. Kerangka Pikir
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan
suatu hasil dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, sehingga dengan interaksi
aktif dan saling bertukar informasi dapat terjadi perubahan-perubahan yang relatif.

20

Sejalan dengan itu, menurut Zurina (2006 : 117) belajar didefinisikan sebagai suatu
perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari
sebuah pengalaman.
Model belajar yang dapat menciptakan lingkungan agar siswa dapat saling
membantu sehingga dapat saling memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah
model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model pembelajaran ini merupakan sebuah
alternatif pengajaran yang dapat memberikan suasana baru dalam kegiatan belajar
mengajar.
Pembelajaran

matematika

membutuhkan

pemahaman

dalam

mempelajarinya, diharapkan siswa mampu menguasai materi yang diberikan oleh


guru, sehingga untuk dapat menguasai materi pelajaran secara baik maka guru harus
bisa mengubah suasana belajar yang menyenangkan, maka dengan menggunakan
model pembelajaran Two Stay Two Stray ini para siswa dapat menguasai materi.
Upaya tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa untuk melibatkan seluruh
potensi siswa dalam bentuk diskusi, tanya jawab, mengerjakan tugas bersama-sama
atau berlatih bersama. Pelajaran matematika tidak hanya menyentuh ranah kognitif
saja namun juga menyentuh ranah afeksi, yang dimana diharapkan setelah siswa
secara baik maka dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
J. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah: Terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah
Ambon yang diajarkan dengan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Model
Pembelajaran Konvensional pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar.

21

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini yang digunakan adalah tipe eksperimen dengan
menggunakan model Post test Only Control Group Design (Sukardi, 2011 : 185) yang
dapat diskemakan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok
Kelas Eksperimen (E)
Kelas Kontrol (K)

Perlakuan
X1
X2

Posttest
O1
O2

Keterangan :
E = Kelompok Eksperimen
K = Kelompok Kontrol
X1 = perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share
X2 = perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional
O1 = tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen
O2 = tes akhir (post test) untuk kelas kontrol
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Muhammadiyah Ambon tahun ajaran
2015/2016
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung pada semester genap, tahun ajaran
2015/2016 setelah proposal ini diseminarkan.

22

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah Ambon yang terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa yaitu 60
orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sampel populasi. Karena populasi pada
penelitian ini hanya terdiri dari dua kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumanto
(2014 : 199) yaitu, penelitian yang bersifat penelitian populasi artinya seluruh subjek
di dalam wilayah penelitian tersebut dijadikan sebagai subjek penelitian. Untuk
menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen, dilihat dengan memperhatikan
tingkat kemampuan rata-rata siswa dari kedua kelas yang relatif sama untuk
digunakan dalam penelitian. Kemampuan rata-rata siswa diambil dari nilai ulangan
harian materi sebelumnya.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Hasil belajar siswa pada materi bangun ruang sisi datar dengan menggunakan
model pembelajaran Two Stay Two Stray (X1).
2. Hasil belajar siswa pada materi bangun ruang sisi datar dengan menggunakan
model pembelajaran konvensional (X2).
E. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini untuk kelas
eksperimen terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Bahan Ajar (BA)
dan LKS yang disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS). Sedangkan untuk kelas kontrol terdiri dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang disesuaikan dengan model pembelajaran konvensional yang
disajikan sebagai berikut:

23

Tabel 3.3. Materi Pembelajaran Tiap Pertemuan


Pert-

Kelas Eksperimen
(Model Pembelajaran Two Stay
Two Stary)

Kelas Kontrol
(Model
Konvensional)

RPP 01
Bahan Ajar 01
LKS 01

II

RPP 02
Bahan Ajar 02
LKS 02

RPP 02

III

RPP 03
Bahan Ajar 03
LKS 03

RPP 03

Menentukan rumus volume


kubus, balok, prisma, limas

IV

RPP 04
Bahan Ajar 04
LKS 04

RPP 04

Menghitung volume kubus,


balok, prisma, limas.

RPP 01

Materi Pembelajaran tiap


pertemuan
Menemukan rumus luas
permukaan kubus, balok,
limas dan prisma tegak
Menghitung luas permukaan
kubus, balok, prisma dan
limas

F. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka
instrumen yang digunakan yaitu tes akhir dengan materi yang diuji adalah materi
bangun ruang sisi datar. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir
(post test) yang terdiri dari lima soal dalam bentuk uraian. Soal tes yang sama
diberikan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
G. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Menelaah materi pelajaran khususnya yang akan diajarkan.
b. Menelaah model pembelajaran dua tinggal dua tamu (two stay two stray) yang
akan digunakan pada kelas eksperimen

24

c. Menyusun RPP sesuai dengan model pembelajaran TSTS dan model


pembelajaran konvensional.
d. Menjelaskan model pembelajaran TSTS sesuai dengan RPP kepada guru mata
pelajaran sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan RPP
yang dirancang.
e. Menyusun soal tes untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi bangun
ruang sisi datar.
f. Menentukan bobot soal sesui dengan tingkat kesukaran.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Nilai kemampuan awal kedua kelas diperoleh dengan melihat hasil tes materi
sebelumnya yaitu ulangan harian siswa
b. Menentukan kelas eksperimen, yaitu kelas yang diajarkan dengan model
pembelajaran TSTS (two stay two stray) dan kelas kontrol yaitu kelas yang
diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
c. Proses belajar mengajar di dua kelas dilaksanakan sesuai dengan RPP yang
disusun

pada

model

pembelajaran

TSTS

dan

model

pembelajaran

konvensional.
d. Pelaksanaan tes akhir, dilakukan pada hari yang sama setelah materi pada
pertemuan akhir telah disampaikan, dengan soal tes pada kedua kelas sama
sedangankan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan jadwal pelajaran
matematika di kelas masing-masing.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan data hasil penelitian
b. Mengolah seluruh data hasil penelitian (pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan program SPSS 17.0)
c. Membuat kesimpulan
H. Teknik Analisis Data

25

Berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian, maka teknik analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis data statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil
belajar siswa pada materi bangun ruang sisi datar setelah dilakukan tes akhir. Hasil
belajar yang dimaksudkan merupakan nilai yang diperoleh dengan teknik penilaian
yang digunakan yaitu:
jumlah skor yang diperoleh
Hasil belajar=
100
jumlah skor total
(Purwanto, 2009: 12)
Selanjutnya nilai dari tes hasil belajar yang telah diperoleh akan
diklasifikasikan sesuai dengan penilaian acuan patokan (PAP) sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kriteria Konversi Nilai
Kualifikasi
Sangat tinggi

Presentase
90 x

Tinggi

75 x 90

Sedang

60 x 75

Rendah

40 x 60

x< 40
Sangat Rendah
(Ratumanan, 2006: 19)

2. Statitik Uji-t
Data yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan statistik untuk
mengetahui kontribusi model pembelajaran Two Stay Two Stray dan model
pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa pada materi bangun ruang
sisi. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi

26

17.0. Sebelum dilakukan pengujian dengan Uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji
keabsahan sampel atau uji prasyarat sampel dengan menggunakan nilai tes hasil
belajar sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada kedua
kelompok sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat (
2

), yaitu:

o f h
f

(Sugiyono, 2006: 123)

i=1

Keterangan:
fo = frekuensi pengamatan
fh = frekuensi yang diharapkan
k = jumlah kelas interval
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistic Chi-Square pada
SPSS 17.0
kriteria pengujian normalitas, yaitu:
2
2
tab atau Sig pada output SPSS
H0 diterima jika hit
H1 diterima jika

hit

tab

atau Sig pada output SPSS

Menentukan hipotesis yang akan diuji, yaitu:


H0 : sampel berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berdistribusi normal
Pengujian dilakukan dengan taraf signifikan 5%.
b. Uji Homogenitas

27

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel


memiliki varians yang homogen atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian
homogenitas varians menggunakan uji F dengan rumus berikut.
Varians terbesar
Varians terkecil

F=

(Sugiyono, 2012: 140)

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F pada SPSS 17.0.


Kriteria pengujian hipotesis uji homogenitas, yaitu:
H0 diterima jika Fhit Ftab atau Sig pada output SPSS
H1 diterima jika Fhit

Ftab atau Sig pada output SPSS

Pengujian dilakukan dengan taraf signifikan 5%, db =


db= n2

n1

1 untuk pembilang, dan

1 untuk penyebut.

c. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar kedua kelas setelah
diberi perlakuan model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran konvensional
digunakan uji t. Rumus yang digunakan, yaitu:
1. Untuk sampel yang homogen dan sampel yang normal, atau sampel yang
homogen dan sampel yang tidak normal.

28

n
n
2
1 1
2 ( 21)s 2
( 11)s 1 +
+
n1+ n22 n1 n2

2
X 1 X

(Sugiyono, 2012:

138)
keterengana:
X 1
: nilai rata-rata hitung data kelas eksperimen
X 2
s1

s2

: nilai rata-rata hitung data kelas kontrol


: variansi data kelas eksperimen
: variansi data kelas kontrol

n1

: jumlah siswa pada kelas eksperimen

n2

: jumlah siswa pada kelas kontrol

Setelah harga thit diperoleh, kemudian dilakukan pengujian kebenaran kedua


hipotesis dengan membandingkan besarnya thit dengan ttab dengan menetapkan terlebih
dulu derajat kebebasannya dengan rumus:
dk =n1 +n2 2
Dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari ttab pada taraf signifikan 5%.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
Jika thit ttab maka H0 diterima dan H1 ditolak atau Sig (2-tailed) pada output
SPSS
Jika thit ttab maka H0 ditolak dan H1 diterima atau Sig (2-tailed) pada output
SPSS

29

2. Untuk sampel yang tak homogen dan sampel yang tak normal, atau sampel
yang tak homogen dan sampel yang normal.
2
X 1 X
t

s 12 s 22
+
n1 n2

(Sugiyono, 2012: 138)

Selanjutnya, harga t sebagai pengganti harga t-tabel dihitung dari selisih harga ttabel dengan dk = n1 1 dan dk = n2 1 dibagi dua, dan kemudian di
tambahkan dengan harga t yang terkecil.
Adapun hipotesis yang diuji di atas untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar antara kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
two stay two stray dan model pembelajaran konvensional sebagai berikut:
H0 : 1=2 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah

Ambon

yang

diajarkan

dengan

Model

Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Model Pembelajaran

H1 :

Konvensional pada materi bangun ruang sisi datar .


1 2 : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah

Ambon

yang

diajarkan

dengan

Model

Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Model Pembelajaran


Konvensional pada materi bangun ruang sisi datar.

30

Anda mungkin juga menyukai