Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radang adalah reaksi lokal dari suatu jaringan tubuh terhadap jejas (injury).
Reaksi ini dapat diakibatkan oleh berbagai macam infeksi mikrobial, zat kimia,
jaringan nekrotik.
Radang ini bisa menyerang kita kapan saja dan dimana saja karena peradangan
adalah suatu tanggapan kekebalan yang mengakibatkan cedera atau infeksi yang
menyebabkan rasa sakit, kemerahan, panas, dan bengkak di daerah yang terkena
dampak. Panas yang dihasilkan dari peradangan karena meningkatnya sirkulasi
sebagai sel darah putih dan bahan kimia yang rushed untuk melindungi kami dari
luar invaders, allergens, toxins atau infeksi. Common allergens yang
memproduksi adalah peradangan pollens, perekat dalam gandum, susu sapi, dan
ragi dari barang dipanggang, bir dan anggur. Radang dapat juga akibat cedera.
Hal itu dapat membuat langu sensations seperti sendi yang bengkak terasa panas,
rasa sakit, kaku, demam, panas dingin, kelelahan, sakit kepala dan kekakuan otot.
Panas dalam bisa jadi gejala awal peradangan serius. Penyebabnya bisa bakteri,
virus.
Peradangan, menurut www.medterms.com, ialah cara paling dasar dan paling
alami dilakukan tubuh manusia sebagai reaksi terhadap infeksi, iritasi dan likaluka tubuh lain.
Tampilan utama dari peradangan biasanya berupa bagian tubuh yang kemerahan,
terasa peningkatan temperature pada beberapa bagian tubuh, pembengkakan dan
munculnya rasa nyeri. Peradangan termasuk juga jenis respons kekebalan
nonspesifik.
Dalam www.clevelandclinic.org disebutkan, peradagangan merupakan proses
saat sel darah putih bersama-sama dengan bahan-bahan kimiawi dalam tubuh
melindungi tubuh dari infeksi dan substansi-substansi asing, seperti bakteri dan
virus. Pada beberapa kasus, system kekebalan tubuh memancing respons berupa

peradangan, padahal tidak ada substansi asing yang harus dilawan. Pada kasus
seperti itu, sistem perlindungan tubuh justru bisa mengakibatkan kerusakan pada
jaringannya sendiri. Saat peradangan terjadi, bahan-bahan kimiawi dilepaskan
dari sel darah putih menuju jaringan darah atau jaringan tubuh yang dimasuki
substansi asing. Pelepasan bahan kimiawi tersebut akan mengakibatkan
peningkatan volume aliran darah menuju bagian yang dimasuki sustansi asing itu.
Hal itu bisa menyebabkan kemerahan dan peningkatan temperature pada darah
tersebut.
Dalam kaitan tersebut penulis merasa perlu untuk lebih mengkaji lebih dalam
mengenai peradangan/radang ini karena mengingat akan begitu rentannya tubuh
kita untuk diserang radang ini.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Mengetahui pengertian radang.
2. Mengetahui jenis-jenis radang.
3. Mengetahui tentang mediator radang dan pengaruhnya terhadap jaringan.
4. Mengetahui proses terjadinya radang pada jaringan.
5. Mengetahui tentang mekanisme pemulihan jaringan yang terkena peradangan.

1.3 Manfaat
1. Mendapat pengetahuan tentang pengaruh mediator radang terhadap jaringan.
2. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan radang.
3. Mendapat penjelasan tentang bagaimana mekanisme terjadinya peradangan.
4. Mendapat penjelasan tentang jenis-jenis peradangan.
5. Mengetahui tentang pemulihan jaringan yang telah terkena peradangan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definsi Radang
Radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respons
jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang
masuk ke dalam tubuh (Mutschler. 1991; Korolkovas. 1988). Pengaruh-pengaruh
merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika, kimia, bakteri. parasit dan sebagainya.
Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk
bendabenda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan
pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri
patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus (Boyd, 1971).
Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis. Di sekitar jaringan terkena
radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul warna kemerah-merahan (rubor) dan
pembengkakan (tumor). Kemungkinan disusul perubahan struktur jaringan yang
dapat menimbulkan kehilangan fungsi (Mutschler, 1991; Korolkovas, 1988).
Peradangan adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis,
dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak
dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan
sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan
jaringan yang mencapai normal. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang
kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia
sebagai substansi mediator di daearah luka merupakan komponen yang saling terkait
pada proses penyembuhan luka. Besar perbedaan mengenai penelitian dasar
mekanisme penyembuhan luka dan aplikasiklinik dan saat ini telah dapat di perkecil
dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan

luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan.

2.2 Jenis Jenis Radang


Jenis-jenis peradangan antara lain :
a) Radang Kataral
Terbentuk diatas permukaan membran mukosa,dimana terdapat sel-sel yang dapat
mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak dikenal adalah puck yang
menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas.
b) Radang Pseudomembran
Istilah ini dipakai untuk reaksi radang pada permukaan selaput lendir yang ditandai
dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial, mengandung agen
penyebab, endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif dan sel-sel darah putih
radang.Radang membranosa sering dijumpai dalam orofaring, trachea,bronkus, dan
traktus gastrointestinal.
c) Ulkus.
Terjadi apabila sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan sekitarnya
meradang.
d) Abses
Abses adalah lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi yang sulit
untuk diatasi oleh tubuh karena kecenderungannya untuk meluas dengan pencairan,
kecenderungannya untuk membentuk lubang dan resistensinya terhadap
penyembuhan. Jika terbentuk abses, maka obat-obatan seperti antibiotik dalam darah
sulit masuk ke dalam abses. Umumnya penanganan abses oleh tubuh sangat dibantu
oleh pengosongannya secara pembedahan, sehingga memungkinkan ruang yang
sebelumnya berisi nanah mengecil dan sembuh. Jika abses tidak dikosongkan secara
pembedahan oleh ahli bedah, maka abses cenderung untuk meluas, merusak struktur
lain yang dilalui oleh abses tersebut.

e) Flegmon
Flegmon: radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan.
f) Radang Purulent
Terjadi akibat infeksi bakteri.terdapat pada cedera aseptik dan dapat terjadi dimanamana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
g) Radang supuratif
Gambaran ini adalah nekrosis liqeuvaktifa yang disertal emigrasi neutrofil dalam
jumlah banyak.Infeksi supuratif local disebabkan oleh banyak macam bakteri yang
secara kolektif diberi nama piogen (pembentukan nanah).Yang termasuk piogen
adalah stafilokokkus,banyak basil gram negatif. Perbedaan penting antara radang
supuratif dan radang purulen bahwa pada radang supuratif terjadi nekrosis
liquefaktiva dari jaringan dasar. Nekrosis liquefaktiva adalah jaringan nekrotik yang
sedikit demi sedikit mencair akibat enzim.
Aspek/Reaksi Sistemik Pada Peradangan

2.3 Mediator Radang


Proses terjadinya radang pada tubuh melalui mediator radang. Banyak
substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai mediator radang
(inflamasi) diantaranya adalah histamin, bradikinin, kalidin, serotoin, prostaglandin
dan leukotrien.
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal
sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan.
Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator
yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin
dan serotonin), protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi
fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk
5

leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal,
radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit)
(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).

2.3.1 Jenis Jenis Mediator Radang


Adapun macam dan jenis jenis dari mediator radang, yaitu:
1. Amina vasoaktif
Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar
histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel mast.
Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel basofil dan
trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan histamin yang tidak aktif dan baru
menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang dapat menyebabkan
dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma atau panas), reaksi imunologi
(meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor Fc pada sel mast), fragment
komplemen C3a dan C5a (disebut anafilaktosin), protein derivat leukosit yang
melepaskan histamin, neuropeptida (misal, substansi P), dan sitokin tertentu (misal,
IL-1 dan IL-8) (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan
permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin bekerja
dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang ada pada
endotel pembuluh darah. Pada perannya dalam fenomena vaskular, histamin juga
dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk eosinofil. Segera setelah
dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh histaminase.
Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek mediator dari
histamin. Perlu diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat menghambat tahap
dini peningkatan permeabilitas vaskular dan histamin tidak berperan pada tahap
tertunda yang dipertahankan pada peningkatan permeabilitas (Mitchell & Cotran,
2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator
vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat granula
6

(bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin dilepaskan


selama agregasi trombosit. Serotonin pada binatang pengerat memiliki efek yang
sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai mediator pada manusia tidak
terbukti (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).

2. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga faktor
plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan komplemen.
Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor Hageman (disebut juga
faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII adalah suatu protein yang
disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga bertemu kolagen,
membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di lokasi jejas endotelium. Dengan
bantuan kofaktor high-molecular-weight kininogen (HMWK)/kininogen berat
molekul tinggi, faktor XII kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi faktor
XIIa. Faktor XIIa dapat membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah
substrat protein (Mitchell & Cotran, 2003).
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin.
Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai prekursor yang
disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik
kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein yang
diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin menyebabkan dilatasi
arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan kontraksi otot polos bronkial.
Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa
nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel
endotel dengan meningkatkan celah antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat
oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada
tahap dini peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Mitchell & Cotran, 2003;
Robbins & Kumar, 1995).
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan
aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam

sirkulasi

menjadi

gumpalan

fibrin.

Faktor

Xa

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin memperkuat perlekatan


leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida (selama
pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan sebagai
kemotaksis leukosit (Mitchell & Cotran, 2003).
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi sistem
fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan dengan cara
memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa adanya fibrinolisis ini,
akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan mengakibatkan penggumpalan
pada keseluruhan vaskular. Plasminogen activator (dilepaskan oleh endotel, leukosit,
dan jaringan lain) dan kalikrein adalah protein plasma yang terikat dalam
perkembangan gumpalan fibrin. Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin,
merupakan protease multifungsi yang memecah fibrin (Mitchell & Cotran, 2003).
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan penting
dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi biologi
komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat terjadi oleh
apa yang disebut jalur klasik yang tercetus oleh pengikatan C1 pada kompleks
antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur alternatif yang dicetuskan oleh
polisakarida bakteri (misal, endotoksin), polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi,
dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk properdin dan faktor B dan
D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya sistem komplemen akan memakai
urutan efektor akhir bersama yang menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan
pembentukan beberapa faktor yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi
antibodi (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena
radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a dan C5a
(disebut juga anafilaktosin) meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan
vasodilatasi dengan cara menginduksi sel mast untuk mengeluarkan histamin. C5a
mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat dalam netrofil
dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi neutrofil pada endotel dan kemotaksis
untuk monosit, eosinofil, basofil dan neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b,

apabila melekat pada dinding sel bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan
memudahkan fagositosis neutrofil dan makrofag yang mengandung reseptor C3b
pada permukaannya (Mitchell & Cotran, 2003).
a. Metabolit asam arakidonat
Asam

arakidonat

merupakan

asam

lemak

tidak

jenuh

(20-carbon

polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan
berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid membran
sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang
diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh mediator inflamasi
lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat berlangsung melalui salah satu
dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu jalur
siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga
eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell & Cotran,
2003).
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2,
PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut
berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH 2 sangat tidak stabil,
merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa enzim
mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung enzim
tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan
agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium
kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki prostasiklin
sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat
agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada
sel mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2?, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan
pembentukan edema. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada
inflamasi (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk bahanbahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim metabolit asam
arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki karakteristik yang
terbaik. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik) merupakan derivat 5-

hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE (asam
5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi
golongan senyawa yang disebut leukotrien. Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien
(LT) A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat
dan menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Mitchell &
Cotran, 2003).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin A4
dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari intermediat LTA4
yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi baik pro- dan anti- inflamasi.
Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis vasokonstriksi yang
distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan
ketika menstimulasi perlekatan monosit (Mitchell & Cotran, 2003).
b. Produk leukosit
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung
molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh karena
peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang terhalang
karena ukurannya besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna. Kalikrein yang
dilepaskan dari lisosom menyebabkan pembentukan bradikinin. Neutrofil juga
merupakan sumber fosfolipase yang diperlukan untuk sintesis asam arakidonat
(Robbins & Kumar, 1995).
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan
yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan radang
kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin. Limfokin
merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan pengaktifan makrofag pada
lokasi radang. Limfokin penting pada radang kronik (Robbins & Kumar, 1995).
c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis
dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas
yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak

10

endotel kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan hidroksil juga dapat
menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat
terbentuk lipid-lipid kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).
Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal ini
karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast. Selain sel
mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF. Aseter-PAF
meningkatkan permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan merangsang neutrofil dan
makrofag (Robbins & Kumar, 1995).
2.3.2 Pengaruh Mediator Kimia
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai
penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera
langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein
dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan
dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat
mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip
dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar
radang akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada
hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam
tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme
biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol
yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis
(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
Mediator kimiawi mengarahkan aneka kejadian yang terjadian yang terjadi
pada vaskular dan sel dalam inflamasi akut. Banyaknya jumlah mediator yang lebih
dikenal hampir pasti memiliki nilai kelangsungan hidup bagi organisme (juga
menjadi sangat bermanfaat bagi perusahaan farmasi dalam mencari obat baru
selanjutnya). Namun, hal itu tidak ingin dibicarakan kembali, atau tidak mungkin
mengingat setiap mediator secara inci. Berikut ini adalah beberapa prinsip umum
mengenai mediator kimiawi dan beberapa molekul yang penting:

11

1. Mediator dapat bersirkulasi di dalam plasma (khususnya yang


disintesis oleh hati), atau dapat dihasilkan secara lokal oleh sel di
tempat terjadinya inflamasi.
2. Sebagian besar mediator menginduksi efeknya dngan berikatan pada
reseptor spesifik pada sel target.
3. Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul
efektor sekunder.
4. Mediator hanya dapat bekerja pada satu atau sangat mempunyai
sedikit target, atau dapat mempunyai aktivitas luas ; bisa terdapat
perbedaan hasil yang sangat besar bergantung pada jenis sel yang
dipengaruhi.
5. Fungsi mediator umumnya diatur secara ketat.
6. Alasan utama check and balance bahwa sebagianbesar mediator
memiliki potensi untuk menyebabkan efek yang berbahaya.

2.4 Reaksi Sel pada Radang


Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada
tempat cedera atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung
infeksi atau menahan microorganisme menyebar keseluruh jaringan.
Leukositosis ini disebabkan karena produksi sumsum tulang meningkat,
sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk emigrasi pada waktu terjadi cedera
atau radang. Karena itu banyak leukosit yang masih muda dalam darah, dalam
pemeriksaan laboratorium dikatakan pergeseran ke kiri
2.4.1 Jenis-Jenis Leukosit dan Masing-Masing Fungsinya dalam Radang
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat
peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel
darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus.Dalam keadaan
normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum
matang dari berbagai jenis dan pool leukosit matang yang ditahan sebagai
cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang
12

bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah sesuai
kebutuhan jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon
peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan
pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1

Granulosit.

Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil.


Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula
dalam sitoplasmanya.
a) Neutrofil
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam
pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur atau
polimorf. Karena itu sel-sel ini disebut neutrofil polimorfonuklear (pmn) atau pool.
Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam sumsum tulang, perkembangan
ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah,
waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat
kira-kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum
tulang sebagai bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal.
Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya
merupakan paket-paket enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan
selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang matang adalah kantong yang
mengandung banyak enzim dan partikel-partikel antimicrobial. Neutrofil pmn
mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut
fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek
untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini
dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam
sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit
adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan

13

mencernakannya. Mematikan agen-agen yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai


cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti
bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di
dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom. Enzim-enzim pencernaan
yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom,
mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.
b) Eosinofil
Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan,
walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan
memberikan respon terhadap rangsang kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan
pada perkembangan allergis dan mereka mengandung enzim-enzim yang mampu
menetralkan efek-efek mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi
peradangan semacam itu.
c) Basofil
Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari
jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan
memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan
reaksi immunologis tertentu. Dan basofil biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil dalam eksudat.
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada
berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non
spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi
peradangan.

Monosit

14

Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan
bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu,
pada jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat.
Namun makin lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang
sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut
makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui
jaringan penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang
terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak hal fungsi
makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak
secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif dan
mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara
makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat
bertahan berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding
dengan neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran
darah dari sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum
matang betul seperti halnya neutrofil. Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran
darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu
melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim
pencenna. Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan
mereka mampu memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah
enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani on the.job training, ini adalah suatu
sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain
itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami
perubahan itu, mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid.
Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut
giant cell.
Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka
tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system
reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat
fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi

15

utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan


tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari penting menyangkut pemrosesan haemoglobin
sel darah merah yang sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu
memecah Hb menjadi suatu zat yang mengandung besi dan zat yang tidak
mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan sel-sel
darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal
sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit
mengekstrak bilirubin dari aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari
empedu.
3

Limposit

Umumnya terdapat dalam eksudat hanya dalam jumlah yang sangat kecil,meskipu
eksudat sudah lama terbentuk yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis.

2.5 Proses Terjadinya Radang pada Jaringan


Respons kardiovaskular pada proses radang tergantung dari karakteristik dan
distribusi noksi. Dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler di sekitar jaringan
yang mengalami pengaruh-pengaruh merusak pada fase akut berlangsung cepat
dimulai 1 sampai 30 menit sejak terjadi perubahan-perubahan pada jaringan dan
berakhir 15 sampai 30 menit dan kadang-kadang sampai 60 menit (lnsel, 1991;
Melmon dan Morreli, 1978; Robins, 1974). Volume darah yang membawa leukosit ke
daerah radang bertambah, dengan gejala klinis di sekitar jaringan berupa rasa panas
dan warna kemerah-merahan (PGE2 dan PGI2). Aliran darah menjadi lebih lambat,
leukosit beragregasi di sepanjang dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah kehilangan tekstur. Peningkatan permeabilitas kapiler disebabkan kontraksi selsel endotel sehingga menirnbulkan celah-celah bermembran. Permeabilitas kapiler
ditingkatkan oleh histamin, serotonin, bradikinin, sistim pembekuan dan komplemen
dibawah pengaruh faktor Hageman dan SRS-A. Larutan mediator dapat mencapai

16

jaringan karena meningkatnya permeabilitas kapiler dengan gejala klinis berupa


udem (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971; Robins, 1974).

Gambar 2.5 Sel Radang

Fase radang sub-akut berlangsung lambat, mulai dari beberapa jam sampai beberapa
hari misalnya karena pengaruh noksi bakteri. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler masih berlangsung. Karakteristik paling menonjol adalah
infiltrasi fagosit yaitu sel polimorfonuklir dan monosit ke jaringan. Selain itu aliran
darah lambat, pendarahan dan terjadi kerusakan jaringan yang ekstensif. Proses
fagosit mencapai daerah peradangan dinamakan kemotaktik. Migrasi fagosit
diaktivasi oleh salah satu fragmen dari komponen komplemen, untuk leukosit
polimorfonuklir yaitu C3 a. Selain itu LTB4 dan PAF ikut berperanan. Fagosit
bergerak pada permukaan sel endotel, pada ujung depan mengecil dan memanjang
sehingga dapat memasuki antar sel endotel kemudian melarutkan membran
(diapedesis). Fagosit melepaskan diri dari antar sel, masuk ke jaringan dan
berakumulasi (Insel, 1991; Melmon clan Morreli, 1978; Roitt, et al, 1985). Fagosit
yang mula-mula keluar dari dinding pembuluh darah adalah leukosit polimorfonuklir
yang menyerang dan mencerna bakteri dengan cara fagositosis. Disusul datangnya
monosit (makrofag) sebagai petugas pembersih, mencerna leukosit polimorfonuklir
dan sel jaringan yang telah mati akibat toksin bakteri. Pada radang kronik makrofag
juga ikut mencerna bakteri (Boyd, 1971).

17

Plasma darah setelah melewati dinding pembuluh darah yang permeable sifatnya
berubah disebut limfe radang. Leukosit dan limfe radang secara bersama membentuk
eksudat radang yang menimbulkan pembengkakan pada jaringan. Rasa sakit
disebabkan tertekannya serabut syaraf akibat pembengkakan jaringan. Selain itu rasa
sakit disebabkan bradikinin dan PG. Kerusakan jaringan disebabkan fagositosis,
enzim lisosomal clan radikal oksigen. Deman oleh pirogen endogen yang dihasilkan
adalah karena kerusakan sel (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971).

2.6 Reaksi Sistemik yang Menyertai Reaksi Lokal pada Peradangan


1. Demam.
Yang merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal dari
neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat
pengendali suhu tubuh yang ada dihypothalamus.
2. Perubahan hematologis.
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses
maturasi dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan
protein darah tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang
dinamakan laju endap darah.
3. Gejala konstitusional.
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin yang
menyolok. Akhirnya reaksi peradangan local sering diiringi oleh berbagai
gejala konstitusional yang berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu
makan dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda
bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun.

2.7 Pemulihan Jaringan dan Penyembuhan Luka


18

Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil perbaikan yang paling


menggembirakan yang dapat diperoleh adalah, jika terjadi hanya sedikit kerusakan
atau tidak ada kerusakan jaringan di bawahnya sama sekali. Pada keadaan semacam
itu jika agen penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan. Pembuluh darah kecil di
daerah itu memperoleh kembali semipermeabilitasnya, aliran cairan berhenti dan
emigrasi leukosit dengan cara yang sama juga berhenti. Cairan yang sebelumnya
sudah dieksudasikan sedikit demi sedikit diserap oleh pembuluh limfe dan sel-sel
eksudat mengalami disintegrasi dan keluar melalui pembuluh limfe atau benar-benar
dihilangkan dari tubuh. Hasil akhir dari proses ini adalah penyembuhan jaringan
yang meradang jaringan tersebut pulih seperti sebelum reaksi. Gejala ini disebut
resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak cukup bermakna jaringan yang rusak
harus diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes berdekatan yang masih hidup.
Perbaikan sebenarnya melibatkan dua komponen yang terpisah tetapi terkoordinir.
Pertama disebut regenerasi Hasil akhirnya adalah penggantian unsureunsur yang
telah hilang dengan jenis sel yang sama. Komponen perbaikan kedua melibatkan
proliferasi unsur-unsur jaringan penyambung yang mengakibatkan pembentukan
jaringan parut.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak
dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan
sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan
jaringan yang mencapai normal. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang
kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia
sebagai substansi mediator di daearah luka merupakan komponen yang saling terkait
pada proses penyembuhan luka. Besar perbedaan mengenai penelitian dasar
mekanisme penyembuhan luka dan aplikasiklinik dan saat ini telah dapat di perkecil
dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan
luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan.
Bentuk-bentuk pemulihan jaringan

19

1)

Pemulihan dengan penyambungan primer : pemulihan dengan pembentukan

jaringan ikat.
2)

Pemulihan dengan penyambungan sekunder : hilangnya jaringan mencegah

penyambungan primer.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan
1)

Pengaruh sistemik
1

Nutrisi : Protein ( bahan pembentuk jaringan ), Vitamin C ( pembentuk


kolagen ).

Gangguan pada darah : granulosit ( kekurangan sel ini dapat mengakibatkan


mudahnya terjangkit infeksi dan mengganggu proteolisis lisosom sel-sel yang
mati dan eksudat ), Keadaan kelainan perdarahan berupa hemorargi yang
berlebihan didalam luka dapat menjadi substrat yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.

Diabetes mellitus : Predisposisi penting timbulnya infeksi mikrobiologi


( Tuberkulosis, infeksi kulit, infeksi saluran kemih dan infeksi jamur )

4
2)

Hormon steroid : Efek menekan reaksi radang-pemulihan.


Pengaruh lokal

Aliran darah lokal : pengaruh tunggal yang terpenting untuk menentukan


kualitas dan keadekuatan radang pemulihan.

Infeksi : reaksi radang dan eksudat yang berlebihan akan memisahkan tepitepi jaringan dan memberi tekanan pada lokasi radang.

Benda asing : merupakan rangsang untuk terjadinya radang.

Imobilisasi luka

20

Lokasi terjadinya jejas

21

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
1. Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan,zat-zat yang terlarutdan sel-sel dari sirkulasi darah
ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis.
2. Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang
terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat, dan lamanya
proses peradangan.
3. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi
mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga
memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal
yang

cepat

oleh

sistem

enzim

atau

antagonis.

5.2 Saran
1. Sebaiknya jika terjadi peradangan pada kita, kita segera merawatnya
dengan memberikan Antibiotic , Analgesik dan Antipiretik.
2. Dengan mengetahui gejala-gejala awal peradangan kita dapat
mengantisipasi dari awal jka terjadi peradangan pada pasien ataupun
orang terdekat kita.
3. Dengan mengetahui penyebab-penyebab pada peradangan maka kita
dapat mencegah lebih awal sebelum terjadinya penyakit yang lebih
parah.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1428/ISBN 979-448-357-5
2. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni,
A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk ,
penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).
3. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi
anatomik FK UI.
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L.
M. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)
(pp.35-61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan
1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation.

Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp3359). Philadelphia: Elsevier Saunders.

23

Anda mungkin juga menyukai