PENDAHULUAN
peradangan, padahal tidak ada substansi asing yang harus dilawan. Pada kasus
seperti itu, sistem perlindungan tubuh justru bisa mengakibatkan kerusakan pada
jaringannya sendiri. Saat peradangan terjadi, bahan-bahan kimiawi dilepaskan
dari sel darah putih menuju jaringan darah atau jaringan tubuh yang dimasuki
substansi asing. Pelepasan bahan kimiawi tersebut akan mengakibatkan
peningkatan volume aliran darah menuju bagian yang dimasuki sustansi asing itu.
Hal itu bisa menyebabkan kemerahan dan peningkatan temperature pada darah
tersebut.
Dalam kaitan tersebut penulis merasa perlu untuk lebih mengkaji lebih dalam
mengenai peradangan/radang ini karena mengingat akan begitu rentannya tubuh
kita untuk diserang radang ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Mengetahui pengertian radang.
2. Mengetahui jenis-jenis radang.
3. Mengetahui tentang mediator radang dan pengaruhnya terhadap jaringan.
4. Mengetahui proses terjadinya radang pada jaringan.
5. Mengetahui tentang mekanisme pemulihan jaringan yang terkena peradangan.
1.3 Manfaat
1. Mendapat pengetahuan tentang pengaruh mediator radang terhadap jaringan.
2. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan radang.
3. Mendapat penjelasan tentang bagaimana mekanisme terjadinya peradangan.
4. Mendapat penjelasan tentang jenis-jenis peradangan.
5. Mengetahui tentang pemulihan jaringan yang telah terkena peradangan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definsi Radang
Radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respons
jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang
masuk ke dalam tubuh (Mutschler. 1991; Korolkovas. 1988). Pengaruh-pengaruh
merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika, kimia, bakteri. parasit dan sebagainya.
Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk
bendabenda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan
pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri
patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus (Boyd, 1971).
Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis. Di sekitar jaringan terkena
radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul warna kemerah-merahan (rubor) dan
pembengkakan (tumor). Kemungkinan disusul perubahan struktur jaringan yang
dapat menimbulkan kehilangan fungsi (Mutschler, 1991; Korolkovas, 1988).
Peradangan adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis,
dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak
dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan
sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan
jaringan yang mencapai normal. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang
kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia
sebagai substansi mediator di daearah luka merupakan komponen yang saling terkait
pada proses penyembuhan luka. Besar perbedaan mengenai penelitian dasar
mekanisme penyembuhan luka dan aplikasiklinik dan saat ini telah dapat di perkecil
dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan
luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan.
e) Flegmon
Flegmon: radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan.
f) Radang Purulent
Terjadi akibat infeksi bakteri.terdapat pada cedera aseptik dan dapat terjadi dimanamana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
g) Radang supuratif
Gambaran ini adalah nekrosis liqeuvaktifa yang disertal emigrasi neutrofil dalam
jumlah banyak.Infeksi supuratif local disebabkan oleh banyak macam bakteri yang
secara kolektif diberi nama piogen (pembentukan nanah).Yang termasuk piogen
adalah stafilokokkus,banyak basil gram negatif. Perbedaan penting antara radang
supuratif dan radang purulen bahwa pada radang supuratif terjadi nekrosis
liquefaktiva dari jaringan dasar. Nekrosis liquefaktiva adalah jaringan nekrotik yang
sedikit demi sedikit mencair akibat enzim.
Aspek/Reaksi Sistemik Pada Peradangan
leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal,
radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit)
(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
2. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga faktor
plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan komplemen.
Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor Hageman (disebut juga
faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII adalah suatu protein yang
disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga bertemu kolagen,
membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di lokasi jejas endotelium. Dengan
bantuan kofaktor high-molecular-weight kininogen (HMWK)/kininogen berat
molekul tinggi, faktor XII kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi faktor
XIIa. Faktor XIIa dapat membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah
substrat protein (Mitchell & Cotran, 2003).
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin.
Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai prekursor yang
disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik
kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein yang
diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin menyebabkan dilatasi
arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan kontraksi otot polos bronkial.
Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa
nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel
endotel dengan meningkatkan celah antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat
oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada
tahap dini peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Mitchell & Cotran, 2003;
Robbins & Kumar, 1995).
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan
aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam
sirkulasi
menjadi
gumpalan
fibrin.
Faktor
Xa
menyebabkan
peningkatan
apabila melekat pada dinding sel bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan
memudahkan fagositosis neutrofil dan makrofag yang mengandung reseptor C3b
pada permukaannya (Mitchell & Cotran, 2003).
a. Metabolit asam arakidonat
Asam
arakidonat
merupakan
asam
lemak
tidak
jenuh
(20-carbon
polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan
berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid membran
sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang
diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh mediator inflamasi
lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat berlangsung melalui salah satu
dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu jalur
siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga
eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell & Cotran,
2003).
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2,
PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut
berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH 2 sangat tidak stabil,
merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa enzim
mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung enzim
tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan
agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium
kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki prostasiklin
sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat
agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada
sel mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2?, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan
pembentukan edema. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada
inflamasi (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk bahanbahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim metabolit asam
arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki karakteristik yang
terbaik. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik) merupakan derivat 5-
hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE (asam
5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi
golongan senyawa yang disebut leukotrien. Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien
(LT) A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat
dan menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Mitchell &
Cotran, 2003).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin A4
dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari intermediat LTA4
yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi baik pro- dan anti- inflamasi.
Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis vasokonstriksi yang
distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan
ketika menstimulasi perlekatan monosit (Mitchell & Cotran, 2003).
b. Produk leukosit
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung
molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh karena
peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang terhalang
karena ukurannya besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna. Kalikrein yang
dilepaskan dari lisosom menyebabkan pembentukan bradikinin. Neutrofil juga
merupakan sumber fosfolipase yang diperlukan untuk sintesis asam arakidonat
(Robbins & Kumar, 1995).
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan
yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan radang
kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin. Limfokin
merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan pengaktifan makrofag pada
lokasi radang. Limfokin penting pada radang kronik (Robbins & Kumar, 1995).
c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis
dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas
yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak
10
endotel kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan hidroksil juga dapat
menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat
terbentuk lipid-lipid kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).
Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal ini
karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast. Selain sel
mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF. Aseter-PAF
meningkatkan permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan merangsang neutrofil dan
makrofag (Robbins & Kumar, 1995).
2.3.2 Pengaruh Mediator Kimia
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai
penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera
langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein
dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan
dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat
mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip
dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar
radang akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada
hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam
tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme
biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol
yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis
(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
Mediator kimiawi mengarahkan aneka kejadian yang terjadian yang terjadi
pada vaskular dan sel dalam inflamasi akut. Banyaknya jumlah mediator yang lebih
dikenal hampir pasti memiliki nilai kelangsungan hidup bagi organisme (juga
menjadi sangat bermanfaat bagi perusahaan farmasi dalam mencari obat baru
selanjutnya). Namun, hal itu tidak ingin dibicarakan kembali, atau tidak mungkin
mengingat setiap mediator secara inci. Berikut ini adalah beberapa prinsip umum
mengenai mediator kimiawi dan beberapa molekul yang penting:
11
bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah sesuai
kebutuhan jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon
peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan
pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1
Granulosit.
13
Monosit
14
Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan
bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu,
pada jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat.
Namun makin lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang
sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut
makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui
jaringan penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang
terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak hal fungsi
makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak
secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif dan
mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara
makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat
bertahan berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding
dengan neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran
darah dari sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum
matang betul seperti halnya neutrofil. Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran
darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu
melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim
pencenna. Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan
mereka mampu memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah
enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani on the.job training, ini adalah suatu
sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain
itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami
perubahan itu, mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid.
Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut
giant cell.
Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka
tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system
reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat
fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi
15
Limposit
Umumnya terdapat dalam eksudat hanya dalam jumlah yang sangat kecil,meskipu
eksudat sudah lama terbentuk yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis.
16
Fase radang sub-akut berlangsung lambat, mulai dari beberapa jam sampai beberapa
hari misalnya karena pengaruh noksi bakteri. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler masih berlangsung. Karakteristik paling menonjol adalah
infiltrasi fagosit yaitu sel polimorfonuklir dan monosit ke jaringan. Selain itu aliran
darah lambat, pendarahan dan terjadi kerusakan jaringan yang ekstensif. Proses
fagosit mencapai daerah peradangan dinamakan kemotaktik. Migrasi fagosit
diaktivasi oleh salah satu fragmen dari komponen komplemen, untuk leukosit
polimorfonuklir yaitu C3 a. Selain itu LTB4 dan PAF ikut berperanan. Fagosit
bergerak pada permukaan sel endotel, pada ujung depan mengecil dan memanjang
sehingga dapat memasuki antar sel endotel kemudian melarutkan membran
(diapedesis). Fagosit melepaskan diri dari antar sel, masuk ke jaringan dan
berakumulasi (Insel, 1991; Melmon clan Morreli, 1978; Roitt, et al, 1985). Fagosit
yang mula-mula keluar dari dinding pembuluh darah adalah leukosit polimorfonuklir
yang menyerang dan mencerna bakteri dengan cara fagositosis. Disusul datangnya
monosit (makrofag) sebagai petugas pembersih, mencerna leukosit polimorfonuklir
dan sel jaringan yang telah mati akibat toksin bakteri. Pada radang kronik makrofag
juga ikut mencerna bakteri (Boyd, 1971).
17
Plasma darah setelah melewati dinding pembuluh darah yang permeable sifatnya
berubah disebut limfe radang. Leukosit dan limfe radang secara bersama membentuk
eksudat radang yang menimbulkan pembengkakan pada jaringan. Rasa sakit
disebabkan tertekannya serabut syaraf akibat pembengkakan jaringan. Selain itu rasa
sakit disebabkan bradikinin dan PG. Kerusakan jaringan disebabkan fagositosis,
enzim lisosomal clan radikal oksigen. Deman oleh pirogen endogen yang dihasilkan
adalah karena kerusakan sel (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971).
19
1)
jaringan ikat.
2)
penyambungan primer.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan
1)
Pengaruh sistemik
1
4
2)
Infeksi : reaksi radang dan eksudat yang berlebihan akan memisahkan tepitepi jaringan dan memberi tekanan pada lokasi radang.
Imobilisasi luka
20
21
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan,zat-zat yang terlarutdan sel-sel dari sirkulasi darah
ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis.
2. Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang
terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat, dan lamanya
proses peradangan.
3. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi
mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga
memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal
yang
cepat
oleh
sistem
enzim
atau
antagonis.
5.2 Saran
1. Sebaiknya jika terjadi peradangan pada kita, kita segera merawatnya
dengan memberikan Antibiotic , Analgesik dan Antipiretik.
2. Dengan mengetahui gejala-gejala awal peradangan kita dapat
mengantisipasi dari awal jka terjadi peradangan pada pasien ataupun
orang terdekat kita.
3. Dengan mengetahui penyebab-penyebab pada peradangan maka kita
dapat mencegah lebih awal sebelum terjadinya penyakit yang lebih
parah.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1428/ISBN 979-448-357-5
2. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni,
A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk ,
penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).
3. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi
anatomik FK UI.
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L.
M. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)
(pp.35-61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan
1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation.
Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp3359). Philadelphia: Elsevier Saunders.
23