PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat, baik masyarakat yang berada
di kalangan kelas bawah ataupun masyarakat yang berada di kalangan kelas atas. Semua unsur
pasar yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi berada di pasar,mulai dari unsur produksi,
distribusi maupun unsur konsumsi.
Usaha seseorang untuk selalu memenuhi kebutuhan hidupnya selalu dilakukan sejak zaman
dahulu kala. Sebelum adanya jual beli seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertukar
barang dengan orang lain yang memiliki barang yang ia butuhkan (barter). Namun, barter
bukanlah hal yang efisien bagi seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena
terkadang barang yang ditukar tidak seimbang nilainya dengan barang yang didapat.
Seiring berkembangnya zaman akhirnya didapat satuan pengukur nilai suatu barang
yaitu Uang. Setelah orang-orang mengenal uang maka sistem barter tidak lagi berlaku, tetapi
yang berlaku adalah sistem jual-beli.
Menurut organisasinya pasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Pasar Persaingan
Sempurna, dan Pasar Persaingan Tidak Sempurna. Pasar persaingan tidak sempurna dibagi lagi
menjadi tiga bagian yaitu Pasar Monopoli, Pasar Monopolistik, dan Pasar Oligopoli.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang Pasar Monopolistis. Melihat dari jenis
barang yang termasuk di dalamnya, pasar tipe ini merupakan salah satu pasar yang begitu dekat
dengan kehidupan kita sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
3.
4.
1. karena modal yang diperlukan relative besar kalau dibandingkan dengan mendirikan perusahaan
2.
produksi firma dalam persaingan monopolistik adalah bersifat menurun secara sedikit demi
sedikit (lebih mendatar dan bukan turun dengan curam).
Kurva permintaan yang bersifat seperti ini berarti:
1.
Apabila firma menaikkan harga maka jumlah barang yang dijualnya menjadi sangat berkurang.
2.
Apabila fima menurunkan harga maka jumlah barang yang dijualnya menjadi sangat
bertambah.
Oleh karena kurva permintaan dalam persaingan monopolistik tidak bersifat elastis
sempurna, kurva hasil penjualan marginal (MR) tidak berimpit dengan kurva permintaan. Dalam
persaingan monopolistik kurva MR adalah sama dengan seperti yang terdapat dalam monopoli,
yaitu kurva tesebut terletak dibawah kurva permintaan.
Distribusi pendapatan.
Banyaknya produsen yang bersaing pada pasar persaingan monopolistis mengakibatkan
distribusi pendapatan akan seimbang. Asumsinya, ketika suatu produsen mampu menghasilkan
keuntungan melebihi normal pada jangka waktu pendek, maka hal ini akan menarik beberapa
produsen lain untuk memproduksi produk yang sama. Ketika banyak produsen yang dapat
memperoleh keuntungan berarti tidak ada lagi yang produsen yang mendapatkan keuntungan
lebih melainkan keuntungannya sama, karena keuntungannya sudah terbagi-bagi dengan
banyaknya produk. Berdasarkan kecenderungan ini, para ekonom berpendapat bahwa pasar
persaingan monopolistis menimbulkan corak distribusi pendapatan yang lebih merata.
1. Pasar monopolistis memiliki tingkat persaingan yang tinggi, baik dari segi harga, kualitas
maupun pelayanan. Sehingga produsen yang tidak memiliki modal dan pengalaman yang
cukup akan cepat keluar dari pasar.
2. Dibutuhkan modal yang cukup besar untuk masuk ke dalam pasar monopolistik, karena
pemain pasar di dalamnya memiliki skala ekonomis yang cukup tinggi.
3. Pasar ini mendorong produsen untuk selalu berinovasi, sehingga akan meningkatkan biaya
produksi yang akan berimbas pada harga produk yang harus dibayar oleh konsumen.
2.7 Pandangan Yang Menyokong Pengiklanan.
1. Pengiklanan membantu konsumen untuk membuat keputusan yang lebih baik di dalam
menentukan jenis-jenis barang yang akan dibelinya. Dengan iklan perusahaan-perusahaan
dapat menjelaskan kepada konsumen tentang barang baru yang diproduksikan atau barang
lama yang telah ditingkatkan mutunya.
2. Iklan akan menggalakan kegiatan memperbaiki mutu suatu barang. Dalam mempromosikan
barangnya melalui iklan perusahaan berusaha menonjolkan sifat-sifat istimewa dari barang
yang di produksi, iklan memberi dorongan kepada perusahaan untuk mengembangkan hasil
produksinya sehingga mempunyai keistimewaan-keistimewaan tertentu.
3. Iklan membantu membiayai perushaan komunikasi masa seperti radio, televise, surat kabar
dan majalah. Dengan membuat iklan dalam perusahaan-perusahaan ini sebagian biaya
mereka akan dibayar oleh kegiatan pengiklanan. Ini dapat mengurangi subsidi pemerintah
untuk membiayai kegiatan penyiaran radio dan televisi, menurunkan harga surat kabar dan
majalah, yaitu harganya lebih rendah dari yang akan ditetapkan apabila tidak terdapat iklan.
4. Iklan menaikan kesempatan kerja. Telah ditunukan sebelum ini bahwa iklan akan menaikan
jumlah produksi. Untuk menambah produksi, lebih banyak pekerja diperlukan dengan
demikian pengiklanan juga menyebabkan penggunaan tenaga kerja bertambah banyak.
2.8 Pandangan Yang Mengkritik Pengiklanan.
1. Promosi secara iklan adalah suatu penghambatan perusahaan akan menaikan biaya produksi
per unit tanpa menimbulkan perubahan apapun terhadap suatu barang.
2. Iklan tidak selalu memberi informasi yang benar. Tidak semua iklan dibuat dengan jujur dan
menerangkan sifat-sifat sebenarnya dari barang yang diiklankan.
3. Iklan bukanlahsuatu cara yang efektif untuk menambah jumlah pekerjaan dalam
perekonomian. Terdapat cara lain yang akan dapat menambah jumlah pekerjaan dengan lebih
10
efektif. Misalnya, usaha menambah pekerjaan akan lebih efektif hasilnya dengan
menggunakan kebijakan fiscal dan moneter.
4. Iklan dapat menjadi penghambat kepada perusahaan-perusahaan baru untuk masuk ke dalam
industry. Apabila kampanye iklan sangat berhasil dan produksi mengalami pertambahan yang
sangat besar, perusahaan lain akan mengalami kekurangan permintaan dan efisiensi
kegiatannya menurun. Menghadapi kenyataan seperti itu perusahaan-perusahaan baru
menjadi lebih enggan untuk masuk kedalam industry tersebut.
Seorang pelaku konsumen harga sempurna dapat memperoleh penerimaan total sebesar DOQ*E untuk tingkat
output Q*. tetapi karena sebagian besar barang- barang dijual dengan satu dengan tingkat harga maka para
konsumen hanya membayar sebesar P*OQ*E. Karena itu mereka memperoleh suatu surplus yang diperlihatkan
oleh bidang DP*E.
Dalam gambar 13.4 kita telah menggambarkan Suatu kurva permintaan yang miring
menurun untuk suatu barang, Q. Kita misalkan bahwa jumlah yang di konsumsi sekarang adalah
11
Q*. Yang hendak kita ukur adalah nilai total dari nilai Q* untuk para konsumen. Satu cara untuk
menyelidiki pertanyaan ini adalah dengan memeriksa beberapa besar penerimaan total (Total
Revenue) yang dapat diperoleh pelaku diskriminasi harga sempurna Perfect price discriminator)
untuk Q*. Jika pasar diorganisir sedemikian rupa sehingga si produsen Q dapat memberikan satu
unit sekaligus kepada konsumen yang mau membayar dengan harga tertinggi untuk unit ini, kita
ingin mengetahui berapa pendapatan total yang akan diterima. Penerimaan total ini akan
merupakan ukuran nilai total Q*; penerimaan total ini mencerminkan jumlah maksimum yang
dapat diperoleh dari para konsumen sebagai penukar output sebesar Q*.
Gambar 13.4 mengilustrasikan prosedur diskriminasi harga yang sempurna. Jika mulamula produsen melempar produksinya sejumlah Q1 ke pasar, harga yang ditetapkan adalah P1;
penerimaan total akan diperlihatkan oleh bidang segi empat P 1 , Q1 .Setelah penjualan ini,
sekarang produsen dapat menambah sejumlah barang untuk di jual ( Q 2 Q1 ). Jumlah tambahan
ini mempunyai harga P2, Q2 Q1 . Seharusnya jelas bahwa bila kita teruskan dengan cara demikian,
pada akhirnya produsen dapat memperoleh penerimaan total yang sama dengan bidang di bawah
kurva permintaan dari Q = 0 sampai Q = Q*. Penerimaan total ini (yang diperlihatkan oleh
DOQ*E dalam gambar 13.4). Karena itu menunjukan suatu nilai total yang diberikan oleh
masyarakat untuk tingkat output Q*: Nilai itu juga merupakan jumlah Maksimum yang mau di
bayarkan para konsumen untuk Q* Jika mereka dipaksa untuk membeli 1 unit sekaligus.
Surplus Konsumen
Biasanya tidak mungkin bagi produsen untuk menjalankan diskriminasi harga sempurna seperti
yang baru saja kita bahas. Kebanyakan perusahaan tidak dapat mengadakan diskriminasi dengan
berhasil di antara para pembeli perorangan, dan karena itu mereka tidak dapat membebankan
jumlah maksium yang mau dibayar oleh setiap orang. Melainkan perusahaan akan
memperlakukan semua pembeli sebagai suatu kelompok dan dalam setiap periode akan menjual
outputnya kepada klompok ini dengan satu tingkat harga. Perusahaan yang dihadapkan dengan
kurva permintaan D dalam Gambar 13.4, jika ia menjual Q* tanpa mengadakan diskriminasi di
antara para pembeli akan menerima harga P* pada penjualan tersebut harga ini di tentukan
pembeli marjinal. Para pembeli intra marjinal (mungkin mereka yang katakanlah bersedia untuk
membayar P1 untuk output sebesar Q1) Menerima Bonus melalui perusahaan di pasar. Mereka
dapat memiliki dengan harga yang lebih rendah, dari harga yang harus mereka bayar jika
12
perusahaan menerapkan diskriminasi harga sempurna . Bonus ini disebut surplus konsumen. Jika
perusahaan menerapkan kebijakan satu harga para konsumen akan menghasilkan penerimaan
total. P*OQ*E untuk output yang mereka beli.
Setelah kita perlihatkan bagaimana cara mengukur manfaat yang di dapat oleh para
konsumen dalam mengkonsumsi suatu tingkat putput tertentu, sekarang kita akan mengevaluasi
penyimpangan penyimpangan akibat monopoli.
Efek Monopolistik Terhadap Alokasi Dan Distribusi
Dalam gambar diatas telah kita perlihatkan bentuk pengurangan output yang disebabkan
oleh terjadinya monopolisasi pasar. Sekarang kita dapat menggunakan gagasan surplus
konsumen untuk menilai besarnya pengurangan itu. Efek alokasi dan distribusi akibat monopoli
kembali mengulangi ilustrasi kita yang terdahulu mengenai pembatasan output akibat monopoli.
Apabila pasar diorganisir secara bersaing maka tingkat harga P* output yang akan diproduksi
adalah Q*. nilai total tingkat output ini bagi para konsumen pada efek alokasi dan distribusi
akibat monopoli diperlihatkan oleh bidang dibawah kurva permintaan yaitu bidang DOQ*E,
untuk nilai ini para konsumen membayar P*OQ*E. Oleh karena itu surplus konsumen total
diperlihatkan oleh segitiga DP*E. Dalam monopoli output yang diproduksi hanya sebesar Q**
dan harga output ini P**. Pembatasan output ini mempunyai beberapa akibat. Dalam efek alokasi
distribusi akibat monopoli terlihat bahwa nilai total barang ini yang diterima para konsumen
telah berkurang sebesar bidang BQ**Q*E. Tetapi pengurangan ini bukan merupakan suatu
kehilangan total karena sebelumnya para konsumen harus membayar sebesar AQ**QE untuk
barang-barang tersebut dan sekarang mereka bisa mengalokasikan kembali pengeluaranpengeluaran mereka untuk hal-hal lain. Sumber daya yang tidak dipergunakan karena adanya
monopolisasi pasar akan dipakai untuk memproduksi barang-barang lain. Tetapi pengurangan
surplus konsumen yang diperlihatkan oleh bidang BAE itu jelas merupakan pengurangan
kesejahteraan sbegai akibat pengurangan monopoli.
Monopolisasi pasar selain menimbulkan efek alokasi juga menimbulkan efek distribusi
dan hal ini dapat
13
BAB III
PENUTUP
14
3.1 Kesimpulan
Perusahaan dalam pasar persaingan monopolistis akan mendapatkan keuntungan di atas
normal pada periode jangka pendek. Keuntungan di atas normal tersebut menyebabkan
pertambahan jumlah perusahaan di pasar. Sehingga mengakibatkan perusahaan tersebut hanya
akan memperoleh keuntungan normal bahkan merugi pada periode jangka panjang.
Pengaturan pasar persaingan monopolistis tidak perlu dilakukan meskipun perusahaan yang
beroperasi dalam pasar persaingan monopolistik tidak efisien. Hal ini berdasarkan tiga argument,
antara lain :
1)
Daya monopoli yang relatif kecil menyebabkan kesejahteraan yang hilang (dead weight loss)
relatif kecil.
2)
Permintaan ysng sangat elastis menyebabkan kelebihan kapasitas produksi relatif kecil.
3)
3.2 Saran.
Sebaiknya produsen meningkatkan kualitas produk sehingga konsumen akan tetap setia pada
produk tersebut. Sehingga meskipun produsen menaikan harga barang tersebut, produsen tidak
lantas kehilangan banyak pelanggan. Karena konsumen sudah percaya dengan mutu produk
tersebut.
Selain itu pasar persaingan monopolistis juga menuntut produsen agar lebih inovatif lagi
dalam berproduksi. Baik inovatif dalam menciptakan suatu produk maupun inovatif dalam
efisiensi penggunaan faktor produksi.
DAFTAR PUSTAKA
15
Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi ( Mikro Ekonomi
dan Makro Ekonomi ). Edisi Ke-3. Jakarta
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ke-3. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Sudarman, Ari. 1992. Teori Ekonomi Mikro. Yogyakarta
Sarnowo, Henry & Danang Sunyoto. 2011. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Jakarta
16