Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring
darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah
yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke
medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Laporan studi epidemiologi klinik Indonesia ternyata gagal ginjal terminal
(GGT) akibat lanjut dari gagal ginjal kronik menempati urutan pertama dari
semua penyakit ginjal, khususnya bidang nefrologi. Gagal ginjal terminal (GGT)
di Indonesia dan umumnya negara berkembang, tidak hanya merupakan masAlah
aspek medik tetapi lebih luas dan berhubungan dengan aspek psikososial. Hanya
sebagian kecil (20-30%) pasien dengan GGT yang mampu menjalani program
terapi pengganti ginjal. Peranan rujukan sedini mungkin merupakan upaya yang
harus digalakkan untuk mengurangi populasi gagal ginjal terminal (GGT).1

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang chronic kidney disease.
1.2.2

Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi,

patogenesa, diagnosa, dan penatalaksanaan chronic kidney disease.


1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai referat yang menyajikan referensi dari kepustakaan tentang chronic
kidney disease.
2. Untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Anestesi
RSUD Solok 2016.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea
dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).(2)
2.2 Kriteria2
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1.

Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),

dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2.

Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,


dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.3 Epidemiologi2

Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden penyakit


ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta
penduduk pertahun.
2.4 Klasifikasi2

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat

Penjelasan

LFG (ml/mn/1,73m2)
3

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

Kerusakan ginjal dengan LFG

ringan

60 89

Kerusakan ginjal dengan LFG

sedang

30 59

Kerusakan ginjal dengan LFG

berat

15 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)

= (140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

2.5 Etiologi3
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
diabetes

sistemik, obat, neoplasma)


Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)

Penyakit
transplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


pada Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga
menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung
serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan
4

dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan
menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal
kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain :
-

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit

ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis

tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran
balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada

ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran

glandula prostat pada pria danrefluks ureter.


Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen
(Motrin, Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati

analgesik sehingga berakibat pada kerusakan ginjal.


Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri

renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.

2.6 Faktor Risiko

Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun,
individu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam
keluarga serta kumpulan populasi

yang memiliki angka tinggi diabetes atau

hipertensi seperti African Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific


Islanders, dan American Indians.4
2.7 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada


penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif.

Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah

kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron


yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi
lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus.
Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease
(ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal, proteinuria,
hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :

(5)

Anemia

Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan


produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi
pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik
ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis

Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu
6

oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin


II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga menyebabkan retensi
NaCl dan air volume ekstrasel meningkat (hipervolemia) volume cairan
berlebihan ventrikel kiri gagal memompa darah ke perifer LVH
peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan tekanan vena pulmonalis
peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru sesak nafas
-

Asidosis

Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat


penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H + disertai dengan
penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis
metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena
kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah
bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.
Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna
seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat
asidosis

metabolik

adalah

pernapasan

kussmaul

yang

timbul

karena

kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi


keparahan asidosis

Hipertensi

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga


menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu
oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
-

Hiperurikemia

Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di


dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan

kristal

urat

dalam

sendi,

sehingga

sendi

akan

terlihat

membengkak, meradang dan nyeri

Hiponatremia

Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran


hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada
tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan
jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan
retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan
ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran
pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

Hiperfosfatemia

Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat


sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+

untuk membentuk kalsium

fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di
sendi dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

Hipokalsemia

Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan


hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di
dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada
insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga
konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO 4
terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan

untuk

perangsangan

yang

pelepasan

PTH

terus-menerus

tetap
ini,

berlangsung.
kelenjar

Dalam

paratiroid

keadaan

mengalami

hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang


berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan

hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal


dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel
darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di
organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan
dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini
merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi
penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus,
hal ini memperberat keadaan hipokalsemia

Hiperkalemia

Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H + plasma


meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan

hiperkalemia.

Gambaran

klinis

dari

kelainan

kalium

ini

berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,
gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.

Proteinuria

Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari


kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.
Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang
melibatkan

glomerulus.

Beberapa

mekanisme

menyebabkan

kenaikan

permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga


molekul protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan
bebas melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.

Uremia

Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga
dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi

ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus


dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus
kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien
akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis,
nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis
uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang
sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.

2.8 Diagnosis1
2.8.1 Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara
perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal
hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan
berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan
kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ
seperti :

Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah


dan fetor uremik

Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot,


daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah

Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada,


edema

Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai
terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan

10

penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal. (2)
2.8.2 Gambaran Laboratorium2
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan
hiponatremia,

kadar

asam

hiper

urat,

atau

hiper

atau

hipokloremia,

hipokalemia,

hiperfosfatemia,

hipokalsemia, asidosis metabolik


d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria
2.8.3 Gambaran Radiologis2
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak
bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh

toksik

oleh

kontras

terhadap

ginjal

yang

sudah

mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi

11

d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang


mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
2.8.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologis Ginjal (2)
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan
mengevaluasi hasil terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran
ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.

2.9 Komplikasi2
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :

Hiperkalemia

Asidosis metabolik

Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )

Kelainan hematologi (anemia)

Osteodistrofi renal

Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)

Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

2.10 Penatalaksanaan2
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1)

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai

12

20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak


banyak bermanfaat.
2)

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid


Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan
LFG untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk
keadaan pasien.

3)

Memperlambat perburukan fungsi ginjal


Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah :

Pembatasan asupan protein


Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh
tetapi di pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang
terutama dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein
yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik
lainnya juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian
diet

tinggi

protein

pada

penderita

gagal

ginjal

kronik

akan

mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik


lainnya dan mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan
protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena
protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal
Kronik
LGF ml/menit
>60
25 60

Asupan protein g/kg/hari

Fosfat g/kg/hari

Tidak dianjurkan

Tidak dibatasi

0,6 0,8/kg/hari, termasuk >

< 10 g

0,35

gr/kg/hr

nilai

biologi

tinggi
5 -25

0,6 0,8/kg/hari, termasuk >


0,35

gr/kg/hr

protein

< 10 g

nilai

biologi tinggi atau tambahan

13

0,3 g asam amino esensial


atau asam keton
<60(sind.nefrotik)

0,8/kg/hari (+1 gr protein/ g


proteinuria

atau

tambahan

0,3

asam

<9g

g/kg
amino

esensial atau asam keton

Terapi farmakologi

Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat


antihipertensi (ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskular juga sangat penting
perburukan

kerusakan

nefron

dengan

untuk memperlambat
mengurangi

hipertensi

intraglomerular dan hipertrofi glomerulus

4)

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


Dengan
pengedalian

cara

pengendalian

dislipidemia,

DM,

pengedalian

pengendalian
anemia,

hipertensi,
pengedalian

hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan


keseimbangan elektrolit.
5)

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi


-

Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit,
kemungkinan

adanya

hemolisis,dll.

Pemberian

eritropoitin

(EPO)

merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 12


g/dl.
-

Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :

14

i. Mengatasi hiperfosfatemia

Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari

Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium hidroksida,


garam magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi
fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai
adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate

Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta reseptor Ca


pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.

ii.

Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena
dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna
sehingga mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di
jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat
mengakibatkan

penekanan

yang

berlebihan

terhadap

kelenjar

paratiroid.
iii.

Pembatasan cairan dan elektrolit


Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema

dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang


masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang
harus diawasi asuapannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat obat yang
mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan
sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt.
Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan
tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
6)

Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

15

Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG


< 15 ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi
ginjal.

2.11 Prognosis
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis
jangka panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal.
Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk
mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat. 3

16

KESIMPULAN

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah).
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti
glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal
ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala
fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan saluran cerna
(nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost
dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot,
daya

konsentrasi

menurun,

insomnia,

gelisah),

kelainan

kardiovaskular

(hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun,
nokturia, oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis
yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
17

laboratorium, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi


ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

18

Anda mungkin juga menyukai