Menimban
g
Mengingat
: a.
b.
c.
d.
e.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata
Cara Pengeluaran Bibit Sapi Bali;
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
MEMUTUSKAN:
: PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGELUARAN
BIBIT SAPI BALI.
Menetapkan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Bali.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
3. Gubernur adalah Gubernur Bali.
4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat
Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah
Daerah.
5. Pemerintah
Kabupaten/Kota
adalah
Pemerintah
Kabupaten/Kota se Bali.
6. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota se-Bali.
7. Dinas Provinsi adalah Dinas Peternakan Provinsi Bali.
8. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang membidangi
peternakan/kesehatan hewan di tingkat Kabupaten/Kota
se Bali.
9. Kepala Dinas Provinsi adalah Kepala Dinas Peternakan
Provinsi Bali.
10.Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas yang
membidangi peternakan/kesehatan hewan di tingkat
Kabupaten/Kota se Bali.
11.Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan
sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan,
alat dan mesin peternakan, budidaya ternak, panen,
pasca
panen,
pengolahan,
pemasaran,
dan
pengusahaannya.
12.Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya
diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku
industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait
dengan pertanian.
13.Perbibitan adalah kegiatan budidaya yang menghasilkan
bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk
diperjualbelikan.
14.Perbibitan sapi Bali adalah suatu sistem yang berkaitan
dengan segala urusan di bidang bibit sapi Bali yang
antara lain meliputi pemuliaan, perbanyakan, produksi,
peredaran, pemasukan dan pengeluaran, pengawasan
mutu, pengembangan usaha dan kelembagaan bibit sapi
Bali.
15.Bibit sapi bali yang selanjutnya disebut bibit adalah sapi
Bali yang mempunyai sifat unggul dan dapat mewariskan
sifat unggul tersebut, serta memenuhi persyaratan
sebesar-besarnya
yang
ditetapkan
oleh
Badan
Standarisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perbibitan sapi Bali dilaksanakan berdasarkan asas manfaat,
berkelanjutan, keamanan, kerakyatan, keadilan, keterbukaan,
keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan profesional.
Pasal 3
Pengaturan perbibitan sapi Bali bertujuan untuk:
a. menjamin adanya pemanfaatan dan pelestarian sapi Bali
secara berkelanjutan;
b. menjamin ketersediaan bibit sapi Bali bermutu secara
maksimal dan berkelanjutan;
c. mewujudkan keadilan dalam pembagian keuntungan yang
diperoleh dari pemanfaatan sapi Bali; dan
d. menghimpun, mengolah dan menyajikan data dan informasi
tentang perbibitan sapi Bali.
BAB III
PERSYARATAN DAN KLASIFIKASI BIBIT SAPI BALI
Pasal 4
(1) Katagori bibit sapi Bali yang diatur pengeluarannya dari
wilayah Provinsi Bali adalah:
a. Calon bibit sapi Bali jantan;
b. Bibit sapi Bali jantan; dan
c. Calon bibit sapi Bali betina
(2) Bibit sapi Bali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) harus memenuhi:
a. persyaratan umum; dan
b. persyaratan khusus.
Pasal 5
Persyaratan umum bibit sapi Bali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, meliputi:
a. sehat dan bebas dari penyakit hewan menular strategis yang
dinyatakan oleh Dokter Hewan berwenang;
b. bebas dari segala cacat fisik; dan
c. bebas dari cacat alat reproduksi dan/atau alat kelamin.
Pasal 6
Persyaratan khusus bibit sapi Bali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. persyaratan kualitatif; dan
b. persyaratan kuantitatif.
Pasal 7
(1) Persyaratan kualitatif bibit dan/atau calon bibit sapi Bali
jantan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,
meliputi:
a. warna bulu hitam, lutut ke bawah putih, pantat putih
berbentuk setengah bulan, ujung ekor hitam;
b. tanduk pendek dan kecil;dan
c. bentuk kepala lebar dengan leher kompak dan kuat.
(2) Persyaratan kualitatif calon bibit sapi Bali betina
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, meliputi:
a. warna bulu merah, lutut ke bawah putih, pantat putih
berbentuk setengah bulan, ujung ekor hitam dan ada
garis belut warna hitam pada punggung;
b. tanduk pendek dan kecil;dan
c. bentuk kepala panjang dan sempit serta leher ramping.
(3) Persyaratan kuantitatif bibit dan/atau calon bibit sapi Bali
jantan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
sebagai berikut :
Katagori
Calon bibit
sapi Bali
jantan
Umur
(bulan)
24 - <
36
36
Parameter
Lingkar Dada
minimum (cm)
Tinggi Pundak
minimum (cm)
Panjang Badan
minimum (cm)
Lingkar Dada
minimum (cm)
Tinggi Pundak
minimum (cm)
Panjang Badan
minimum (cm)
Klasifikasi
I
II
III
182
172
165
125
119
113
130
124
118
195
181
176
130
125
120
135
129
123
Calon bibit
sapi Bali
betina
Umur
(bulan)
< 18
Parameter
Lingkar Dada
minimum (cm)
Tinggi Pundak
minimum (cm)
Panjang Badan
minimum (cm)
Pasal 8
Klasifikasi
I
II
III
138
130
125
105
99
95
107
101
97
BAB V
SERTIFIKASI BIBIT SAPI BALI
Pasal 10
(1) Sapi Bali yang memenuhi standar mutu bibit diberikan
sertifikat atau surat keterangan kelayakan bibit sapi Bali.
(2) Sertifikat atau surat keterangan kelayakan bibit sapi Bali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur berdasarkan
hasil penilaian atas usulan dari kelompok peternak
dan/atau badan usaha pembibit sapi Bali.
BAB VI
PENENTUAN HARGA DASAR BIBIT SAPI BALI
Pasal 11
(1) Harga dasar bibit dan/atau calon bibit sapi Bali jantan
ataupun calon bibit sapi Bali betina yang diedarkan atau
dikeluarkan harus sesuai dengan klasifikasi atau
kualitasnya.
BAB VII
PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI
Pasal 12
(1) Pengeluaran bibit dan atau calon bibit sapi Bali jantan
ataupun calon bibit sapi Bali betina dari wilayah Provinsi
Bali dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota, perorangan, dan/atau badan
hukum berdasarkan ijin Gubernur.
(2) Bibit dan/atau calon bibit sapi Bali jantan ataupun calon
bibit sapi Bali betina yang dapat dikeluarkan dari wilayah
Provinsi Bali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
yang memeiliki sertifikat atau mempunyai surat keterangan
kelayakan bibit sapi Bali dan direkomendasi oleh Kepala
Dinas Provinsi.
(3) Bibit dan/atau calon bibit sapi Bali jantan ataupun calon
bibit sapi Bali betina yang dapat dikeluarkan dari wilayah
Provinsi Bali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi surat keterangan dan/atau surat ijin lainnya
untuk keperluan pengeluaran ternak antar pulau sesuai
peraturan perundangan.
(4) Tempat transaksi untuk mendapatkan bibit dan/atau calon
bibit sapi Bali jantan ataupun calon bibit sapi Bali betina
yang akan dikeluarkan dari wilayah Provinsi Bali oleh
setiap orang dan/atau badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan di
kelompok peternak dan/atau badan usaha pembibit sapi
Bali.
(5) Alokasi bibit dan/atau calon bibit sapi Bali jantan ataupun
calon bibit sapi Bali betina yang dapat dikeluarkan dari
wilayah Provinsi Bali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan
Gubernur
setiap
tahun
dengan
mempertimbangkan aspek pelestarian populasi demi
menjaga mutu/kualitas sapi Bali di Provinsi Bali.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Peraturan Gubernur
diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Gubernur
ini
dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali.
Ditetapkan
di
pada
tanggal
Denpasar
20 September 2011
GUBERNUR BALI,
Diundangkan Denpasar
di
pada
20 September 2011
tanggal
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,
I MADE JENDRA
BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2011 NOMOR 46