TINJAUAN PUSTAKA
A. PATOFISIOLOGI
Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah kejang.
Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori: glutamat,
aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau
mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.
Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
anoksia
otak,
bermacam-macam
gangguan
metabolisme,
tumor
otak,
menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau berhenti makan obat anti
kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak,
menghentikan penggunaan penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera perinatal.
Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin mempunyai riwayat
trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak.
Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering
menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak. Penderita yang
mempunyai riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pencetus tertentu.
Umumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak hatinya.
Faktor pencetus lain yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia
dan lain-lain.
Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:
1. Overt generalized convulsive status epilepticus
Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran penuh.
a. Tonik klonik
b. Tonik
c. Klonik
d. Mioklonik
2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized convulsive
status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.
3. Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)
a. Simple motor status epilepticus
b. Sensory status epilepticus
c. Aphasic status epilepticus
4. Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)
a. Petit mal status epilepticus
b. Complex partial status epilepticus
D. GEJALA
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic- Clonic)
merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan
kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
1. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan
potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum
atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik
tanpa pemulihan
delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi
psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized
spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.
7. Status Epileptikus Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu
tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi
jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan
kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu
menunjukkan periodic
lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering
berhubungan dengan proses destruktif yang
somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa
(status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral
yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
8. Status Epileptikus Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk
mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan
keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus
temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini
dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status
epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus
E. MANIFESTASI KLINIK
F. DIAGNOSIS
Diagnosa dalam keadaan status epileptikus tidak sukar, akan tetapi perawatannya
memerlukan lebih banyak perhatian. Status epileptikus dapat timbul karena berbagai sebab.
Bilamana dokter dipanggil untuk menolong penderita, maka ia tidak usah langsung memberi
obat untuk menghilangkan kejang umum yang hebat itu. Dengan tenang harus menyelidiki
dahulu penyakit yang mendasarinya.
Anamnesis:
Anamnesis pasien harus dilakukan secara tertib dan teratur, meliputi lama kejang,
sifat kejang sama ada fokal, umum atau tonik/klonik. Seterusnya, tingkat kesadaran diantara
kejang, riwayat kejang sebelumnya serta riwayat kejang dalam keluarga. Pasien juga harus
ditanya sama ada panas, atau ada trauma kepala, riwayat persalinan dan tumbuh kembang.
Selain itu, riwayat penyakit sistemik SSP seperti keganasan, infeksi, kelainan metabolic,
keracunan. Riwayat putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah berjalan juga penting.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran, penglihatan dan
pendengaran, refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papiledema akibat peningkatan TIK
akibat tumor,perdarahan dll., sistem motorik yaitu kelumpuhan, tonus, pergerakan tidak
terkendali, ataksia, dan sistem sensorik yaitu parastesia, hipestesia, anestesia. kelumpuhan,
tonus, pergerakan tidak terkendali, ataksia, dan sistem sensorik yaitu parastesia, hipestesia,
anestesia.
Pemerikasaan penunjang:
Terdiri dari pemeriksaan laboratorium yaitu darah CBC, elektrolit, glukosa, fungsi
ginjal dengan urin analisis dan kultur, jika ada didugaan infeksi maka dilakukan kultur darah,
dan Imaging yaitu CT scan dan MRI untuk
mengevaluasi lesi struktural di otak, EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak
dan dilakukan secepat mungkin jika pasien mengalami gangguan mental. Pungsi
lumbar dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau perdarahan
subaraknoid.
on
Seizures:
Mayo
Foundation
for
Medical
Education
and
Research:2003.p.508-518
4. Aminoff M.J. Seizures and Syncope In:Clinical Neurology:3rd edition.Stamford:Simon
Shuster;1996.p.234-236
5. deGroot J. Signalling in the nervous system. In :Correlative Neuroanatomy. 21st
edition.Connecticut:Appleton and Lange;1996.p.18-24
6. Omkar N. Pearls,Perils and Pitfalls:EEG in Status Epilepticus [online]2010 [cited on 31 st
Oktober 2011] Available from ;http://www.medscape.com/viewarticle/458594_8 LBM
Sitorus.Gawat Darurat Penyakit Syaraf [online]1992 [cited on 31 st Oktober 2011] Available
from:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/24_Status
Epileptikus.pdf/24_StatusEpileptikus.html
8.
Khalil
B.A.
The
EEG
in
Epilepsy.
In:
Atlas
of
EEG
and
seizure
semiology.Pensylvania:Elsevier Inc:2006.p.125-130
9. Kellaway P.The over all management in adult epileptic. In: The Medical Clinics of North
America.Philadelphia:W.B.Saunders:1958.p.324-326
10. H. Meierkord.EFNS guideline on the management of status epilepticus In: European
Journal of Neurology 2006, 13: 445450.
11. Reetta K. Status epilepticus treatment guidelines. In: Outcomes Of Status
Epilepticus:Finland.p.99-102