Anda di halaman 1dari 31

Daftar Isi

I.

Program Program Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut....................................................2

II.

Promosi Kesehatan.................................................................................................... 7

III.

Metode Promosi Kesehatan....................................................................................... 9

IV.

Teori Perilaku...................................................................................................... 14

V.
VI.

Teori Perubahan Perilaku Kesehatan.............................................................................24


Upaya Perubahan Perilaku Kesehatan........................................................................27

Program puskesmas dibedakan menjadi program dasar dan program pengembangan


A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Program Dasar
Promosi Kesehatan
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan Ibu dan Anak dan Keluarga Berencana
Perbaikan Gizi
Pemberantasan Penyakit Menular
Pengobatan

Selain program diatas puskesmas boleh mengambil program lain sesuai dengan situasi, kondisi,
masalah dan kemampuan puskesmas tersebut. Enam program lain selain enam program
kesehatan dasar diatas tersebut disebut program kesehatan pengembangan.
I.

Program Program Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut

Pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan gigi dan mulut dilakukan dengan
pendekatan terintegrasi dengan program kesehatan lainnya dengan memperhatikan, kegiatan
serta sasaran yang ingin dicapai oleh Kementerian Kesehatan. Dan telah tertuang dalam Rencana
Strategi
Kementerian Kesehatan.
Program, kegiatan dan sasaran pelayanan kesehatan gigi dan mulut, dilakukan melalui:
1. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
a. Mengintegrasikan promosi kesehatan gigi dan mulut kedalam program perilaku
hidup bersih dan sehat.
b. Membuat media promosi yang inovatif dan efektif, baik melalui media cetak,
media elektronik dan secara langsung pada semua kelompok umur pada
masyarakat seperti mencetak leaflet, poster, CD, lembar balik, serta dialog
interaktif di TV, radio, tayangan pendek, dll
c. Melakukan pendidikan tentang pentingnya perawatan gigi dan mulut yang teratur
oleh tenaga kesehatan gigi baik secara individu maupun masyarakat.
2. Program Fluoridasi
a.
b.
c.
d.
e.

Kadar fluor dalam air minum yang dikonsumsi di seluruh provinsi di Indonesia
Kadar fluor didalam berbagai pasta gigi yang beredar di Indonesia
Program fluoridasi air minum, garam, susu, dll.
Program kumur-kumur fluor pada murid-murid sekolah dasar (UKGS)
Program topikal aplikasi fl uor secara individualPelaksanaan program dan
kegiatan kesehatan gigi dan mulut dilakukan dengan pendekatan terintegrasi
dengan program kesehatan lainnya dengan memperhatikan, kegiatan serta sasaran
yang ingin dicapai oleh Kementerian Kesehatan. Dan telah tertuang dalam
2

Rencana Strategi Kementerian Kesehatan. Program, kegiatan dan sasaran


pelayanan kesehatan gigi dan mulut, dilakukan melalui:
3. Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat
a. Penyusunan Pedoman Promotif Preventif dengan pendekatan UKGM
b. Penyusunan Pedoman Pembinaan kesehatan Gigi melalui Desa siaga
c. Penyusunan Petunjuk Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga seri Ibu hamil dan
balita.
d. Penyusunan Lembar Balik penyuluhan kesehatan gigi
e. Penyusunan Buku Usaha Kesehatan Gigi Sekolah di Taman Kanak-Kanak
f. Penyunan Buku Usaha Kesehatan Gigi Sekolah dan UKGS Inovatif
g. Penyusunan Buku pendidikan kesehatan gigi dan mulut remaja
h. Penyusunan Buku Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah Lanjutan
i. Penyusunan Pedoman pencegahan karies gigi berupa brosur, poster, leaflet, fl
yer,booklet, modul pelatihan kader/gigi
j. Penyusunan materi kesehatan gigi untuk RS/PKMRS
k. Penyusunan Petunjuk Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga seri lansia
4. Upaya Kesehatan Perorangan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga


Pedoman Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga
Standar Perizinan Praktek Dokter Gigi Keluarga
Pedoman Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas dengan
Model Basic Package Oral Care
Pedoman Upaya Kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas 25
Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan Gigi di Puskesmas Perkotaan
Penerapan metode Atraumatic Restoration Treatment (ART)
Pedoman pelayanan kesehatan gigi dan mulut di RSU Pemerintah/ Swasta/RS
Khusus.
Pedoman rujukan upaya kesehatan gigi dan mulut
Pedoman integrasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas.
Pedoman peningkatan mutu pelayanan Kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas
dan Rumah sakit.
Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Gigi
Modul Pelatihan Identifikasi Lesi Rongga Mulut dan Penatalaksanaan Kesehatan
Gigi dan Mulut pada ODHA bagi Tenaga Kesehatan Gigi di Fasilitas Gigi.
Tata cara kerja pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
Pelaksanaan Angka Kredit Jabatan Dokter Gigi/Perawat Gigi.
Panduan pendayagunaan dokter gigi spesialis.

5. Program Pengawasan Obat dan Bahan Kedokteran Gigi

a.
b.
c.
d.
e.

Pedoman standar bahan dan alat kedokteran gigi (RS/Puskesmas)


Penyusunan standar obat kesehatan gigi essensial (DOEN)
Formularium Obat dan bahan kedokteran gigi di RS Indonesia
Pedoman bahan/obat tradisional dibidang kesehatan gigi dan mulut
Pedoman Pemakaian anti biotik di Bidang Kedokteran Gigi 26

6. Program Pengembangan Sumber Daya Kesehatan:


a. Internal
i. Penyusunan modul pelatihan teknis
ii. Penyusunan modul TOT
iii. Pedoman dan pelaksanaan evaluasi penerapan metode ART
iv. Evaluasi peralatan di Puskesmas
b. Lintas Program
i. Kerjasama dengan Pusdatin dalam penyusunan profil kesehatan gigi dan
mulut
ii. Kerjasama dengan badan Litbangkes Kementerian Kesehatan dalam survei
epidemiologi penyakit gigi dan mulut.
iii. Pelatihan/TOT Tenaga Kesehatan/Pemegang Program
iv. Uji kualitas kandungan fl uor dalam pasta gigi, air minum, dll.
v. Evaluasi peralatan di Rumah Sakit Pemerintah/Swasta
c. Lintas Sektor
i. Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional
ii. Kerjasama dengan seluruh Kementerian dalam upaya pelayanan kesehatan
gigi dan mulut (poli gigi)
iii. Kerjasama dengan swasta
iv. Kerjasama dengan tim penggerak PKK
v. Kerjasama dengan FKG/CHS/profesi
vi. Kerjasama dengan dunia usaha untuk pengadaan ART, pasta fluor generik,
sikat gigi generik, dan bahan lainnya. 27
7. Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan:
a. Tersusunnya rencana kegiatan lima tahun kesehatan gigi dan mulut
b. Tersusunnya laporan akuntabilitas kinerja tahunan kesehatan gigi dan mulut
c. Kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut dengan instansi, unit
dan pihak lain yang terkait secara nasional dan Internasional.
8. Monitoring dan Evaluasi:
a. Kesehatan gigi dan mulut pra sekolah dan usia anak sekolah
b. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
c. Upaya kesehatan gigi di UKGM
4

d. Pelayanan kesehatan gigi rujukan dan integrasi


e. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah sakit
f. Penyusunan website kesehatan gigi dan mulut sebagai wahana interaksi, inter
relasi dan interdependensi dengan masyarakat, profesi, dunia usaha serta pihak
lain yang berkepentingan untuk peningkatan kualitas kesehatan gigi dan mulut.
9. Bimbingan Teknis/Supervisi:
a. Pembinaan program kesehatan gigi dan mulut di Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota
b. Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi puskesmas dan rumah sakit
baik pemerintah maupun swasta.
c. Peningkatan kinerja melalui peningkatan mutu SDM dan suasana/budaya kerja.
d. Pembinaan profesi tenaga kesehatan gigi
e.
10. Program Unggulan:
Program anti tembakau di klinik gigi, screening kanker mulut,
pengendalian gula di sekolah.
a. Program Kebijakan Kesehatan, Pembiayaan, dan Hukum Kesehatan.
i. Tersusunnya rencana kegiatan lima tahunan (propenas) dan
rencana kerja tahunan (Repeta) kesehatan gigi dan mulut.
ii. Tersusunnya laporan akuntabilitas kinerja tahunan kesehatan
gigi dan mulut
iii. Legalisasi Produk-produk Bidang kesehatan Gigi dan Mulut.
b. Program Perbaikan Gizi
i. Kegiatan kesehatan gigi dan mulut pra sekolah dan anak usia
sekolah
ii. Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
keluarga seri ibu hamil dan balita
iii. Penyusunan pedoman pembinaan kesehatan gigi melalui
polides
iv. Perlindungan kesehatan gigi anak dengan sikat gigi sesudah
makan.
c.

Program Peningkatan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) sejak usia dini
i. Penyusunan buku pendidikan kesehatan gigi remaja
ii. Penyusunan lembar balik penyuluhan kesehatan gigi
iii. Penyusunan standar pelayanan kesehatan gigi bagi anak
berkebutuhan khusus
iv. Penyusunan materi kesehatan gigi dan mulut untuk RS
5

v. Penyusunan pedoman standar peralatan kedokteran gigi RS


d.

Program Lingkungan Pemakaian air, dan udara sehat.


i. Pedoman pelaksanaan higienis klinik gigi di lingkungan kerja.

e. Program kesehatan keluarga


i. Penyusunan pedoman promoiff-pereventif dengan pendekatan
UKGM dan UKGM inovatif
ii. Penggunaan pedoman pembinaan kesehatan gigi dan mulut
melalui desa siaga
iii. Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan gigi keluargaseri
lansia.
iv. Penyusunan pedoman pencegahan penyakit gigi, berupa brosur,
leafl et, booklet.
v. Modul pelatihan kesehatan gigi bagi kader/guru.
f. Program pencegahan kecelakaan dan rudapaksa termasuk keselamatan lalu
lintas.
i. Melakukan penelitian pengaruh sakit gigi terhadap kecelakaan
lalu lintas.
g. Program integrasi dengan penyakit tidak menular (PTM)
i. Program anti tembakau di klinik Gigi
ii. Program Pengendalian Gula
iii. Program skreening kanker mulut
iv. Program Pengendalian konsumsi alkohol berhubungan dengan
penyakit gigi dan mulut
v. Penyusunan Pengendalian faktor-faktor resiko penyakit gigi
dan mulut dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.

Promosi Kesehatan

A. Definisi promosi kesehatan


Promosi kesehatan menurut WHO merupakan suatu proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Sedangkan
australian health foundation mendefinisikan promosi kesehatan sebagai program
kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Lain
halnya menurut green dan ottoson, (1998) yang mengartikan promosi kesehatan sebagai
kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, kebijakan serta peraturan
perundangan yang berfungsi untuk merubah lingkungan beserta perilaku masyarakat
yang tentunya menguntungkan bagi kesehatan.
B. Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan promosi kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun
1992 organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental dan sosial
sehingga produktif secara ekonomi dan sosial.
C. Komponen Promosi Kesehatan
a. Pemberdayaan : upaya membantu, memfasilitasi pasien, sehingga pasien memiliki
kemauan dan kemampuan untuk menjaga serta mencegah dan mengatasi segala
permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan.
b. Bina suasana : merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan
situasi yang kondusif, yang tentunya situasi ini diciptakan untuk mendukung
pemberdayaan.
c. Advokasi : merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan dengan bantuan dari
pihak lain, misalnya membuat aturan dan bersanksi hukum dikawasan rumah
sakit, dengan adanya KTR (Kawasan Tanpa Rokok)
d. Kemitraan :
i. Kesetaraan : peraturan yang dibuat berlaku untuk semua kalangan tanpa
adanya batasan antara kalangan bawah dan atas.

ii. Keterbukaan : dalam pembuatan suatu peraturan tentunya didasarkan


dengan keputusan bersama, dengan adanya kebebasan berpendapat berupa
penyampaian kritik dan saran.
iii. Saling menguntungkan : peraturan yang dibuat berdasarkan pada kata
mufakat yang menguntungkan kedua belah pihak.

II.

Metode Promosi Kesehatan

Promosi atau pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, k elompok atau individu. Dengan harapan
bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu memperoleh
pengetahuan tentang kesehata yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan
dapat berpengaruh terhadap perilaku.
1. Menentukan kebutuhan promosi kesehatan:
- Diagnose masalah
- Menetapkan prioritas masalah
Dalam menentukan prioritas masalah ada hal-hal yang menjadi pertimbangan antara lain:
a) Beratnya masalah dan akibat yang ditimbulkan.
b) Pertimbangan politis
c) Sumber daya yang ada di masyarakat. (Notoatmodjo, 2005)\
2. Mengembangkan komponen promosi kesehatan:
a. Menentukan tujuan promosi kesehatan.
Pada dasarnya tujuan promosi kesehatan adalah :
- Meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat.
- Peningkatan prilaku masyarakat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status
kesehatan masyarakat. (Notoatmodjo, 2005)
Menurut Green (1990) tujuan promosi kesehatan ada 3 tingkatan :
- Tujuan program
- Tujuan pendidikan
- Tujuan prilaku (Notoatmodjo, 2005)

3. Menentukan sasaran promosi kesehatan.


Berdasarkan sasarannya ada 3 :
-

Metode Promosi Individual


Dalam promosi kesehatan, metode yang bersifat individual ini diguanakan untu
membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu
perubahan perilaku atau inovasi.

Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai


masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan perilaku baru
tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta membantunya maka
perlu menggunakan metode ini.
Bentuk pendekatan ini antara lain :
a

Bimbingan dan penyuluhan


Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap

masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelasaiannya.
b Interview
Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara
petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau
belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk
mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu
mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu
penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
4. Metode Promosi Kelompok
a Kelompok besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserrta penyuluhan itu
lebih dari 15 orang. Metode yang baik digunakan adalah :
- Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
-

Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari seseorang ahli
atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap

hangat di masyarakat.
Kelompok kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang. Metode yang cocok digunakan
antara lain :
-

Diskusi kelompok
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian
10

rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama
lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga
duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi.
Dengan kata lain mereja harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap
anggota kelompok memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.
c

Metode Promosi Kesehatan Massa


Metode ini dipakai untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Dengan demekian,
cara yang paling tepat adalah pendekatan massa. Oleh karena sasaran promosi ini
bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesanpesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
dapat ditangkap oleh massa tersebut. Beberapa contoh metode yang dapat digunakan
adalah :
- Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV
-

maupun radio, pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.


Bill board, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya.
Merencanakan promosi kesehatan untuk sasaran massal atau public memang sulit

karena, sasaran public yang heterogen, baik dilihat dari kelompok umur, pendidikannya,
tingkat sosio-ekonomi, sosio-budaya dsb. Dan hasil dari promosi kesehatan sasaran
massal ini sangat bervariasi dalam hal merespon, presepsi dan pengetahuan yang
didapat oleh sasaran tersebut. Apabila sasarannya massal maka dapat digunakan metode:
Ceramah umum/public speaking yang dilakukan dilapangan terbuka atau tempat

tempat umum,
Menggunaan media massa elektronik , seperti tv dan radio dengan bentuk talk show,

dialog interaktif, drama, dsb


Menggunakan media massa cetak , seperti koran, ,majalah , selembaran, poster,

buku,dsb. Bentuknya juga bermacam-macam seperti , artikel dan Tanya jawab.


Menggunakan media diluar ruangan seperti umbul-umbul, spanduk, billboard,dll.
(Notoatmodjo, 2005)

5. Menentukan kebutuhan promosi kesehatan:


Diagnose masalah
Menetapkan prioritas masalah
11

Dalam menentukan prioritas masalah ada hal-hal yang menjadi pertimbangan


antara lain:
a. Beratnya masalah dan akibat yang ditimbulkan.
b. Pertimbangan politis
c. Sumber daya yang ada di masyarakat. (Notoatmodjo, 2005)\
6. Mengembangkan komponen promosi kesehatan:
a) Menentukan tujuan promosi kesehatan.
Pada dasarnya tujuan promosi kesehatan adalah :
- Meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat.
- Peningkatan prilaku masyarakat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status
kesehatan masyarakat. (Notoatmodjo, 2005)
Menurut Green (1990) tujuan promosi kesehatan ada 3 tingkatan :
a) Tujuan program
b) Tujuan pendidikan
c) Tujuan prilaku (Notoatmodjo, 2005)
7. Menentukan sasaran promosi kesehatan.

12

III.

Teori Perilaku
A. Teori menurut WHO :
1. Pemikiran dan perasaaan
Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat
diartikan pertimbangan pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimlulus,
merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan
perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan yang pada umumnya adalah para
tokoh masyarakat setempat
3. Sumber daya yang tersedia
Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat
4. Sosio budaya
Sosio budaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya
perilaku seseorang.

13

B. Teori Bloom (1908)


Bloom membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan
yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotorik (psychomotorik). Teori
Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), dan praktik/tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2007).
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan, yakni :
a.

Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior) (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif
mempunyai
6
tingkat
yaitu
:

1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.

Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan


secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di
sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.

14

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau


suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Jadi manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat,
namun hanya dapat ditafsirkan.
Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1

Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam


hubungannya dengan objek tertentu

Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu


terhadap suatu kelompok.

Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tetapi dapat juga kumpulan dari hal-hal
tersebut

Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan Seperti halnya


dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yakni
(Notoatmodjo, 2007) :
a. Menerima (Receiving)
15

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (Responding)
Merespon, diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai, diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan
dan mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko.
c. Praktik atau Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak
lain (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu :
1

Persepsi (Perception)

Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan


dengan tindakan yang akan diambil.
2

Respon Terpimpin (Guided Response)

Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang


benar dan sesuai dengan contoh.
3

Mekanisme (Mechanism)

Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan


sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan.
4

Adopsi (Adoption)

16

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang


dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi
kebenaran dari tindakan tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung. Secara
langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan beberapa
jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran secara langsung dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmotmodjo, 2007).

17

C. Skinner
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo , merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori
Skinner ini disebut S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan teori S-O-R
tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a

Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)


Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus

bersangkutan.
b Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
observeable behaviour.
Perilaku tertutup dapat dipengaruhi oleh dua factor yaitu :
i. Factor Internal
Factor internal yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri seseorang ,
diantaranya : perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan
sebagainya.
ii.
Factor Eksternal
yaitu stimulus yang berasal dari luar diri seseorang, yaitu : lingkungan
baik fisik maupun non-fisik yang berupa social, budaya, ekonomi maupun politik.
Factor eksternal merupakan factor yang memiliki peran yang sangat besar
dalam mempengaruhi perilaku manusia yaitu factor social dan budaya dimana
individu tersebut berada.

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :


1
2

Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan.
Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari
luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di
18

dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan
lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap
pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala
3

budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.


Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan
rangsangan dari luar
(Notoadmojo, 2002)

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Skinner membedakan adanya dua proses, yaitu:
Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena
menimbulkan respon respon yang relative tetap.
Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respon ini juga mencakup perilaku
emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian
meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing
stimulationatau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas
kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi)
kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan
tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
(Notoadmojo, 2002)
19

D. Teori Lawrence Green


Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,
polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.
c. Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturanperaturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan
dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh
(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas terlebih lagi
petugas kesehatan. Di samping itu, undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

B = f (PF, EF, RF)

Keterangan:
B

= Behavior

PF

= Predisposing factors

20

EF

= Enabling factors

RF

= Reinforcing factors
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang, misalnya kesehatan,

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para
petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Seorang ibu hamil yang tidak mau memeriksakan kehamilannya di puskesmas disebabkan
karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat dari pemeriksaan kehamilan bagi
ibu dan janin yang dikandung (predisposing factors). Tetapi barangkali juga karena rumahnya
jauh dari puskesmas tempat memeriksakan kehamilannya atau peralatan yang tidak lengkap
(enabling factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat
lain disekitarnya tidak pernah memberikan contoh / penyuluhan tentang pentingya
pemeriksaan kehamilan (reinforcing factors).

21

E. Teori Snehandu B. Karr


Pada saat promosi kesehatan digencarkan aksinya melalui pemberdayaan masyarakat
bahwa petugas kesehatan membekali sasaran kesehatan (masyarakat) dengan
pengetahuan/informasi yang bermanfaat bagaimana untuk sehat, dan walau ketersediaan
sarana kesehatan memadai, tetapi tetap diperlukan dukungan dari masyarakat itu sendiri.
Snehandu B. Karr dalam Notoatmojo (2005), mengidentifikasi adanya lima determinan
perilaku, yaitu:
a

Adanya niat, (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan objek

atau stimulus diluar dirinya


Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di
dalam kehidupan di masyarakat, perilaku seseorang cenderung
memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku
tersebut

bertentangan

atau

tidak

memperoleh

dukungan

dari

masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman, paling


tidak untuk berperilaku kesehatan tidak menjadi gunjingan atau bahan
c

pembicaraan masyarakat.
Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah
tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan

diambil seseorang.
Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk
mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan
pribadinya masih terbatas, terutama lagi di pedesaan. Seorang istri

dalam mengambil keputusan masih sangat bergantung kepada suami.


Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation).
Untuk bertindak apapun memang diperlukan kondisi dan situasi yang
tepat. Kondisi dan situasi yang tepat mempunyai pengertian yang luas,
baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada.
(Notoatmodjo, 2007)

22

IV.

Teori Perubahan Perilaku Kesehatan


Menurut teori ini, penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas

rangsang (stimulus ) yang berkomunikasi dengan organisme. Perilaku dapat berubah hanya
apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula (mampu
meyakinkan). Karena itu kualitas dari sumber komunikasi sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku, misalnya gaya bicara, kredibilitas pemimpin kelompok, dsb
1. Dissonance Theory (Festinger : 1957)
Ada suatu keadaan cognitive dissonance yang merupakan ketidakseimbangan
psikologis, yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan
kembali. Dissonance tejadi karena dalam diri individu terdapat elemen kognisi yang
bertentangan, pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila terjadi penyesuaian secara
kognitif, akan ada perubahan sikap yang berujung perubahan perlaku.
Contoh :
Orang yang merokok merasa resah, dia tahu bahaya merokok tapi merasa bukan lakilaki kalau tidak merokok (dissonance). Akhirnya dia memutuskan kalau kejantanan
seseorang bukan hanya dari merokok, tapi dari banyak hal. Akhirnya dia memutuskan
berhenti merokok (consonance).
2. Teori Fungsi (Katz : 1960)
Meurut teori ini perilaku mempunyai fungsi :
a.
b.
c.
d.

instrumental
defence mechanism
penerima objek dan pemberi arti
nilai ekspresif
Perubahan perilaku individu tergantung kebutuhan Stimulus yang dapat memberi

perubahan perilaku individu adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan
orang tersebut.
3. Teori Kurt Lewin (1970)
23

Menurut Kurt Lewin, perilaku manusia adalah suatu keadaan seimbang antara driving
forces (kekuatan-kekuatan pendorong) dan restrining forces (kekuatan-kekuatan penahan).
Perilaku dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut.
Ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku :
a. Kekuatan pendorong, kekuatan penahan tetap perilaku baru
Contoh : seseorang yang punya saudara dengan penyakit kusta sebelumnya tidak
mau memeriksakan saudaranya karena malu dikira penyakit keturunan, dapat berubah
perilakunya untuk memeriksakan saudaranya ke puskesmas karena adanya penyuluhan
dari petugas kesehatan terdekat tentang pentingnya deteksi dini kusta.
b. Kekuatan penahan, pendorong tetap perilaku baru
Misalnya pada contoh di atas , dengan memberi pengertian bahwa kusta bukan
penyakit keturunan, maka kekuatan penahan akan melemah dan terjad perubahan
perilaku.
c. Kekuatan penahan, pendorong, perubahan perilaku.
Misalnya pada contoh di atas dua-duanya dilakukan.
4. Teori Stimulus-Organisme-Response
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.
Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan,
gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok
atau masyarakat.
Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya
sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses
belajar pada individu yang terdiri dari :
a

Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau


ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus
itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi
bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
24

Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia

mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.


Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan

untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).


Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus
yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang
peranan penting.

25

V.

Upaya Perubahan Perilaku Kesehatan


Hal yang penting di dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan

perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan kesehatan
atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Perubahan yang
dimaksud bukan hanya sekedar covert behaviour tapi juga overt behaviour. Di dalam
programprogram kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma
norma kesehatan diperlukan usahausaha yang konkrit dan positif. Beberapa strategi untuk
memperoleh perubahan perilaku bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1

Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan


Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau
melakukan perilaku yang diharapkan. Misalnya dengan peraturanperaturan / undang
undang yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Cara ini menyebabkan perubahan yang
cepat akan tetapi biasanya tidak berlangsung lama karena perubahan terjadi bukan
berdasarkan kesadaran sendiri. Sebagai contoh adanya perubahan di masyarakat untuk
menata rumahnya dengan membuat pagar rumah pada saat akan ada lomba desa tetapi
begitu lomba / penilaian selesai banyak pagar yang kurang terawat.

Pemberian informasi
Adanya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, pemeliharaan kesehatan ,
cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat.
Selanjutnya diharapkan pengetahuan tadi menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada
akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya.
Perubahan semacam ini akan memakan waktu lama tapi perubahan yang dicapai akan
bersifat lebih langgeng.

Diskusi partisipatif
Cara ini merupakan pengembangan dari cara kedua dimana penyampaian
informasi kesehatan bukan hanya searah tetapi dilakukan secara partisipatif. Hal ini
berarti bahwa masyarakat bukan hanya penerima yang pasif tapi juga ikut aktif
berpartisipasi di dalam diskusi tentang informasi yang diterimanya. Cara ini memakan
waktu yang lebih lama dibanding cara kedua ataupun pertama akan tetapi pengetahuan
26

kesehatan sebagai dasar perilaku akan lebih mantap dan mendalam sehingga perilaku
mereka juga akan lebih mantap. Apapun cara yang dilakukan harus jelas bahwa
perubahan perilaku akan terjadi ketika ada partisipasi sukarela dari masyarakat,
pemaksaan, propaganda politis yang mengancam akan tidak banyak berguna untuk
mewujudkan perubahan yang langgeng.

Untuk proses perubahan perilaku biasanya diperlukan waktu lama, jarang ada orang
yang langsung merubah perilakunya. Kadang- kadang orang merubah perilakunya karena
tekanan dari masyarakat lingkunganya, atau karena yang bersangkutan ingin menyesuaikan
diri dengan norma yang ada. Proses terjadinya perubahan ini tidak semenamena dapat
tercapai dan harus benar- benar teruji, Ada 5 tingkatan perubahan perilaku :
1
2

Prekontemplasi; Belum ada niat perubahan perilaku


Kontemplasi; Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin mengubah

perilakunya menjadi lebih sehat, tetapi belum siap berkomitmen untuk berubah.
Persiapan; Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan. Individu sudah pernah

melakukan tapi masih gagal.


Tindakan; Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya 6 bulan dari sejak

mulai usaha memberlakukan perilaku hidup sehat.


Pemeliharaan; Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah dilakukan.

HAMBATAN DALAM USAHA MENGUBAH PERILAKU

27

Dorongan terjadinya perubahan sosial senantiasa terdapat di dalam setiap kehidupan, terutama
ditunjang oleh keinginan untuk berubah. Adapun faktor penghambat atau yang menghalangi
terjadinya perubahan sosial antara lain sebagai berikut.
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang Lambat
Latar belakang pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan sempitnya pola pikir
seorang individu. Akibatnya, masyarakat tidak mengalami kemajuan. Perkembangan ilmu
pengetahuan yang terlambat disebabkan oleh masyarakat itu sendiri karena hidup dalam
keterasingan, merasa cukup dengan pengetahuan yang dimilikinya, masyarakat tidak siap
menerima perubahan.
2. Hubungan dengan Masyarakat Lain
Akibat kurangnya hubungan dengan masyarakat luar sehingga informasi yang dapat
menunjang pembangunan pada masyarakat tidak dapat diterima dengan baik.
3. Sikap Masyarakat yang Tradisional, Mempertahankan Adat atau Kebiasaan
Sikap masyarakat ini lebih memihak masa lampau karena masa tersebut merupakan masa
yang penuh kemudahan menurut beberapa kelompok. Tradisi yang berlaku sebagai warisan
masa lampau tidak dapat diubah dan harus terus dilestarikan. Hal ini dapat menghambat
perubahan, terutama beberapa kelompok yang konservatif dan ingin tetap bertahan dalam
kepemimpinan masyarakat.
Adat atau keyakinan masyarakat terhadap norma-norma yang berlaku turun-temurun
merupakan pegangan hidup yang harus tetap berlaku dan dijalankan. Kebiasaan- kebiasaan
yang turun-temurun merupakan suatu hal yang sulit diubah pada masyarakat. Masyarakat
sendiri tidak mau mengubahnya karena takut terjadi bencana atau berkurangnya
keberuntungan yang ada dalam kehidupan mereka. Masyarakat yang memegang teguh adat
istiadat lama umumnya hidup dan bertahan pada masyarakat tradisional.
4. Kepentingan-kepentingan yang Tertanam Kuat atau Vested Interests
Setiap masyarakat memiliki stratifikasi sosial masing-masing yang bergantung pada
kedudukan seorang individu yang memiliki peranan dan pengaruh dalam masyarakat. Orang
28

yang berpengaruh akan memiliki kedudukan tinggi. Agar kedudukannya tetap bertahan,
setiap perubahan yang masuk akan ditolaknya dengan berbagai alasan.
5. Hambatan yang Bersifat Ideologis
Setiap unsur perubahan yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan
masyarakat akan ditolak karena dianggap berlawanan dengan ideologi mereka. Misalnya,
masyarakat percaya bahwa pembangunan sebuah jembatan harus diadakan selamatan terlebih
dahulu. Akan tetapi, perencana proyek pembangunan tidak percaya akan hal tersebut
sehingga perencana akan ditolak keberadaannya oleh masyarakat.
6. Hakikat Hidup
Ada masyarakat yang memiliki keyakinan bahwa baik buruknya kehidupan ini ada yang
mengatur. Dorongan terjadinya perubahan dan penghambat perubahan senantiasa ada di
setiap masyarakat, bergantung besar kecilnya kekuatan dalam menanggapi perubahan
tersebut. Apabila dorongan lebih kuat daripada hambatan perubahan sosial akan terjadi.
Namun, apabila hambatan lebih kuat daripada dorongan, perubahan akan terhambat atau
tidak terjadi.
Hakikat dan sifat manusia menurut kerangka analisis Kluckhon dan Strodtbeck (1961),
bahwa hidup itu buruk dan hidup itu baik. Hidup itu buruk tetapi harus diperbaiki. (Sumber:
Pengantar Sosiologi, 2001)
Menurut Taylor (1991), ada beberapa hambatan dalam promosi kesehatan, yaitu :
1.

Struktur dan sikap medical establishment


Hal ini lebih kepada sikap masyarakat yang lebih memilih menyembuhkan daripada

mencegah. Akibatnya upaya pendidikan, pencegahan, promkes diabaikan.


2. Hambatan Individual
Berkaitan dengan kebiasaan dan persepsi risiko. Kebiasaan sejak kecil sulit dirubah
begitu juga persepsi.
3.

Jaring Kooperasi dan Perencanaan yang Rumit

29

Mencakup perilaku riset dan praktisi yang berbeda, policy makers (pembuat
kebiasaan). Sebelum program dianggap efektif diperlukan studi, perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, dan direncanakan lagi.

30

DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. jakarta: Rineka Cipta.
RI, K. K. (2012). Rencana Program Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut. Bakti
husada.

31

Anda mungkin juga menyukai