Anda di halaman 1dari 3

PEWARNAAN APUSAN DARAH TEPI

I.

BAHAN PEMERIKSAAN

Bahan pemeriksaan yang dipakai adalah darah vena dengan antikoagulan EDTA.
II.

TUJUAN

Untuk mengetahui cara atau teknik mewarnai atau mengecatsediaan apus darah tepi.
Untuk mengetahui morfologi sel-sel darah setelah dilakukan pengecatan.
III.

PRINSIP

Pengguanan dua zat warna yang berbeda Azur B (trimetil trionin) yang bersifat basa dan eosin Y
(tetra bromo fluoroscein) yang bersifat asam akan mewarnai seperti kromatin DNA dan RNA,
sedangkan eosin Y akan mewarnai sel bersifat basa seperti granula eosinofil dan hemoglobin.
Ikatan eosin Y pada azur B yang bergagregasi atau menempel dapat menimbulkan warna ungu,
keadaan ini dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA
tetapi tidak pada RNA. Sehingga menimbulan kontras antara inti yang berwarna ungu dengan
sitoplasma yang berwarna biru.
IV.

REAGEN & BAHAN


1. Sampel darah vena
2. Na2EDTA
3. Pewarna giemsa
4. Metanol
5. Aquadest

V.

ALAT

1. Objek glass
2. Pipet tetes
3. Botol semprot
4. Beaker glass

5. Rak tabung reaksi


6. Baskom atau penampung
7. Mikroskop

Langkah pertama dalam menyiapkan materi segar untuk pengamatan mikroskopis adalah
fiksasi. Fiksasi juga merupakan langkah awal yang penting dalam membuat sediaan utuh
maupun sediaan sayatan. Tujuan fiksasi adalah untuk menghentikan proses metabolisme
secara cepat, mencegah kerusakan jaringan, mengawetkan komponen-komponen sitologis
dan histologist, mengawetkan keadaan sebenarnya, dan mengeraskan. Fiksasi dapat
dilakukan dengan cara melewatkan preparat diatas api atau merendamnya dalam metanol.
Untuk materi-materi yang lunak akan terjadi koagulasi protoplasma dan maupun elemenelemen di dalam protoplasma (Lay 1994).
Dalam proses pewarnaan, Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa atau
asam. Pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna mempunyai
muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak
ditemukan pada dinding sel, membran sel dan sitoplasma sewaktu proses pewarnaan.
Muatan positif pada zat warna basa akan berikatan dengan muatan negatif dalam sel,
sehingga mikroorganisme lebih jelas terlihat (Lay 1994).
Berbagai macam sel darah dapat jelas dibedakan dengan pewarna Pappenheim pada film
darah (pewarna May-Grunwald dan pewarna Giemsa). Struktur nukleus lebih kurang
bersifat sangat basofil dibandingkan sitoplasma, dengan cara tersebut granula dapat
diperhatikan dengan baik (Martoprawiro 1986).
Sel darah putih (leukosit) warnanya bening, bentuknya lebih besar bila dibandingkan
dengan sel darah merah (eritrosit), tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalam setiap 1mm3
darah terdapat 6000-9000 sel darah putih. Sel ini berisi sebuah inti yang berbelah banyak
dan protoplasmanya berbulir (granulosit) (Irianto 2004).
Sel netrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih. Sel golongan ini mewarnai
dirinya dengan pewarna netral atau campuran pewarna asam dan basa serta tampak
bewara ungu. Seleosinofil hanya sedikit dijumpai pada sel darah putih. Sel ini menyerap
pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah, sedangkan sel basofil menyerap
pewarna basa dan menjadi biru (Irianto 2004).
Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk didalam
kelenjar limpa dan dalam sum-sum tulang. Sel limfosit ini non granuler dan tidak
mempunyai kemampuan bergerak seperti Amoeba sel (Irianto 2004).

Proses fiksasi dengan menggunakan alkohol 70% bertujuan agar sel tidak rusak.
Alkohol akan mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi, dan juga merupakan
pelarut lemak (Syahrurachman 1994).
Pencelupan kedalam hematoksilin berfungsi untuk mewarnai inti sel protozoa,
sedangkan eosin bertujuan untuk mewarnai sel protozoa. Setelah proses
pewarnaan, preparat dicuci dengan menggunakan air, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa pewarna. Proses dehidrasi menggunakan alkohol dengan
konsentrasi bertingkat bertujuan untuk menarik air tanpa merubah bentuk sel dan
mencegah proses autolisis. Setelah itu, dilakukan proses penjernihan dengan
menggunakan xylol. Pada tahap akhir digunakan entellan untuk merekatkan kaca
objek dengan cover glass.
http://n1nt1.blogspot.co.id/2010/12/teknik-pembuatan-sediaan-pemeriksaan.html
(teknik pembuatan sito)

Hasil pembacaan sediaan darah tipis, parasit Plasmodium akan berada di dalam
eritrosit, sedangkan pada sediaan darah tebal yang sudah mengalami hemolisis,
parasit Plasmodium tidak lagi tampak di dalam eritrosit.
Hasil pembacaan dilaporkan dalam jenis dan stadium yang ditemukan tetapi tidak
perlu dilakukan penghitungan parasit.
F. Kesimpulan
Untuk dapat menemukan parasit secara cepat hendaknya dipilih sediaan darah
tebal. Kelemahan dari sediaan ini adalah bentuk parasit yang kurang lengkap
morfologinya.
Sediaan darah tipis dapat dipilih apabila menhendaki bentuk parasit yang utuh
dan sempurna morfologinya, namun sediaan ini memberikan kemungkinan
ditemukan parasit lebih kecil mengingat volume darah yang digunakan relatif
sedikit.

Anda mungkin juga menyukai