Anda di halaman 1dari 20

KELOMPOK 4

NEW PUBLIC MANAJEMEN & OLD PUBLIC


MANAJEMEN

OLEH :

SULFIANI PAGALA
B1C1 13 083 (KELAS B)
WARHAMNIATI AMIN
B1C1 13 098 (KELAS B)
ROSALIA BENYAMIN
B1C1 13 071 (KELAS B)
HAJARIA UNDE
B1C1 13 123 (KELAS B)
NURHAYANA
B1C1 13 119 (KELAS B)
SAHRUL FEBRIANSYAH
B1C1 13 075 (KELAS B)
NUZUL IBNU HAJAR
B1C1 13 060 (KELAS A)
MUH ISRAWAN SAPUTRA B1C1 13 050 (KELAS A)
ARUM SYAHFITRI
B1C1 13 009 (KELAS A)
AYI SAFITRI
B1C1 13 014 (KELAS A)
NIA KURNIAWATI
B1C1 13 053 (KELAS A)
DELA PUSPA MAWARNI LIO
B1C1 13 018 (KELAS A)
ANISA SULTRAWATI
B1C1 13 008 (KELAS A)
HASNIATI
B1C1 13 028 (KELAS A)
HERIANI
B1C1 13 030 (KELAS A)
RANDI
B1C1 13 065 (KELAS A)
KASHURITIASWARI
B1C1 13 037 (KELAS A)
NURLIAN
B1C1 13 058 (KELAS A)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
2015

PEMBAHASAN

A. New Public Management


a. Pengertian New Public Management
New Public Management tidak selalu dipahami sama oleh semua orang, bagi
sementara orang, NPM adalah suatu system manajemen desentral dengan
perangkat-perangkat manajemen baru seperti controlling, benchmarking dan lean
management, bagi yang lain, NPM dipahami sebagai privatisasi sejauh mungkin
atas aktivitas pemerintah. Sebagian besar ahli membedakan antara pendekatan
manajemen sebagai perangkat baru pengendalian pemerintah dan pendekatan
persaingan sebagai deregulasi secara maksimal serta penciptaan persaingan pada
penyediaan layanan pemerintah kepada masyarakat. Jika disimpulkan, NPM
memiliki ciri-ciri berikut: pertama pengendalian yang berorientasi pada persaingan
dengan cara pemisahan wewenang antara pihak yang memberi dana dan pihak
pelaksana tugas; kedua memfokuskan pada efektifitas, efisiensi dan mutu
pelaksanaan tugas; ketiga pemisahan manajemen strategis apa dari manajemen
operasional bagaimana, keempat dalam pemberian order dan anggaran umum,
pelaksana order pemerintah dan swasta diperlakukan sama, kelima Adanya upaya
meningkatkan inovasi yang terarah (sebagai bagian dari order kerja) karena adanya
pendelegasian (bukan hanya desentralisasi) manajemen opersional.
b. Tujuan New Public Management
1. Menurut Rainey (1990): public management aims to achieve skills and
improve skills and improve accountability Manajemen publik itu ditujukan
untuk meningkatkan tercapainya tujuan sektor publik (lebih efektif dan
efisien),

pegawainya

lebih

berkeahlian

dan

lebih

mampu

mempertanggungjawabkan kinerjanya.
2. Menurut Graham & Hays (1991): public managemen are concerned with
efficiency,accountability,goal achlevement and dozen of other managerial
and technical question, Manajemen publik itu bertujuan untuk menjadikan
sector public lebih efisien, akuntabel, dan tujuannya tercapai serta lebih
mampu menangani berbagai masalah manajerial dan teknis.

Tujuan New Public Management adalah untuk merubah administrasi publik


sedemikian rupa sehingga, kalaupun belum bisa menjadi perusahaan, ia bisa lebih
bersifat seperti perusahaan. Administrasi publik sebagai penyedia jasa bagi warga
harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan efektif.
Tapi, di lain pihak ia tidak boleh berorientasi pada laba. Padahal ini wajib bagi
sebuah perusahaan kalau ia ingin tetap bertahan dalam pasar yang penuh
persaingan.
c. NPM Diseluruh Dunia
Inggris : Pemisahan yang jelas antara kebijakan di unit-unit sentra dengan unitunit penyampaian layanan (agen-agen eksekutif dipisahkan dari kontrol pemerintah
pusat) Tenaga kerja kontrak, Uji pasar internal, Pengurangan kekuasaan pelayanan
publik praktik-praktik.

New Zealand: konsep input (politik) Vs output

(birokratik) konsep kompetisi internal. Australia: konsep dayasaing internal.


Belanda, Jepang: konsep-konsep keagenan, otonomi administratif. Amerika Serikat:
Review Kinerja Nasional, Undang-Undang Kinerja Pemerintah, 1993. Kanada :
Review Program, Pendekatan reformis terhadap struktur yang baru dengan tujuan:
Simplisitas organisasi: pelaporan langsung pada menteri, Efisiensi administrasi:
delegasi tingkat tinggi. Swedia: Pemerintahan terpusat, Peranan negara secara
ekstensif: reduksi kontrol secara lokal
Tujuan di atas bukanlah satu tujuan yang tak dapat dicapai, seperti yang
ditunjukkan oleh pengalaman dari berbagai negara (Swedia, Belanda, Selandia
Baru, AS, Britania Raya, dls.) yang beberapa tahun lalu merasa harus melakukan
reformasi terhadap kinerja administrasi publik di negara mereka. Reformasi ini juga
menjadi semakin penting di negara-negara lain dan juga di Amerika Latin.

d. Karakteristik New Public Management


Menurut C.Hood (1991) terdapat 7 karakteristik New Public Management, yaitu:

1. Hands-on professional management. Pelaksanaan tugas manajemen


2.

pemerintahaan diserahkan kepada manajer professional.


Explicit standards and measures of performance. Adanya standar dan

ukuran kinerja yang jelas.


3. Greater emphasis on out put controls. Lebih ditekankan pada control
hasil/keluaran.
4. A shift to desegregations of units in the public sector. Pembagian tugas ke
5.

dalam unit-unit yang dibawah.


A shift to greater competition in the public sector. Ditumbuhkannya

persaingan ditubuh sektor publik.


6. A stress on private sectore styles of management practice. Lebih
7.

menekankan diterapkannya gaya manajemen sektor privat.


A stress on greater discipline and parsimony in resource use. Lebih
menekankan pada kedisiplinan yang tinggi dan tidak boros dalam
menggunakan berbagai sumber. Sektor publik seyogjanya bekerja lebih
keras dengan sumber-sumber yang terbatas (to do more with less).

NPM adalah konsep yang menaungi serangkaian makna seperti desain


organisasi dan manajemen, penerapan kelembagaan ekonomi atas manajemen
publik, serta pola-pola pilihan kebijakan. Telah muncul sejumlah debat seputar
makna asli dari NPM ini. Namun, di antara sejumlah perdebatan itu muncul
beberapa kesamaan yang dapat disebut sebagai prinsip dari NPM, yang meliputi:
Penekanan

pada

manajemen

keahlian

manajemen

professional

dalam

mengendalikan organisasi; Standar-standar yang tegas dan terukur atas performa


organisasi,

termasuk

klarifikasi

tujuan,

target,

dan

indikator-indikator

keberhasilannya. Peralihan dari pemanfaatan kendali input menjadi output, dalam


prosedur-prosedur birokrasi, yang kesemuanya diukur lewat indikator-indikator
performa kuantitatif.

Peralihan dari system manajemen tersentral menjadi

desentralistik dari unit-unit sektor publik. Pengenalan pada kompetisi yang lebih
besar dalam sektor publik, seperti penghematan dana dan pencapaian standar tinggi
lewat kontrak dan sejenisnya;

Penekanan pada praktek-praktek manajemen bergaya perusahaan swasta seperti


kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi; dan
Penekanan pada pemangkasan, efisiensi, dan melakukan lebih banyak dengan
sumber daya yang sedikit.Penekanan pertama, yaitu keahlian manajemen
professional, mensugestikan top-manager (presiden, menteri, dirjen) harus
mengendalikan organisasi-organisasi publik secara aktif dengan cara yang lebih
bebas dan fleksibel. Top-top manager ini tidak lagi berlindung atas nama jabatan,
tetapi lebih melihat organisasi yang dipimpinnya sebagai harus bergerak secara
leluasa bergantung pada perkembangan sektor publik itu sendiri. Sebab itu, para top
manager harus punya skill manajerial professional dan diberi keleluasaan dalan
memanage organisasinya sendiri, termasuk merekrut dan member kompensasi pada
para bawahannya. Lalu, penekanan pada aspek orientasi output menghendaki para
staf bekerja sesuai target yang ditetapkan. Ini berbalik dengan OPM yang
berorientasi pada proses yang bercorak rule-governed. Alokasi sumber daya dan
reward atas karyawan diukur lewat performa kerja mereka. Juga, terjadi evaluasi
atas program serta kebijakan dalam NPM ini.
Sebelum berlakunya NPM, output kebijakan memang telah menjadi titik
perhatian dari pemerintah. Namun, perhatian atas output ini tidaklah sebesar
perhatian atas unsure input dan proses. Ini akibat sulitnya pengukuran keberhasilan
suatu output yang juga ditandai lemahnya control demokratis atas output ini. NPM
justru menitikberatkan aspek output dan sebab itu menghendaki pernyataan yang
jernih akan tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilan.
Konsep anggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM)
merupakan isu penting dalam reformasi sektor publik. Konsep ini muncul karena
sistem tradisional yang diterapkan di negara-negara berkembang saat itu dirasa
masih banyak kelemahan antara lain proses anggaran ini masih terpisah untuk
pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi, bersifat tahunan, menerapkan
sentralisasi, persetujuan yang sering terlambat, dan aliran informasi yang tak
memadai. Dari situlah muncul konsep anggaran dengan pendekatan NPM yakni
untuk

mengatasi

kelemahan-kelemahan

pada

sistem

sebelumnya

(sistem

tradisional). Konsep NPM memiliki keterkaitan dengan permasalahan manajemen


kinerja sektor publik karena memang fokus utama konsep ini adalah pada
pengukuran kinerja, bukan pada kebijakan (bpkp, 2007). Konsep ini pada awalnya
terjadi di negara-negara maju di Eropa, akan tetapi pada perkembangannya konsep
ini telah menjadi suatu gerakan global yang mana negara-negara berkembang pun
ikut terpengaruh dari penyebaran konsep ini. Dengan diterapkannya konsep NPM
ini, maka otomatis menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah yakni
adanya tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan
kompetisi tender.
Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan dengan
syarat ada cukup jumlah pendukung yang kritis yang menghendaki reformasi.
Para pendukung ini harus berasal dari administrasi (pemda, pemkot) dan politik;
berarti mereka harus seorang birokrat dan politisi. Warga juga akan setuju dengan
penerapan NPM ini karena mereka banyak mengkritisi kelemahan atau kinerja
administrasi yang loyo. Namun demikian, reformasi ini harus didukung bersama
agar warga bisa memberikan tekanan yang dibutuhkan terhadap politisi dan pihak
administrasi untuk menyelesaikan proses reformasi dengan sukses. Harus jelas
bahwa restrukturisasi seperti ini punya harga, tapi harus disadari pula bahwa
penghematan yang dihasilkan reformasi ini bisa dengan mudah membiayai kembali
investasi. Akan tetapi, sebelum upaya penerapan NPM ini bisa direalisasikan, harus
diciptakan dulu prakondisi, yakni pertama, batasan tanggung jawab antara unit
perencana dan unit pelaksana (politik dan administrasi) dan perangkat sumber daya
yang bersifat desentral.

e. Orientasi New Public Management


Secara khusus, NPM hendak mengukur apa yang sudah dilakukan oleh sektor
publik pemerintah. Pengukuran salah satunya dilakukan atas kepuasan warga

negara atas layanan yang diberikan pemerintah. Juga pelayanan yang melibatkan
partisipasi publik meski dalam skala pasif saja.Di dalam sistem pemerintahan
dikenal istilah New Public Management yang merupakan paradigma baru pada
tahun 1990-an yang kosepnya terkait dengan manajemen kinerja sektor publik.
NPM pada awalnya lahir di negara-negara maju di Eropa dan Amerika. Namun,
negara-negara berkembang juga mulai menggunakan konsep ini
Negara

merupakan

alat

masyarakat

dalam

rangka

mempertahankan

eksistensinya baik secara intern msupun ekstern. Sedangkan pemerintah merupakan


alat negara yang melaksanakan fungsi-fungsi dalam penyelenggaraan negara. Oleh
karena itu pemerintah merupakan alat masyarakat yang berfungsi memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat.
New Publik Management (NPM) adalah paradigma baru dalam manajemen
sektor publik. NPM biasanya dikawankan dengan Old Publik Management (OPM).
Konsep NPM muncul pada tahun 1980-an dan digunakan untuk melukiskan sektor
publik di Inggris dan Selandia Baru. NPM menekankan ada control atas output
kebijakan pemerintah, desentrallisasi otoritas menajement, pengenalan pada dasar
kuasi-mekanisme pasar, serta layanan yang berorientasi customer.
Tema pokok dalam New Public Management (NPM) ini antara lain bagaimana
menggunakan mekanisme pasar dan terminologi di sektor publik. Bahwa dalam
melakukan hubungan antara instansi-instansi pemerintahan dengan pelanggannya
(customers) dipahami sama dengan proses hubungan transaksi yang dilakukan oleh
mereka dunia pasar (market place). Dengan mentransformasikan kinerja pasar
seperti ini maka dengan kata lain akan mengganti atau mereform kebiasaan kinerja
sektor publik dari tradisi berlandaskan aturan (rule-based) dan proses yang
menggantungkan pada otoritas pejabat (authority-driven processes) menjadi
orientasi pasar (market-based), dan dipacu untuk berkompetisi sehat (competitiondriven tactics).

Konsep New Public Management (NPM) ini dapat dipandang sebagai suatu
konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang
dilakukan oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan konsep seperti
inilah maka Christopher Hood dari London School Of Economic (1995)
mengatakan bahwa New Public Management (NPM) mengubah cara-cara dan
model bisnis privat dan perkembangan pasar. Cara-cara legitimasi birokrasi public
untuk menyelamatkan prosedur dari diskresi administrasi tidak lagi dipraktikan oleh
New Public Management (NPM) dalam birokrasi pemerintahan.
Untuk lebih mewujudkan konsep New Public Management (NPM) dalam
birokrasi publik, maka diupayakan agar para pemimpin birokrasi meningkatkan
produktivitas dan menentukan alternatif cara-cara pelayan publik berdasarkan
perspektif ekonomi. Mereka didorong untuk memperbaiki dan mewujudkan
akuntabilitas publik kepada pelanggan, meningkatkan kinerja, restrukturisasi
lembaga birokrasi publik, merumuskan kembali misi organisasi, melakukan
streamlining proses dan prosedur birokrasi, dan melakukan desentralisasi proses
pengambilan kebijakan.
Vigoda dan Keban (Pasolong, 2007:34), mengungkapkan bahwa ada 7 (tujuh)
prinsip-prinsip NPM, yaitu:
1. Pemanfaatan manajemen professional dalam sektor publik
2. Penggunaan indikator kinerja
3. Penekanan yang lebih besar pada kontrol output
4. Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil
5. Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi
6. Penekanan gaya sektor swasta pada penerapan manajemen

7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaan
sumber daya
f. Pentingnya New Public Management
Tema sentral dalam manajemen public adalah upaya mereformasi sector public
agar tujuan yang dicapai lebih efektif,efesien dan ekonomis,semata-mata hanya
menunjukan kepada kita tentang hubungan antara Negara (the state) dan pasar (the
market) dan tekanan lebih eksplisit ditujukan pada adanya dominasi preferensi
individu terhadap penyediaan barang dan jasa atas preferensi kolektif. Kita perlu
menyadari bahwa pemerintahan yang modern itu bukan hanya sekedar mencapai
tujuan efisiensi tetapi tentang hubungan akuntabilitas terhadap Negara dengan
warga Negaranya yaitu warga meminta agar tidak diperlakukan hanya sebagai
konsumen dan pelanggan tetapi mereka juga memiliki hak untuk menuntut
pemerintahannya bertanggung jawab atas tindakan yang diambil atau kegagalan
dalam bertindak /melakukan sesuatu.
Warga Negara menghendaki pemberian pelayanan yang efisien ,pengenaan
pajak yang rendah dsb,tetapi mereka juga menginginkan agar hak-haknya
dilindungi,suaranya didengar,nilai-nilai dan preferensinya dihargai sanksi mutlak
yang ada ditangan warga Negara atas rendahnya mutu pelayanan yang diperoleh
adalah dengan menolak dan menuntut mundur kepada mereka yang secara politis
bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan yang bermutu rendah dan tidak
sesuai

dengan

kebutuhan

warga

Negara.

Penyediaan

anggaran

yang

cukup,persaingan, penetapan standar mutu kerja dan sebagainya. Mungkin


dibutuhkan untuk mewujudkan manajemen yang baik dan pemanfaatan sumbersumber yang efisien, tetapi bila upaya perbaikan ini menghasilkan pelayanan yang
tidak sesuai dengan harapan warga, maka warga sebagai pemilih dalam pemilu akan
berontak dan tidak memilih nya lagi.

g. Model Pemerintahan di Era New Public Management


Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model
pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam
pandangannya yang dikenal dengan konsep reinventing government. Perspektif
baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
1. Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi
pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik,
tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya
(producing). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai
pengecualian, dan bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi pelayanan
publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga
mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (selfhelp community).
3. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam
pemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk
menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan
kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa
harus memperbesar biaya.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan
oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada
pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja
ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks
masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan.

6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan,


bukan birokrasi.
7. Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan.
8. Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah
tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik
untuk memecahkan masalah publik.
9. Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
1. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif
(sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu
mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar
terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah
tradisional menggunakan mekanisme administratif yaitu menggunakan perintah dan
pengendalian,

mengeluarkan

prosedur

dan

definisi

baku

dan

kemudian

memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut).


Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan
dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar
orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat
h. Kelemahan Penerapan New Public Management (NPM)
Setiap paradigma akan selalu punya kelebihan dan kekurangannya dalam
memecahkan berbagai permasalahan yang ada dalam birokrasi. Latar belakang
lahirnya paradigma serta kondisi dan konteks dimana paradigma tersebut sukses
dilaksanakan sering jauh berbeda dengan kondisi dimana paradigma diterapkan dan
akan diterapkan. Karena itu sering terjadi bahwa paradigma yang telah berhasil di
tanah kelahirannya atau di daerah-daerah tertentu kadang tidak mampu diterapkan

dan menyelesaikan berbagai permasalahan birokrasi di daerah-daerah lainnya.


Karena yang sering terjadi adalah paradigma tersebut justru tidak membawa
perubahan tetapi sebaliknya justru semakin menambah kompleksitas permasalahan
yang ada dalam birokrasi atau pemerintahan.
Demikian juga dengan paradigma new public management yang diusung oleh
Osborne dan Gaebler dalam mereformasi kinerja birokrasi. Walaupun telah berhasil
diterapkan di beberapa negara termasuk di tanah kelahirannya, paradigma ini tetap
memiliki beberapa kekurangan serta kelemahan yang menjadikannya sulit untuk
diterapkan dalam konteks birokrasi Indonesia dan di tengah kondisi perekonomian
masyarakat yang belum mapan secara merata. Beberapa kelemahan dan kekurangan
yang termuat dalam paradigma ini terlihat dalam konsep mewirausahakan birokrasi.
Konsep mewirausahakan birokrasi yang diusung oleh new public management
masih terkesan buat dirinya sendiri. Karena logika yang dibangun oleh new public
management

adalah sebuah logika yang berorientasi pada pasar yang

mengutamakan keuntungan bagi dirinya dan bukan pada pelayanan publik.


Selain itu, berangkat dari logika yang ada dan berbagai tawaran struktural yang
ditawarkan oleh new public management jelas terungkap adanya sebuah upaya
untuk memasarkan birokrasi dengan menerapkan logika pasar. Dalam hal ini,
masyarakat sebagai obyek pelayanan akan sering dijadikan sebagai konsumen dan
birokrasi sebagai pemberi pelayanan menjadi produsen. Pola kerja birokrasi diubah
dalam sebuah etika mekanisme pasar dengan menjunjung tinggi keefektifan dan
efesiensi. Pelayanan diibaratkan sebagai hasil produksi yang harus dibeli oleh
masyarakat dimana sebuah transaksi ekonomi tercipta yang mana rakyat dilihat
sebagai pembeli dan birokrasi sebagai produsen yang memberikan pelayanan.
Sehingga ,berangkat dari berbagai pola ini menjadi jelas bahwa masyarakat yang
kemudian tidak berdaya secara ekonomi, tidak akan mampu dan tidak akan
mempunyai kekuatan untuk mengakses berbagai pelayanan publik yang ada.

Oleh karena itu berangkat dari cita-cita mekanisme pasar yang diusung oleh
paradigma new public management diperlukan sebuah proses filterisasi terlebih
dahulu bagi paradigma ini sebelum diterapkan dalam konteks Indonesia. Karena
berbagai mimpi tentang mekanisme pasar yang coba diusung oleh new public
management atau birokrasi pasar hanya akan bisa dan mungkin berlaku dalam
kondisi masyarakat yang telah mapan baik secara ekonomi maupun secara politik.
Jika mimpi new public management ini diterapkan dalam konteks Indonesia maka
kondisi yang tercipta adalah sebuah konteks pelayanan dimana uang sebagai
parameter utama pelayanan. Kemudian dalam posisi ini hanya mereka yang
mempunyai kekuatan ekonomilah yang akan mampu dan dengan mudah mengakses
dan menerima berbagai pelayanan publik. Sedangkan di pihak lain yakni pihakpihak yang tidak mempunyai kekuatan modal akan kesulitan mendapatkan
pelayanan dan dinomorduakan dalam proses pemberian pelayanan.
Hal ini tentunya berlawanan dengan peran birokrasi sebagai salah satu alat
negara yang bertugas untuk melayani masyarakat. Karena yang terjadi adalah
negara hanya memperhatikan mereka yang memiliki kapasitas ekonomi yang secara
logis sudah hidup diatas kemapanan dan yang miskin akan semakin terpinggirkan.
Sehingga dengan demikian menjadi jelas bagaimana sulitnya paradigma ini jika
diterapkan dalam konteks Indonesia. Yang mana jika tetap berani diterapkan akan
bisa dipikirkan seberapa kompleks persoalan permasalah yang akan muncul dalam
dikemudian hari.
Berbagai pelaksanaan di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia,
new public management justru menghadapi berbagai permasalahan serupa seperti
yang terlampir di atas. Bahkan lebih jauh melihat berbagai fenomena yang terjadi
dalam sistem birokrasi Indonesia berkaitan dengan penerapan paradigma new
public management. adanya muatan neo-lib dalam berbagai penyelenggaran
kebijakan publik yang ditawarkan oleh paradigma new public management. Di
mana semangat kapitalis mulai merasuki berbagai kebijakan-kebijakan yang diambil
dengan cara menjual belikan aset-aset negara, yang secara mendasar memiliki peran

paling penting dalam proses pelayanan terhadap masyarakat. Kemudian yang terjadi
adalah pasar mendominasi seluruh berbagai kebijakan yang ada dan mekanisme
pasar menjadi sebuah tuntutan paling utama dalam proses pelayanan. Karena itu
dari berbagai hal ini dapat di katakan bahwa sebaik apapun berbagai kebijakan yang
ditawarkan oleh new public management, paradigma ini tetap tidak dapat diterapkan
sepenuhnya dalam konteks dan kondisi Indonesia saat ini.
B. Old Public Management
a. Teori Klasik
Paradigma lama manajemen pemerintahan di Negara kita dipengaruhi oleh
sekumpulan konsep tentang pengorganisasian yang telah dikembangkan pada akhir
tahun 1800-an, sekarang dikenal sebagai teori klasik. Pengaruh teori klasik yang kuat
terhadap pengorganisasian tersebut tetap sangat besar. Efeknya dapat terlihat dalam
berbagai seluk beluk organisasi yang sebenarnya.
Pengorganisasian yang berdasarkan birokrasi dan beberapa komponen lainnya dari
teori klasik keberadaannya telah ada pada ratusan tahun. Seperti contohnya, yaitu adanya
birokrasi-birokrasi besar pada zaman Mesir Kuno yang dikembangkan sepenuhnya di
Cina dan juga di Kerajaan Romawi. Manajemen pemerintahan kita telah memiliki
birokrasi tersebut, walaupun selama ratusan tahun belum mengenal namanya. Mengenai
analisis pengorganisasian secara tertulis yang diberikan oleh para ahli teori klasik baru
dimulai pada Abad ini. Sebelumnya, walaupun konsep-konsep klasik sering digunakan,
telah dilakukan sedikit penelitian yang umum mengenai analisis pengorganisasian secara
tertulis tersebut.Teori klasik berkembang dalam tiga jalur yaitu birokrasi, teori
administrative, dan manajemen secara ilmiah. Pemahaman mengenai ketiga jalur ini
adalah sebagai berikut:
1. Birokrasi

Birokrasi telah dikembangkan dalam berbagai bagian oleh para ahli sosiologi, yang
secara luas mengusahakan menjadi suatu yang ilmiah, memisahkannya dari
pandangan yang deskriptif. Salah satunya adalah Max Weber yang telah
mengembangkan teori Tipe Ideal Organisasi yang disebutnya Birokrasi, yang
menggambarkan kegiatan organisasi yang didasarkan pada sejumlah hubungan
wewenang. Jadi birokrasi adalah bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian
kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci
dan sejumlah hubungan impersonal. Dalam praktek desain organisasi ideal
mengalami adaptasi, tetapi jiwanya masih tetap melekat pada pembentukan organisasi
pemerintahan. Organisasi ideal menurut Max Weber dapat dilukiskan dalam Gambar
1 dibawah ini: Organisasi Ideal menurut Max Weber.
Ciri-ciri organisasi tersebut adalah: Pertama tiap organisasi mempunyai tujuan.
Tujuan biasanya ditunjukkan dalam sasaran atau sekelompok sasaran yang
diharapkan dapat dicapai oleh organisasi. Kedua, tiap organisasi terdiri dari
orang-orang. Setiap organisasi memerlukan orang-orang supaya dapat melakukan
pekerjaan yang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai sasaran. Ketiga, semua
menyusun struktur yang disengaja, sehingga semua anggota organisasi dapat
melakukan pekerjaan mereka. Struktur itu mungkin terbuka dan fleksibel dengan
tidak ada garis pembatas yang jelas dan pasti terhadaptugas tugas atau aturan ketat
terhadap pengaturan pekerjaan manapun atau yang merupakan jaringan yang
sederhana dengan hubungan yang longgar. Atau suatu jaringan yang ketat dengan
pengaturan dengan deskripsi pekerjaan yang memiliki batasan yang jelas dan
seksama dan sejumlah anggota yang memiliki kewenangan atas para anggota
organisasi lainnya.
2. Teori Manajemen Administratif
Teori administratif merupakan komponen kedua dari teori organisasi klasik.
Pelopor teoritikus administrasi Mooney dan Reiley menyatakan bahwa organisasi
dalam pengertian formal adalah tata tertib, sehingga membutuhkan pengorganisasian

dan prosedur ketatatertiban. Tata tertib dianggap sebagai pondasi organisasi formal.
Seperti teori birokrasi, jalur ini juga menegaskan obyektifitas, rasionalitas, kepastian,
hierarki, dan keahlian. Henry Fayol selaku pelopor teori manajemen administratif
menganggap yang penting dalam organisasi adalah pada tingkatan teratas, karena
segala sesuatu dapat berjalan baik jika para manajer dapat menggerakkan organisasi
sesuai prinsip-prinsip manajemen. Henry Fayol bukanlah orang pertama yang
mempelajari dan menyelidiki perilaku manajerial, tetapi dia merupakan orang
pertama yang menjadikan hal itu sebuah sistem. Fayol mencetuskan 14 prinsip yang
terkenal, yaitu:
1. Spesialisasi/pembagian kerja. Dengan adanya spesialisasi ini diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi.
2. Wewenang. Wewenang adalah hak dari para manajer untuk memberi perintah dan
juga berhak menuntut kepatuhan dari yang diperintah. Wewenang disatu pihak
menimbulkan tanggung jawab kepada pihak lain, yaitu tanggung jawab untuk
melaksanakan perintah. Ada dua macam wewenang yaitu: wewenang formal dan
wewenang pribadi. Wewenang formal adalah wewenang yang didapat dari
atasannya untuk memberi perintah kepada orang lain. Wewenang pribadi adalah
wewenang yang didapat oleh seseorang karena pengetahuannya, pengalamannya,
dan sebagainya.
3. Disiplin. Prinsip ini menekankan bahwa anggota organisasi harus menghormati
aturan dan kesepakatan yang mengatur organisasi itu.
4. Kesatuan Komando. Setiap orang dalam organisasi hanya menerima perintah
dari satu atasan saja.
5. Kesatuan arah. Hanya ada satu orang pimpinan dengan satu rencana untuk
semua kegiatan kelompok organisasi dalam mencapai tujuannya.

6. Kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Semua anggota organisasi


harus selalu mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan
pribadinya. Hal ini harus dilakukan karena tanpa adanya komitmen seperti itu,
suatu organisasi tidak dapat maju dan berkembang.
7. Pemberian upah. Pemberian upah ini harus sesuai dengan usaha yang telah
dikeluarkan dan sedapat mungkin memuaskan kedua belah pihak.
8. Sentralisasi. Adanya pemusatan kekuasaan, yaitu pada top manager. Prinsip ini
hanya berlaku di perusahaan kecil. Pada perusahaan besar biasanya diterapkan
desentralisasi.
9. Rantai skala. Menunjukkan garis wewenag dalam organisasi yang menunjukkan
kedudukan dari pimpinan puncak sampai ketingkat bawah. Garis wewenang ini
harus merupakan rantai komunikasi yang berjalan lancar dari atas sampai ke
bawah dan sebaliknya.
10. Ketertiban. Maksud dari prinsip ini adalah manusia dan bahan-bahan harus
berada ditempat dan pada waktu yang tepat.
11. Keadilan. Maksud prinsip ini adalah para manajer harus bersikap adil terhadap
semua bawahannya dalam setiap hal.
12. Kestabilan organisasi. Organisasi harus menjaga supaya turn over yang terjadi
tidak terlalu tinggi, karena tidak baik untuk kelancaran kegiatan perusahaan.
13. Inisiatif. Setiap anggota dalam organisasi berhak diberi kesempatan membuat
rencana dan melaksanakannya.
14. Semangat kesatuan. Harus diciptakan rasa bangga terhadap organisasinya,
karena dapat meningkatkan persatuan.
3. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)

Pelopor teori manajemen ilmiah adalah Charles Babbage. Ia merupakan orang


yang pertama kali menganjurkan prinsip pembagian kerja atau sistem spesialisasi. Dia
percaya bahwa setiap pekerjaan dalam pabrik harus dipecah sehingga bermacam
ketrampilan yang terlibat dapat dipisahkan. Usaha Babbage diteruskan oleh
Frederick W. Taylor. Taylor mengatakan bahwa manajer pada tingkat bawah sangat
penting, karena berhubungan langsung dengan proses produksi. Ada empat prinsip
yang dijadikan dasar Taylor dalam manajemen ilmiah ini, yaitu :
1. Melakukan pengembangan manajemen ilmiah yang sebenarnya,
2. Menyeleksi dan melatih pekerja secara ilmiah,
3. Kerja sama antara manajemen dan buruh untuk menyelesaikan tujuan pekerjaan
yang sesuai dengan metode ilmiah,
4. Pembagian tanggung jawab yang lebih merata antara manajer dan pekerja.
Taylor mendasarkan sistem manajerialnya pada studi waktu (time studies), yaitu
membagi setiap pekerjaan menurut setiap komponennya, dan merancang cara
pengerjaannya yang tercepat dan terbaik untuk setiap pekerjaan. Dia juga menerapkan
sistem upah diferensial (differential rate system), yaitu pekerja yang melebihi standar
kerja yang diterapkan akan menerima upah yang lebih tinggi. Menurut Taylor,
efisiensi dan hasil akan meningkat apabila perusahaan tersebut :
1. Upah berdasarkan potongan kerja yang telah diselesaikan,
2. Melakukan pemberian bonus.
Yang dimaksud dengan one best way adalah semua pekerjaan dilakukan satu arah.
Sistem ini merupakan dasar atau awal dari sistem produksi ban berjalan, dimana
produksi dilakukan satu arah dengan susunan berdasarkan urutan pekerjaan yang

harus dilakukan. Sistem ini sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi kerja, karena
adanya penghematan waktu yang sangat besar.
3. Teori Organisasi Neo Klasik
Teori organisasi neo klasik merupakan teori yang menjembatani peralihan dari
teori klasik ke teori organisasi modern. Teori ini timbul karena mulai tampak gejalagejala tidak puas dikalangan pekerja akibat penerapan teori organisasi dan
manajemen klasik. Penerapan teori klasik membuat manusia yang bekerja bagaikan
mesin, tidak memperhatikan perasaan. Fokus utama dari teori neo klasik adalah
manusia harus dipandang sebagai mahluk yang berperasaan, bukan sebagai mesin
saja, seperti pandangan teori klasik. Teori organisasi neo klasik memiliki 2 macam
aliran, yaitu: (1) aliran perilaku dengan pendekatan teoritis dan empiris, (2) aliran
kuantitatif.
a) Aliran perilaku dengan Pendekatan Teoritis
Menurut Munstenberg, sesungguhnya manusia itu memiliki kesamaan, secara
psikologis manusia akan bekerja dengan senang hati jika ada manfaat yang
diperolehnya dari pekerjaan tersebut dan tidak menemui hambatan psikologis, seperti
rasa takut, rasa tertekan, dan sebagainya. Menurut Barnard, perusahaan akan dapat
tetap bertahan jika dia dapat menjaga keseimbangan antara tujuan organisasi dan
tujuan individu yang bekerja di sana, Hal inilah yang disebut sebagai teori
keseimbangan (Balance Theory). Jika karyawan tidak puas, maka mereka akan lari ke
organisasi informal atau keluar dari perusahaan tersebut. Herbert Simon memiliki
pendapat sedikit berbeda mengenai hal yang harus diseimbangkan. Menurut Simon,
keseimbangan terjadi bila Inducement yang ditawarkan organisasi seimbang dengan
kontribusi yang diberikan oleh anggota organisasi untuk organisasinya. Inducement
terdiri dari tiga hal, yaitu tujuan organisasi, insentif yang diterima karyawan, serta
nilai (values) yang ditawarkan organisasi.

b) Aliran perilaku dengan pendekatan empiris


Tokoh pendekatan empiris adalah Elton Mayo, yang terkenal dengan percobaan
Hawthorne mengenai tingkah laku manusia dalam situasi kerja. Berdasarkan hasil
penelitiannya, disimpulkan bahwa tinggi rendahnya produktifitas karyawan tidak
semata-mata ditentukan oleh imbalan ekonomi yang diberikan oleh pihak perusahaan.
Akan tetapi ada beberapa aspek lain yang turut menentukan tingkat produktifitas
karyawan, seperti suasana kerja yang kondusif dan norma kelompok kerja (organisasi
informal) yang ada.
c) Aliran Kuantitatif
Termasuk dalam aliran kuantitatif ini adalah management science atau ilmu
manajemen. Miller dan Starr mendefinisikannya sebagai teori keputusan terapan
yang menggunakan matematika, pemikiran logis, dan alat ilmiah yang lain dalam
mengatasi masalah secara rasional. Jadi dalam memecahkan masalah, yang
dipergunakan adalah metode kuantitatif.
Kelebihan dari teori ini adalah dapat meramalkan masa depan (forecasting)
berdasarkan data yang ada, dengan menggunakan metode ilmiah yang ada. Tetapi,
seperti teori-teori yang lain, aliran ini memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat
dipergunakan untuk menghadapi masalah manusia dalam perusahaan, karena masalah
ini tidak dapat diselesaikan secara kuantitatif. Aliran ini paling banyak dan paling
baik dipakai untuk mengatasi masalah perencanaan dan pengendalian.

Anda mungkin juga menyukai