Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN KELOMPOK PBL

MATA KULIAH
SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN
TRAUMATOLOGI

MODUL 2
SESAK NAPAS

KELOMPOK A-2

MATA KULIAH
SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN
TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010

BAB I
SESAK NAPAS
SKENARIO 1
Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke
Puskesmas

dengan

keluhan

sesak

napas.

Penderita terlihat pucat, dan kebiruan. Nadi


teraba cepat dan lemah.
Kata Sulit : Tidak ditemukan kata sulit
Kata kunci :
Laki-laki 25 tahun
Sesak napas

Pucat dan kebiruan


Nadi teraba cepat dan lemah
Penyebab sesak nafas
Trauma

Non trauma

Pneumothorax

Asma

Hemothorax

Efusi pleura

Flail chest

ARDS

Gejala- gejala sesak nafas yang mengancam


jiwa :
Pada sesak nafas sering terjadi hipoksia,
hiperkarbia atau bahkan dapat keduanya. Gejala
yang terlihat pada penderita sesak nafas adalah :
a)

Bingung

b)

Gelisah

c)

Sensitif

d)

Gangguan mental

e)

Sianosis

f)Berkeringat berlebihan
g)

Takikardi

h)

Sakit kepala

i) Ngatuk

j) Sedasi
k)

Vasodilatasi pembuluh darah

l) Batuk
m) Dan

penggunaan

otot

pernafasan

tambahan.

Penilaian gangguan pernafasan dapat di lihat


dari :
o Pernafasan cepat
o Pernafasan dangkal
o Pernafasan tambahan
o Pernafasan tercekik
o Merasa dada sempit
o Adanya penigkatan usaha untuk bernafas.

PRIMARY SURVEY
Survei

ABCDE

(Airway,

Breathing,

Circulation, Disability, Exposure) ini disebut


survei primer yang harus selesai dilakukan
dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan serentak
jika korban mengalami ancaman jiwa akibat
banyak sistim yang cedera :
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien
dapat bicara dan bernafas dengan bebas?
A.

Look : gerakan pengembangan dada, ada

tidakya retraksi, penggunaan otot napas


tambahan, dll

B. Listen

: suara napas yang normal dan

adanya suara napas tambahan


C. Feel

: apakah terasa hembusan napas

Jika ada obstruksi maka lakukan :


Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada
rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan
(imobilisasi) pada posisi netral
Mekanisme terjadinya sumbatan jalan nafas
Pada keadaan dimana kesadaran menurun atau
hilang maka :

Secara refleks posisi kepala tertekuk


sehingga jalan nafas ikut tertekuk
Otot otot kendor termasuk otot lidah dan
sphincter cardia mengalami relaksasi
Refleks perlindungan menurun atau hilang,
sehingga bila di jalan nafas ada benda
asing

penderita

tidak

mampu

membatukkannya.
Hal hal tersebut mengakibatkan jalan nafas
mudah mengalami sumbatan baik oleh karena
pangkal lidah yang jatuh kebelakang ataupun
benda asing.
Macam macam sumbatan jalan nafas:
Sumbatan dapat berupa cair atau padat yang
dapat mengakibatkan gangguan pada jalan

nafas berupa sumbatan partial ringan,


sedang, berat ataupun total.
Sumbatan partial ditandai dengan kebolehan
mangsa batuk dan berbicara karena batuk
adalah

cara

yang

efektif

untuk

mengeluarkan benda asing daripada jalan


napas dan kebolehan berbicara menandakan
masih ada ventilasi yang adekuat.
Antara tanda-tanda sumbatan total adalah
bunyi high-pitched dan stridor sewaktu
inhalasi ; batuk yang lemah dan tidak efektif
; distress respiratorik ; tidak bisa bicara ; dan
sianosis.
Resusitasi :

Lakukan manuver jaw thrust atau chin lift


( tidak dianjurkan melakukan manuver head tilt
pada pasien yang mempunyai ini kecurigaan
fraktur cervical). Selama melakukan tindakan
ini harus disertai immobilisasi segaris untuk
melindungi

servikal.

Setelah

itu,

lakukan

penilaian ulang terhadap jalan napas dengan


look,

listen,

dan

feel.

Bila

didapatkan

pengembangan dada, suara napas normal atau


hilangnya suara mendengkur menunjukkan jalan
napas pasien sudah bebas.

Manuver Jaw Thrust

Selanjutnya untuk mempertahankan jalan


napas

dapat

dilakukan

pemasangan

oropharyngeal atau nasopharyngeal airway


untuk sementara (oropharyngeal airway lebih

dianjurkan pada pasien yang tidak sadar). Bila


tersedia

fasilitas

yang

memadai

dapat

dipertimbangkan pemasangan airway definitif


berupa endotracheal tube sehingga dapat
menjamin

jalan

napas

bebas

dan

memungkinkan pemberian ventilasi yang


memadai bila diperlukan. Pasien dengan skor
GCS kurang atau sama dengan 8 diindikasikan
untuk pemasangan airway definitif.

Oropharyngeal
Nasopharyngeal airway

airway

Setelah
dilakukan

jalan

napas

immobilisasi

terjamin
servikal

maka
dengan

pemasangan collar neck oleh karena adanya


kecurigaan fraktur servikal pada pasien ini.
Anggaplah selalu ada cervical spine fracture
pada penderita dengan:
a.gangguan kesadaran
b. multi trauma
c.nyeri leher
d. cedera di atas klavikula
e.kelemahan/defisit neurologis
f. riwayat jatuh > 6 meter

B - Breathing and ventilation (Pernafasan dan


ventilasi)

Diagnosa Gangguan nafas :


Look
Listen
Feel

Pemberian bantuan nafas :

Tanpa alat : mouth to mouth,


mouth to nose

Dengan alat : penggunaan


face mask, bag valve, ventilator
mekanik .

Pemberian terapi oksigen :


Penggunaan flow meter
Penggunaan humidifier

Penggunaan kanula nasal


Penggunaan face mask
Penggunaan reservoir, ventury
Patofisiologi :
Jalan

nafas

mengakibatkan

yang

tersumbat

gangguan

ventilasi

akan
maka

usahakan dan pertahankan agar jalan nafas


tetap terbuka.
Penyebab

gangguan

ventilasi

yang

lain

utamanya gangguan pada mekanik ventilasi


dan depresi susunan saraf pusat.
Gangguan
Hipoventilasi

mekanik
dan

menyebabkan

berakibat

Hipoksemia dan Hiperkarbia.

timbulnya

Hiperkarbia

menyebabkan

tekanan

intra

kranial meningkat sehingga kesadaran dan


pusat

nafas

terganggu

dan

Hipoksemia

semakin parah.
Seandainya fasilitas ada, maka :
Parameter ventilasi Pa CO2 ( N 35 65
mmHg )
ET CO2 ( N 25 35 mmHg )
Parameter oksigenasi

Pa O2 ( N 80

100 mmHg )
Sa O2 ( N 95 100 % )
Cara memeriksa tanda tanda gangguan
pernafasan :
Look :

Ada tidak pernafasan, status mental,


warna, distensi vena leher, jejas thorak.
Bila

ada

nafas,

hitung

frekwensi

pernafasan & keteraturannya.


Besar kecil volume / pengembangan
dada / Simetris?
Adakah gerak cuping hidung, tegangnya
otot-otot bantu nafas serta tarikan /
cekungan antar iga?
Listen : Keluhan dan suara pernafasan,
adakah Stridor, Wheezing, Ronchi
Feel : Adakah hawa ekshalasi dari lubang
hidung/mulut/trakheostomi atau pipa
endotrakheal.

Adakah empisema subkutis.


Adakah krepitasi / nyeri tekan pada
thorak.
Adakah deviasi trakhea.
Pengelolaan fungsi pernafasan :
Kesimpulan fungsi pernafasan :
Pernafasan ada adekuat
Pernafasan ada tidak adekuat, tersengal
sengal dengan frekwensi rendah / tinggi
Pernafasan tidak ada henti nafas

Pada fungsi pernafasan yang adekuat

lakukan monitoring ketat, jaga jangan


sampai mengalami gangguan.

Pada fungsi pernafasan yang tidak

adekuat, penderita masih bernafas maka


pengelolaan

dapat

berupa

bantuan

oksigenasi menggunakan alat alat bantu


untuk terapi oksigen.
o Kanula oksigen : dengan flow oksigen 2
3 liter / menit konsentrasi 30%
o Sungkup

sederhana

dengan

flow

oksigen 6 8 liter / menit konsentrasi 60%


o Sungkup berbalon / Jackson Rees :
dengan flow oksigen > 10 liter / menit
konsentrasi 100%
o Penggunaan venturi : dengan flow
oksigen > 10 liter / menit konsentrasi

dapat diatur sesuai dengan alat venturi


yang digunakan
C Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi, raba nadi, adakah denyut nadi
radialis brachialis femoralis maupun
karotis.
Bila nadi teraba berarti jantung masih
berdenyut

nilai

segera

frekwensi

keteraturan. Nilai segera perfusi perifer,


hangat dingin, kering basah, merah
pucat. Nilai pula waktu pengisian ulang
kapiler ( N < 2 detik )
Pedoman kasar, radialis teraba - tekanan
sistole paling tidak 80 mmHg

Femoralis teraba, radialis tidak teraba tekanan sistole paling tidak 70 mmHg
Hanya karotis yang teraba - tekanan sistole
paling tidak 60 mmHg.
Bila karotis dalam 10 detik tidak teraba
denyut maka dikatakan jantung berhenti.
D Disability
Tingkat kesadaran penderita dapat diketahui
dengan cara memberikan rangsangan suara
atau nyeri.
Dengan menggunakan metode A (Alert), V
(Voice Responsive), P (Pain Responsive), U
(Unresponsive)

atau

penilaian

dengan

menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Cara menilai tingkat kesadaran dengan cara


AVPU :
A : Alert
V : Responds to Vocal stimuli
P : Responds only to painful stimuli
U : Unresponsive to all stimuli
Glasgow Coma Scale (GCS) pada kasus
kasus trauma kepala
Eye opening (E) spontaneously
To speech

To pain

Nil

Motor response (M) obeys

Localized

With draw flexion

Abnormal flexion

Extention

Nil

Verbal response (V) Oriented

Confused conversation

In appropriate word

In comprehensivable sound
Nil

Penderita dikatakan Coma - mata tidak


pernah terbuka, tidak bisa diperintah, dan

tidak pernah berucap kata / suara dari


mulutnya.
Tanda tanda neurology :
Mata : pupil lebar, simetris,refleks
terhadap cahaya ?
Gerak bola mata :gerakan spontan, gerak
occulocephalik, gerak acculo vestibular
dolls eye phenomen ?
Papil : adakah papil edema
Anggota gerak adakah hemiplegia? Untuk
memperkenankan letak lesi
Sistem autonomi, pernafasan, nadi & tensi,
suhu ?
Bila

ada

fasilitas

dapat

dilengkapi

pemeriksaan CT Scan, arteriografi, EEG dll

Exposure :
Nilai

riwayat

trauma

dan

penyakit

sebelumnya. Lepaskan baju dan penutup


tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada.
Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi in-line harus
dikerjakan.
SECONDARY SURVEY

Setelah selesai dilakukan primary survey


dan resusitasi dimana status ABC pasien sudah
membaik, maka kita melangkah ke secondary
survey. Di sini kita melakukan pemeriksaan dari
kepala sampai kaki (head to toe examination)
disertai reevaluasi pemeriksaan tanda vital.
A. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap membutuhkan
anamnesis mengenai riwayat perlukaan. Selain
itu riwayat AMPLE perlu ditanyakan.
Riwayat AMPLE terdiri atas :
A : Alergi
M : Medication
P : Past illness ( penyakit penyerta ) / pregnancy
L : Last meal

E : Event/environment (lingkungan) yang


berhubungan dengan riwayat perlukaan/ cedera.
B. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan lengkap dari kepala
sampai kaki, terdiri atas :
- kepala
- maksilofasial
- vertebra servikalis dan leher
- toraks
- abdomen
- perineum/rektum/vagina
- muskuloskeletal
- neurolog
BAB II

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
PNEUMOTORAKS
Definisi
Pneumotoraks berarti adanya udara atau gas
lain dalam rongga pleura. Ini bisa terjadi tanpa
adanya penyakit paru tertentu (pneumotoraks
saja), atau mungkin terjadi sebagai akibat dari
beberapa

kelainan

toraks

atau

paru

(pneumotoraks sekunder) seperti iga yang


fraktur atau emfisema.
Epidemologi
Pneumotoraks

lebih sering terjadi pada

penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun


karena lesi primer seperti emfisema, abses paru,

tuberkulosis, karsinoma lebih sering pada


penderita

di

atas

40

tahun,

dan

sering

menyerang pria dibanding wanita.


Klasifikasi
Pneumotoraks dapat digolongkan sebagai:
1.

Pneumotoraks sederhana
Pleura parietal dan viseral seharusnya
dipertahankan tetap berkontak karena ada
gabungan antara tekanan intrapleura yang
negatif dan tarikan kapiler oleh sejumlah
kecil oleh sejumlah kecil cairan pleura. Jika
udara memasuki ruang pleura, faktor-faktor
ini hilang. Peru di sisi cedera mulai kolaps,
dan oksigenasi menjadi terganggu..

2.

Tension pneumotoraks

Jika lebih banyak udara memasuki ruang


pleura pada saat inspirasi dibandingkan
dengan yang keluar pada

saat ekspirasi,

akan tercipta efek bola berkatup. Tekanan


intrapleura terus meningkat sekalipun paru
sudah kolaps total. Akhirnya tekanan ini ini
menjadi

sedemikian

mediastinum

tinggi

terdorong

ke

sehingga
sisi

yang

berlawanan, dan paru yang sebelah juga


terkompresi. Hipoksia yang sangat berat
dapat timbul. Ketika tekanan intrapleura
meninngi dan kedua paru tertekan, aliran
darah ang melaui sirkulasi sentral akan
menurun

secara

signifikan

yang

mengakibatkan hipotensi arterial dan syok.

Tension

pneumotoraks

adalah

kedaan

darurat yang gawat. Keadaan ini dapat


mematikan dalam beberapa menit kalo tidak
segera dikoreksi.
3.

Pneumotoraks terbuka (sucking chest


wound)
Walaupun ada trauma tembus dinding
dada, udara yang masuk ke ruang pleura
lebih banyak berasal dari paru-paru yang
rusak daripada dari defek dinding dada.
Namun, jika defek dinding dada cukup
lebar, udara dapat masuk dan keluar dari
ruang

pleura

pada

setiap

pernapasan

sehingga menyebabkan paru di dalamnya


kolaps. Pneumotoraks terbuka dapat cepat

menjadi fatal, kecuali bila segera dilakukan


koreksi.
Diagnosis
a.Gejala: dispnea dan nyeri dada pleuritik.
b. Pemeriksaan fisik:
(1)

Pneumotoraks sederhana

- Bunyi pernapasan yang meredup pada


auskultasi di atas sisi dada yang sakit.
- Dapat ditemukan timpani pada perkusi.
- Mungkin ada emfisema subkutan.
- Tanda-tanda ini mungkin tidak jelas jika
pneumotoraksnya kecil.
(2)

Tension pneumotoraks

- Distensi vena leher sering sulit dinilai,


terutama jika juga disertai kehilangan darah
yang banyak.
- Deviasi trakea ke sisi yang berlawanan dari
pneumotoraks

yang

terdeteksi

dengan

palpasi leher.
- Pergeseran jantung ke isi berlawanan yang
terdeteksi dengan perkui dan auskultasi
dada.
- Syok. Syok dengan distnsi vena leher
memberi

dugaan

pneumothoraks

kuat
jika

tension
bunyi

pernapasn/asimetrik , dan dugaan tamponae


perikardium jika bunyi pernpasan normal .

syok akibat kehilangan darah

akan

menyebabkan kolaps vena-vena leher.


(3)

Pneumotoraks terbuka

-Gelembung-gelembung udara dapat terlihat


bergerak melewat darah didalam luka.
-Bunyi desis yang khas dapat terdengar
ketika udara melintasi defek dinding dada.
c.Foto toraks
(1) Terpisahnyan permukaan pleura visera dari
parietal

merupakan

tanda

nyata

pneumotoraks.
(a) Tepi paru tampak jelas sebelaah medial
pleura parietal.

(b) Gambaran garis-garis pembuluh darah


paru tidak tampak di daerah antara kedua
permukaan pleura.
(2)

Foto dalam keadaan ekspirasi dapat

membantu menampakan pneumotoraks yang


bersamar karena saat ekspirasi paru menjadi
lebih kecil dengan garis-garis pembuluh
darah yang lebih terkonsentrasi sedangkan
jumlah udara di dalam pleura tetap konstan.
(3)

Foto tegak sangat di anjurkan jika tidak

ada

fraktur

tulang

belakang

dan

hemodinamk pasien stabil. Pneumotoraks


kecil dan sedang mungkin sulit terlihat pada
foto

terlentang

karena

udara

akan

membentuk

lapisan

di

atas

seluruh

permukaan paru.
(4) Petunjuk-petunjuk tentang pneumotoraks
berikut

mungkin

terdeteksi

ada

foto

terlentang:
-

Satu

lapangan

paru

lebih

lusen

dibandingkan dengan lapangan aru lainnya.


- Penumomediastinum.
- Pneumoperikardium.
- Emfisema subkuan.

HEMOTHORAX
Definisi
Akumulasi darah di dalam dada, atau
hemothorakx adalah masalah yang relative,
paling

sering

akibat

cedera

ke

struktur

intrathoracic atau dinding dada. Hemothorax


adalah kumpulan darah di dalam rongga pleural.
Untuk menentukan hematorax, nilai hematokrit
50%

(dibandingkan dengan berdarah cairan

pleural),. Etiologi yang paling umum adalah


hemothorax tumpul atau trauma tembus, dapat

juga hasil dari penyebab nontraumatic atau


dapat juga terjadi secara spontan.
Epidmiologi
Hemothorax paling utama adalah yang
berkaitan dengan trauma. Sekitar 150.000
kematian terjadi setiap tahun dari trauma.
Sekitar 3 kali ini jumlah orang yang cacat
permanen karena trauma, dan sebagian besar ini
adalah gabungan kelompok korban polytrauma.
Trauma dada terjadi di sekitar 60% dari kasus
polytrauma, sehingga diperkirakan terjadinya
hemothorax yang berhubungan dengan trauma
di Amerika adalah 300.000 kasus per tahun.

Etiology
Penyebab hemotorax adalah:
Trauma
o Trauma tumpul
o Penetrasi trauma (termasuk iatrogenic)
Nontrauma atau spontan
o Neoplasia (primer atau metastatic)
o Dyscrasias darah, termasuk komplikasi
dari anticoagulasi
o Emboli paru dengan infark
o Adhesi torn pleura yang berkaitan
dengan pneumothorax spontan

o Emphysema bullous
o Infeksi Necrotizing
o Tuberculosis
o Pulmonary arteriovenous fistulae
o Telangiektasis hemoragic heredeitar
o Patologi

Nonpulmonary

intrathoracic

vascular (misalnya, yg berkenaan dgn


pembengkakan pembuluh darah aorta.
o Intralobar and extralobar sequestration
o Patologi

abdominal

pancreatic
hemoperitoneum)

(misalnya,

pseudocyst,

o Catamenial
Pathophysiology
Pendarahan ke dalam ruang pleural dapat
terjadi pada hampir setiap gangguan pada sel-sel
dari dinding dada dan selaput paru-paru atau
intrathoracic struktur. Respon Faal terhadap
hemothorax adalah bemanifestasi dalam 2
bidang utama yaitu : hemodynamic dan
pernapasan. Tanggapan sudut hemodynamic
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnya
darah. Gerakan normal

pernafasan mungkin

terhambat oleh ruang yang menempati dampak


besar akumulasi darah di dalam ruang pleural.
IDalam

kasus

oxygenation

trauma,

Mei

abnormalities

ventilasi

dan

dari

hasilnya,

terutama jika dikaitkan dengan cedera pada


dinding

dada.

Dalam

beberapa

kasus

nontraumatic , terutama yang berkaitan dengan


pneumothorax

dan

terbatasnya

jumlah

perdarahan, gejala pernafasan Mei menonjol.


Systemic

physiologic

Hemodynamic.
bervariasi,

response

Perubahan

tergantung

pada

hemodynamic
jumlah

dan

kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah


sampai 750 mL dalam 70-kg pada manusia
seharusnya

tidak

menyebabkan

perubahan

signifikan hemodynamic. Hilangnya 750-1500


mL

dalam

menyebabkan

individu
gejala

yang
awal

sama

akan

shock,

yakni

tachycardia, tachypnea, dan penurunan tekanan

nadi. Gejala signifikan pada shock yaitu


kehilangan darah dengan volume 30% atau lebih
(1500-2000 mL). Karena rongga pleural dari 70
kg-manusia terdapat darah 4 liter atau lebih,
dapat

terjadi

pendarahan

exsanguinating

eksternal tanpa bukti kehilangan darah.


Systemic physiologic response Respiratory.
Darah

yang

menempati

menempati
ruang

yang

rongga

pleural

akan

mengisi

respernapasan. Hal ini

akan menyebabkan

pasien

nafas

untuk

sesak

dan

dapat

menghasilkan tachypnea. Volume darah yang


diperlukan untuk menghasilkan gejala-gejala
yang ada

berbeda-beda, tergantung pada

sejumlah faktor, termasuk organ yang terluka,

kerasnya cedera, dan jantung cadangan. Sesak


napas merupakan gejala umum dalam kasuskasus

yang

berkembang

di

hemothorax

Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak


akut

seperti

untuk

menghasilkan

respon

hemodynamic sering terlihat sesak napas dan


ini merupakan keluhan utama.
Late physiologic sequelae of unresolved
hemothorax Akhir dari faali sequelae belum
hemothorax

.Dua

Pathologi

yang

terkait

dengan tahapan hemothorax. Yaitu empyema


dan

fibrothorax.

Empyema

hasil

dari

kontaminasi bakteri yang tetap hemothorax. Jika


diketahui hal ini dapat mengakibatkan infeksi
bacteremia dan shock. Hasil dari Fibrothorax

yaitu endapan fibrin dan hemothorax coats baik


parietal dan visceral, Atelectaksis persisten dari
bagian

paru-paru

dan

penurunan

fungsi

pulmonary hasil dari proses ini


Tanda dan Gejala
Tachypnea
Dyspnea
Cyanosis
Berkurang atau tidak ada suara nafas pada
sisi yang terkena
Deviasi Tracheal
Dull resonansi pada percussion

Unequal chest rise


Tachycardia
Hypotension
Pucat, dingin, kulit lembab dan dingin
Mungkin emphysema subkutaeus
Narrowing pulse tekanan
Penatalaksanaan
Biasanya perdarahan berhenti spontan dan
tidak

memerlukan

intervensi

operasi.

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga


terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi
dengan selang dada kaliber besar. Selang dada

tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga


pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan
darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai
dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan
dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan
terjadinya

ruptur

diafragma

traumatik.

Walaupun banyak faktor yang berperan dalam


memutuskan perlunya indikasi operasi pada
penderita hemotoraks, status fisiologi dan
volume darah yang keluar dari selang dada
merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila
darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang
dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang
keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai

4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah


terus

menerus,

eksplorasi

bedah

herus

dipertimbangkan.
EFUSI PLEURA
DEFENISI
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di
dalam

rongga

pleura.

Rongga pleura adalah rongga yang terletak


diantara selaput yang melapisi paru-paru dan
rongga dada.Dalam keadaan normal, hanya
ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan
kedua lapisanpleura. Jenis cairan lainnya yang
bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan
yang mengandung kolesterol tinggi4.

ETIOLOGI
Bisa terjadi dua jenis efusi yang berbeda,
yaitu;
1. Efusi pleura transudativa, biasanya
disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru.Jenis efusi
transudativa yang paling sering ditemukan
adalah gagal jantung kongestif 4. Kandungan
protein pada cairan pleura <30 g/dL dan

biasanya jernih, serosa 3.


2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat
peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakitparu-paru. Kanker,
tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi
obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan
beberapa contoh penyakit yang bisa
menyebabkan efusi pleura eksudativa4 .
Kandungan protein pada cairan pleura >30 g/dL,
biasanya serosa, keruh, dan berdarah 3.
Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma
yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada
dada, ruptur esophagus karena muntah hebat,
atau

pemakaian

alat

sewaktu

tindakan

esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa

(transudat/eksudat), hemotoraks, kilotoraks, dan


empiema.

Analisis

cairan

efusi

dapat

menentukan lokalisasi trauma 2.


EPIDEMIOLOGI
Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi
pleura didapatkan lebih banyak pada wanita
daripada pria. Efusi pleura yang disebabkan
oleh tuberculosis paru lebih banyak dijumpai
pada pria daripada wanita. Umur terbanyak
untuk efusi pleura karena tuberculosis adalah
21-30 tahun 1
PATOFISIOLOGI
Pada orang normal, cairan di rongga pleura
sebanyak 1-20ml. Cairan di rongga pleura
jumlahnya tetap karena ada keseimbangan

antara produksi oleh pleura parietalis, dan


absorbsi oleh pleura visceralis. Keadaan ini
dapat dipertahankan karena adanya
keseimbangan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic
pleura visceralis 10 cm H2O 1
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi
apabila;
1.

Tekanan osmotik menurun dalam darah,


misalnya pada hipoalbuminemi

2.

Terjadi peningkatan;
- Permeabilitas kapiler (peradangan,
neoplasma)

- Tekanan hidrostatis di pembuluh darah


ke jantung/ v. Pulmonalis (gagal jantung
kiri)
- Tekanan negatif intrapleura (ateletaksis) 1

MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa
menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan
nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin
memburuk jika penderita batuk atau bernafas
dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali4. Gejala sesak
napas timbul pada efusi dengan jumlah yang
sangat banyak3. Sesak pada efusi pleura berjalan

kronis karena berlangsung dalam hitungan


minggu-bulan dan memberat saat aktivitas3 .
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan4:
-batuk
-cegukan
-pernafasan yang cepat
- nyeri perut.

DIAGNOSIS
Adapun upaya penegakan diagnosis pada
efusi pleura, yaitu1 ;
1.

Klinis
Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak
memberi tanda fisik yang nyata. Bila lebih

dari 500cc akan memberikan kelainan pada


pemeriksaan

fisik

seperti

penurunan

pergerakan hemitoraks yang sakit., fremitus


suara dan suara napas melemah. Cairan
pleura yang lebih dari 1000cc dapat
menyebabkan dada cembung dan egofoni
(dengan syarat cairan tidak memenuhi
seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih
dari 2000cc, suara napas melemah atau
menurun, mungkin menghilang sama sekali
dan mediastinum terdorong ke arah paru
yang sehat 1.
Pada pemeriksaan fisis juga ditemukan
pengembangan paru menurun, pekusi pekak

(stony dullness) tetap, dan suara napas serta


resonansi vokal memendek 3.
2.

Radiologi
Cairan yang kurang dari 300cc, pada
flouroskopi maupunfoto toraks PA tidak
tampak. Mungkin kelainan yang tampak
hanya

berupa

kostophrenikus.

penumpulan
Pada

efusi

sinus
pleura

subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih


dari 300 cc, sinus kostophrenikus tidak
tampak tumpul tetapi diafragma kelihatan
meninggi.

Untuk

memastikan

dapat

dilakukan dengan membuat foto dan lateral


dari sisi yang sakit 1.

Foto thorax PA dan posisi latral dekubitus


pada sisi yang sakit seringkali memberi hasil
yang memuaskan bila cairan pleura sedikit,
atau cairan subpulmnal yaitu tampak garis
batas cairan yang sejajar dengan kolumna
vertebralis atau berupa garis horizontal 1.
3.

Laboratorium
Analisa cairan pleura dengan cara uji kimia
klinik1. Pemeriksaan khusus untuk mencari
penyebab efusi adalah dengan membedakan
kandungan protein tinggi atau rendah, yaitu
apakah efusi berupa eksudat atau transudat3 .

4.

Patologi Anatomi
Didapatkan dari hasil biopsi pleura maupun
cairan pleura1.

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan efusi pleura ditujukan pada
pengobatan penyakit dasar dan pengosongan
cairan (torakosintesis) 1.
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin
hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap
penyebabnya. Jika jumlah cairannya banyak,
sehingga menyebabkan penekanan maupun
sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan
drainase

(pengeluaran

terkumpul).Cairan

bisa

cairan

yang

dialirkan

melalui

prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum


(atau selang) dimasukkan ke dalam rongga
pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk

menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini


juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.
Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih
banyak,

maka

dimasukkan

sebuah

selang

melalui dinding dada


Indikasi torakosintesis
Indikasi

untuk

melakukan

torakosintesis

adalah1;
a.Menghilangkan

sesak

napas

yang

ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga


pleura.
b.

Bila terapi spesifik pada penyakit primer

tidak efektif atau gagal


c.Bila terjadi reakumulasi cairan

Pengambilan pertama cairan pleura jangan


lebih dari 1000cc, karena pengambilan cairan
pleura pleura dalam waktu singkat dan dalam
jumlah banyak dapat menimbulkan sembab paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak 1.
Kerugian torakosintesis
Adapun kerugian yang dapat ditimbulkan dari
tindakan torakosintesis adalah1;
a.Tindakan

torakosintesis

menyebabkan

keholangan protein yang berada dalam


cairan pleura.
b.

Dapat

menimbulkan

pleura (empiema)
c.Dapat terjadi pneumotoraks

infeksi

rongga

PENCEGAHAN
Lakukan pengobatan yang adekuat pada
penyakit-penyakit

dasarnya

yang

apat

menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita


ke rumah sakit yang lebih lengkap bila
diagnosis kausal belum ditegakkan 1.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk
menentukan dan mengobati penyakit dasar,
misalnya biopsi pleura, bronkoskopi, torakotomi
dan torakoskopi 1

SINDROM DISTRES RESPIRASI DEWASA

Defenisi
Sindrom distres respirasi dewasa, atau adult
respiratory distress syndrome (ARDS) adalah
gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli
yang difus, ditandai dengan kerusakan sawar
membran kapiler-alveoli sehingga menyebabkan
terjadinya edema alveoli yang kaya protein
disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini
umumnya timbul mendadak pada pasien tanpa
kelainan paru sebelumnya dan disebabkan
dengan berbagai macam keadaan antara lain
trauma

yang

berat,

pankreatitis

dan

penyalahgunaan obat, dan lain-lain. ARDS tidak


dapat diatasi dengan penanganan konvensional.

Etiologi
Berdasarkan
maka

penyakit

mekanisme
dasar

yang

patogenesisnya
menyebabkan

sindrom ini dapat dibagi 2 kelompok, yaitu :


Langsung
Aspirasi asam lambung
Tenggelam
Kontusio paru
Infeksi paru yang difus
Inhalasi gas toksik
Keracunan oksigen
Tidak langsung
Sepsis
Pankreatitis akut

Trauma multipel
Penyalahgunaan obat
Patofisiologi
Sindrom distres respirasi dewasa selalu
berhubungan dengan penambahan cairan dalam
paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran
kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan
permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel
alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan
intersisial. Pada keadan normal, membran
kapiler alveoli relatif tidak permeabel, tidak
mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi dengan
adanya

cidera

maka

terjadi

perubahan

permeabilitas, sel endotel mempunyai celah

yang dapat menjadi lebih besar dari 60 amstrong


sehingga terjadi perembesan cairan dan unsurunsur darah lainnya ke dalam alveoli dan
akhirnya menjadi edema paru, paru menjadi
kaku

dan

kelenturan

paru

(compliance)

menurun. Kapasitas sisa fungsional (functional


residual capacity) juga menurun.
Mula-mula cairan berkumpul di interstisium
dan kalau kapasitas interstisium terlampaui,
cairan akan berkumpul di alveolus, sehingga
mengakibatkan atelektasis kongestif dan pirau
intrapulmonal. Bila pirau intrapulmonal menjadi
masif, maka mengakibatkan hipoksemia. Pada
keadaan

normal,

pirau

intrapulmonal

ini

didapatkan dalam persentase yang kecil dari

curah jantung total. Pada sindrom gagal napas,


piaru meningkat 25-50% dari curah jantung total
dan hal ini terjadi karena adanya perfusi yang
persisten pada alveoli yang kolaps. Akibatnya
darah yang mengalir dari arteri pulmonalis tidak
dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan
tidak

terjadi

menyebabkan

pertukaran
terjadinya

gas

sehingga

ketidakseimbangan

antara ventilasi-perfusi. Pada keadaan ini darah


dari arteri pulmonalis dengan kadar oksigen
yang rendah akan bercampur dengan darah dari
jantung kiri yang kaya oksigen sehingga ratarata saturasi oksigen dalam darah arteri sistemik
menjadi lebih rendah. Pada keadaan normal
perfusi darah akan berkurang pada daerah paru

yang mengalami gangguan ventilasi karena


aadanya

refleks

vasokontriksi

akibat

hipoksemia., sehingga akan mengurangi jumlah


pirau yang terjadi. Pada sindrom ini, mekanisme
kompensasi tersebut tidak terjadi karena adanya
mediator inflamasi yang berperan sebagai
vaodilator yaitu aksida nitrit.
Akhir-akhir ini terjadi perubahan konsep
yang bermakna mengenai sindrom distres
respirasi dewasa karena didapatkan disfungsi
berbagai organ ektrapulmonal lainnya. Antara
lain, peran beberapa sitokin yaitu TNF dan IL-1.
Tumor necrosis factor yang dihasilkan oleh
fagosit mononuklear akan memasuki sirkulasi
sehingga

mempengaruhi

organ-organ

ekstrspulmonal lainnya. TNF dan IL-1 akan


menginduksi berbagai sel untuk memproduksi
oksida

nitrit

yang

dapat

vasodilatasi

yang

menyebabkan

terjadinya

menyebabkan

persisten

sehingga

gangguan

fugsi

berbagai organ, hipotensi dan renjatan.

Gejala Klinis dan Pemeriksaan


Manifestasi klinis sindrom ini bervariasi
tergantung penyebabb. Penyebab yang paling
penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif,
trauma, operasi besar, dan kelebihan dosis
narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten
antara timbulnya faktor predisposisi dengan

timbulnya gejala klinis sindrom gagal napas


selam 18-24 jam. Gejala klinis yang paling
menonjol adalah sesak napas. Pada saluran
napas pada orang dewasa didapatkan adanya
trias gejala yang penting yaitu hipoksia,
hipotensi, dan hiperventilasi.
Pada tahap dini, pada pemeriksaan fisis
mungkin tidak banyak ditemukan kelainan,
tetapi kemudian didapatkan adanya krepitasi
yang meluas pada kedua lapangan paru dalam
waktu singkat. Pada tahap berukutnya, sesak
napas bertambah, sianosis menjadi lebih berat,
gelisah

dan

mudah

tersinggung.

mungkin terdengar di seluruh paru.

Ronkhi

Gambaran Radiologis
Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada
foto toraks. Setelah 12-24 jam tampak infiltrat
tanpa batas-batas yang tegas (soft, fluffy, cotton
wool) pada hampir seluruh lapangan paru, tanpa
tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda
bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya
meluas dengan cepat dan simetris dalam
beberapa hari/jam sehingga mengenai seluruh
lapangan paru tetapi kedua sinus kostofrenikus
masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat
bisa juga berjalan lambat dan asimetris.
Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang paling dini


menunjukkan kelainan adalah analisis gas darah.
Mula-mula

didapatkan

adanya

alkalosis

respiratorik dengan berbagai derajat hipoksemia


yang

relatif

resisten

terhadap

pemberian

oksigen. Hipoksemia refrakter merupakan tanda


klasik pada sindrom ini yang menunjukkan
adanya

pirau

selanjutnya,

intrapulmonal.
akan

terjadi

pada

tahap

gangguan

karbondioksida sehingga menyebabkan asidosis


respiratorik.
Sindrom distres respirasi dewasa dapat
diketahui

dengan

menentukan

perbedaan

tekanan oksigen antara alveoli dan arteri


pulmonalis (A-aDO2). Rumus lain yang dapat

digunakan

adalah

dengan

menggunakan

hipoxemia score, yaitu perbandingan antara


tekanan O2 arteri pulmonal dengan konsentrasi
O2 inspirasi.
Kelainan laboratorium lain bisa didapatkan
pada sindrom gagal napas pada orang dewasa
yang berkaitan dengan penyakit dasarnya,
kelainan fungsi hati dan ginjal bisa juga akibat
disfungsi organ multipel.
Batasan klinis sindrom distres respirasi
dewasa menurut American-European Consensus
Conference (1994) :
1.

Rasio PaO2/ FiO2 200

2.

Foto toraks memperlihatkan infiltrat


bilateral sesuai dengan edema paru

3.

Tidak didapatkan adanya gagal jantung


kongestif (tekanan wedge arteri pulmonalis
18 mmHg)

Pengobatan
Pengobatan sindrom ini, lebih efektif bila
pengobatan

dilakukan

dalam

masa

laten

daripada bila sudah timbul gejala sindrom gagal


napas.

Tujuan

walaupun

pengobatan

etiologinya

adalah

berbeda

sama
yaitu

mengembangkan alveoli secara optimal untuk


mempertahankan
oksegenasi

gas

jaringan

darah

arteri

yang

untuk
adekuat,

keseimbangan asam basa dan sirkulasi dari


tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran
alveoli kapiler utuh kembali.
Cairan

diberikan

cukup

untuk

mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut


jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat dan
diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema
atau memperberat edema paru.
Secara umum obat-obat yang diberikan
dibagi menjadi 2 kategori yaitu;
1. Obat untuk menekan proses inflamasi
a.Kortikosteroid

dapat

mengurangi

pembentukan kolagen sehingga mungkin


bermanfaat untuk mencegah fibrosis paru
pada pasien yang bertahan hidup. Biasanya

diberikan

dalam

dosis

besar,

metilprednisolon 30 mg/kg berat badan


secara intravena setiap 6 jam
Prostaglandin E1 mempunyai efek

b.

vasodilator dan antiinflamasi serta efek


antiagregasi trombosit. Pemberian secara
aerosol dapat memperbaiki proses ventilasi
perfusi karena dilatasi pembuluh darah pada
daerah paru yang masih baik.
c.OAINS
d.

ketokenazol

2. Obat untuk memperbaiki kelainan Faal paru


a.Oksida nitrit pemberian oksida nitrit
secara inhalasi dengan dosis rendah akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru

secara efektif khususnya pada daerah paru


dengan ventilasi yang masih baik
b.

Surfaktan

bermanfaat

untuk

mencegah atelektasis alveoli


c.Antibiotik karena angka kejadian sepsis
tinggi pada pasien sindrom distres respirasi
dewasa maka dianjurkan untuk memberikan
antibiotik sejak awal yang berspektrum luas,
hingga didapatkan adanya sumber infeksi
yang jelas serta adanya hasil kultur
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah
infeksi paru dan abdomen. Adanya edema paru,

hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan


menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi.
Prognosis
Mortalitas rata-rata 50-60%. Mortalitas 40%
didapatkan pada pasien dengan gagal napas saja,
sedang pada pasien dengan sepsis atau adanya
kegagalan organ utama didapatkan mortalitas
sekitar 70-80%. Pada pasien yang bertahan
hidup, umunya fungsi paru akan kembali setelah
berbulan-bulan. Tetapi pasien sindrom gagal
napas berat, harapannya kurang menguntungkan
karena akan mengalami kerusakan paru yang
permanen dengan infeksi dan fibrosis.

FLAIL CHEST
Definisi
Flail chest terjadi ketika segmen dinding
dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
dinding dada secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan oleh adanya fraktur iga multiple
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau
lebih garis fraktur. Adanya segmen yang
mengambang (flail chest) ini menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada.

Patofisiologi

Jika terjadi patah tulang iga multiple


biasanya dinding toraks tetap stabil. Tetapi jika
beberqapa iga mengalami patah tulang pada dua
tempat maka suatu segmen dinding dada
terlepas dari kesatuannya. Keadaan ini sering
diakibatkan oleh trauma tumpul pada dinding
dada dan sering disertai dengan kerusakan pada
parenkim paru, misalnya kontusio paru. Bila
terjadi kerusakan parenkim paru di bawah
dinding dada maka akan menyebabkan hipoksia
yang serius.
Walaupun ketidakstabilan dinding dada
menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding
dada pada saat inspirasi dan ekspirasi, defek ini
saja tidak akan menimbulkan hipoksia. Hipoksia

pada penderita ini terutama disebabkan oleh


nyeri

hebat

yang

mengakibatkan

gerakan

dinding dada menjadi tertahan saat bernapas,


sehingga mengganggu mekanisme bernapas,
dan cedera jaringan paru itu sendiri.

Diagnosis
Falil chest mungkin tidak terlihat pada
awalnya, karena splinting (terbelat) dengan
dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi
buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan
tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernapasan
yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto
toraks akan lebih jelas karena akan terlihat

fraktur

iga

yang

multiple,

akan

tetapi

terpisahnya sendi costochondral tidak akan


terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yang
menunjukkan

hipoksia

akibat

kegagalan

pernapasan, juga membantu dalam diagnosis


Flail Chest.
Terapi
Terapi

awal

yang

diberikan

adalah

pemberian ventilasi yang adekuat dan oksigen


yang

dilembabkan.

Pencegahan

hipoksia

merupakan hal penting pada penderita trauma,


dan intubasi serta ventilasi untuk waktu singkat
mungkin diperlukan, sampai diagnosis dan pola
cedera yang terjadi pada penderita tersebut

lengkap.

Tapi

tidak

semua

penderita

membutukan bantuan ventilator.


Berikutnya adalah resusitasi cairan, bila
tidak ditemukan syok maka pemberian cairan
kristaloid intravena harus lebih berhati-hati
untuk mencegah kelebihan pemberian cairan.
Kerusakan parenkim paru pada flail chest akan
sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun
kelebihan

cairan.

Pengukuran

yang

lebih

spesifik harus dilakukan agar pemberia cairan


benar-benar optimal.
Terapi

definitif

mengembangkan

ditujukan

paru-paru

dan

untuk
berupa

oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan


dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.

Nyeri

harus

pernapasan

dihilangkan
yang

untuk

menjamin

atau

mencegah

baik

pneumonia akibat gerak napas tidak memadai


dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika
pemberian analgesik tidak menghilangkan nyeri
maka harus diberikan anastesi blok interkostal
yang meliputi segmen di kaudal dan cranial iga
yang patah.
Pemasangan bidai rekat (adhesive strapping)
tak ada manfaatnya walaupun memberikan rasa
aman

pada

mengganggu

penderita.

Bidai

pengembangan

ini

akan

rongga

dada,

gerakan napas, dan menyebabkan dermatitis,


sedangkan dalam mengurangi nyeri tidak lebih
efektif dibandingkan dengan analgesik. Jarang

ditemukan dislokasi karena iga terbungkus


perios kuat dan otot. Karena tulang iga memiliki
perdarahan yang baik, maka penyembuhan dan
penyatuan tulang biasanya berlangsung cepat
dan tanpa halangan atau penyulit.
Penyulit
Penyulit yang mungkin dapat ditemukan
seperti

pneumonia,

pneumotoraks,

dan

hemotoraks. Pneumonia dapat disebabkan oleh


ganggua gerak napas dan gangguan batuk.
Sedangkan

pneumotoraks

dan

hemotoraks

terjadi karena tusukan patahan tulang pada


pleura parietalis dan/atau pleura visceralis. Luka
pleura parietalis menyebabkan hemotoraks,
sedangkan

cedera

pleura

visceralis

menyebabkan

hemotoraks

dan/atau

pneumotoraks.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Buku ajar
a.American college of surgeons. 2004.
Advance Trauma Life Support Program
for

Doctors,

7th

edition.

USA

(Diterjemahan dan dicetak oleh komisi


trauma IKABI)

b.

Tambunan, Karmel L, dkk. 2003.


Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat
Darurat, Jilid 1. Jakarta. FKUI

c.Alsagaff,

Hood

dan

Mukty Abdul

H.2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit


Paru. Airlangga University Press :
Surabaya.
d.

PDSPDI.

2006.

Ilmu

Penyakit

Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan FKUI:


Jakarta.
e.Davey, Patrick. 2006. At a Glance
Medicine. Airlangga: Jakarta.

f. Modul Departemen Kesehatan RI (DIT


YANMED

GIGI

DASAR

PUSDIKLAT KESEHATAN)
g.

Stead Latha G. : First Aid For the


Emergency

Medicine

clerkship,

McGraw Hill Companies,Inc, 2003.


2.

Tim Dosen UNHAS : Diktat kuliah


Sistem Gawat Darurat dan Traumatologi,
UNHAS, 2010.

3.

www.emedicine.com

4.

www.medlinux.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai