Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkatan anatomik. Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi
dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh
diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan
kombinasi

neuropati

otonom

dan

neuropati

somatik,

insufisiensi

vaskuler,

serta

infeksi. Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf juga menurunkan aliran darah ke perifer hingga aliran darah tidak cukup dan terjadi
iskemia dan gangren. Faktor lain yang juga berperan adalah trauma tekan yang terjadi terusmenerus, respon imun pasien dan jenis mikroba.
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil
yang tidak dirasakan oleh penderita. Mayoritas pasien yang diamputasi kakinya bermula dengan
munculnya ulkus pada kaki. Deteksi awal dan perawatan yang baik bisa mencegah dari tindakan
amputasi.

II.

EPIDEMIOLOGI
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetik. Angka
kematian dan angka amputasi masih sangat besar, masing-masing 16% dan 25% (data
RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM paska amputasi pun masih sangat buruk.
Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi, dan sebanyak 37% akan
meninggal 3 tahun paska amputasi.

Sebanyak 10-15 % pasien diabetes biasanya mengidap kaki diabetik. Tidak hanya itu,
kaki diabetik menjadi penyebab dari 50% kasus pasien diabetes yang dirawat di rumah sakit.
III.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah (vaskulopati),
tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki
diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :
a.

Umur 60 tahun.
Umur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena pada usia tua, fungsi
tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa
darah yang tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12%
saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol
normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis,
makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi
darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah
terjadi ulkus diabetik.

b.

Lama DM 10 tahun.
Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopatimikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki. Penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan.

c.

Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan
degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak
tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan
indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah

robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus
diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.
d.

Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 2 kg/m2 (pria) atau BBR
lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan
aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi
ulkus/ganggren diabetika.

e.

Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa
menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus diabetika
dengan tanpa hipertensi pada DM15.

f.

Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.


Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik
dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh
sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi
proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol
(GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik
jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus
diabetika.

g.

Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.


Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida
dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai

pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl). Kadar trigliserida 150 mg/dl , kolesterol
total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke
sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang
reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis
adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi
jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian kasus kontrol
oleh Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol
mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol,
trigliserida normal
h.

Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita
Diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk
menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit
yang

selanjutnya

terjadi

kebocoran

sehingga

lipoprotein

lipase

akan

memperlambatclearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.


Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis
pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
i.

Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar
glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah
komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang
sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.

j.

Kurangnya aktivitas Fisik.


Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan
mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam
seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh
positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah
satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa olah raga
akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh
Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur
akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga yang
teratur.

k.

Pengobatan tidak teratur.


Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan
dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika.

l.

Perawatan kaki tidak teratur.


Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. pada
318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti
selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden) melaksanakan perawatan
kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan perawatan kaki, pada
kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II terjadi ulkus sejumlah 30
responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1 responden dan
kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada diabetisi dengan neuropati
yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus
diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur.

m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.


Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang
tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila
terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Penelitian

eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena penggunaan alas kaki yang
tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki
tidak tepat menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus
diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat.
IV.

PATOFISOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik dan
otonom akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi
mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
A.

Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan lapisan

dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang meningkatkan resiko
terbentuknya trombus. Pada stadium lanjut, seluruh lumen arteri akan tersumbat dan
menyebabkan aliran kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren
yang luas.Manifestasi vaskulopati pada penderita DM antara lain berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita
muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan
arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal
menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren.
Kondisi ini sering sangat sulit ditangani dan memerlukan amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta
penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-aggregating agent) akan memacu
terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan
timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.

B.

Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan patogenesis

kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang serabut saraf terutama di bagian
perifer dari tungkai. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan
bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan
ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu mengalami neuropati.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak
cukup dan menyebabkan iskemia, bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa

sorbitol

fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia
pada jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan
kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik,
serta gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot,
dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati),
saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai
diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi.
a)

Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan
kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis
hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi
menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus
yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut
mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4
tahap perkembangan :
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan, khususnya aspek
medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih
dalam dan masuk ke tulang. Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki,
menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki dan ulserasi, yang
meningkatkan kebutuhan diamputasi.
b)

Neuropati sensorik
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan

pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun
sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru
diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat
membahayakan keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:
(1)

Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama
berbaring, dekubitus).

(2)

Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).

(3)

Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)


.
c)

Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan

saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi
keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang
menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga
memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu

neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas
sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.

C.

Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki
maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput
metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal
dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis
sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial
yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan
karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon
pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah juga menyebabkan kegagalan fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN membutuhkan energi dari
glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat
pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan
berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.
Selain faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam terbentuknya
kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosio ekonomi dan gizi juga
punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosio ekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan
yang kurang mengenai Diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya, kemampuan finansial
akan mempengaruhi pengelolaan Diabetes mellitus yang dideritanya dan status gizi yang rendah
punya keterkaitan dengan rendahnya respon imun hingga mempermudah terjadinya infeksi.

V.

KLASIFIKASI
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi
Edmonds dari Kings College Hospital London, klasifikasi Liverpool, sampai klasifikasi Wagner

yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetik. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan
olehInternational Working Group on Diabetic Foot yaitu klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi
PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati,
sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren
dengan critical limb ischemiatentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih dahulu. Sebaliknya, kalau faktor infeksi menonjol,
tentu pemberian antibiotik harus adekuat.
Klasifikasi Wagner
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

VI.

GAMBARAN KLINIS
Gangren diabetik di sebut juga gangren panas. Karena walaupun nekrosis, daerah akral
tampak merah dan terasa hangat akibat peradangan. Biasanya pulsasi arteri di bagian distal
masih tetap teraba. Pada iskhemik ringan, akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu
berjalan atau apabila di bagian distal dari kelainan vaskuler tersebut luka maka proses
penyembuhannya berlangsunglama. Secara praktis gambaran klinik kaki diabetik dapat
digolongkan sebagai berikut :

Kaki neuropati
Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensorik maupun motorik serta saraf
otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati menghambat impulsrangsangan dan memutus
jaringan komunikasi dalam tubuh. Neuropati sensorik memberikan gejala berupa keluhan kaki
kesemutan dan kurang rasa terutama di daerah ujung kaki. Neuropati motorik ditandai dengan
kelemahan otot, atropi otot, mudah lelah, deformitas ibu jari dan sulit mengatur keseimbangan

tubuh. Pada kaki neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi teraba, reflek fisiologi
menurun dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka, sembuhnya lama.

Kaki iskemia
Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini sudah ada kelainan
neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri tungkai bila berdiri, berjalan atau saat
melaksanakan aktivitas fisik lain. Kesakitan juga dapat terjadi pada arkus pedis saat istirahat
atau malam hari. Pada pemeriksaan terlihat perubahan warna kulit jadi pucat, tipis dan
mengkilap atau warna kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau tibialis posterior sulit
diraba. Dapat ditemukan ulkus akibat tekanan lokal. Ulkusnya sukar sembuh dan akhirnya
menjadi gangren.
VII.

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetik dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat ditanyakan riwayat timbulnya luka
beserta perjalanan luka tersebut. Selain itu menggali lebih dalam riwayat diabetes dan
komplikasi yang telah muncul secara lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari
penyakit ini. Anamnesis harus fokus pada gejala indikasi kemungkinan neuropati perifer atau
insufisiensi arteri perifer .

a)

Gejala Neuropati Perifer

b)

Hipoestesia
Hiperestesia
Parestesia
Disestesia
Nyeri radikuler
Anhidrosis

Gejala Insufisiensi Arteri Perifer


Kebanyakan pasien aterosklerosis ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala, dan
sebagian yang lain mengalami gejala iskemik.

Pasien yang bergejala datang dengan klaudikasio intermiten, nyeri iskemik saat istirahat,
ulserasi kaki yang tidak sembuh, atau iskemia kaki.
Kram atau kelelahan dari kelompok otot besar di salah satu atau kedua ekstremitas bawah
yang timbul setelah berjalan pada jarak tertentu menunjukkan terjadinya klaudikasio intermiten .
Gejala ini meningkat dan berkurang dengan istirahat selama beberapa menit . Timbulnya
klaudikasio dapat terjadi lebih cepat dengan berjalan cepat atau berjalan turun naik tangga.
Klaudikasio merupakan penyakit oklusif infrainguinal yang biasanya melibatkan otot
betis. Ketidaknyamanan, kram, atau lemah di betis atau kaki sangat umum pada populasi
diabetes karena cenderung memiliki oklusi aterosklerotik tibioperoneal. Calf atrofi otot juga
dapat terjadi. Gejala yang terjadi di bagian bokong atau paha menunjukkan adanya penyakit
oklusi aortoiliaka.
Nyeri saat istirahat tidak sering terjadi pada penderita diabetes . Dalam beberapa kasus,
fissura, ulkus dan kelainan lain pada integritas kulit adalah tanda pertama kehilangan perfusi.
Gangrene pada pasien diabetes kebiasaannya menbuktikan adanya infeksi.
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik berdasarkan
sistem klasifikasi yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan
terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta
HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh
gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.
VIII.

DIAGNOSIS BANDING
1.

Aterosklerosis

2.

Insufisiensi Vena Kronik

3.

Infeksi pada kaki diabetik

Ulkus trofik para diabetes klasik harus dibedakan dari berbagai masalah lain yang
cenderung terjadi pada orang dengan diabetes, seperti dermopati diabetik, bullosis
diabeticorum, xanthoma eruption, necrobiosis lipoidica, dan anulare granuloma.

Rasa sakit kaki pada penyakit arteri perifer harus dibedakan dari penyebab nyeri yang
lain, seperti radang sendi, nyeri otot, nyeri radikuler, kompresi sumsum tulang belakang,

tromboflebitis, anemia, dan myxedema.


Neuropati diabetik harus dibedakan dari bentuk-bentuk neuropati lainnya, termasuk
neuropati vaskulitis, neuropati metabolik, neuropati otonom, radikulopati, dan banyak
lainnya.

IX.

PENATALAKSANAAN
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetik, pada setiap tahap harus diingat berbagai faktor
yang harus dikendalikan yaitu :

Mechanical Control-Pressure Control (Pengendalian Mekanik dan Tekanan)

Metabolic Control (Pengendalian Metabolik)

Vascular Control (Pengendalian Vaskuler)

Educational Control (Pengendalian Edukasional)

Wound Control (Pengendalian Luka)

Microbiological Control-Infection Control (Pengendalian Mikrobiologi dan Infeksi)


Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada
klasifikasi Edmonds 2004-2005, stadium 1 dan 2 tentu saja faktorwound control dan infection
control belum diperlukan, sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor
tersebut harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama multidispliner yang baik.
Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, usaha preventif terjadinya ulkus sangat dibutuhkan. Peran
rehabilitasi medis untuk mencegah terjadinya ulkus yaitu dengan cara mendistribusikan tekanan
pada plantar pedis memakai alas kaki khusus, serta berbagai terapi untuk non-weight bearing
lainnya. Cara ini sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang terjadi
pada kaki diabetik.

PENGELOLAAN KAKI DIABETIK

Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada
kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan atau deformitas (pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).
A.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus,
bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki
diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko
besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko
terjadinya masalah (Frykberg) yaitu :

1)

Sensasi normal tanpa deformitas

2)

Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi

3)

Insensitivitas tanpa deformitas

4)

Iskemia tanpa deformitas

5)

Kombinasi/complicated

a)

Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas

b)

Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.


Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan
dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat
besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu
diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas,
perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan
pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar
untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Merobah gaya hidup, menghindari rokok, memeriksa kaki
sendiri dan merawatnya setiap hari serta pemeriksaan gula darah secara teratur perlu dilakukan.
Bila perilaku yang positif telah dilaksanakan maka dampaknya adalah gula darah terkendali.

Juga perlu diberikan motivasi kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak kehilangan gairah
hidup.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Penyuluhan diberikan secara
komprehensif agar penderita dapat memahami dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes
dapat mengalami neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan akibat penderita diabetes
lebih mudah mengalami luka dibandingkan orang normal. Untuk itu perlu pengenalan diabetes
dan komplikasinya agar pasien dapat membantu diri sendiri hingga komplikasi yang mungkin
timbul dapat dikurangi.
B.

Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal
yang harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai
berikut :

Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan

agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang
dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar
gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu
kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua faktor
tersebut tentu akan menghmbat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak
diperbaiki.

Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah

diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan
pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis,
serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir
untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan

semiinvasif, seperti pemeriksaanankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, serta
pemeriksaanecho Doppler dan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko

Stop merokok

Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia

Walking program latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan oleh ahli rehabilitasi
medik atau fisioterapis.
Nonivasive Vascular Test4
PEMERIKSAAN
Trancutaneous oxygen measurement
Ankle-brachial index
Absolute toe systolic pressure

NILAI ABNORMAL
< 40 mmHg
< 0.80 : abnormal
< 0.45 : berat
< 45 mmHg

Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya
yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang
DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian
obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang
DM.
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah, penanganan kelainan kaki,
neuropati diabetik, sirkulasi darah dan penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula
darah harus disertai upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk memakai secara bersama
obat yang melancarakan aliran darah dan yang memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki
aliran darah kita harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.
Sebagai

mana

yang

telah

kita

ketahui

gangguan

endotel, gangguan trombosit,dan dislipidemia menjadi penyebab utama terjadinya angiopati. Jadi
selain pengendalian gula darah, yang mutlak harus dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan

vasodilator perifer. Pemberian obat anti agregasi diharapkan dapat memperbaiki vaskularisasi
jaringan atau organ yang terserang. Ada beberapa pilihan obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal,
pentoksifilin dan cilostazol.
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila ditemukan infeksi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kultur. Tidak jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian
antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan antibiotiknya adalah
antibiotik spektrum luas atau dikombinasi dengan golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis
dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.

Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat,
tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan
pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular (PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga
hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, dan kesembuhan luka tinggal bergantung pada
berbagai faktor lain yang turut berperan.
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan
oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapiadjuvant. Walaupun demikian, masih
banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
diabetik.

Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS
dilakukan setelah debridement yang adekuat. Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai
dengan keadaan luka dan juga letak luka tersebut.Dressing mengandung komponen zat penyerap
seperti carbonated

dressing,

alginate

dressing atau silver

impregnated

dressing yang

bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat

membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan
sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti insisi, drainase abses,
debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk
eliminasi infeksi, hingga mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas
yang tegas antara jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi atau amputasi dapat
direncanakan dengan seksama. Pada peradangan yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat
cepat, amputasi harus dipertimbangkan dengan segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat
mengakibatkan septicemia.
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan
salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.

Pengendalian Metabolik dan Infeksi


Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda.
Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif
serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif
dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).

Pengendalian Mekanik dan Tekanan


Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis.
Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka.
Berbagai

cara

dengan removable

untuk

mencapai

cast

keadaan weight-bearingdapat

walker, total

contant

dilakukan

casting,temporary

antara

lain

shoes, felt

padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.


Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka,
seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi

untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial
calcanectomy).

Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan
yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan
dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka
yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk
pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian
segera setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk
mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus
untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru.

X.

PROGNOSIS
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita
diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan
tungkainya. Selain itu, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis mempengaruhi proses
penyembuhan luka, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi prognosis.

Anda mungkin juga menyukai