Teori Dramaturgi Erving Goffman
Teori Dramaturgi Erving Goffman
Fenomena Sosial
Contoh kasus adalah seorang pengemis yang seringkali
kita jumpai di belakanggerbang FIS UNNES yang berpakaian lusuh selalu menampakkan
wajah sedihnya ke setiap orang untuk menerima rasa empati berupa materi. Tidak peduli
kotor, bau, atau berpenampilan kumuh. Mereka melakukan hal seperti itu sebagai aktor
panggung depan karena sedang memainkan peran layaknya seorang pengemis yang
sesungguhnya demi mendapatkan materi. Berbeda dengan panggung belakangnya, para
pengemis menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya ketika sedang berada
dirumahnya.
Selebriti juga merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan Teori
Dramaturgi, misalnya Ustadz Guntur Bumi. Ustadz Guntur Bumi mengalami kasus yang
besar, Ia terlibat dalam pengobatan alternatif yang membuat pasien mengeluarkan banyak
uang dan cara pengobatan kurang sesuai dengan syariat Islam. Masalah tersebut sangatlah
serius dan membuat UGB beserta keluarganya terpukul. Karena banyak pasien yang
mengeluh dan meminta untuk ganti rugi ataupun meminta UGB mengembalikan uang
dengan karakteristik mereka saat berada di belakang panggung atau di luar tempat di mana
mereka menunjukkan karakteristik front stage tersebut.
Seorang pengemis yang berada di gerbang belakang FIS UNNES yang selalu
mengangkat tangannya dengan harapan ada beberapa orang yang baik hati untuk memberikan
uang receh maupun kertas demi kelangsungan hidupnya. Setiap pengemis itu beroperasi
maka akan memasang wajah yang lusuh, kumal dan memelas agar orang-orang yang
melewati gerbang belakang FIS berbelas kasih kepadanya. Padahal pengemis itu masih
sanggup untuk berjalan dan mencari pekerjaan lain, tetapi pengemis itu lebih suka menjadi
seorang pengemis. Hal tersebut Bisa dikarenakan memang orang itu malas bekerja atau
orang itu sudah terlalu nyaman menjadi seorang pengemis karena pendapatan seorang
pengemis tidak menentu. Terkadang jauh lebih banyak dibanding hasil dari seorang
pengamen. Kita semua tidak tahu bagaimana kehidupan yang sebenarnya, bagaimana seorang
pengemis itu jika di rumah maupun di tempat lain. Tetapi sudah banyak ditemukan fakta
tentang pengemis yang berada di gerbang belakang FIS merupakan orang yang masih
mampu. Setelah mengemis ada yang pernah melihat pengemis itu pulang dengan
mengendarai motor maupun angkot. Sungguh memprihatinkan, seorang yang masih mampu
malah menjadi pengemis dengan terus menerus dan di tempat yang sama. Dalam hal ini
seorang pengemis sungguh pandai menerapkan teori dramaturgi dalam kehidupannya. Akan
tetapi pengemis tersebut tidak menyadari bahwa ia sedang menerapkan teori dramaturgi
dalam hidupnya. Ketika kita memberikan materi kita kepada pengemis itu, maka sama saja
kita mendukung pekerjaan mereka sebagai pengemis. Alangkah lebih baik tidak memberi
ketika memang sudah mengetahui bahwa pengemis itu masih mampu untuk melakukan
pekerjaan lain. Dengan tidak memberikan materi maka kita sedikit menjelaskan kepada
pengemis tersebut bahwa untuk tidak melakukan pekerjaan demikian dan agar pengemis
berpikir untuk berhenti dalam pekerjaan tersebut karena tidak memiliki penghasilan dan
berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik. Sesungguhnya tangan di atas lebih baik daripada
tangan yang selalu di bawah.
Kasus yang dialami oleh Ustadz Guntur Bumi sungguh memprihatinkan dan tidak
adanya kejelasan. Karena kasus tersebut belum terselesaikan namun berita tentang kasus
tersebut lambat laun semakin menghilang dan terdapat berita baru tentang selebriti yang lain.
Dalam berita UGB dituduh sebagai Ustadz yang melakukan penipuan dengan cara
pengobatan alternatif dan dianggap melenceng dari syariat islam. UGB mencoba
menjelaskan kepada pasien, namun tak ada yang percaya. Tak ada yang tahu kebenaran dari
kasus tersebut kecuali Sang Pencipta dan UGB sendiri. Karena yang mampu
mengetahui back stage dari UGB hanya dirinya sendiri. Ketika berita tersebut masih sangat
hangat, UGB dan keluarganya susah untuk ditemui. Dan sekali bisa ditemui UGB
memperlihatkan karakter yang seperti tidak memiliki masalah. Di depan camera UGB terlihat
santai dan tidak bersalah. Namun beberapa hari kemudian ketika ditemui oleh media massa,
UGB terlihat sedih dan bingung. Ia menangis dan memohon ampun kepada Sang Pencipta
serta meminta maaf kepada pasien yang merasa dirugikan. Di dalam berita tidak disebutkan
apakah UGB mengganti rugi uang pasien ataukah tidak. Sesungguhnya yang mengetahui
kebenarannya adalah UGB dan Sang Pencipta. Namun disini UGB juga mengalami
kebingungan, apakah Ia terjebak dalam ajaran sesat pengobatan alternatif yang berkedok
seorang ustadz ataukah memang pasien tersebut yang melebih-lebihkan cerita tentang dirinya
dan pengobatannya.
Kemudian kasus yang ketiga yaitu guru dan dosen. Setiap manusia memainkan peran-peran
tertentu dalam kehidupannya. Banyak guru dan dosen yang bersandiwara demi kebaikan
bersama. Contohnya, seorang anak tidak akan memanggil ayahnya dengan Ayah, Abi,
atau Papi ketika ia sedang mengikuti perkuliahan di mana sang ayah berperan sebagai
dosen. Sebaliknya, sang ayah juga tidak akan memanggilnya dengan nak, atau Sayang.
Namun keadaan otu akan berbeda ketika keduanya berada di rumah atau di luar kampus.
Keduanya dapat saling memanggil nama kesayangan mereka. Sandiwara yang dilakukan
ayah dan anak ini adalah demi kebaikan mereka dan peserta perkuliahan lainnya. Agar tidak
menimbulkan kecemburuan sosial dan apabila nanti berkaitan dengan nilai tidak dianggap
pilih kasih. Hal tersebut juga dapat memicu semangat sang anak agar lebih giat belajar untuk
meraih prestasi dengan usahanya sendiri. Dengan begitu tidak akan muncul pemikiran dari
mahasiswa tentang diskriminasi. Karena anak dan ayah dalam kasus tersebut bisa profesional
dalam pekerjaan dan sekolahnya. Bagaimana ketika sedang berada di dalam kelas yang sama
maupun di kampus. Dan bagaimana seorang dosen bersikap ketika mahasiswa melakukan
kesalahan. Jadi antara anaknya sendiri dan mahasiswa lain tidak dibeda-bedakan, karena
ketika di kampus mereka sama-sama memiliki peran sebagai mahasiswa yang sedang
mengemban ilmu demi bekal masa depan.