Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pisang merupakan salah satu komoditas buah yang penting di Indonesia. Pada
saat ini, pisang menduduki peringkat ke empat setelah padi, jagung dan gandum. Data
statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2009, luasan areal penanaman pisang
mencapai 119.018 hektar dengan jumlah produksi 6.373.533 ton tandan buah pisang.
Sementara itu, produktifitas pisang yang berhasil dicapai pada tahun 2009 adalah
sebesar 535,5 kuintal per hektar (Anonim, 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa
produktifitas pisang di Indonesia cukup rendah. Pada kondisi yang optimal,
produktifitas tanaman pisang bisa mencapai 16 ton per hektar (Putra, 2010).
Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia. Luas dan
Produksi Pisang selalu menempati posisi pertama. Produksi pisang sebagian besar di
panen dari pertanaman kebun rakyat. Selain itu pisang mengandung vitamin dan
mineral esensial yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Oleh sebab itu maka
pengembangan pisang perlu mendapat perhatian yang lebih serius.
Pisang dapat tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1.300 m dari
permukaan laut. Hampir semua jenis tanah asalkan dikelola dengan baik dapat
digunakan untuk budidaya pisang. Pengembangan tanaman pisang semenjak beberapa
tahun belakangan ini mulai diarahkan pada lahan marginal, karena semakin berkurang
dan terbatasnya lahan subur. Salah 2 satu wilayah di Indonesia yang dapat dijadikan
sentra pembudidayaan tanaman pisang adalah NTB. Nusa Tenggara Barat (NTB)
beberapa tahun terakhir melakukan pengembangan pisang khususnya di lahan kering
karena potensi lahan kering NTB cukup luas dan belum dikelola secara optimal.
Pisang merupakan tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi yang cukup baik
terhadap kekurangan air.
Usaha tani pisang cukup menguntungkan dan dapat memberikan pendapatan
petani secara kontinyu setiap bulannya. Seiring dengan itu peluang pemasaran pisang
juga terbuka luas baik untuk pasar lokal maupun pasar luar daerah (khususnya Bali)
dengan harga jual yang cukup tinggi dan stabil pada jenis-jenis pisang komersial. Hal
ini yang mendorong petani kuhusnya di Kabupaten Lombok Timur untuk banyak
mengembangkan tanaman pisang.
1

Namun disayangkan pengembangan pisang yang dilakukan oleh petani


tersebut belum diikuti dengan penanganan budidaya tanaman pisang yang tepat dan
benar. Hal ini yang menyebabkan produktivitas dan produksi pisang di Indonesia
masih relatif rendah. Petani masih melakukan usahatani pisang sesuai dengan tingkat
pengetahuan dan kemampuan ekonomi terutama mengenai pemupukan. Pemberian
pupuk ditingkat petani masih sangat bervariasi dan belum menggunakan pemupukan
yang seimbang yaitu penggunaan pupuk organik dan anorganik. Pemupukan yang
berimbang mampu memberikan pertubuhan tanaman menjadi lebih baik, tahan
terhadap kerebahan, tahan terhadap hama dan penyakit, dan mampu meningkatkan
kualitas dan kuantitas hasil. Pengunaan pupuk organik dapat memberikan tambahan
bahan organik, hara, memperbaiki sifat fisik tanah, serta mengembalikan hara yang
teangkut hasil anen. Selain itu juga dapat mencegah kehilangan air dalam anah dan
laju infiltrasi air (Soemarno, 1993).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
produktifitas tanaman pisang, yaitu penurunan status kesuburan
tanah serta adanya tekanan hama dan penyakit. Terkait dengan
penurunan status kesuburan tanah, ternyata terdapat korelasi
antara tingkat serangan hama dan penyakit dengan status hara
tanah. Status hara tanah yang buruk menstimulasi munculnya
serangan hama dan penyakit. Pada beberapa kasus, status hara
tanah yang buruk memperparah efek yang ditimbulkan oleh
serangan

hama

dan

penyakit.

Berdasarkan

kondisi

tersebut,

perbaikan status kesuburan tanah dapat dimanfaatkan untuk


menangkal pengaruh negatif dari serangan hama dan penyakit.

TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Penyebaran Tanaman Pisang
Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah
tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sudah lama buah pisang menjadi
komoditas buah tropis yang sangat populer di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya
lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah. Data ekspor pisang pada tahun 2003
adalah sebanyak 0,24 juta ton, sedangkan impor pisang mencapai 0,56 juta ton
(Anonim, 2011). Dengan demikian peluang untuk memproduksi pisang masih sangat
terbuka lebar.
Hampir di setiap tempat dapat dengan mudah ditemukan tanaman pisang.
Pusat produksi pisang di Jawa Barat adalah Cianjur, Sukabumi dan daerah sekitar
Cirebon. Tidak diketahui dengan pasti berapa luas perkebunan pisang di Indonesia.
Walaupun demikian Indonesia termasuk salah satu negara tropis yang memasok
pisang segar/kering ke Jepang, Hongkong, Cina, Singapura, Arab, Australia, Belanda,
Amerika Serikat dan Perancis. Nilai ekspor tertinggi pada tahun 1997 adalah ke Cina
(Anonim, 2011).
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika
(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan
Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang (Anonim, 2011).
Pisang adalah salah satu tanaman hortikultura yang paling penting di dunia. Pisang
(Musa spp.) dibudidayakan di lima benua di sekitar 120 negara. Saat ini, produksi
pisang di dunia diperkirakan mencapai 97,5 juta ton per tahun mencakup 10 juta
hektar (Mohamed, 2007).
Klasifikasi Tanaman Pisang
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut (Anonim, 2011):
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca

Morfologi Tanaman Pisang (Musa parasidica)

Pisang merupakan salah satu dari berbagai jenis buahbuahan tropis yang berada dan banyak di kembangkan di
Indonesia. Syarat tumbuh yang toleran dalam lingkungan yang
luas dan juga teknik budidaya yang relatif mudah membuat
pisang banyak dibudidayakan. Dari segi harga, pisang termasuk
komoditas yang memiliki harga yang relatif stabil sehingga lebih
memberikan jaminan keuntungan.
Mempelajai morfologi pisang sangat berguna khusunya dalam
pelaksanaan budidaya tanaman. Pada umumnya, morfologi
tanaman dapat digunakan untuk menentukan pelaksanaan teknis
budidaya dan juga menentuan syarat tumbuh tanaman. Berikut
adalah cirri morfologi tanaman pisang untuk setiap organnya:

Akar
Sistem perakaran yang berada pada tanaman pisang umumnya
keluar dan tumbuh dari bongo (corm) bagian samping dan
bagian

bawah,

berakar

serabut,

dan

tidak

memiliki

akar

tunggang. Pertumbuhan akar pada umumnya berkelompok


menuju arah samping di bawah permukaan tanah dan mengarah
ke dalam tanah mencapai sepanjang 4-5 meter. Walaupun
demikian, daya jangkau akar hanya menembus pada kedalaman
tanah antara 150-200 cm.

Batang
Batang psaing dibedakan menjadi dua macam yaitu batang asli
yang disebut bongo dan batang semu atau juga batang palsu.
Bongol berada di pangkal batang semu dan berada di bawah
permukaan tanah serta memiliki banyak mata tunas yang
merupakan calon anakan tanaman pisang dan merupakan
tempat tumbuhnya akar. Batang semu tersusun atas pelepahpelapah daun yang saling menutupi, tumbuh tegak dan kokoh,
serta berada di atas permukaan tanah.
Daun
Bentuk daun pisang pada umumnya panjang, lonjong, dengan
lebar yang tidak sama, bagian ujung daun tumpul, dan tepinya
tersusun rata. Letak daun terpencar dan tersusun dalam tangkai
yang berukuran relatif panjang dengan helai daun yang mudah
robek.
Bunga
Bunga pisang atau yang sering disebut dengan jantung pisang
keluar dari ujung batang. Susunan bunga tersusun atas daundaun pelindung yang saling menutupi dan bunga-bunganya
terletak

pada

tiap

ketiak

di

antara

daun

pelindng

dan

membentuk sisir. Bunga pisang termasuk bunga berumah satu .


letak bunga betina di bagian pangkal, sedangkan letak bunga
jantan berada di tengah. Bunga sempurnya yang terdiri atas
bunga jantan dan bunga betina berada di bagian ujung.
Buah
Buah pisang tersusun dalam tandan tiap tandan terdiri atas
beberapa

sisir

dan

tiap

sisir

terdapat

6-22

buah

pisang

tergantung varietasnya. Buah pisang umumnya tidak berbiji dan


bersifat triploid. Kecuali pada pisang kluthuk yang bersifat diploid

dan memiliki biji. Proses pembuahan tanpa adanya biji disebut


dengan partenokarpi.
Ukuran

buah

pisang

bervariasi

tergantung

pada varietasnya. Panjang antara 10-18 cm dengan ukuran


diameter sekitar 2,5-4,5 cm. Buah berlinggir 3-5 alur, bengkok
dengan ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging
buah tebal dan lunak, kulit buah yang masih muda berwarna
hijau dan ketika tua berubah menjadi kuning dan strukturnya
bisa tebal dan tipis juga tergantung dari varietas pisangnya.

PEMUPUKAN
Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat
fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya
struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas
tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah.
Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap
perkembangan

akar

tanaman.

Pada lahan

kering

dengan

makin

baiknya

perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan


unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam
peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain
dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan
organik. Kemiskinan bahan organik akan akan memburukkan struktur tanah, lebihlebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah
Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah
hujan maupun air aliran permukaan.
Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa tingkat kekeringan pada lahan
kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya tanah menyimpan air. Tingkat
kekeringan berkurang atau masa tanpa kekurangan air (water stress) bertambah
panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air besar. Sebaliknya tingkat
kekeringan meningkat, atau masa dengan dengan kekurangan air bertambah panjang
apabila tanah mempunyai daya simpan air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan

sedikit kekurangan air menentukan masa musim pertumbuhan tanaman, berarti lama
waktu pertanaman dapat dibudidayakan secara tadah hujan.
Unsur-unsur hara dan suplai air yang optimum sangat diperlukan untuk menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik. Kalium adalah salah satu unsur
hara makro yangdiperlukan beberapa tanaman. Kalium berperan sebagai katalisator
dab translokasi pati, gula dan lemak; meningkatkan kualitas hasil; menjaga ketegaran
tanaman; membuat tanaman tahan terhadap serangan OPT; serta merangsang
pertumbuhan akar (Kurniasari, 1994).
Pupuk adalah bahan yang diberikan pada tanaman baik langsung maupun
tidak langsung, untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau
memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Sedangkan
pemupukan artinya 6
pemberian pupuk pada tanaman atau tanah dan substrat
lainnya. Pemupukan bertujuan untuk memperoleh produksi yang
tinggi dan bernilai dengan memperbaiki penyediaan hara sambil
mempertahankan

atau

memperbaiki

kesuburan

tanah

tanpa

merusak lingkungan.
Penetapan macam dan jumlah pupuk sangat dipengaruhi oleh: 1) jenis
tanaman yang akan diusahakan, ini berhubungan dengan nilai ekonomi, angkutan
hara dan kemampuan serap tanaman, 2) keadaan kimia tanah, sehubungan dengan
jumlah hara yang tersedia dan, 3) keadaan fisik tanah, sehubungan dengan aerasi
tanah. Keadaan fisik ini berpengaruh terhadap pemakaian pupuk.
Bahan organik berfungsi sebagai penyimpan unsur hara yang secara perlahan dan
akan dilepaskan kedalam larutan tanah dan disediakan bagi tanah. Bahan organik
yang berada di dalam atau di atas permukaan tanah juga akan melindungi dan
membantu mengatur suhu dan kelembaban tanah.
Penambahan bahan organik ke dalam tanah liat berat dapat memperbaiki
drainase, dan pada tanah berpasir dapat memperbaiki daya simpan air. Bahan organik
juga dapat berfungsi sebagai stabilisator dengan jalan merangsang jasad mikro
mampu menghasilkan bahan yang dapat mengikat partikel-partikel tanah. Bahan
organik memberikan beberapa keuntungan meliputi pengurangan toksisitas Al dan
Mn dengan membentuk kompleks Al- bahan organik yang tidak beracun,
menyediakan dan menambah unsur hara N, P, K dan S melalui mineralisasi,

menurunkan fiksasi P, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan


sifat-sifat fisik tanah termasuk kapasitas ikat air dan stabilitas agregat, meningkatkan
aktivitas mikroorganisme tanah, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah.
Bahan organik yang diberikan akan meningkatkan nilai kapasitas tukar kation
sehingga dari peningkatan nilai KTK yang akan semakin memudahkan tanaman
dalam menyerap unsur hara. Sedangkan peningkatan N-total di dalam tanah akan
bertambah melalui proses dekomposisi bahan organik dan juga berasal dari suplai N
melalui pemupukan N, P, K yang berada dalam bentuk tersedia.
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan
bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah,
yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk
granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang
stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya.
Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur
remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secaravertikal atau infiltrasi dapat
diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan
erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena
ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik
berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan cenderung
untuk menjaga menaikkan kondisi fisik yang diinginkan. Peranan bahan organik ada
yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi
tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah.
Manfaat dan efek kekurangan unsur-unsur hara makro dan mikro terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain:
Nitrogen ( N )
1. Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
2. Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri
3. Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman
4. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun

5. Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan lambat/kerdil, daun


hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning
dan mati.

Phospat (P)
1. Pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman
2. Merangsang pembungaan dan pembuahan
3. Merangsang pertumbuhan akar
4. Merangsang pembentukan biji
5. Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel
6. Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya: pembentukan buah/dan biji
berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat)
Kalium ( K )
1. Berfungsi dalam proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan
mineral termasuk air.
2. Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit
3. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya: batang dan daun menjadi
lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung
daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.

Sulfur
1. Membantu pembentukan butir hijau daun sehingga daun menjadi lebih hijau.

2. Menambah kandungan protein dan vitamin hasil panen.


3. berperan penting pada proses pembulatan zat gula.
4. memperbaiki kualitas dan meningkatkan produksi serta nilai gizi hasil panen dan
pakan ternak karena peningkatan kadar protein pati, padi, gula, lemak, vitamin.
5. Memperbaiki rasa dan warna hasil panen.
6. Tanaman lebih sehat dan lebih tahan terhadap gangguan lingkungan (hama,
penyakit, kekeringan)
Hasil penelitian (Erawati et al., 2007) yang dilaksanakan dilahan petani di Desa
Labuan Pandan Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur, pada bulan Januari
Juni 2007. Tipologi lokasi penelitian adalah lahan kering. Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yang
diulang 12 kali, dan masing-masing perlakuan menggunakan 10 tanaman sampel.
Perlakuan terdiri dari beberapa paket pemupukan yaitu : O = tanpa menggunan pupuk
(kontrol), A = Pupuk kompos (20 kg/pohon) /aplikasi, B = Urea 250 g + SP36 100 g +
KCl 150 g /pohon/aplikasi, C = ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100 g/pohon/aplikasi,
dan D = Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10 kg/pohon/aplikasi. Perlakuan diatur
pada lahan petani, berdasarkan rancangan percobaan yang telah ditentukan. Bahan
yang digunakan adalah bibit (dalam polybag) yang sudah dikembangkan dari
bonggol. Jenis pisang yang digunakan adalah pisang susu. Penanaman dilakukan
secara bersamaan, setiap lubang ditanami satu tanaman, dengan jarak tanam 3 m x 3,5
m. Pemupukan dilakukan sesuai dengan paket pada setiap perlakuan. Untuk
perlakuan yang memiliki kompos A dan D, kompos diberikan 2 minggu sebelum
tanam. Sedangkan untuk pemupukan an organik di berikan 2 minggu setelah
penanaman.
Pengamatan dilakukan setiap satu bulan, dimulai dari satu bulan setelah aplikasi
pemupukan anorganik selama 3 bulan pengamatan. Peubah yang diamati adalah
pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, dan jumlah anakan yang
keluar. Data hasil pengamatan dianalisia dengan analisis varian pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kontrol memberikan pertumbuhan
vegetatif tanaman yang paling rendah dari beberpa peuah yang diamati menunjukkan
bahwa tanaman pisang tetap membutuhkan tambahan unsur hara makro maupun
mikro dalam proses pertumbuhan vegetatifnya. Pemberian kompos saja sejumlah 20

10

kg/pohon/aplikasi belum cukup untuk mendukung petumbuhan vegetatif tanaman


pisang. Disamping itu juga pupuk kompos tidak segera dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Pelepasan unsur hara dari pupuk kompos berlangsung secara bertahap dan
lama sehingga, seperti yang ditunjukan oleh oleh hasil penelitian, memerlukan waktu
1-2 bulan untuk dapat diserap oleh tanaman pisang.
Paket pemupukan ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100
g/pohon/aplikasi yang ada pupuk ZA-nya (Ammonium sulfat =
(NH4)2SO4)

cendrung

lebih

baik

dibandingkan

dengan

paket

pemupukan Urea 250 g + SP36 100 g + KCl 150 g /pohon/aplikasi


yang ada pupuk Urea-nya. Terlihat bahwa unsur nitrogen dan
belerang yang ada pada pupuk ZA sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan

tanaman

pisang.

Pemberian

nitrogen

pada

pertumbuhan awal akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman.


Unsur

belerang

memiliki

pengaruh

yang

baik

terhadap

pertumbuhan tanaman pisang karena belerang merupakan unsur


esensial bagi pertumbuhan tanaman yang sangat diperlukan untuk
berbagai reaksi dalam sel hidup, terutama sebagai penyusun dari
asam amino metionin dan sistein Pemberian nitrogen dalam bentuk
pupuk ZA pada pisang lebih baik dibanding bentuk urea. Ini sama
seperti pemberian pupuk ZA pada padi sawah di Sulawesi Selatan
dapat meningkatkan hasil lebih banyak jika dibadingkan dengan
pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea demikian juga pada
pertanaman tebu (Dalal dan Prasad, 1975).

11

Tabel 3. 1 Pertambahan tinggi tanaman pisang setiap pengamatan


pada beberapa perlakuan paket pemupukan
Perlakuan

O : (Kontrol)

Pertambahan tinggi tanaman (cm)


Pengamatan ke
1
2
3
24,83 a
47,30 a
24,70 a

A : (Kompos 20 kg/pohon/aplikasi)

25,08 a

50,60 b

29,00 b

B : (Urea 250 g + SP36 100 g + KCl 150

25,58 a

54,70 c

38,60 c

27,08 a

66,10 d

41,90 c

25,75 a

68,60 d

40,70 c

g /pohon/aplikasi)
C : (ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100 g
/pohon/aplikasi)
D : (Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10
kg /pohon/aplikasi)
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang didampingi huruf yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % (berlaku untuk tabel-tabel
berikutnya)
Tabel 3. 2 Pertambahan diameter batang pisang setiap pengamatan
pada beberapa perlakuan paket pemupukan

12

Perlakuan

O : (Kontrol)

Pertambahan diameter batang (cm)


Pengamatan ke
1
2
3
1,03 a
3,24 a
2,23 a

A : (Kompos 20 kg/pohon/aplikasi)

1,17 b

3,39 b

2,26 b

B : (Urea 250 g + SP36 100 g + KCl 150 g

1,25 b

3,82 c

2,62 b

1,18 b

4,52 d

2,87 b

1,19 b

4,72 d

2,99 b

/pohon/aplikasi)
C : (ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100 g
/pohon/aplikasi)
D : (Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10
kg /pohon/aplikasi)
Tabel 3. 3 Pertambahan jumlah daun di setiap pengamatan pada
beberapa perlakuan paket pemupukan
Perlakuan

O : (Kontrol)

Pertambahan jumlah daun (helai)


Pengamatan ke
1
2
3
4,08 a
4,42 a
4,42 a

A : (Kompos 20 kg/pohon/aplikasi)

3,67 a

4,17 a

4,42 a

B : (Urea 250 g + SP36 100 g + KCl 150 g

4,00 a

4,50 a

4,92 b

3,83 a

4,25 a

4,92 b

4,83 b

4,83 a

4,92 b

/pohon/aplikasi)
C : (ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100 g
/pohon/aplikasi)
D : (Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10
kg /pohon/aplikasi)

13

Tabel 3. 4 Jumlah anakan pisang yang tumbuh setiap pengamatan


pada beberapa perlakuan paket pemupukan
Perlakuan

Pertambahan jumlah anakan yang tumbuh

O : (Kontrol)

(anakan)
Pengamatan ke
1
2
0,00 a
0,00 a

3
0,00 a

A : (Kompos 20 kg/pohon/aplikasi)

0,00 a

0,00 a

0,00 a

B : (Urea 250 g + SP36 100 g + KCl 150 g

0,00 a

0,00 a

0,17 b

0,00 a

0,25 b

0,58 b

0,00 b

0,50 b

0,75 b

/pohon/aplikasi)
C : (ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100 g
/pohon/aplikasi)
D : (Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10
kg /pohon/aplikasi)
Efisiensi pemupukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sebaiknya dikombinasikan antara pupuk
organik dan anorganik, seperti pada perlakuan Urea 200 g + SP36
150 g + kompos 10 kg/pohon/aplikasi. Pada penelitian terlihat
bahwaperlakuan Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10 kg
/pohon/aplikasi umumnya tidak berbeda dengan perlakuan ZA 200 g
+ SP36 200 g + KCl 100 g /pohon/aplikasi pada beberapa peubah
yang diamati. Ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik
berpengaruh baik terhadap kerja bahan an organik. Pada paket
pemupukan di perlakuan Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10
kg/pohon/aplikasi tidak terdapat pupuk KCl tetapi terdapat pupuk
kompos (organik), karena bahan organik mempunyai peranan
penting dalam menentukan ketersediaan kalium dalam tanah.

14

PENUTUP

Kesimpulan
1. Paket pemupukan ZA 200 g + SP36 200 g + KCl 100 g/pohon/aplikasi) dan
Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10 kg/pohon/aplikasi menunjukkan
pertumbuhan vegetatif tanaman pisang terbaik.
2. Urea 200 g + SP36 150 g + kompos 10 kg/pohon/aplikasi lebih efisien untuk
diterapkan ditingkat petani.
3. Pengaruh unsur nitrogen pada pupuk ZA lebih baik dibandingkan dengan
bentuk Urea untuk pertumbuhan vegetatif tanaman pisang.
4. Metode pemupukan yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif
tanaman pisang perlu dipadukan antara penggunaan pupuk organik dan
anorganik.
Saran
Pemupukan
perkembangan

dapat

tanaman

meningkatkan
apabila

pertumbuhan

disesuaikan

dengan

dan
dosis

kebutuhan tanaman serta melihat aspek-aspek lingkungan yang


mempengaruhi tanaman tersebut.

15

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Fungsi Pupuk ZA Bagi Tanaman Kita. <http://banyuagung.
wordpress.com/2009/07/30/fungsi-pupuk-za-bagi-tanaman-kita/>. Diakses tanggal 21
April 2012.

Anonim. 2011. Pisang (Musa spp.). <http://www.warintek. ristek.go.id/ pertanian/


pisang.pdf>. Diakses tanggal 1 Mei 2011.

Bugiesta, A. A. 2012. Peranan Bahan Organik terhadap Tanah dan Tanaman.


<http://alulagro.blogspot.com/2010/03/peranan-bahan-organik-terhadap-tanah. html>.
Diakses tanggal 21 April 2012.

Eka. 2012. Unsur Hara yang Dibutuhkan Tanaman.


<http://ekaboymaster.blogspot.com/2012/03/fungsi-unsur-hara-makro-dan-mikropada.html>. Diakses tanggal 21 April 2012.
Erawati, B. T. R., A.Hipi., dan A. Sutanto. 2007. Pengaruh pupuk terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman pisang (Musa paradisiaca) di lahan kering. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok, Sumatra Barat.

Limin, S.H. 1992. Respon Jagung Manis (Zea mays Saccharata Surt) Terhadap
pemberian Kotoran Ayam, Posfat dan Dolomit Pada tanah gambut Pedalaman.
Mineral dan Kapur dengan Gambut Pedalaman. Dalam Proseding Kongres II HGI,
Jakarta.
Mohamed, A. and El-Sawy. 2007. Morphological and molecular characterization of
some banana Micro-propagated variants. International journal of agriculture &
biology 9: 707-714.

16

Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan


Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional
dan 15
Pelatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember,
Jember.

17

Anda mungkin juga menyukai