Anda di halaman 1dari 30

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1. DEFINISI
Menurut Brunner & Suddart (2002), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam darah.
Menurut Corwin (2009), gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hamper semua
penyakit. Selain itu pada individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla
ginjal yang terkait dengan pamakaian harian obat-obatan analgesic selama bertahuntahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun sebabnya, terjadi perburukan
fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan GFR yang progresif.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal (Chonchol, 2005)
Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah
dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif.
Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus
ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem
pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2005).
Price dan Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal yaitu :
-

Fungsi Eksresi
A. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan
mengubah-ubah ekresi air.

B. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah


ekresi natrium.
C. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu
dalam rentang normal.
D. Mempertahankan

derajat

keasaman/pH

plasma

sekitar

7,4

dengan

mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.


E. Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama
urea, asam urat dan kreatinin).
F.

Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat. Fungsi Non
eksresi

G. Menyintesis dan mengaktifkan hormon


-

Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah


Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang

D3 menjadi bentuk yang paling kuat.


Prostaglandin : Sebagian besar bekerja sebagai vasodilator bekerja
secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal

Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin. Ginjal
sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke medialnya.
Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah dan mengubahnya
menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin
akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan
keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung
dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2001).
Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut nefron.
Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling disatukan oleh jaringan ikat.
Nefron ginjal terbagi 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung Henlenya hanya sedikit
masuk medula dan memiliki kapiler peritubular, dan nefron jukstamedulari yang
lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan memiliki Vasa Recta. Vasa Recta
adalah susunan kapiler yang panjang mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle.
Secara makroskopis, korteks ginjal akan terlihat berbintik-bintik karena adanya
glomerulus, sementara medula akan terlihat bergaris-garis karena adanya lengkung
Henle dan tubulus pengumpul (Sherwood, 2001).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah
besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan

plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak
difiltrasi. Kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan
dieksresi. Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus
diatur menurut kebutuhan tubuh (Guyton, 2007).

2. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis adalah pengelompokan gagal ginjal berdasarkan
penyebabnya. Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), gagal ginjal kronis dapat
diklasifikasikan berdasarkan sebabnya, yaitu sebagai berikut :
Tabel Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Klasifikasi Penyakit
Penyakit infeksi dan peradangan
Penyakit vaskuler hipertesif

Penyakit
Pielonefritis kronik, Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis

Gangguan jaringan penyambung

maligna, Stenosis arteri renalis


Lupus eritematosus sistemik, Poliartritis

Gangguan

kongenital

nodusa, Sklerosis sistemik progresif


dan Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus

heredite
Penyakit metabolik

ginjal
Diabetes

Nefropati toksi

Hipertiroidisme
Penyalahgunaan

Nefropati obstruksi

timbale
Saluran

Melitus,

kemih

Gout

Disease,

analgesic,

Nefropati

bagian

atas:

kalkuli,

neoplasma, fibrosis retroperineal. Saluran


kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali leher kandung
kemih dan uretra.
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium
(Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu:
1. Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal --- Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal
hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Stadium II dinamakan insufisiensi ginjal --- Pada stadium ini dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25 % dari normal. Kadar
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau
seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan
pemekatan) mulai timbul.

3. Stadium III dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia --- Sekitar 90% dari
massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang
masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN
akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu
oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
Menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010),
gagal ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke
waktu sebagai berikut :

1. Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2)


Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal
dapatdideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal
ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2)
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kitamulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
3. Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2)
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemiadan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan
dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
4. Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing
hemodialisis,

pengobatan
kita

membutuhkan

akanmembutuhkan

persiapan.

tindakan

untuk

Bila

kita

memilih

memperbesar

dan

memperkuat pembuluh darah dalamlengan agar siap menerima pemasukan jarum


secara sering. Untuk dialisis peritonea,sebuah kateter harus ditanam dalam perut
kita. Atau mungkin kita ingin minta anggotakeluarga atau teman menyumbang satu
ginjal untuk dicangkok.
5. Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2)
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.
GFR normal adalah 90 120 mL/min/1.73 m2
3. ETIOLOGI
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi ertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya

kelainan,

glomerulonefritis

dibedakan

primer

dan

sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri


sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma
multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis
(Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
diabetes

melitus

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang

menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai


kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya
(Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar,
1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang
paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian
besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal
lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono,
1998).
4. FAKTOR RESIKO
a. Jenis kelamin
Kejadian pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut penelitian Orfeas
Liangas dkk (2001), dari 558.032 penderita gagal ginjal 51,8% adalah laki-laki,
sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
b. Umur
Usia penderita gagal ginjal berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia
dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit gagal ginjal
paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun.
c. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan
dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika
terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal.
Misalnya pada pekerja di pabrik atau industri.
d. Perilaku minum

Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68%
berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah
cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh.
Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah yang cukup, tubuh akan
mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang menurunan
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.
Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap kekurangan air, salah
satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik bila tidak cukup
air.
Pada proses penyaringan zat-zat racun, ginjal melakukannya lebih dari 15 kali
setiap jam, hal ini membutuhkan jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke
dalam darah. Bila tidak cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat
bekerja dengan sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak
dapat dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah
dan menyebabkan penyakit ginjal.
e. Environment
Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ginjal. Jika seseorang
bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi
kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau peredaran
darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat yang diperlukan oleh
ginjal dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan.
.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi penyakit GGK, yaitu :


1. Orang tanpa faktor resiko ginjal
Sebaiknya orang yang sudah berumur 40 tahun keatas memeriksakan fungsi
ginjalnya secara keseluruhan.
2. Orang yang beresiko tinggi
Penderita hipertensi, DM, riwayat gagal ginjal, batu saluran kemih, infeksi
saluran kemih berulang, obesitas, kolesterol tinggi dan merokok.
3. Berat badan lahir rendah
Bayi yang lahir dengan berat < 2300 gram beresiko menderita GGK pada
suatu masa.
4. Pendidikan rendah
Terdapat resiko lebih tinggi pada orang erpendidikan rendah, terutama
menyangkut gaya hidup sehat.
5. Pendapatan rendah

Orang yang berpendapatan rendah rentan terkena infeksi karena suka


mengkonsumsi makanan berkualitas tidak baik.
5. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda, tergantung pada
stadium CKD yang dialami.
1) Stadium 1
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang menandakan
kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan normal.
2) Stadium 2
Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan GFR ringan, yaitu
sebesar 60-89.
3) Stadium 3
Pada stadium ini, gejala- gejala terkadang mulai dirasakan seperti:

Fatigue: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.

Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat
lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita
akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.

Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi
coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa
bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air
kecil di tengah malam.

Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami
oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.

Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.

Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli ginjal
hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik serta terapi
terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Selain itu
sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk mendapatkan
perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta
untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada
dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah
penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi

asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan
kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat
biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol
minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan stadium 3,
yaitu:

Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.

Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat
lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita
akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.

Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi
coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa
bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air
kecil di tengah malam.

Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami
oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.

Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.

Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.

Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak
terasa seperti biasanya.

Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau
pernafasan yang tidak enak.

Sulit berkonsentrasi

5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)


Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:

Kehilangan nafsu makan

Nausea.

Sakit kepala.

Merasa lelah.

Tidak mampu berkonsentrasi.

Gatal gatal.

Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.

Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.

Kram otot

Perubahan warna kulit

Neurologi

Kelemahan

dan

keletihan,

konfusi,

ketidakmampuan

konsentrasi, disorientasi, tremor, seizure, kelemahan pada


kaki, rasa terbakar pada tumit, perubahan tingkah laku
Integumen

Warna kulit perak keabu-abuan, kulit kering, kulit bersisik,


pruritus, ekimosis, kulit tipis, kuku rapuh, kulit kasar, rambut
menipis

Kardiovaskular

Hipertensi, pitting edema di ekstremitas (termasuk kaki,


tangan) dan edema pada area sacrum. Pericarditis, efusipada
area

pericardium,

tamponade

jantung,

hyperkalemia,

hiperlipidemia
Pulmonar

Krakel, reflex batuk depresif, nyeri pleura, napas pendekpendek,

takipneu,

pernapasan

tipe

kussmaul,

uremic

pneumonitis.
Gastrointestinal

Pernapasan bau ammonia, ulserasi mulut, dan perdarahan,


anoreksia, nausea, vomiting, cegukan, konstipasi atau diare,
perdarahan traktus gastrointestinal

Hematologi

Anemia, trombositopenia (jumlah platelet )

Reproduksi

Amenore, atrofi testicular, infertilitas, libido menurun

Muskuloskeletal

Keramotot, nyeri pada tulang, fraktur, kelemahan otot kaki

6. PATHWAY
(Terlampir)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya

kegawatan,

menentukan

derajat

GGK,

menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.


a. Analisa urin dan kultur
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton,
SDP, TKK/CCT
- Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan
kreatinin

Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama

pada pagi hari atau sewaktu


b. Ureum, kreatinin serum, CCT (fungsi ginjal)
- BUN (Blood ureum nitrogen) dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan
peningkatan, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun,
protein menurun
c. Hemopoesis: Hb, Ht, faktor pembekuan
- Hematokrit dan hemoglobin turun
d. Elektrolit, AGD
2) Penunjang
a. USG, Pemeriksaan pencitraan ginjal
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu
atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut
b. Pielografi Intra Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter
c. Pemeriksaan Prelografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan
abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
e. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
f.

Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),

efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.


g. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik
h. Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
Penjelasan Pemeriksaan Lab
1.

Kreatinin (serum dan urine)


Kreatinin adalah produksi katabolisme otot yang berasal dari pemecahan kreatin
otot dan kreatin fosfat. Jumlah produksi kreatinin sesuai dengan massa otot. Ginjal
mengeluarkan kreatinin. Jika 50 % atau lebih nefron rusak, kadar kreatinin
meningkat. Kreatinin serum secara khusus berguna dalam mengevaluasi fungsi
glomerulus.
Kreatinin serum dinilai lebih sensitif dan merupakan indikator penyakit ginjal
yang lebih spesifik daripada BUN. Serum ini kemudian meningkat dan tidak
dipengaruhi oleh diet atau masukan cairan. Rasio normal BUN/kreatinin adalah 10:1.
Nilai rasio yang lebih tinggi dari normal menunjukkan adanya gangguan pre-renal.
Nilai rujukan

Dewasa

Serum: 0,5-1,5 mg/dL; 45-13,25 mol/L (unit SI). Pada wanita


kadarnya sedikit lebih rendah akibat massa otot yang kurang
Urine: 1-2 g/24 jam

Anak

Bayi baru lahir: 0,8-1,4 mg/dL; Bayi: 0,7-1,7 mg/dL; 2-6 tahun: 0,3-0,6
mg/dL, 27-54 mol/L (unit SI); Anak yang lebih besar: 0,4-1,2 mg/dL,
36-106 mol/L (unit SI; nilai sedikit meningkat sesuai umur karena otototot yang kuat)

Lansia mempunyai kadar yang lebih rendah karena berkurangnya kekuatan otototot dan menurunnya produksi kreatinin
Nilai kritis
Meningkat pada: gagal ginjal, chronic nephritis, urinary tract obstruction, muscle
disease (seperti gigantisme, acromegaly, myasthenia gravis), CHF, shock.
Menurun pada: orang tua, orang-orang dengan ukuran tubuh kecil massa otot
yang menurun, muscle atrophy atau inadequat dietary protein.
2.

Blood Urea Nitrogen (BUN) serum


Urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein. Peningkatan nilai BUN
dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre-renal, atau gagal ginjal, atau
perdarahan gastrointestinal, atau keduanya. Dehidrasi akibat muntah, diare,
pemasukan cairan yang tidak adekuat, atau ketiganya, merupakan penyebab
umum dari peningkatan BUN (lebih dari 35 mg/dL).
Pada dehidrasi, kadar kreatinin serum kemungkinan besar akan normal atau
normal tinggi. Bila klien dehidrasi, BUN normal kembali; bila tidak, maka harus
dicurigai adanya kegagalan pre-renal atau gagal ginjal. Darah yang berasal dari
perdarahan gastrointeatinal merupakan sumber protein dan dapat menyebabkan
BUN meningkat. Rasio nitrogen urea/kreatinin boleh jadi dipengaruhi oleh fungsi
hepar, asupan protein, dan massa otot. Penurunan rasio dapat terjadi karena
nekrosis tubulus ginjal akut. Rasio itu dapat meningkat karena penurunan perfusi
ginjal, uropati obstruktif, dan asupan protein yang tinggi.
Nilai rujukan
Dewasa 5-25 mg/dL
Anak Bayi: 5-15 mg/dL; Anak: 5-20 mg/dL
Lansia bisa lebih tinggi sedikit dari dewasa
Rasio nitrogen urea/kreatinin: 12 : 1-20 : 1
Nilai kritis
Peningkatan kadar :
Dapat menunjukkan kidney injury atau penyakit ginjal

Dapat disebabkan obat-obat tertentu: allopurinol (Alloprin), aminoglycosides


(Garamycin), furosemide (Lasix), indomethacin (Indocin), methotrexate
(MTX), aspirin, amphotericin B, carbamazepine (Tegretol), vancomycin
(Vancocin),

propanolol

(Inderal),

rifampin

(Rifadin),

spironolactone

(Aldactone), tetracyclines, thiazide diuretics, dan triamterene (Dyrenium)


Dapat juga disebabkan oleh diet tinggi protein, Addisons disease, kerusakan
jaringan berat, atau perdarahan gastrointestinal tract.
Dapat menunjukkan adanya gangguan ginjal yang disebabkan oleh diabetes
Rasio BUN-creatinine yang tinggi terjadi pada ARF
Penurunan kadar :
Dapat disebabkan oleh diet rendah protein, malnutrisi, atau kerusakan hepar
berat
Overhidrasi
Kehamilan trimester 3
Rasio BUN-creatinine yang rendah berkaitan dengan diet protein rendah,
rhabdomyolisis, sirosis, atau syndrome of inappropiate antidiuretic hormone
secretion (SIADH)
3.

Klirens kreatinin (urine)


Klirens kreatinin dianggap suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada disfungsi ginjal klirens kreatinin
menurun.
Pemeriksaan klirens kreatinin terdiri dari pengumpulan urin 12 atau 24 jam
dan pengambilan bahan darah. Klirens kreatinin < 40 mL/min menunjukkan adanya
gangguan ginjal sedang sampai berat.
Nilai rujukan
Dewasa 85-135 mL/min. Pada wanita mungkin mempunyai nilai lebih rendah
Anak sama seperti dewasa
Lansia sedikit lebih rendah dibandingkan nilai dewasa karena penurunan LFG
yang disebabkan kurangnya aliran plasma ginjal
Nilai kritis
Peningkatan kadar: hipotiroidisme, hipertensi (renovaskular), latihan, kehamilan
Penurunan kadar: kerusakan ginjal ringan sampai berat, hipotiroidisme, distrofi otot
preogresif, sklerosis lateral amiotrofik (SLA)

4.

Asam urat (serum dan urin)

Asam urat adalah zat-zat yang dihasilkan oleh metabolisme purin.


Peningkatan asam urat (hiperurisemia) dalam urin dan serum tergantung dari fungsi
ginjal, frekuensi metabolisme purin, dan masukan makanan yang mengandung
purin. Jumlah asam urat yang berlebihan dikeluarkan dalam urin. Asam urat dapat
membentuk kristal di dalam saluran kemih dan pada saat urin bersifat asam;
akibatnya fungsi ginjal yang efektif dan urin bersifat basa adalah penting pada
hiperurisemia. Masalah yang sering terjadi pada hiperurisemia yaitu Gout. Nilai dari
asam urat biasanya berubah dari hari ke hari, sehingga nilai-nilai asam urat
mungkin diulang dalam beberapa hari atau minggu.
Nilai rujukan
1.

serum atau plasma


LK = 3,6-7,7 mg/dL (214-458 mol/L)
PR = 2,5-6,8 mg/dL (149-405 mol/L)
2.
urin
250-750 mg/24 jam : untuk diet rata-rata
> 450 mg/24 jam : untuk diet rendah purin
> 1 g/24 jam : untuk diet tinggi purin
Nilai kritis
1. Serum
Peningkatan kadar: Gout, alkoholik, leukemia, kanker metastase, mieloma
multiple, eklampsia berat, hiperlipoproteinemia, diabetes melitus (berat),
gagal ginjal, glomerulonefritis, stress, GJK, keracunan timah hitam, latihan
yang berat, mal nutrisi, limfoma, anemia hemolitik, anemia megaloblastik,

infeksi mononukleusis, polisitemia vera


Penurunan kadar: penyakit wilsons, asidosis pada tubulus proksimal ginjal,

anemia asam folat, luka bakar, kehamilan


2. Urin
Peningkatan kadar: Gout, leukimia dengan diet tinggi purin, gangguan

neurologi, penyakit manik depresif, ulseratif kronis


Penurunan kadar: penyakit ginjal (glomerulonefritis [kronik], obstruksi
perkemihan, uremia), eklampsia, toksisitas timah hitam

5.

Glomerular filtration rate (GFR)


GFR merupakan parameter yang paling sensitif dalam menilai fungsi ginjal.
Merupakan gambaran dari kecepatan ginjal membersihkan darah. GFR ini diukur
dengan ukuran mililiter per menit, dimana ukuran normalnya adalah sekitar 90
mL/min.

Seseorang yang memiliki penyakit ginjal kronik, dapat memiliki stadium yang
berbeda. Klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju fltrasi glomerulus. Stadium
yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.
Nilai GFR dan klasifikasi stadium penyakit ginjal kronik
Nilai ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD
(modification of diet in renal disease) sebagai berikut :
(140-Umur) x Berat Badan
Cockcroft-Gault : Klirens Kreatinin = ------------------------------- x (0,85,
jika wanita)
(ml/menit)

72 x Kreatinin Serum

MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum)


(Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika kulit hitam)

-1,154

Pembagian klasifikasi adalah sebagai berikut : Pasien yang memiliki GFR


>90, tetapi memiliki fungsi ginjal yang normal, namun berada pada stadium dengan
risiko meningkat. Sedangkan GFR>90 namun terdapat kerusakan ginjal atau
proteinuria, fungsi ginjal memang masih normal, tapi penyakit ginjal kronik sudah
berada pada stadium 1. GFR dengan nilai 60-89, fungsi ginjal akan mengalami
penurunan ringan dan penyakit berada pada stadium 2. Sedangkan stadium 3, jika
GFR berada pada nilai 30-59 dan fungsi ginjal mengalami penurunan sedang.
Stadium 4, ginjal mengalami penurunan berat dengan nilai GFR 15-29. Dan pasien
dinyatakan gagal ginjal terminal jika GFR kurang dari 15.
6.

Ultrasonografi (USG)
USG adalah suatu prosedur diagnostik yang digunakan untuk melihat struktur
jaringan tubuh atau analisa bentuk gelombang dari Doppler. Pemeriksaan
ultrasound yang disebut tranduser diletakkan di atas permukaan kulit atau di atas
rongga tubuh untuk menghasilkan sebuah sorotan ultrasound di dalam jaringan.
Gelombang

bunyi

yang

direfleksikan

atau

gema

dari

jaringan

dapat

ditransformasikan oleh sebuah komputer ke dalam skan, grafik, atau bunyi yang
dapat didengar (Doppler).
Ultrasound dapat mendeteksi kelainan jaringan (massa, kista, edema, batu).
Ultrasound tak dapat digunakan untuk menentukan kelainan tulang atau organorgan yang berisi udara. Pemeriksaan ini relatif murah dan tidak menyebabkan
bahaya bagi klien.
Nilai rujukan

Pola gambaran organ atau analisa spektrum doppler normal


Nilai kritis
Akan memperlihatkan ginjal yang lebih kecil dan atrofik dibandingkan usia dan
besar tubuh penderita CRF
7.

Angiografi
Istilah angiografi (pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh darah) dan
arteriografi (pemeriksaan terhadap arteri) digunakan tumpang tindih. Kateter
dimasukkan ke dalam arteri femoralis atau brakhialis dan zat kontras disuntikkan
untuk memudahkan penglihatan terhadap pembuluh darah. Angiografi berguna
untuk mengevaluasi pembuluh darah dan untuk mengidentifikasi vaskularisasi yang
abnormal karena adanya tumor. Pemeriksaan ini dilakukan bila CT (tomografi
komputer) atau skrining radionukleid memberi kesan adanya kelainan pembuluh
darah.
Pada ginjal: pemeriksaan ini memungkinkan penglihatan terhadap pembuluh
dan parenkim ginjal. Aortogram dapat dilakukan dengan angiografi ginjal untuk
mendeteksi kelainan pembuluh di aorta dan untuk memperlihatkan hubungan arteri
ginjal ke aorta. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui penyebab
gagal ginjal.
Nilai rujukan
Struktur dan pembuluh darah normal
Nilai kritis
Pembuluh darah pada ginjal mengalami kelainan terutama pembuluh arteri ginjal ke
aorta.

8. PENATALAKSANAAN
TERAPI UMUM
- Istirahat (pasien dapat rawat inap di rumah sakit/rawat jalan)
- Penanganan Nutrisi pada pasien ini
Tujuan :
o Mencegah defisiensi
o Mengontrol edema dan elektrolit serum
o Mencegah osteodistrofi ginjal
o
Menyediakan diet yang enak dan menarik
Catatan : Protein Dialisis :Diet rendah protein (1,2-1,3g/kgBB)
1) Cairan dan Elektrolit
Pertama diberikan sampai dengan 3000ml IV, lalu diberikan sampai diuresis cukup
40-70ml/jam
Cairan dibatasi bila ada :

Edema Asupan garam di batasi bila edema terjadi

Hipertensi Hipertensi sedang maupun berat diatasi dengan obat hipertensi


standard.Contoh obat anti hipertensi yang dapat dipakai(antagonis kalsium
non-dihidropiridin,vasodilator

langsung,

Receptor

AT1

blocker,Doxazosine,Beta-blocker,Penghambat EAC) hati-hati dengan bahaya

hiperkalemia)
Gagal jantung kongestif Terjadi penimbunan cairan dan natrium karena itu di
berikan pembatasan asupan natrium/ diberikan diuretik mis.(furosemid,bumetamid dan torsemid)

Natrium di batasi,namun cukup untuk menjaga volume cairan ekstraseluler


Rekomendasi diet Natrium
Pada GGK : Na 1000-3000mg
Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : Na 750-1000mg
Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium
dalam darah)

sangat

berbahaya

karena

meningkatkan

resiko

terjadinya

gangguan irama jantung dan cardiac arrest. Jika kadar kalium terlalu tinggi, maka
diberikan natrium polisteren sulfonat untuk mengikat kalium, sehingga kalium dapat
dibuang bersama

tinja.Hiperkalemi

akut

diberikan

insulin

dan

dekstrose

IV,fludrokortison,albuterol nebulizer dan pada Hiperkalemi kronis dapat diberikan


natrium polystyrene sulfonate(Kayexalate)
Rekomendasi diet Kalium
Pada GGK : K 40-70mEq
Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : K sampai 70-80mEq
2) Medikamentosa
Terapi Simptomatik
Terapi ini hanya ditujukan untuk meminimalkan gejala ysng timbul pada
pasien tetapi tidak mengatasi kausa dari penyakit GGK.Terapi simptomatik yang
digunakan pada GGK cukup banyak tetapi berdasarkan pertimbangan bahwa pasien
telah mengal GGK stadium akhir maka penggunaan terapi simptomatik tidak
memberikan hasil berarti

malah dapat memperburuk fungsi

tersebut.Sehingga digunakan terapi simptomatik

ginjal dari pasien

untuk memperbaiki keadaan

umum mempersiapkan pasien pada terapi pengganti ginjal.


a) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik harus di koreksi karena meningkatkan serum
(hiperkalemia)
a. Suplemen alkali
Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidosis metabolik
Larutan Shhl
Kalsium karbonat 5gram per hari
b. Terapi alkali

Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus di berikan intravena , bila pH < 7.3.
Serum bikarbonat < 20mEq/L
b) Anemia normokrom normositer
Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormone eritropoeitin ( ESF= erythropoietic stimulating factors) Anemia
normokom normositer ini refrakter terhadap obat hematinik
a. Rekombinant human erithropoietin (r-HuEPO) merupakan obat pilihan
utama R/Eprex 30-50 U per kgBB
b. Alternative lain hormon androgen dan preparat cobalt
c) Hipertensi
Diberikan ACEI atau CCB (Calcium Channel Blocker).
Terapi pengganti ginjal
a) Dialisis
Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai ekskresi.
Dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal dibawah ini :
Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
K serum > 6 mEq/L
Ureum darah > 200 mg/dL
pH darah < 7,1
Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)
Fluid overloaded
b) Hemodialisis
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam tabung
ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah.
Darah pasien di pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi
oleh

selaput

semipermeabel

buatan

dengan

kompartemen

dialisat.

Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi


cairan

dengan komposisi cairan elektrolit

mirip

serum normal

dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah


terpisah

akan

mengalami

perubahan

konsentrasi

karena

zat

yang
terlarut

berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Konsentrasi


zat terlarut sama di kedua kompartemen(difus) pada proses dialisis,air juga
akan berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat
dengan cara menaikan tekanan hidrostatik negatif pada

kompartemen

cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi. Selama proses dialisis
pasien akan terpajang dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap

dialisis,dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan


selama 5 jam. Terdapat dua jenis cairan dialsis yang sering di gunakan yaitu
cairan bikarbonat dan asetat, selain itu ditambahkan pula Heparin untuk
mencegah terjadinya trombus.

c) Dialisis Peritoneal
Yakni

menggunakan

semipermeabel.
menggunakan

Melalui
kateter

membran

membran

peritoneum

tersebut

darah

yang
difiltrasi.

bersifat
Dengan

peritoneum untuk di pasang pada abdomen masuk

dalam kavum peritoneum,

sehingga ujung kateter terletak dalam kavum

douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis masuk kedalam peritoneum melalui
kateter

tersebut.

Membran peritoneum bertindak sebagai membran dialisis

yang memisahkan antara cairan

dialisis dalam kavum peritoneum dengan

plasma darah dalam pembuluh darah

di peritoneum. Sisa-sisa metabolisme

seperti ureum,kreatinin,kalium dan toksin

lain yang dalam keadaan normal

dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal

ginjal akan tertimbun dalam

plasma darah. Karena kadarnya yang tinggi akan

mengalami difusi melalui

membran peritoneum dan akan masuk kedalam cairan dialisat dan dari sana
akan dikeluarkan dari tubuh. Setiap cairan dialisat yang sudah dikeluarkan
diganti dengan cairan dialisat baru.Tiap 1 liter cairan dialisat mengandung :
5.650 gram NaCL,0,294 gram CaCL2 ,0,153 gram MgCL2 ,4.880 gram Na
Laktat dan 15.000 gram glukosa. Heparin ditambahkan dalam cairan dialisis

untuk mencegah terbentuknya fibrin (trombus) diberikan 500-1000 U tiap 2 liter


cairan.
Dialisis peritoneal pada GGK terdiri dari: a) Intermitten peritoneal
dialysis (IPD), dilakukan 3-5 kali perminggu dan tiap dialisis selama 8-14
jam; b) Continous cyclik peritoneal dialysis (CCPD), dilakukan tiap hari pada
malam hari, penggantian cairan dialisis sebanyak 3-4 kali. Cairan terakhir
dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam
cairan peritoneum dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 2 -3 jam; c)
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di lakukan 3-5 kali sehari, 7
hari perminggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum lebih
dari 4 jam, pada siang hari 4-6 kali pada malam hari 8 kali.

d) Transplantasi Ginjal
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti pada GGK tahap
akhir, dengan transplantasi ginjal dapat mengatasi seluruh jenis penurunan
fungsi ginjal yakni faal ekskresi dan faal endokrin, sehingga tercapai tingkat
kesegaran jasmani yang lebih

baik

hidup.Keberhasilan

ginjal

trasplantasi

yang

akan meningkatkan

dipengaruhi

harapan

oleh faktor-fakto

yang

berhubungan dengan; donor ginjal yakni donor hidup,donor jenazah;resipien


ginjal,etiologi gagal ginjal,faktor imunologi,golongan darah ABO serta kelas
kompleks histokompatibilitas mayor.
9. KOMPLIKASI

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Edema paru terjadi akibat penimbunancairan serosa atau serosanguinosa yang
berlebihan di ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena ginjal
tidak dapat mensekresi urin dan garam dalam jumlah cukup.
9. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
10. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA CKD


1. Pengkajian
a. Identitas ; Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir,
jenis

kelamin,

agama,

pendidikan,

pekerjaan,

status

perkawinan,

suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No.


RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
b. Keluhan utama ; Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya,
apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan?.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST ) ; Mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
dan mendapat pengobatan apa.
a. Riwayat Penyakit Dahulu ; Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga ; Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga
yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di
terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system

perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan


penyakit menular pada keluarga.
c. Riwayat Psikososial ; Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya
tindakan dialysis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep
diri ( gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
d. Lingkungan dan tempat tinggal ; Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien,
mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah,
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
2) Sistem Pernafasan ; Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik),
respon uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi
3) Sistem Hematologi ; Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer
sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan
kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
4) System Neuromuskular ; Didapatkan penurunan tingkat kesadaran,
disfungsi serebral, seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi.
Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning
feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5) Sistem Kardiovaskuler ; Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
atau peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri
dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

6) Sistem Endokrin ; Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi


menurun pada laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis
yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu.
Pada

wanita

timbul

gangguan

menstruasi,

gangguan

ovulasi

sampaiamenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit)
terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan
obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic
lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
7) Sistem Perkemihan ; Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri,
terjadi penurunan libido berat
8) Sistem pencernaan ; Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia,
dan diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut,
dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal ; Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala,
kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/
berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit
jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
b. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
c. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan
natrium.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya
f.
g.
h.
i.

informasi kesehatan.
Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
PK: Insuf Renal
PK : Anemia
Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.

3. Rencana Keperawatan

No
1

Diagnosa
Intoleransi aktivitas
B.d
ketidakseimbangan
suplai & kebutuhan
O2

Pola nafas tidak


efektif
b.d
hiperventilasi,
penurunan energi,
kelemahan

Kelebihan volume
cairan
b.d.
mekanisme
pengaturan
melemah

Tujuan/KH
Setelah dilakukan askep
... jam Klien dapat
menoleransi aktivitas
& melakukan ADL dgn
baik
Kriteria Hasil:
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik dgn TD,
HR, RR yang sesuai
Warna
kulit
normal,hangat&kering
Memverbalisasikan
pentingnya
aktivitas
secara bertahap
Mengekspresikan
pengertian pentingnya
keseimbangan latihan
& istirahat
toleransi aktivitas
Setelah dilakukan askep
..... jam pola nafas
klien
menunjukkan
ventilasi yg adekuat
dg kriteria :
Tidak ada dispnea
Kedalaman nafas
normal
Tidak ada retraksi
dada / penggunaan
otot
bantuan
pernafasan

Intervensi
NIC: Toleransi aktivitas
Tentukan penyebab intoleransi
aktivitas
&
tentukan
apakah
penyebab dari fisik, psikis/motivasi
Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat
klien sehari-hari
aktivitas secara bertahap,
biarkan klien berpartisipasi dapat
perubahan
posisi,
berpindah&perawatan diri
Pastikan klien mengubah posisi
secara bertahap. Monitor gejala
intoleransi aktivitas
Ketika membantu klien berdiri,
observasi gejala intoleransi spt
mual, pucat, pusing, gangguan
kesadaran&tanda vital
Lakukan latihan ROM jika klien
tidak dapat menoleransi aktivitas
Monitor Pernafasan:
Monitor irama, kedalaman dan
frekuensi pernafasan.
Perhatikan pergerakan dada.
Auskultasi bunyi nafas
Monitor
peningkatan
ketdkmampuan
istirahat,
kecemasan dan seseg nafas.

Pengelolaan Jalan Nafas


Atur posisi tidur klien untuk
maximalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
Auskultasi bunyi nafas
Bersihhkan skret jika ada dengan
batuk efektif / suction jika perlu.
Setelah dilakukan askep Fluit manajemen:
.....
jam pasien Monitor
status
hidrasi
mengalami
(kelembaban membran mukosa,
keseimbangan cairan
nadi adekuat)
dan elektrolit.
Monitor tnada vital
Kriteria hasil:
Monitor
adanya
indikasi
Bebas dari edema
overload/retraksi
anasarka, efusi
Kaji daerah edema jika ada
Suara paru bersih
Tanda vital dalam Fluit monitoring:
batas normal
Monitor intake/output cairan
Monitor serum albumin dan
protein total
Monitor RR, HR
Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan askep


..
jam
klien
menunjukan
status
nutrisi
adekuat
dibuktikan dengan BB
stabil tidak terjadi mal
nutrisi, tingkat energi
adekuat,
masukan
nutrisi adekuat

Monitor warna, kualitas dan BJ


urine
Manajemen Nutrisi
kaji pola makan klien
Kaji adanya alergi makanan.
Kaji makanan yang disukai oleh
klien.
Kolaborasi dg ahli gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
dengan kebutuhan klien.
Anjurkan
klien
untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan
informasi
tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Monitor
lingkungan
selama
makan.
Jadwalkan
pengobatan
dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.

Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan pengobatannya
b.d.
kurangnya
sumber informasi

Setelah dilakukan askep


jam Pengetahuan
klien / keluarga
meningkat dg KH:
Pasien mampu:
Menjelaskan kembali
penjelasan
yang
diberikan
Mengenal kebutuhan
perawatan
dan
pengobatan
tanpa
cemas
Klien
/
keluarga
kooperatif
saat
dilakukan tindakan

Pendidikan : proses penyakit


Kaji pengetahuan klien tentang
penyakitnya
Jelaskan tentang proses penyakit
(tanda dan gejala), identifikasi
kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi klien
Jelaskan
tentang
program
pengobatan
dan
alternatif
pengobantan
Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin digunakan untuk
mencegah komplikasi
Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
Eksplorasi kemungkinan sumber
yang bisa digunakan/ mendukung
Instruksikan kapan harus ke

Resiko infeksi b/d


tindakan invasive,
penurunan
daya
tahan tubuh primer

PK: Insuf Renal

PK: Anemia

pelayanan
Tanyakan kembali pengetahuan
klien tentang penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi
... jam risiko infeksi Ajarkan tehnik mencuci tangan
terkontrol dg KH:
Ajarkan tanda-tanda infeksi
Bebas dari tanda- Laporkan dokter segera bila ada
tanda infeksi
tanda infeksi
Angka leukosit
Batasi pengunjung
normal
Cuci
tangan
sebelum
dan
Ps mengatakan tahu
sesudah merawat ps
tentang tanda-tanda
Tingkatkan masukan gizi yang
dan gejala infeksi
cukup
Anjurkan istirahat cukup
Pastikan penanganan aseptic
daerah IV
Berikan PEN-KES tentang risk
infeksi
Proteksi infeksi:
Monitor tanda dan gejala infeksi
Pantau hasil laboratorium
Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
Monitor VS
Setelah dilakukan askep Pantau tanda dan gejala insuf
... jam Perawat akan
renal ( peningkatan TD, urine <30
menangani atau
cc/jam, peningkatan BJ urine,
mengurangi
peningkatan natrium urine, BUN
komplikasi dari insuf
Creat, kalium, pospat dan amonia,
renal
edema).
Timbang BB jika memungkinkan
Catat balance cairan
Sesuaikan pemasukan cairan
setiap hari = cairan yang keluar +
300 500 ml/hr
Berikan
dorongan
untuk
pembatasan masukan cairan yang
ketat : 800-1000 cc/24 jam. Atau
haluaran urin / 24 jam + 500cc
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet, rendah
natrium (2-4g/hr)
Pantau tanda dan gejala asidosis
metabolik ( pernafasan dangkal
cepat, sakit kepala, mual muntah,
Ph rendah, letargi)
Kolaborasi dengan timkes lain
dalam therapinya
Pantau perdarahan, anemia,
hipoalbuminemia

Kolaborasi untuk hemodialisis


Setelah dilakukan askep Monitor tanda-tanda anemia

Sindrom defisit self


care b/d kelemahan

.... jam perawat akan


dapat meminimalkan
terjadinya komplikasi
anemia :
Hb >/= 10 gr/dl.
Konjungtiva tdk
anemis
Kulit tidak pucat
Akral hangat
Setelah dilakukan askep
. jam klien mampu
Perawatan diri
Self care :Activity Daly
Living (ADL) dengan
kriteria :
Pasien
dapat
melakukan
aktivitas
sehari-hari
(makan,
berpakaian,
kebersihan, toileting,
ambulasi)

Kebersihan
diri
pasien terpenuhi

Anjurkan untuk meningkatkan


asupan nutrisi klien yg bergizi
Kolaborasi untuk pemeberian
terapi initravena dan tranfusi darah
Kolaborasi kontrol Hb, HMT,
Retic, status Fe
Observasi keadaan umum klien
Bantuan perawatan diri
Monitor
kemampuan
pasien
terhadap perawatan diri
Monitor kebutuhan akan personal
hygiene, berpakaian, toileting dan
makan
Beri
bantuan
sampai
klien
mempunyai
kemapuan
untuk
merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas
sehari-hari
sesuai
kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Corwin, J Elizabeth. 2009. Buku Saku PAtofisiologi. Jakarta: EGC
Kapantow, Nova. 2008. Bahan Ajar Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran,
Universitas Sam Ratulangi. Manado
Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian Patologi
Anatomi FK.UNSRAT. Manado
Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi
EGC. Jakarta.
Nurko, Saul. 2006. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 289-97
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J, Gayle Roux, and Robin Lockhart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi Pertama. Terj. Joko Setyono. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2. Jakarta : EGC
Soeparman. 1993. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.
Wantiyah. 2010. Penatalaksanaan Pasien dengan Hemodialisa dalam Konteks Asuhan
Keperawatan. FIK Universitas Indonesia.

Ggn. sekresi protein


sindrom uremia
Perpospatemia

pruritus

Gangguan
Integritas
urokrom tertimbun di
kulit
perubahan
warna kulit Kulit

PATOFISIOLOGI

Enchepalopati
Toksisitas ureum di otak
Penurunan kesadaran
Faktor yg dapat dimodifikasi:
Faktor yg tidak dapat dimodifikasi:
DM, hipertensi, merokok, obstruksi
Herediter, Usia >60, Jenis
saluran kemih
kelamin,
Ras
Mual
Ggn. asam - basa
Gangguan nutrisi
Muntah
Penurunan aliran darah renal
Primary kidney disease
Kerusakan sel
Asidosis metabolik
gangguan pola nafas
Kerusakan
ginjal
karena
penyakit
lain
kelebihan
payah
jantung
Produksi
eritrosit
beban
hipertrofi
yg
memproduksi
Cardiac
Metab.anaerob
Asam
Suplai
fatigue
laktat
OEPO
2
Anemia
BUN
Kerusakan
Penurunan
Chronic
Hipertrofi
Kerusakan
kidney
fungsi
nefron
filtrasi
nefron
disease
yang
nefron
glomerulus
lebih
tersisa
(CKD)
lanjut
Serum
creatinine

edema
retensi
edema
paru
Na
Produksi
ggn.
pertukaran
gas
Obstruksi
outflow
urine
intoleransi
aktivitas

volume
cairan
kiri kiri
ventrikel
naik
EPO
output

PATOFISIOLOGI CKD
infeksi

vaskuler

zat toksik

reaksi antigen antibodi arteriosklerosis

Obstruksi saluran kemih

tertimbun ginjal

suplai darah ginjal turun

Retensi urin batu besar dan kasar


iritasi / cidera jaringan
menekan saraf perifer hematuria
nyeri pinggang

anemia

GFR turun
GGK
retensi Na

sekresi protein terganggu

total CES naik


sindrom uremiaurokrom tertimbun di kulit
tek. kapiler naik
perpospatemia
gang. keseimbangan asam - basa
perubahan warna kulit
pruritis
vol. interstisial naik
prod. asam naik
gang.
integritas kulit
as. lambung naik
nausea, vomitus

gastritis
mual, muntah

resiko suplai nutrisi dalam darah turun


produksi Hb turun
gangguan nutrisi
oksihemoglobin turun
gangguan
perfusi jaringan

edema
(kelebihan volume cairan)

iritasi lambung

infeksi
resiko gangguan nutrisi

sekresi eritropoitis turun

preload naik

intoleransi aktivitas
suplai O2 kasar turun

payah jantungbendungan
kiri
atrium kiri naik
COP turun

tek. vena pulmonalis


suplai
turun
O2 jaringan turun
suplai O2 ke otak turun
perdarahan beban jantung naikaliran darah ginjal
kapiler paru naik

- hematemesis
hipertrofi ventrikel kiri
Aktivasi RAA metab. anaerob
syncope
edema paru
- melena
(kehilangan
kesadaran)
retensi Na & H2O
naik
timb.
as. laktat naik
anemia
gang. pertukaran gas
kelebihan vol. cairan
- fatigue
intoleransi aktivitas
- nyeri sendi

Anda mungkin juga menyukai