Anda di halaman 1dari 9

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Sistem Penyaliran Tambang


Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah
penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk
ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya
aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama
pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan
untuk memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan.
Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan dapat berasal dari air
permukaan tanah maupun air di bawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air
yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air
limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut,
air buangan (limbah), dan mata air. Adapun air di bawah tanah merupakan air
yang terdapat di bawah permukaan tanah.

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi System Penyaliran


Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang system
penyaliran pada tambang terbuka adalah :
3.2.1 Curah hujan
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistim
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya

22

23

air tambang yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai
volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu, besarnya
curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum
dinyatakan dalam mm.
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan. Angka-angka
curah hujan yang diperoleh sebelum di terapkan dalam rencana pengandalian air
permukaan, harus diolah terlebih dahulu.
3.2.2 Intensitas curah hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif
singkat, dinyatakan dalam mm/jam, mm/menit, mm/detik. Intensitas curah hujan
biasanya dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi
atau kedalaman yang terjadi dalam waktu satu jam adalah sekian mm. Besarnya
curah hujan 1 (satu) jam dihitung dengan cara Partial Series, yaitu data curah
hujan dalam satu jam maka perhitungan intensitas curah hujan satu jam dilakukan
dengan menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut:

R24 24
I

R 24 24 m
24 t
I=
24

2/3

(t)

(3.1)

dimana :
I

: intensitas hujan untuk lama hujan t (mm/jam)

R24

: curah hujan maksimum selama 24 jam atau harian (mm)

: lamanya curah hujan (jam)

24

Table 3.1 Derajat dan Intensitas Hujan


Derajat hujan

Intensitas

Hujan sangat
lemah
Hujan lemah
Hujan normal

0,02
0,02 - 0,5
0,05 - 0,25

Hujan deras

0,25 1

Hujan sangat
deras

Kondisi

Curah Hujan

>1

Tanah agak basah atau dibasahi sedikit


Tanah menjadi basah semuanya
Bunyi curah hujan terdengar
Air tergenang di seluruh permukaan
tanah dan terdengar bunyi dari
genangan
Hujan seperti ditumpahkan , seluruh
drainase menguap.

Sumber : Perancangan Sistem Penyaliran Tambang, Fanny.

Keadaan curah hujan dan intensitas dapat di klasifikasikan sebagai berikut :


Table 3.2 Keadaan dan Intensitas Curah Hujan
Curah Hujan
Keadaan Curah Hujan
Hujan sangat lemah
Hujan lemah
Hujan normal
Hujan deras
Hujan sangat deras

1 jam

24 jam

<1
1 s/d 5
5 s/d 10
10 s/d 20
>20

<5
5 s/d 20
20 s/d 50
50 s/d 100
>100

Sumber : Perancangan Sistem Penyaliran Tambang, Fanny.

3.2.3 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)


Catchment area atau daerah tangkapan hujan ditentukan berdasarkan
kondisi topografi daerah yang akan diteliti. Daerah tangkapan hujan ini biasanya
dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan
air hujan. Luas daerah tangkapan hujan diukur pada peta kontur, yaitu dengan
menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi di sekeliling tambang dan

25

membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah mengalirnya air,


maka luas dihitung berdasarkan batas poligon tersebut .
Semua air yang mengalir di permukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu
sistem penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujan yang juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya
vegetasi serta keadaan geologi.
3.2.4 Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk
ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah
lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju danau dan sungai, atau secara
vertical, yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah.gerak air
dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya grafitasi dan gaya
kapiler. Gaya grafitasi menyebabkan aliran selalau menuju ke tempat yang lebih
rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air
kapiler selalu bergerak dari daerah basah ke daerah yang lebih kering. Tanah
kering mempunyai gaya kapiler lebih besar dari pada tanah basah. Gaya tersebut
berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu, gaya kapiler
berkerja lebih kuat pada tanh dengan butiran halus seperti lempung dari pada tanh
berbutir kasar seperti pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui
permukaan tanah karena pengaruh gaya grafitasi dan gaya kapiler pada seluruh
permukaan.
Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya
kapiler. Hal ini menyebabakan penurunan laju infiltrasi.

26

Dalam infiltrasi juga dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju
infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi
maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedangkan laju infiltrasi adalah
kecepatan inflitrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas
hujan.
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang
ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur
tanah yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat.
Tanah dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang
banyak dan miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung
banyak pori besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari
kedua jenis tanah tersebut akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur
ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih besar dibandingkan dengan tanah yang
berstruktur berat (Saifuddin, 1986).
Laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada tabel berikut:
Table 3.3 Laju Infiltrasi Menurut Jenis Tanah
Jenis Tanah

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Tanah ringan (sandy soil)


0.212 0.423
Tanah sedang (loam clay, loam silt)
0.042 0.212
Tanah berat (clay, clay loam)
0.004 0.042
Indeks infiltrasi (laju infiltrasi) merupakan prosedur paling sederhana untuk
Sumber : Mahmud Achmad, 2011

memperkirakan volume total aliran permukaan atau air hujan yang hilang karena
terinfiltrasi. Indeks infiltrasi adalah laju rerata kehilangan air karena infiltrasi,
sedemikian sehingga volume air hujan yang lebih dari laju tersebut adalah sama
dengan aliaran permukaan. Indeks inflitrasi dapat di rummuskan sebagai berikut :

27

PQ
Tr

..

(3.2)

dimana :

: indeks infiltrasi atau laju infiltrasi (mm/jam)

: hujan total (mm)

: aliran permukaan total (mm)

Tr

: waktu terjadinya hujan (jam)

3.2.5 Air Limpasan


Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah
hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang
disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan,
bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi. Koefisien limpasan
adalah harga tetapan kemampuan suatu daerah untuk mengalirkan air limpasan.
Tergantung dari keadaan topografi, vegetasi serta tata guna lahan dan jenis tanah.
Apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas
infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan
pada permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya
air akan mengalir (melimpas) di atas permukaan tanah. Limpasan permukaan
(surface runoff) yang merupakan air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan
tipis di atas permukaan lahan akan masuk ke parit-parit dan selokan-selokan yang
kemudian bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menjadi aliran sungai.
Untuk menghitung jumlah air atau limpasan permukaan dari suatu daerah
dapat digunakan rumus rasional yaitu :

28

Q=0,278 x C x I x A

(3.3)

Q=0,278 x C x I x A dimana :
Q

= debit puncak yang ditumbalkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan
frekuensi tertentu (m3 /detik)

= koefisien limpasan

= intensitas hujan (mm/jam)

= luas daerah tangkapan (km2)


Table 3.4 Beberapa Harga Koefisien Limpasan
Kemiringa

Tutupan

Koefisien Limpasan

Sawah , rawa
Hutan , perkebunan

0,2
0,3

Perumahan dengan kebun

0,4

Hutan , perkebunan
Perumahan
Tumbuhan yang jarang

0,4
0,5
0,6

Tanpa tumbuhan , daerah penimbunan

0,7

Hutan
Perumahan , kebun
Tumbuhan yang jarang

0,6
0,7
0,8

Tanpa tumbuhan , daerah tambang

0,9

n
< 3%

3% - 15%

>15%

Sumber : Perancangan Sistem Penyaliran Tambang, Fanny.

3.2.6 Pipa (pipe)


Pipa adalah suatu alat yang dipakai untuk menyalurkan air dengan bantuan
pompa. Kapasitas pipa tergantung dari luas penampang pipa tersebut dan
kecepatan alirannya.
Kecepatan aliran pipa dapat diketahui apabila diketahui debit air yang dikeluarkan
per satuan waktu dan luas penampang dari pipa yaitu dengan rumus :

29

Q=v x A

..

(3.4)

Dimana :
Q

= debit air (m3/detik)

= kecepatan aliran (m/detik)

= luasan penampang pipa (m2)

3.3 Persamaan Yang Dipakai Untuk Menghitung Kecepatan Air dan


Luasan Yang Dialiri Air.
Persamaan-persamaan yang dipakai untuk menghitung kecepatan aliran air
yang keluar dari pipa dan luasan pipa yang dialiri air adalah :
1. Lama cairan melayang di udara
t=
2.

v=

2h
g

(3.5)

s
t

(3.6)
A

reng
Tembe

Gambar 3.1 Luasan Pipa yang dialiri air

30

Sudut Juring
360 0

3.

Luas Juring=Luas Lingkaran x

4.

Panjang Busur =Keliling Lingkaran x

5.

Tembereng=L . JuringL . Segi tiga

sudut Juring
3600

(3.7)

(3.8)
(3.9)

Anda mungkin juga menyukai