Anda di halaman 1dari 16

Gerry Armando

04011281320029
1. Apa hubungan usia, riwayat multipara, dan keadaan ekonomi dengan keluhan pada kasus?
Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta (Manuaba,2010), bahwa kejadian
preeklampsia semakin meningkat pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, karena pada
usia kehamilan lebih dari 28 minggu kadar fibrinogen meningkat dan lebih meningkat
lagi pada ibu yang terkena preklampsia.
Grande multipara termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi, karena komplikasi
bisa terjadi baik saat hamil atau melahirkan. Beberapa risiko komplikasi yang mungkin
terjadi antara lain perdarahan ante partum, (pendarahan yang terjadi setelah usia
kandungan 28 minggu), solustio plasentae (lepasnya sebagian atau semua plasenta dari
rahim), plasenta previa (jalan lahir tertutup plasenta), spontaneus abortion (keguguran),
danintrauterine growth retadation (IUGR).
Grande multipara juga bisa berakibat komplikasi pada persalinan, antara lain
dengan

meningkatkan

risiko

terjadinya uterine

atony (perdarahan

pasca

melahirkan), ruptur uteri (robeknya dinding rahim), serta malpresentation (bayi salah
posisi lahir).Wanita multipara yang mengalami preeklampsia beresiko tinggi mengalami
kekambuhan preeklampsia pada kehamilan berikutnya dibandingkan nulipara yang
mengalami preeklampsia.
Masalah pada kasus ini: Usia lanjut (extreme age), preterm+presbo, grande multipara,
uncontrolled hypertension, short interval frequencies, superimposed preeclampsia,
BOH, kondisi ekonomi, obesitas.

Usia ibu
Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat risiko komplikasi melahirkan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lebih muda. Bagi wanita yang berusia diatas 35 tahun,
selain fisik mulai melemah, juga kemungkinan munculnya berbagai risiko gangguan
kesehatan.
Menurut Wahyudi (2000), saat terbaik bagi seorang perempuan untuk hamil adalah saat
berusia 20-35 tahun, sel telur telah diproduksi sejak lahir namun baru terjadi ovulasi ketika
masa pubertas. Sel telur yang berhasil keluar hanya satu setiap bulan, ini menunjukkan
adanya unsur seleksi yang terjadi sehingga diasumsikan sel telur yang berhasil keluar

adalah sel telur yang unggul. Oleh karena itu semakin lanjut usia maka kualitas sel telur
sudah berkurang hingga berakibat juga menurunnya kualitas keturunan yang dihasilkan.
Faktor usia ini dapat menyebabkan tenjadinya perubahan pada jaringan alat-alat
kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu, preeklampsia diakibatkan karena
tekanan darah yang meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sehingga pada usia 35

tahun atau lebih dapat cenderung meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia.


Usia kehamilan
Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta (Manuaba, 2010), bahwa kejadian
preeklampsia semakin meningkat pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, karena pada
usia kehamilan lebih dari 28 minggu kadar fibrinogen meningkat dan lebih meningkat lagi

pada ibu yang terkena preklampsia.


Multipara
Grande multipara termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi, karena komplikasi bisa
terjadi baik saat hamil atau melahirkan. Beberapa risiko komplikasi yang mungkin terjadi
antara lain perdarahan ante partum, (pendarahan yang terjadi setelah usia kandungan 28
minggu), solustio plasentae (lepasnya sebagian atau semua plasenta dari rahim), plasenta
previa (jalan lahir tertutup plasenta), spontaneus abortion (keguguran), dan intrauterine
growth retadation (IUGR).
Grande multipara juga bisa berakibat komplikasi pada persalinan, antara lain dengan
meningkatkan risiko terjadinya uterine atony (perdarahan pasca melahirkan), ruptur
uteri(robeknya dinding rahim), serta malpresentation (bayi salah posisi lahir). Wanita
multipara yang mengalami preeklampsia beresiko tinggi mengalami kekambuhan
preeklampsia pada kehamilan berikutnya dibandingkan nulipara yang mengalami

preeklampsia.
Jarak kehamilan
Faktor risiko yang berhubungan dengan preeklampsia antara lain adalah jarak kehamilan
dan merupakan salah satu faktor risiko untuk kehamilan berisiko. Risiko terhadap
kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan < 2 atau > 5 tahun dan
jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-5 tahun. Jarak kelahiran anak sebelumnya
kurang dari 2 tahun, maka rahim atau organ-organ reproduksi ibu belum kembali
kekondisi semula dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Sedangkan jika jarak antara
dua kehamilan > 5 tahun, maka risiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia juga sangat
besar. Hal tersebut dikarenakan terjadinya proses degeneratif atau melemahnya kekuatan

fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang sangat berpengaruh pada proses persalinan
apabila terjadi kehamilan lagi
2. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus?
ALGORITMA TATALAKSANA SINDROMA HELLP

Umur kehamilan
< 32 minggu

Pemberian Kortikoste

Observasi res

Konsul pasien untuk menda

Kondisi pasien memburuk


Kon

Pantau pasien
Terminasi

Tatalaksana sindrom HELLP postpartum

Rujuk ke fasilitas kesehatan tersier


Lanjutkan IV MgSO4
Obat antihipertensi bila TD 160/105 mmHg
Transfusi darah atau produk darah bila perlu

Mulai atau lanjutkan terapi steroid untuk mencegah rebound trombositopenia


Lakukan tapering dose steroid dalam 24-48 jam
Observasi :
Tanda dan gejala hematoma/ infark hepar
Perubahan rasa nyeri
Penurunan tekanan darah akut
Perubahan respirasi, ginjal, atau mental akut
Singkirkan diagnosis banding sindrom HELLP
AFLP
HUS
Sepsis
TTP
SLE
APLS

Gambar. Algoritma tatalaksana sindrom HELLP postpartum


3. Apa saja faktor risiko dan dampak hipertensi tidak terkontrol?
Pada skenario obstetrik yang buruk terdiri atas hipertensi kronik yaitu hipertensi
yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali
terdiagnosis setelah umur kehamilan kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
sampai 12 minggu pasca persalinan. Sementara hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda- tanda preekla,psia atau hipertensi
kronik disertai proteinuria tanda superimposed preeklampsia adalah adanya proteinuria,
gejala- gejala neurologic, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema patologik

(anasarka), oliguria, edem paru, kenaikan serum keratin, trombositopenia, kenaikkan


transaminase serum.
Akibatnya : Adanya resistensi pembuluh darah sehingga meningkatkan tegangan
dan tekanan darah, dan akan terpicu pada kehamilan selanjutnya risiko terjadinya solusio
plasenta, pertumbuhan janin terhambat, intra uterine growth restriction (IUGR),
menurunya

perfusi

uteroplasenta

sehingga

menimbulkan

insufiensi

plasenta,

meningkatkan persalinan preterm.


Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang
salah satunya adalah usia ibu yang ekstrim (di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun).
Pada kasus ini, usia ibu sekarang adalah 38 tahun, ini merupakan usia yang ekstrim,
sehingga kemungkinan besar wanita ini dapat mengalami hipertensi dalam kehamilan
yang tidak terkontrol, selain itu ibu pada kasus juga memiliki riwayat hipertensi
sebelumnya.
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda- tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria tanda
superimposed preeklampsia adalah adanya proteinuria, gejala- gejala neurologic, nyeri
kepala hebat, gangguan visus, edema patologik (anasarka), oliguria, edem paru, kenaikan
serum keratin, trombositopenia, kenaikkan transaminase serum.
4. Apa diagnosis banding?
Hepatitis, kelainan gastrointestinal dan kandung empedu, apendisitis, pielonepritis dan
Idiopathic Trombocytopenia Purpurea (ITP).
5. Bagaimana patofisiologi?
Sakit Kepala
Jawab:
Vasospasme yang diakibatkan dari PEB membuat penurunan aliran
darah terutama yang memperdarahi kepala. Perfusi tidak adekuat dan akan
menyebabkan iskemik pada daerah tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
tension headache pada kasus ini.

Tension headache merupakan nyeri kepala yang pada umumnya


disebabkan oleh ketegangan dan kontraksi otot-otot leher dan kepala. Ini
akan menyebabkan tekanan pada serabut syaraf dan konstriksi pembuluh
darah pada dasar leher yang pada gilirannya akan makin menambah
tekanan dan menyebabkan buangan sisa (asam laktat) menumpuk.
Apalagi pada kasus ini wanita telah menderita hipertensi kronik selama
enam tahun yang pasti akan menambah kontriksi pembuluh darah
khususnya

pembuluh

darah

pada

dasar

leher.

Akumulasi

ini

menyebabkan timbulnya nyeri.


Nosisepsi miofasial ekstrakranial merupakan salah satu dari
mekanisme nyeri kepala tegang. Nyeri kepala tidak secara langsung
berhubungan dengan kontraksi otot, dan dipikirkan kemungkinan
hipersensitivitas neuron pada nucleus trigeminal kaudalis. Sensitisasi
sentral tersebut dikarenakan adanya input nosiseptif yang berkepanjangan
yang dihasilkan dari jaringan miofasial perikranial. Perubahan tersebut
dapat mempengaruhi mekanisme perifer dan menimbulkan peningkatan
aktivitas otot perikranial atau pelepasan neurotransmitter pada jaringan
miofasial. Sensitisasi sentral tersebut dapat bertahan bahkan setelah
factor pencetus awal telah dihilangkan sehingga menimbulkan konversi
dari nyeri kepala tegang episodik menjadi kronik. Impuls nosiseptif dari
otot perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri

kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat
insersinya.
Penglihatan Kabur
Jawab:
invasi trofoblast pada lapisan otot a.spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya Lapisan otot tetap kaku dan keras Lumen tidak distensi
dan dilatasi Arteri spiralis relatif berkonstriksi Kegagalan
remodeling a.spiralis aliran darah uteroplasenta Hipoksia dan
iskemia plasenta Iskemia menghasilkan oksidan Merusak membran
sel, nukeolus, dan protein sel Disfungsi endotel Gangguan
metabolisme prostaglandin, aggregasi trombosit pada sisi endotel yg rusak,
endotelin prostasiklin dan tromboksan Vasokontriksi Spasme
arteri retina Gangguan penglihatan (blurred vision)
Malaise
Jawab:
Malaise merupakan salah satu gejala pada PEB maupun sindroma HELLP.
Pada sindroma HELLP, 90% penderita akan mengeluh malaise.

Kemungkinan malaise yang terjadi disebabkan oleh terjadinya


hemolisis pada pasien ini, yang ditandai dengan peningkatan kadar LDH,
AST pada pasien. Hemolisis adalah salah satu tanda sindrom HELLP, hal
tersebut terjadi karena anemia hemolitik mikroangiopati. Fragmentasi sel
darah merah (SDM) disebabkan kerusakan SDM yang melewati endotel
pembuluh darah yang rusak dengan kecepatan tinggi. Terjadi penyempitan
pembuluh darah karena kerusakan lapisan intima, disfungsi endotel, dan
deposit fibrin. Adanya sel darah merah berbentuk fragmentosit (skizosit)
atau sel burr pada pemeriksaan apusan darah tepi menguatkan terjadinya
hemolisis.
Sel darah merah polikromatik dapat juga ditemukan di apusan
darah, dan peningkatan retikulosit merupakan tanda kompensasi hemolisis
yang terjadi. Destruksi sel darah merah karena hemolisis meningkatkan
konsentrasi lactate dehydrogenase (LDH) dan menurunkan konsentrasi
hemoglobin. Hemoglobinemia atau hemoglobinuria adalah gambaran
mikroskopis yang terjadi pada sekitar 10% wanita.

Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah inilah yang


merupakan kemungkinan dari penyebab terjadinya malaise pada pasien
ini. Selain itu, malaise ini mungkin bisa juga disebabkan karena kebutuhan
nutrisi selama kehamilan yang kurang tercukupi pada pasien ini.
Pusing
Jawab:
Pada kehamilan sering terjadi ekspansi volume plasma, yang merupakan
penyebab anemia pada kehamilan. Anemia ini menyebakan oksigenasi ke
jaringan berkurang termasuk ke otak sehingga menyebabkan pusing.
Hipertensi vasokonstriksi PD aliran darah ke arteri cerebral
berkurang hipoksia cerebri pusing
Kemungkinan juga disebabkan dari hipertensinya:
Defesiensi nutrisi Anemia saturasi oksigen menurun suplai oksigen
ke otak menurun dizziness.
Learning Issue: ANC
PENGERTIAN ANC

Kunjungan ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC
sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu
hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik
diposyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan
pelayanan ANC sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI,
2008).

TUJUAN ANC

Menurut Mansjoer (2005), tujuan ANC adalah:


1.

Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang

bayi.
2.

Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.

3.

Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi

selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4.

Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun

bayinya dengan trauma seminimal mungkin.


5.

Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.

6.

Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat

tumbuh kembang secara normal.

KEBIJAKAN PROGRAM
1.

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan (Saifudin, 2006),

yaitu:
1.

Satu kali trimester pertama

2.

Satu kali trimester kedua

3.

Dua kali trimester ketiga.

KRITERIA KETERATURAN ANC

Pemeriksaan kehamilan di lakukan berulang-ulang dengan ketentuan sebagai berikut :


1.

Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya terlambat

satu bulan.

2.

Periksa ulang 1 x sebelum sampai kehamilan 7 bulan.

3.

Periksa ulang 2 x sebulan sampai kehamilan 9 bulan.

4.

Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan

5.

Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan.


Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, ibu hamil secara ideal

melaksanakan perawatan kehamilan maksimal 13 sampai 15 kali. Dan minimal 4 kali, yaitu l kali
pada trimester 1, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimister III. Namun jika terdapat
kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan di sesuaikan menurut kebutuhan
masing- masing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dikatakan teratur jika ibu hamil melakukan
pemeriksaan kehamilan 4 kali kunjungan, kurang teratur : pemeriksaan kehamilan 2-3 kali

kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan < 2 kali
kunjungan (WHO, 2006).

PELAYANAN ANC

Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu
sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya (Saifudin, 2006).

Bidan harus dapat mengenali perubahan yang mungkin terjadi, sehingga kelainan yang
ada dapat dikenali lebih dini. Ibu diberi tahu tentang kehamilannya, perencanaan tempat bersalin,
juga perawatan bayi dan menyusui (Mansjoer, 2005).

Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen (Saifudin,


2006) sebagai berikut:
1. Informasi yang dapat diberikan

Kegiatan fisik dapat dilakukan dalam batas normal.

Kebersihan pribadi khususnya daerah genitalia harus lebih dijaga karena selama
kehamilan terjadi peningkatan sekret vagina.

Pemilihan makanan sebaiknya yang bergizi dan tinggi serat.

Pemakian obat harus dikonsultasikan dahulu dengan dokter atau tenaga medis lainnya.

Wanita perokok atau peminum alkohol harus menghentikan kebiasaannya. Suami perlu
diberi pengertian tentang keadaan istrinya yang sedang hamil.

2. Anamnesis

Pada wanita dengan haid terlambat dan diduga hamil. Ditanyakan hari pertama haid
terakhir (HPHT). Taksiran partus dapat ditentukan bila HPHT diketahui dan siklus haidnya
teratur + 28 hari dengan menggunakan rumus Naegele.

Bila ibu lupa HPHT, tanyakan tentang hal lain seperti gerakan janin. Untuk primigravida
gerakan janin terasa pada kehamilan 18 minggu, sedangkan multigravida 16 minggu. Nausea
biasanya hilang pada kehamilannya 12-14 mingggu.

Tanyakan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya serta berat bayi yang
pernah dilahirkan. Demikian pula riwayat penyakit yang pernah diderita seperti penyakit jantung,
paru, ginjal, diabetes melitus. Selain itu ditanyakan riwayat menstruasi, kesehatan, keluarga,
sosial, obstetri, kontrasepsi, dan faktor risiko yang mungkin ada pada ibu.

3. Pemeriksaan umum

Pada ibu hamil yang datang pertama kali lakukan penilaian keadaan umum, status gizi
dan tanda vital. Pada mata dinilai ada tidaknya konjungtiva pucat, sklera ikterik, edema kelopak
mata, dan kloasma gravidarum. Periksa gigi untuk melihat adanya infeksi lokal. Periksa pula
jantung, paru, mammae, abdomen, anggota gerak secara lengkap.

4. Pemeriksaan Obstetri

Terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Sebelum pemeriksaan kosongkan
kandung kemih. Kemudian ibu diminta berbaring terlentang dan pemeriksaan dilakukan di sisi
kanan ibu.

5. Pemeriksaan luar

Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi, harus ditunggu sampai
dinding perut lemas agar dapat diperiksa dengan teliti. Agar tidak terjadi kontraksi dinding perut
akibat perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa, sebelum palpasi kedua tangan pemeriksa
digosokkan dahulu.

Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang dibagi dalam 4 tahap. Pada
pemeriksaan Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke arah muka ibu, sedangkan pada
Leopold IV ke arah kaki. Pemeriksaan Leopold I untuk menentukan tinggi fundus uteri, sehingga
usia kehamilan dapat diketahui. Selain secara anatomi, tinggi fundus uteri dapat ditentukan
dengan pita pengukur. Bandingkan usia kehamilan yang didapat dengan hari pertama haid
terakhir. Selain itu, tentukan pula bagian janin pada fundus uteri: Kepala teraba sebagai benda
keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat.

Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan posisi punggung
pada bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan kepala. Pemeriksaan Leopold III
menentukan bagian janin yang berada di bawah.

Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian kepala
yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). Bila kepala belum masuk PAP teraba balotemen
kepala.

Dengarkan DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop monoaural atau doppler.
Dengan stetoskop monoaural BJJ terdengar pada kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu.

Dari pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan, letak janin, persentase janin,
kondisi janin, serta taksiran berat janin.

Taksiran berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack. Perhitungan penting
sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan pervaginam secara spontan. Rumus
tersebut:

Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) N) X 155.
1.

N = 13 bila kepala belum melewati PAP

2.

N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika

3.

N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.

6. Pemeriksaan dalam

Siapkan ibu dalam posisi-litotomi lalu bersihkan daerah vulva dan perineum dengan
larutan antiseptik. Inspeksi vulva dan vagina apakah terdapat luka, varises, radang, atau tumor.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan inspekulo. Lihat ukuran dan warna porsio, dinding, dan sekret
vagina. Lakukan pemeriksaan colok vagina dengan memasukan telunjuk dan jari tengah. Raba
adanya tumor atau pembesaran kelenjar di liang vagina. Periksa adanya massa di adneksa dan
parametrium. Perhatikan letak, bentuk, dan ukuran uterus serta periksa konsistensi, arah,
panjang, porsio, dan pembukaan servik. Pemeriksaan dalam ini harus dilakukan dengan cara
palpasi bimanual.

Ukuran uterus wanita yang tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada kehamilan 8
minggu sebesar telur bebek, 12 minggu sebesar telur angsa, dan 16 minggu sebesar kepala bayi
atau tinju orang dewasa.

7. Pemeriksaan panggul

Lakukan penilaian akomodasi panggul bila usia kehamilan 36 minggu karena jaringan
dalam rongga panggul lebih lunak, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Masukkan telunjuk
dan jari tengah ke dalam liang vagina. Arahkan ujung kedua jari ke promontorium, coba untuk
merabanya. Bila teraba, tentukan panjang konjugata diagonalis. Dengan ujung jari menelusuri
linea inominata kiri dan kanan sejauh mungkin, tentukan bagian yang teraba. Raba lengkung
sakrum dan tentukan apakah spina iskiadika kiri dan kanan menonjol ke dalam. Raba dinding
pelvik, apakah luruh atau konvergen ke bawah dan tentukan panjang distansia interspinarum.
Arahkan bagian palmar jari-jari tangan ke dalam simfisis dan tentukan besar sudut yang dibentuk
antara os pubis kiri dan kanan.

8. Pemeriksaan laboratorium

Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah, hematokrit, dan hitung
leukosit. Dari urin diperiksa beta-hCG, protein, dan glukosa.

DAMPAK IBU HAMIL TIDAK ANC


1.

Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu

2.

Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan

3.

Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat dideteksi secara dini.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONTAK IBU HAMIL DENGAN TENAGA


KESEHATAN (K1)
(Depkes RI, 2008) (kontak ibu hamil diartikan sebagai kepatuhan dalam pelaksanaan antenatal
care)
1.Faktor internal

a. Paritas

Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang ANC, sehingga dari
pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya.
b. Usia

Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya daripada
orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi
maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa. Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih
berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan.

2. Faktor eksternal
a. Pengetahuan

Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan


berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan.
b. Sikap

Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keteraturatan ANC. Adanya sikap lebih baik tentang ANC ini mencerminkan
kepedulian ibu hamil terhadap kesehatan dirinya dan janin.
c. Ekonomi

Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat ekonomi
yang rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang
timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, yaitu ibu hamil akan kekurangan energi
dan protein (KEK). Hal ini disebabkan tidak mampunya keluarga untuk menyediakan kebutuhan
energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan.
d. Sosial budaya

Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam
memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita
meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat
keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Perubahan sosial budaya terdiri

dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim
dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang
menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap
menyimpang.

Tatanan budaya mempengaruhi dalam keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan


pada tenaga kesehatan.
e. Geografis

Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang


terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transportasi yang sulit
menjangkau sampai tempat terpencil.
f. Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan seseorang,


biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah
kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh terhadap perilaku, biasanya
melalui media massa (Saifudin, A, 2005). Ibu yang pernah mendapatkan informasi tentang
antenatal care dari tenaga kesehatan, media massa, maupun media elektronik akan meningkatkan
pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya melakukan antenatal care, sehingga ibu dapat teratur
dalam melakukan kunjungan antenatal care.
g. Dukungan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti sokongan dan bantuan, disini
dukungan dalam penentuan sikap seseorang berarti bantuan atau sokongan dari orang terdekat
untuk melakukan kunjungan ulang.

Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami
mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran
bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak menyakiti istri,
berdoa untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam proses persalinan
(Harymawan, 2007)

Anda mungkin juga menyukai