STIKes PERTAMEDIKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ekstrasi forcep atau ekstrasi cunam adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan suatu tarikan forcep yang dipegang dikepalanya. Forcep atau cunam
obstetric dirancang untuk mengeluarkan janin. Forcep sejati pertama kali dirancang pada
akhir abad ke 16 atau awal abad ke 17
Riwayat Cunam obstetric teramat panjang, sekitar tahun 1500SM sudah terdapat
tulisan bahasa sansekerta yang mengulas tentang alat ini. cunam obstetric modern yang
digunakan untuk janin hidup diperkenalkan pertama kali oleh Peter Chemberlan (1600)
dan setelah itu dikenal lebih 700 jenis cunam obstetric. William Smelle memberikan
penjelasa tentang rincian cunam obstetric sesuai dengan lengkungan kepala dan
lengkungan panggul. Joseph Deelee membuat modifikasi dari cunam obstetric.
Pada tahun 1980, beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan cunam
tengah seringkali menimbulkan efek samping jangka panjang terhadap anak. Faktor ini
menyebabkan banyak ahli obstetric yang semakin enggan menggunakan persalinan
ekstrasi cunam.
Insiden pelahiran dengan tindakan bervariasi sesuai dengan letak geografisnya.
Notzon (1991) melaporkan berkurangnya angka pelahiran pervaginam dengan tindakan
baik di AS maupun Skotlandia, tetapi di Norwgia angka tersebut meningkat. Di AS
terdapat perbedaan regional yang cukup besar dalam angka pelahiran dengan tindakan.
Angka sesio sesaria berkurang, tetapi ekstrasi vakum melebihi pelahiran forsep di seluruh
AS kecuali di bagian selatan. Frekuensi pelahiran dengan tindakan, termasuk pelahiran
pervaginam dengan tindakan, mungkin juga berkaitan dengan usia ibu. Dalam sebuah
kajian terhadap lebih dari 24.000 kasus pada wanita berusia 40 tahun lebih, Gilbert dkk
melaporkan angka yang lebih tinggi untuk sesio sesaria dan pelahiran pervaginam dengan
tindakan pada wanita berusia 40 tahun atau lebih dibandingkan dengan mereka yang
berusia 20-29 tahun. Sebagian besar tindakan forsep dan vakum adalah tindakan pada
pintu bawah panggul atau forsep rendah yang tidak banyak beresiko bagi ibu dan
janinnya.
Di setiap institusi, insiden akan bergantung pada sikap yang diambil staf pada
umumnya, jenis analgesi dan anastesi yang digunakan untuk persalinan dan pelahiran
serat paritas populasi. Zahniser dkk menganalisa data dari the National Hospital
Discharge Survey untuk meneliti kecenderungan pemakaian forcep, ekstrasi vakum dan
sesio sesaria. Angka sesio sesaria meningkat 48% sedangkan tindakan forsep berkurang
sebesar 43%. Learmen tahun 1998 melaporkan data selama 8 tahun berikutnya, pelahiran
pervaginam dengan tindakan tetap sekitar 10-12%. Pada tahun 1994 angka ini hampir
terbagi secara merata antara forcep dan vakum. Curtin dan Park melaporkan bahwa
pemakain forsep terus menurun sementara ekstrasi vakum terus meningkat. Baru-baru ini
di Marco (2000) mencatat adanya penurunan angka pelahiran pervaginam dengan
tindakan disertai peningkatan parallel sesio sesaria.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan forcep?
2. Apakah tujuan dari tindakan ekstrasi forsep?
3. Apa sajakah jenis dari forsep?
4. Apa sajakah syarat-syarat dalam melakukan ekstrasi forsep?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada tindakan forsep?
6. Keadaan yang bagaimana yang menjadi indikasi dilakukannya forsep?
7. Keadaan yang bagaimana yang menjadi kontraindikasi dilakukannya forsep?
8. Apa sajakah yang menjadi komplikasi dari tindakan forsep?
9. Bagaimana prosedur yang dilakukan pada tindakan forsep?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami apa yang dimaksud dengan forsep.
2. Memahami tujuan dari tindakan ekstrasi forsep.
3. Memahami jenis-jenis dari forsep.
4. Memahami syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan ekstrasi forsep.
5. Memahami penatalaksanaan pada tindakan forsep.
6. Memahami keadaan yang menjadi indikasi tindakan forsep.
7. Memahami keadaan yang menjadi kontraindikasi forsep.
8. Memahami komplikasi yang muncul akibat tindakan forsep.
9. Memahami prosedur yang dilakukan dalam tindakan pelahiran dengan forsep.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Ekstrasi forcep atau ekstrasi cunam adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan suatu tarikan forcep yang dipajang dikepalanya. Forcep atau cunam
obstetric dirancang untuk mengeluarkan janin. Forcep sejati pertama kali dirancang pada
akhir abad ke 16 atau awal abad ke 17.
Cunam/forsep terdiri dari 2 sendok, sendok kanan dan kiri. Sendok kanan/forsep
kanan adalah cunam yang dipegang di tangan kanan penolong dan dipasang di sebelah
kanan ibu. Sendok kiri/forsep kiri adalah cunam yang dipegang di tangan kiri penolong
dan dipasang di sebelah kiri ibu. Pemasangan cunam sendok kiri dan kana harus
dikerjakan secara terpisah.
1. Daun cunam : bagian yang dipasang di kepala janin saat melakukan ekstrasi
forsep. Terdiri dari 2 lengkungan (curve) yaitu lengkungan kepala janin (cephalic
curve) dan lengkung panggul (cervical curve). Daun cunam ada yang berlubang
(Fenestrated) dan tidak berlubang (solid).
2. Tangkai cunam : adalah bagian yang terletak antara daun cunam dan kunci cunam.
Tangkai/leher cunam ada yang berlubang (cunam Simpson) dan tertutup (cunam
Kielland)
3. Pemegang cunam : bagian yang dipegang penolong saat melakukan ekstrasi.
Ukuran dan bentuk forcep sangat beragam tetapi pada dasarnya alt ini terdiri atas
dua sendok (branch) yang bersilangan. Setiap sendok memiliki 4 komponen : daun,
tangkai, kunci dan pegangan. Setiap daun memiliki 2 lengkung, kepala dan panggul.
Lengkung kepala disesuaikan dengan kepala janin dan lengkung panggul disesuaikan
dengan jalan lahir. Sebagian alat berlubang pada daunnya sehingga dapat memegang
kepala janin dengan erat. Lengkung kepala harus cukup besar untuk memegang kepala
janin dengan erat tanpa menekannya. Lengkung panggul sedikit banyak bersesuaian
dengan sumbu jalan lahir tetapi bentuknya cukup bervariasi antara satu alat dengan alat
lainnya. Beberapa forsep yang sering digunakan antara lain : forsep Kielland, Tucker
Lane dan forsep Simpson.
Forsep Kiellland
Forsep McLane
Forsep Simpson
melahirkan janin yang kepalanya mengalami moulage, seperti yang sering dijumpai pada
wanita nulipara. Instrument Tucker-McLane sering digunakan untuk janin dengan kepala
membulat yang lebih sering dijumpai pada multipara.
Namun pada sebagian besar kasus kedua instrument tersebut dapat digunakan.
Pada beberapa keadaan forsep yang lebih khusus seperti instrument Kielland mungkin
lebih dibutuhkan misalnya pada sebagian kasus kemacetan lintang dalam dengan kepala
janin melintang jauh di dalam panggul dengan oksiput dibawah spina. Apabila tidak jelas
terdapat disproporsi sefalopelvik dan kontraksi uterus tidak adekuat, kemacetan lintang
kadang-kadang dapat diatasi dengan stimulasi oksitosin, atau secara garis besar dapat
dijelaskan dalam beberapa fungsi berikut :
1. Traksi : yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan yang disebabkan oleh
karna satu dan lain hal
2. Koreksi : yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil di kiri atau di kanan
depan atau sesekali UUK kiri atau kanan belakang menjadi UUK depan (dibawah
simfisis pubis)
3. Kompresor : untuk menambah moulage kepala.
C. KLASIFIKASI PERSALINAN EKSTRASI FORCEP
Klasifikasi yang paling sesuai dan mutakhir untuk tindakan forcep adalah
klasifikasi yang awalnya diajukan pada tahun 1998 dan dipertegas pada tahun 2000 oleh
the American Collage of Obstetricians and Gynecologist. Klasifikasi ini juga digunakan
untuk pelahiran dengan vakum. Klasifikasi ini menekankan dua faktor resiko terpenting
bagi ibu dan janin : station dan rotasi. Ditekankan bahwa station saat ini diukur dalam cm
(0 - +5) dan bukan untuk membagi panggul (outlet forcep), rendah (low forcep) dan
tengah (mid forcep). Tindakan forcep tinggi (high forcep) adalah tindakan pemasangan
instrument sebelum kepala cakap (engaged) dan tidak dilakukan pada obstetric modern.
Rotasi yang lebih besar daripada 45 derajat biasanya lebih sulit daripada yang derajatnya
lebih kecil. Atau dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. High Forcep : forcep yang dilakukan pada saat kepala janin belum masuk pintu atas
panggul (floating). Saat ini tidak dilakukan lagi karena sangat berbahaya bagi janin
ataupun ibunya. SC lebih direkomendasikan.
2. Mild Forcep : forcep yang dilakukan pada saat kepala janin sudah masuk PAP
(engaged), namun belum mencapai dasar panggul. Saat ini tidak dilakukan lagi. SC
ataupun vakum lebih direkomendasikan.
3. Low forcep : forcep yang dilakukan pada saat kepala sudah mencapai dasar penggul,
cara ini yang masih sering dipakai hingga saat ini.
KRITERIA
Kulit kepala terlihat pada introitus
tanpa
melakukan
tindakan
memisahkan labia
Tengkorak kepala sudah mencapai
dasar panggul
Sutura sagitalis berada pada diameter
anteroposterior; oksiput berada di
derejat
Bagian terendah kepala berada pada
station lbh dr sama dengan +2 dan
sudah engeged
Tidak termasuk dalam kriteria
pemasanga daun anterior saat uterus berkontraksi kuat dan segmen bawah uterus
teregang dan tipis. Pada metode kembara atau luncur, daun anterior dimasukkan di
sisi panggul di atas alis atau muka ke posisi anterior, dan pegangan daun di jaga
dekat dengan bokong ibu yang berlawanan selam di lakukan manuver. Daun kedua di
masukkan di sebelah posterior dan keduanya di kunci.
Karena sebagian besar kasus yang layak di lakukan rotasi forseps kieland adalah
kasus kemacetan lintang dalam kepala janin terletak jauh di dalam panggul dengan
oksiput di bawah ketinggian spina iskiadika rotasi biasanya di lakukan dengan
membebaskan kepala janin dari panggul oleh tekanan ringan ke atas. Dari sation
yang agak tinggi ini, rotasi di tuntaskan. Kepala jangan di dorong terlalu tinggi
sehingga terlepas dari panggul karena dapat terjadi prolaps tali pusat.
Pada studi awal, rubin dan coopland (1970) meringkaskan pengalaman mereka
dengan 1000 kasus rotasi forseps kielland. Separuhnya adalah oksiput posterior dan
separuh lainnya oksiput lintang. Rotasi berhasil di lakukan pada 970 kasus. Terdapat
8 kematian perinatal, termasuk 4 dengan anomali serius. Cedera pada bayi saat itu
umumnya dianggap ringan namun, terdapat 27 cedera yang sekarang tidak lagi
melaporkan hasil yang lebih terkini, berupa 137 pelahiran dengan forseps kieland
tengah panggul. Indikasi umum adalah pemanjangan kala 2 (73%), gawat ibu (13%),
atau gawat janin (10%). Penyulit pada ibu antara lain laserasi sebesar 12%, dan
perdarahan sebesar 12%, 3% diantara 137 wanita mendapat transfusi darah. Penyulit
pada neonatus antara lain sefal hematom sebanyak 9%, dan 1 bayi dengan
kelumpuhan saraf fasialis serta 1 dengan Erbs palsy C5pada study selanjutnya oleh
krivak dkk (1999), 55 pelahiran yang menggunakan rotasi kielland di bandingkan
dengan 213 forseps non rotasional. Jain dkk. (1993) meneliti kecenderungan
pelahiran dengan kemacetan lintang dalam sejak tahun 1970-1970. Forseps kielland
di gunakan pada 44% kasus tahun 1970, tetapi pada tahun 1990 forseps ini tidak di
gunakan sama sekali. Pelahiran pada tahun 1970 menggunakan baik rotasi manual
(63%), rotasi kielland (44%), maupun seksio sesarea (11%).pada tahun 1990,
penatalaksanaan berupa seksio sesarea (42%), rotasi manual (31%), atau ekstrasi
vacum (27%). Walaupun jumlah total wanita yang mengalami kemacetan lintang
dalam sedikit hanya 11 dari 25 bayi yang lahir dengan forseps kielland, 8
memerlukan perawatan di unit perawatan neonatus intensif. 2 mengalami
kelumpuhan saraf facialis dan 2 mengalami fraktur tulang parietal kanan. Yang
penting, apabila janin pertama kali di rotasi secara manual dan kemudian di
keluarkan dengan forseps, tidak terjadi cedera. Sebagai perbandingan, 3 yang di
lahirkan dengan seksio sesarea mengalami asfiksia saat lahir.
Berdasarkan alasan alasan di atas di banyak sentra, rotasi forseps untuk posisi
oksiput lintang persisten biasanya tidak di lakukan. Pengecualian adalah kasus kasus
yang berkaitan dengan kemacetan lintang dalam akibat kegagalan rotasi karena
relaksasi otot-otot levator ani akibat analgesia epidural
2. Forseps untuk presentasi muka
Pada presentasi muka dengan dagu mengarah ke simfisis (mentum anterior),
kadang-kadang forseps digunakan untuk pelahiran pervagina. Daun forseps
dimasukkan ke samping kepala di sepanjang diameter oksipitomentalis dengan
lengkung panggul mengarah ke leher. Dilakukan traksi ke bawah sampai dagu
muncul di bawah simfisis. Kemudian, dengan gerakan keatas, muka secara perlahan
dikeluarkan dengan kemunculan hidung, mata, alis, dan oksiput secara berurutan
melewati batas anterior perineum. Forseps seyogyanya jangan digunakan pada
presentasi mentum posterior, pelahiran pervagina tidak mungkin dilakukan pada
keadaan ini.
3. Posisi Oksiput Anterior Kanan
Pada posisi kanan, daun dimasukkan dengan cara serupa tapi dari arah
berlawanan, karena pada posisi ini telinga kanan janin adalah telinga posterior,
tempat daun pertama harus dipasang dengan tepat. Setelah kedua daun terpasang di
samping kepala, pegangan dan tangkai sendok kiri terletak di atas yang kanan.karena
itu, forceps tidak langsung mengunci. Namun, penguncian dapat secara mudah
dilakukan dengan memutar sendok kiri mengelilingi yang kanan agar kunci berada di
posisi yang benar.
4. Posisi Oksiput Lintang
Apabila oksiput berada dalam posisi lintang, forceps dimasukkan dengan cara
serupa, yaitu daun pertama dipasang ditelinga posterior dan yang kedua diputar kea
rah anterior,ke posisi yang berlawanan dengan daun pertama. Pada keadaan ini ,
salah satu daun terletak di depan sacrum dan yang lain di belakang simfisis. Forceps
konvenional Simpons atau Tuker-McLane atau salah satu modifikasi, atau forceps
khusus Kielland dapat digunakan
5. Rotasi dari posisi anterior dan lintang
Apabila terletak anterior oblik, oksiput secara bertahap akan berputar spontan
ke simfosis publis saat dilakukan traksi. Namun, apabila terletak lintang, diperlukan
gerakan forceps yang memutar agar oksiput mengarah ke anterior. Arah putaran,
tentu saja, bervariasi sesuain posisi oksiput. Diperlukan rotasi berlawanan dengan
arah jarum jam dari sisi kiri ke garis tengah apabila oksiput mengarah ke kiri, dan
pada arah yang berlawanan apabila mengarah ke sisi kanan panggul. Kadang-kadang,
apabila forceps digunakan pada posisi lintang dengan panggul yang mendatar
anteroposterior (platipeloid) , jangan mencoba melakukan rotasi sampai kepala janin
mencapai atau mendekati dasar panggul. Upaya rotasi anterior yang terlalu dini pada
keadaan di atas dapat menyebabkan cidera pada janin dan ibu. Apapun posisi awal
kepala, kelahiran, pelahiran akhirnya dilakukan dengan traksi ke arah bawah sampai
oksiput tampak divulva ; tindakan selanjutnya dituntaskan seperti diterangkan di atas.
Saat melakukan traksi sebelum kepala muncul di vulva, dapat digunakan 1 atau 2
tangan. Berat tubuh operator jangan digunakan untuk melakukan traksi.
6. Posisi Oksiput Posterior
Kadang-kadang di perlukan pelahiran dengan segera apabila ubun-ubun kecil
(oksiput) mengarah ke salah satu sinkron dosis sakroilaika, yaitu pada posisi oksiput
posterior kanan dan oksiput posterior kiri. Apabila dibutuhkan pelahiran pada salah
satu posisi di atas, kepala sering menekuk tidak sempurna. Pada sebagian kasus, saat
tangan di masukkan ke dalam vagina untuk mencari telinga posterior, oksiput
berputar secara spontan kea rah anterior menunjukkan bahwa rotasi manual kepala
janin dapat dilakukan dengan mudah.
7. Rotasi Manual
Satu tangan dengan telapak mengarah ke atas di masukkan ke dalam vagina,
kemudian ke empat jari menyentuh bagian samping kepala janin yang akan di dorong
ke arah posisi anterior, sementara ibu jari berada pada sisi kepala yang berlawanan.
Pada posisi oksiput posterior kanan, tangan kiri digunakan untuk memutar oksiput ke
arah anterior sesuai arah jarum jam; tangan kanan digunakan untuk posisi oksiput
posterior kiri. Pada awal rotasi kepala mungkin perlu di longgarkan sedikit ke atas
jalan lahir, tetapi kepala jangan sampai terlepas dari pegangan setelah oksiput
mencapai posisi anterior, persalinan dapat dibiarkan berlanjut, atau yang lebih sering
dilakukan ekstraksi forceps untuk pelahiran. Mula-mula satu daun dimasukkan ke
sisi kepala yang di pegang oleh jari untuk membantu mempertahankan oksiput di
posisi anterior kemudian daun yang lain segera dimasukkan dan bayi dapat
dilahirkan.
8. Rotasi Forseps
Forceps Tucker-McLane, simposon, atau kielland dapat digunakan untuk
memutar kepala janin. Oksiput oblik dapat diputar 45 derajat ke posisi posterior atau
135 derajat ke posisi anterior. Apabila rotasi dilakukan dengan forceps TuckerMcLane atau simposon, maka kepala harus di fleksikan, tetapi hal ini tidak harus
dilakukan pada pemakaian forceps keilland karena forceps ini memiliki lengkung
panggul yang lebih lurus. Dalam memutar oksiput ke anterior dengan forceps Tucker
McLane atau simposon lengkung panggul, yang semula mengarah ke atas.
F. INDIKASI TINDAKAN EKSTRASI FORCEP
Indikasi tindakan forsep dibedakan menjadi indikasi relative dan absolute. Berikut
ini adalah indikasi relative tindakan forsep :
1. Menurut Dee Lee, forsep dilakukan secara efektif asal syarat untuk melakukan
ekstrasi terpenuhi.
2. Menurut Pinard, hampir sama dengan pendapat Dee Lee, namun ibu harus dipimpin
mengejan selama 2 jam.
Indikasi absolute pada tindakan forsep antara lain :
1. Indikasi ibu : ekstrasi harus dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan pre-eklampsia,
eklampsi, ibu dengan penyakit jantung, paru
2. Indikasi janin : pada keadaan gawat janin (indikasi gawat janin untuk pelahiran
dengan bantuan forsep atau vakum antara lain prolaps tali pusat, pemisahan plasenta
premature, dan pola frekuensi DJJ yang tidak meyakinkan. Pada kasus pola frekuensi
DJJ yang tidak meyakinkan, perlu diterangkan pola frekuensi DJJ tersebut serta
ketinggian aplikasi forsep yang direncanakan dalam catatan tertulis yang jelas).
3. Indikasi waktu : pada kala 2 yang lama (kala 2 yang berlangsung lebih dari 3 jam
dengan analgesia regional dan lebih dari 2 jam tanpa analgesia regional pada wanita
nulipara. Pada wanita para, keadaan ini diindikasikan untuk terminasi persalinan
semata-mata karena alasan pada pihak ibu. Dengan demikian, percepatan kala dua
atas alasan ibu umumnya harus dilakukan dengan forsep pintu bawah panggul atau
forsep rendah).
G. KONTRAINDIKASI TINDAKAN FORCEP
1. Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)
2. Janin sudah lama mati sehingga kepala tidak bulat dan keras lagi sehingga kepala
sulit dipegang dengan forcep
3. Kepala masih tinggi (ukuran terbesar kepala belum melewati PAP)
4. Pembukaan belum lengkap
Dalam literature yang lain dijelaskan beberapa hal yang menjadi kontraindikasi
dalam pelahiran tindakan dengan forsep, yaitu :
1. Terdapat kontra-indikasi berlangsungnya persalinan pervaginam.
2. Pasien menolak untuk tindakan ekstrasi cunam obstetric
3. Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas.
4.
5.
6.
7.
ibu. Forsep kanan dipegang seperti memegang pensil dengan tangkai forsep sejajar
dengan paha kiri ibu, sambil 4 jari tangan kiri penolong masuk ke dalam vagina.
Forsep dipasang dengan tuntunan ibu jari tangan kiri penolong. Setelah forsep
terpasang, dilakukan penguncian.
c. Penguncian Forsep
Penguncian dilakukan setelah forsep terpasang. Bila penguncian sulit dilakukan,
jangan dipaksa tapi periksa kembali apakah pemasangan telah benar dan dicoba
dengan pemeriksaan ulang. Apabila forsep kiri yang dipasang duluan, maka
penguncian dilakukan secara langsung dan bila forsep kanan yang dipasang duluan
maka forsep dikunci tidak langsung.
d. Pemeriksaan Ulang
Setelah forsep terpasang dan terkunci, dilakukan pemeriksaan ulang, apakah
forsep telah terpasang dengan benar dan tidak ada jalan lahir/jaringan yang terjepit.
e. Traksi Percobaan
Setelah yakin tidak ada jaringan yang terjepit, maka dilakukan traksi percobaan.
Penolong memegang pemegang forsep dengan kedua tangan, sambil jari telunjuk dan
tengah kiri menyentuh kepala janin, lalu dilakukan tarikan. Apabila jari telunjuk dan
tengah tangan kiri tidak menjauh dari kepala janin, berarti forsep terpasang baik dan
dapat segera dilakukan traksi definitive. Apabila jari telunjuk dan tengah tangan kiri
menjauh dari kepala janin, berarti forsep tidak terpasang dengan baik, dan dapat
dilakukan pemasangan ulang.
f. Traksi Definitif
Traksi definitive dilakukan dengan cara memegang kedua pemegang forsep dan
penolong melakukan traksi. Traksi dapat dilakukan hanya menggunakan otot lengan.
Arah tarikan dilakukan sesuai bentuk panggul. Pertama dilakukan cunam ke bawah,
sampai terlihat oksiput sebagai hipomoklion, lalu tangan kiri segera menahan
perineum saat kepala meregang perineum. Kemudian dilakukan traksi ke atas hanya
dengan menggunakan tangan kanan sambil tangan kiri menahan perineum.
Kemudian lahirlah dahi, mata, hidung, dan mulut bayi.
g. Melepaskan Cunam
Setelah kepala bayi lahir, maka cunam dilepaskan dan janin dilahirkan seperti
persalinan biasa.
keadaan yang tepat dan oleh orang yang terlatih. Secara garise besar tindakan forsep dapat
berakibat di bawah ini :
1. Komplikasi pada janin
a. Hematom pada kepala
b. Perdarahan dalam tengkorak
c. Perdarahan dalam corpus
vitrium mata
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses asuhan keperawatan yang terdiri
dari 3 kegiatan : pengumpulan data yang diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesa
- Biodata mencakup identitas klien serta suami yang terdiri dari:
* nama jelas dang lengkap, bila perlu ditanyakan nama panggilan sehari*
hari.
Umur dicatat dalam tahun sebaiknya tanggal lahir klien juga dicatat
berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan atau tindakan
yang akan dilakukan.
tinggal klien.
Pekerjaan perlu dicatat untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pekerjaan
2. Keluhan Utama
Keluhan yang mungkin dapat terjadi dan dirasakan ibu post forsep yaitu
ibu mengeluhkan mules-mules pada perut atau ibu merasa sakit pada luka jahitan
perineum, adanya pengeluaran lochia, rubra, merah, jumlah lebih banyak dari
keadaan fisiologis, ibu merasa pusing, nyeri ulu hati dan penglihatan kabur.
3. Riwayat Obstetri
Riwayat obstetric yang perlu dikaji antara lain :
* Riwayat haid
Riwayat yang perlu dikaji adalah menarche, siklus teratur atau tidak,
lamanya menstruasi, banyaknya darah yang keluar, mestruasi terakhir,
*
kehamilan.
Riwayat keluarga berencana
Perlu dicatat bagi ibu yang pernah mengikuti program keluarga berencana.
Hal ini penting diketahui untuk mengetahui apakah kehamilan yang
sekarang memang direncanakan atau tidak. jenis kontrasepsi yang
digunakan, lamanya menggunakan alat kontrasepsi dan rencana setelah
kehamilan.
4. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji antara lain :
* Riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang dialami
Apakah klien mempunyai penyakit turunan, menular atau menahun.
* Perilaku kesehatan
Tanyakan tanggapan klien terhadap minuman keras, merokok, personal
*
Yang perlu dikaji adalah kebiasaan adat keluarga dalam pertolongan persalinan
dan pasca persalinan, demikian juga adat yang lain yang ada hubungannya dengan
kesehatan klien dan janinnya.
7. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
Perlu ditanyakan pemenuhan nutrisi selama di rumah sakit apakah klien
menghabiskan porsi yang dikonsumsi, kalau tidak apakah klien dibawakan
makanan dari rumah. Tanyakan juga kebiasaan makan di rumah selama hamil
biasanya berapa kali dalam satu hari, berapa piring dalam satu kali makan, jenis
makanan yang berpantang selama hamil. Hal ini perlu dipertanyakan karena
kebiasaan makan mempengaruhi proses pemulihan kesehatan klien. Untuk klien
8.
dengan post eklamsi nutrisi yang diperlukan adalah diit rendah garam.
Aktifitas
Ditanyakan kemampuan aktifitas klien selama dirumah sakit apakah
mengalami hambatan atau tidak, karena pada ibu nifas post eklamsi mobilisasi
dini dapat mulai dilakukan saat keadaan klien berangsur membaik kira-kira 12-24
jam post partum. Mobilisasi dini dapat dimulai dengan tidur terlentang, lalu
miring kanan kiri, serta belajar duduk pada hari kedua, hari ketiga belajar berjalan
bagaimana konsistensi dan warnanya, tanyakan juga kebiasaan buang air besar
dirumah, karena kebiasaan buang air besar yang tidak tiap hari kadang tidak
menimbulkan gangguan.
12. Pola persepsi
a. Bagaimana penerimaan klien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
proses persalinan.
13. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran yang di peroleh dari pengamatan dan pemeriksaan umum pada
klien saat pengkajian. Apakah klien terlihat pucat atau segar, apakah klien
sadar penuh dan dapat beradaptasi dengan keadaan sekitarnya.
b. Tanda-tada vital
Hal yang di periksa adalah tekanan darah, suhu rektal/axiler, denyut nadi dan
pernafasan
c. Tinggi badan dan berat badan
Dapat di periksa apabila keadaan memungkinkan , apabila klien masih tertidur
tidak perl di cantumkan atau di ukur
d. Pada pemeriksaan fisik yang perlu di perhatikan adalah :
- Muka : pucat, terdapat cholasma gravidarum atau tidak, ekspresi wajah
-
serta kebersihannya.
Leher : pembesaran kelenjar tiroid ada atau tidak, pembesaran vena
banyaknya
Perineum
: terdapat bekas episotomi, banyaknya jahitan, edema, atau
ada tidaknya infeksi atau tidak serta luka tampak kering atau basah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
R/ Perlu untuk infuse cepat atau multiple dari cairan atau produk darah untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
h) Berikan darah lengkap produk darah (misal plasma, kreopresipitat,
trombosit) sesuai indikasi.
R/ Membantu menentukan beratnya masalah dan efek dari terapi.
i) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : oksitosin, magnesium sulfat, heparine,
terapi antibiotic, natrium bikarbonat.
R/ Antibiotic bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau
mungkin di perlukan untuk infeksi di sebabkan atau di perberat pada
subinvolusi uterus atau hemoragic.
j) Pantau pemeriksaan lab sesuai indikasi : Hb dan Ht, kadar pH serum,
trombosit, pasang kateter urinarius indwelling.
R/ Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah. Setiap ml darah
membawa 0,5 mg Hb. Pada syok lama, hipoksia jaringan, dan asidosis dapat
terjadi sebagai respon terhadap metabolisme anaerobic
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan trauma jaringan, perubahan motilitas, efekefek obat atau penurunan sensasi pasca dilakukan tindakan forsep
- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pasien bebas dari resiko
-
cedera.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a) Tinjau ulang catatan persalinan, perhatikan frequensi berkemih, haluaran,
penampilan, dan waktu berkemih pertama.
R/ Dapat menandakan retensi urine atau menunjukan keseimbangan cairan
atau dehidrasi pada klien yang sedang bersalin.
b) Pantau haluaran dan warna urine setelah insersi kateter indwelling.
Perhatikan adanya darah dan urine.
R/ Menunjukan tingkat hidrasi, status sirkulasi dan kemungkinan trauma
kandung kemih
c) Kolaborasi: dapatkan specimen urine untuk analisis rutin, protein, dan berat
jenis.
R/ Resiko meningkat pada klien bila proses infeksi atau keadaan hipertensif
ada.
d) Singkirkan benda-benda sekitar klien yang berbahaya
R/ penurunan sensasi post forsep diatasi dengan memberikan lingkungan
yang amat bagi klien
e) Tingkatkan mobilisasi bertahap
R/ keadaan klien yang sudah memadai/stabil dianjurkan untuk segera
mobiliasasi agar mencegah terjadinya konstipasi atau gangguan pencernaan
yang lain.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ekstrasi forcep atau ekstrasi cunam adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan suatu tarikan forcep yang dipegang dikepalanya. Forsep digunakan
sebagai ekstraktor, rotator atau keduanya. Terminasi persalinan dengan menggunakan
forsep selama dilakukan dengan aman diindikasikan untuk semua keadaan yang
mengancam ibu dan janin dan besar kemungkinan akan hilang setelah janin dilahirkan.
B. SARAN
Penulis menyarankan agar percobaan pelahiran dengan bantuan alat yang dilakukan
secara hati-hati dapat digunakan sebagai alternatif terhadap seksio sesarea pada persalinan
kala 2 yang memanjang akibat persalinan tak maju dipanggul tengah. Bahwa tindakan
forceps pintu bawah panggul dan forceps rendah dengan rotasi 45 derajat atau kurang dapat
dilakukan dengan aman (bagi ibu maupu janin) apabila petunjuk dasar diperhatikan dengan
cermat.
DAFTAR PUSTAKA