Padi emas 2
1. pengenalan
Padi emas merupakan salah satu contoh bahan makanan pokok yang
diperkaya dengan vitamin A untuk dijadikan bahan pangan utama bagi masyarakat
(Ye dan lainnya, 2000). Meskipun demikian pemanfaatan padi emas 1 menggantikan
padi biasa masih belum cukup untuk meningkatkan rasio karoten sebagai kebutuhan
harian yang digunakan untuk membentuk vitamin A (Dawe and others 2002: Bouis
and others 2003; Zimmerman and Qaim 2004). Pemanfaatan padi emas sebagai bahan
pokok yang diperkaya kandungan vitaminnya sebagai sumber pangan memiliki alas
an karena padi dominan dikonsumsi oleh masyarakat. lebih dari 50% populasi
penduduk china, Thailand, dan Vietnam merupakan Negara agraris terutama padi. Di
asia, 31% dari semua energy bahan pangan diperoleh dari padi, di Africa berkisar 8%,
America latin, 11% dari total bahan pangan, sedangkan peran padi sebagai pahan
pokok di America utara, Eropa, and AustraliaNew Zealand ditiadakan (<2%; IRRI
2005). Konsumsi padi sebagai bahan pangan memang memiliki keterkaitan dengan
tingkat demografi penduduk, sebagai contoh penduduk dengan tingkat kemakmuran
yang tinggi cenderung sedikit mengkonsumsi padidibanding penduduk yang tinggal
dipedesaan dengan tingkat kemakmuran dibawahnya (Regmi and Dyck 2001).
2. Penyemaian
Padi tidak memproduksi karotenoid pada bulirnya (endosperm), namun padi
memiliki kemampuan untuk memproduksi prekursornya yaitu geranylgeranyl
diphosphate (GGPP). Gen yang berasal dari jenis tumbuhan jagung, Phytoene
synthase dapat mengubah senyawa tersebut menjadi phytoene yang merupakan
precursor langsung dari karoten pada tumbuhan dan dibutuhkan Phytoene desaturase,
Beta-karoten desaturase, dan lycopene-cyclase. Phytoene desaturase and Betakarotene desaturase terlibat dalam katalis pembawa dari 2 ikatan rangkap, sementara
lycopene-cyclase adalah pengkode oleh gen lcy. Pada padi emas 1, pembentuk 2
enzim digantikan oleh carotene desaturase bakteri yang dapat membawa semua ikatan
rangkap 4. Padi emas 2 menggunakan gen yang sama pada padi emas 1, begitu juga
enzim pengkode yang memiliki aktivitas yang sama. Gen pengkode phytoene
synthase pada padi emas 2 diisolasi dari sejenis jagung, sementara gen pembentuk
padi emas 1 berasal dari daffodil (Narcissus pseudonareissus; Paine and others 2005).
Unsur-unsur genetik yang dihadirkan pada padi emas 2 ditunjukkan oleh
gambar 1 (Paine and others 2005). Agrobacterium Tumefaciens merupakan media
transformasi (vector) yang digunakan untuk membawa DNA target kedalam padi.
Marker yang digunakan dalam proses transformasi E. coli phosphomannose
isomerase (Negrotto and others 2000). Metode polymerase chain reaction (PCR)
digunakan untuk mengetahui identifikasi awal menggunakan single kopi dari DNA
transfer. Dan diketahui tidak ada karakteristik lain dari molekul tambahandari
transforman (Paine and others 2005).
Gambar 1.
Kontruksi DNA pengantar pada padi emas 2 (Paine and others 2005). Kunci dari
penyusun DAN: Glu: riceglutelin Glut01 (Glu) promoter (nucleotides 1568--2406)
SSUcrtl:functional fusion of the pea RUBISCO small subunit plastid transit peptide
with Erwinia uredovora crtI D90087; Misawa and others 1993) Terminator regions of
A. tumefaciens nos (nucleotides 18482100, V00087). Zea mays phytoene synthase
(psy) Zea Mays polyubiquitin Ubi1 promoter with intron E. coli phospho-mannose
isomerase (PMI) selectable marker. (sumber: COMPREHENSIVE REVIEWS IN
FOOD SCIENCE AND FOOD SAFETYVol. 7, 2008)
Gambar 2. Perbandingan dari padi, padi emas 2 (kanan), padi emas 1 (tengah), padi
biasa (kiri) (Paine and others, 2005) (sumber: COMPREHENSIVE REVIEWS IN
FOOD SCIENCE AND FOOD SAFETYVol. 7, 2008)
3. Tahap perkembangan
Padi (Oryza sativa) merupakan bahan pokok global. Padi dtelah lama
dikonsumsi dalam jumlah besar, biasanya diproses dengan membuang kulit arid an
menyisakan endosperm sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Endosperm
padi tidak meproduksi karoten, namun memproduksi geranylgeranyl diphosphate
(GGPP) yang merupakan precursor pertama karoten. GGPP diperlukan dalam proses
teknik
sativa (Al-Babili and Beyer 2005). Modifikasi genetik ini menghasilkan pathway
provitamin A di dalam endosperm dari padi (Beyer et al. 2002). Padi emas merupakan
jenis varietas tumbuhan pangan yang baru, sehingga masih diperlukan berbagai
penelitian untuk meningkatkan
Terdapat juga pertimbangan persilangan antara padi emas dengan padi yang memiliki
zat besi tinggi karena dapat meningkatkan kandungan beta karoten. Padi emas 2
merupakan tahapan lebih tinggi dari padi emas 1, secara nama bulir padi tersebut
mengandung precursor vitamin A yang lebih tinggi. Proyek padi emas 2
menghasilkan kenaikan karoteniod total yang lebih tinggi sekitar 80% (10 to 40 g/g
berat kering) dibandingkan dengan padi konvensional ataupun padi emas 1.
4. Kesimpulan
Defisiensi vitamin A adalah tantangan kesehatan publik. Kebutuhan
penerapan dari padi emas 1 dan padi emas 2 memiliki fungsi yang sama sebagai
sumber vitamin A buatan. Pada padi emas 1, gen diisolasi dari daffodil sedangkan
pada padi emas 2 gen tersebut digantikan oileh gen yang lebih efektif dengan fungsi
yang sama yaitu dari tumbuhan jagung. Dibandingkan dengan padi emas 1, padi emas
2 memiliki kandungan karotenoid yang lebih tinggi. Pertimbangan atas kelayakan
padi emas 1 dan padi emas 2 sama. Penyusun yang ditemukan pada padi emas 2
memiliki sejarah yang aman digunakan. Belum ditemukan kasus protein atau
metabolit abnormal yang mengganggu metabolism pada manusia sampai saat ini.
Keamanan dari karoten desaturase sebagai komponen tunggal disarankan untuk
dilakukan analisa protein dan kemampuan pencernaan
invitro. Konsentrasi
karotenoid sama dengan yang ditemukan pada makanan lain, alergi yang disebabkan
oleh padi (beras) tidaklah hal yang biasa dan padi bukanlah sumber bahan makanan
yang mengandung racun.
Managemen resiko yang dilakukan jika padi rekayasa tersebut diterima
sebagai sumber bahan makannan yang menguntungkan sebagai tumbuhan lading.
Pada kasus padi emas 2, hal yang paling diutamakan adalah dalam mengurangi
penderita VAD (Vitamin A defisiensi), pada akhirnya perlu kembali dipertimbangkan
antara factor resiko yang mungkin terjadi dengan keutungan yang akan diterima
(FAO/WHO1997). Al-Babili and Beyer (2005).