Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PENGANTAR FILSAFAT HUKUM

KAJIAN FILSAFAT HUKUM TERHADAP HUKUMAN MATI DALAM SISTEM


HUKUM INDONESIA
TANGGAL 04 DESEMBER 2015

Disusun:
Nama : Muhamad Jefri Ananta
Nim : 120710101177
Kelas : A

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengingat semakin merajalelanya tindakan kriminal, dari skala kecilsampai skala besar,
seakan-akan warga negara Indonesia ini begitu tidak gentar menghadapi hukum. Pejabat
kebal hukum, rakyat bebal hukum. Ya,tampaknya seperti itulah karakteristik orang
Indonesia.Hukum menjadi semacam alat untuk bermain bagi pihak-pihak tertentu. Terang
saja, tindakan kriminal skala kecil dibesar-besarkansedangkan tindakan kriminal skala besar
dikecil-kecilkan.Untuk tindakan kriminal skala besar, banyak pihak yang ingin agarpelakunya
diganjar hukuman mati agar menciptakan efek takut bagi orang lain dalam hal ini berarti
bernilai preventif . Namun, ada pihak-pihak tertentu yang tidak menyetujuinya bersamaan
dengan adanya HAM. Adayang mengatakan hukuman mati bukan cara irasional, tidak
manusiawi, tidak bijaksana, hanya merupakan hak Tuhan. Tetapi ada juga yang
mengatakanbahwa tindakan ini tegas dan bisa menjaga wibawa negara.Dalam kesempatan
ini, saya akan mencoba mengulas bagaimanakahsebaiknya tentang hukuman mati dikaji
dengan dengan filsafat hukum dansistem hukum.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah sebaiknya penerapan hukuman mati dalam sistemhukum di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Hukum
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan danpemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.1 Berkaitan dengan hukum, beberapa ahli
mendefinisikan filsafat hukumsebagai berikut:

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat

Menurut Soetikno:
Filsafat hukum adalah mencari hakekat dari hukum, dia ingin mengetahuiapa yang
ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalamhukum, dia menyelidiki
kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai,dia memberi penjelasan mengenai nilai,
postulat (dasar-dasar) sampai padadasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari
hukum.
Menurut Satjipto Raharjo:
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum.Pertanyaan
tentang hakekat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan
contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasaritu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat
hukum bisa menggarap bahanhukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman
yang berbedasama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata
hukumtertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang sertasistem
hukumnya sendiri.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto:
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itufilsafat hukum juga
mencakup

penyerasian

nilai-nilai,

misalnya

penyelesaianantara

ketertiban

dengan

ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan,dan antara kelanggengan atau konservatisme


dengan pembaruan.
Menurut Lili Rasjidi:
Filsafat hukum berusaha membuat dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak
dapat diraba oleh panca indera sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normatif, seperti
halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang
dapat menjadi dasar hukum danetis bagi ber lakunya sistem hukum positif suatu
masyarakat (seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman
yangmenganut aliran-aliran seperti Neo Kantianisme).2
Menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta:

2 http://kuliahade.wordpress.com/2009/11/22/pengertian-filsafat-hukummenurut-para-ahli/

Ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukumadalah
hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada intiatau dasarnya, yang
disebut dengan hakekat.
Secara garis besar filsafat hukum berupa suatu ilmu yang mengkajihukum secara
mendalam, penuh kebijaksanaan, berjangka panjang danfleksibel sehingga hukum itu sendiri
menjadi selaras (keserasian nilai-nilai)dengan karakteristik masyarakat. Kajian filsafat hukum
sendiri tentumembutuhkan cabang-cabang ilmu lain yang berkaitan dengan hukum,seperti:
antropologi hukum, sosiologi hukum, psikologi hukum dansebagainya. Dengan demikian
kajian filsafat hukum akan mampu mencakupsemua aspek dalam masyarakat.
B. Hukuman Mati dalam Sistem Hukum Indonesia
Pada dasarnya sistem hukum di Indonesia terdiri dari tiga jenis sistemhukum. Yaitu hukum
Eropa, hukum agama dan hukum adat. Dari ketiganya baik pidana maupun perdata sebagian
besar hukum di Indonesia bersistemhukum Eropa.Sedangkan sistem hukum agama dan adat
biasanya berlakupada urusan perkawinan, kewarisan dan kekerabatan.
Namun kembali pada salah satu asas berlakunya undang-undangyaitu: Undang-undang
yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggimempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga
apabila ada dua macamundang-undang yang tidak sederajat mengatur objek yang sama dan
salingbertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang lebih tinggi dan
menyatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat (lex superior derogat
legi inferiori). Ini berarti apabila hukumanmati diberlakukan oleh negara, maka hukum adat
perda

tidak

berhak

menentang.

Sebaliknya,

jika

hukum

adat

atau

perda

memberlakukanhukuman mati tetapi negara tidak, maka tidak boleh ada hukuman mati.
Jika ditinjau dari segi hukum agama, faktanya terdapat beberapa agama yang
mengindikasikan adanya hukuman mati termasuk bagian yangtidak mendukungnya. Berikut
saya sampaikan indikasi pro dan kontrahukuman mati dari berbagai agama
1. Agama Hindu
Di dalam kitab hukum Hindu salah satunya Manawa Dharmastra memuat tentang
tindakan yang dilarang beserta sanksinya. Beberapaayat memuat hukuman mati untuk bentuk
kejahatan tertentu.Namun dalamnti Parva (Mahbharta) ada sebuah percakapanantara
pangeran Satyavan dengan raja Dyumatsena sebagai berikut:

Pangeran Satyavan : Terkadang kebajikan membuat kita mengetahuidosa dan dosa membuat
kita mengetahui bentuk kebajikan. Dan tidak akan pernah mungkin membinasakan manusia
dapat dianggap suatuperbuatan yang bijak.
Raja Dyumatsena: Apabila mengecualikan mereka yang harusdibunuh adalah bijak, apabila
perampok dikecualikan, Satyavan, makaperbedaan antara kebajikan dan perbuatan dosa akan
samar.
Pangeran Satyavan : Tidak dengan membinasakan seorang pelakukejahatan, seorang Raja
hendaknya menghukum dia sebagaiseseorang yang ditakdirkan berdasarkan Kitab. Seorang
Rajahendaknya tidak berbuat sebaliknya, mengabaikan moral untuk merendahkan martabat
pelaku kejahatan. Dengan membunuh seorangpelanggar, Raja membunuh banyak orang tidak
berdosa. Denganmembunuh seorang perampok tunggal, istri, ibu, bapa dan anak
yangbersangkutan semuanya ikut terbunuh. Ketika dirugikan oleh seorangpelaku kejahatan,
Raja oleh karenanya harus merenungkan persoalanpenghukuman. Terkadang orang jahat
terlihat meniru kebaikan dariorang baik. Hal tersebut mencerminkan anak yang baik berasal
dariketurunan orang jahat. Maka dari itu sebaiknya orang jahat tidak dimusnahkan.
Pemusnahan

seorang

jahat

tidak

sesuai

dengan

hukumkeabadian

dalam

agama

Hindu.Percakapan ini menjadi landasan bahwa hukuman mati tidak diperlukan dalam agama
Hindu.
2. Agama Kristen
Kalangan Kristen dari umat biasa sampai pendeta baik dari KristenKatolik maupun
Kristen Protestan memiliki pandangan yang berbedamengenai hukuman mati.Surat Paulus
kepada Jemaat di Roma bab13 ayat 1-4 tentang keharus-patuhan rakyat terhadap
pemerintahmenjadi landasan berlakunya hukuman mati. Namun bagi kalanganKristen yang
menentang, mereka berlandaskan Exodus bab 20 ayat 13, yang menuliskan: Kamu tidak
boleh melakukan pembunuhan..Kemudian dalam Surat Yesaya ayat 5 dijelaskan: Beginilah
firman Allah, Tuhan yang menciptakan langit dan membentangkannya, yangmenghamparkan
bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya, yang memberi nafas kepada umat manusia yang
mendudukinya dan nyawa kepadamereka yang hidup di atasnya, Kesimpulannya dalam
Kristen ada ayat (dalam surat Exodus) yangmenyatakan dengan tegas bahwa tidak boleh
membunuh.
3. Agama Islam

Bentuk peraturan dalam ajaran Islam terdiri darihudud (suatu bentuk peraturan yang bentuk
pelanggaran dan sanksinya sudah di atursecara pasti dan tazir suatu bentuk peraturan yang
bentuk pelanggarannya sudah di atur tetapi bentuk sanksinya di serahkankepada
negara).Dalam agama Islam dikenal apa yang dinamakan kisas (memberikanperlakuan yang
sama kepada pelaku pidana sebagaimana iamelakukannya terhadap korbanDasar berlakunya
kisas ini adalahberdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah, yakni surat kedua
dari Al-Quran, ayat 178 yang artinya: Hai orang-orang yangberiman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hambadengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yangmendapat
pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkanmengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamudan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,maka baginya siksa yang sangat pedih..
Dalam penjelasannyaditerangkan bahwa, diat adalah suatu ganti rugi yang dibayarkankepada
ahli waris korban. Dalam hukum Islam hukuman mati dapat diganti dengan pembayaran ganti
rugi kepada ahli waris korbanapabila sebelumnya ahli waris korban telah memaafkan
pelakukejahatan pembunuhan atas apa yang dilakukannya. Selanjutnya dalam ayat 179 Allah
SWT berfirman: Dan dalam kisas itu adajaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orangorang yang berakal,supaya kamu ber- taqwa. Dalam Kitab Suci umat Islam ini terdapat
surat yang isinya sangat jelas menunjukan bahwa Islam sejalan dengan teori absolut, yakni
surat Al- Maaidah ayat 45 yang artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di
dalamnya bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa,mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigidengan gigi, dan luka-luka pun ada qishaashnya. Barangsiapa
yang melepaskan hak qishaashnya, maka melepaskan hak itu menjadipenebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkaramenurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim.. Surat ini dan surat -surat sebelumnya menunjukanbahwa
Allah SWT menetapkan bahwa hukuman mati merupakan hukuman yang setimpal bagi
tindak pidana pembunuhan karenabegitu beratnya akibat dari pembunuhan tersebut.Adapun
untuk diberlakukannya kisas terdapat beberapa syarat, yaitu:
a. Pelaku seorang mukalaf, yaitu sudah cukup umur dan berakal.
b. Pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja.
c. Unsur kesengajaan dalam pembunuhan itu tidak diragukan lagi.

d. Pelaku pembunuhan tersebut melakukannya atas kesadaran sendiri,tanpa paksaan dari


orang lain.
Kisas tidak dapat diberlakukan apabila pembunuhan yang terjadimelibatkan pelaku
dan korban yang memiliki hubungan keturunan.Mengenai kisas ini banyak terjadi perbedaan
pendapat di antara para pemuka agama Islam itu sendiri, di antaranya mengenai cara
pelaksanaan kisas
Pendapat pertama mengatakan bahwa
Kisas hanya bisa dilakukan dengan pedang atau senjata, terlepas dari pembunuhanyang telah
dilakukan menggunakan pedang atau tidak. Pendapat kedua mengatakan bahwa
Kisas itu dilakukan sesuai dengan cara danalat yang digunakan pembunuh pada saat
melakukan pembunuhan.Namun terdapat kesepakatan di antara ahli agama Islam bahwa
apabila ada alat lain yang dapat lebih cepat menghabisi nyawaterpidana, maka boleh
digunakan, sehingga penderitaan dan rasa sakit yang dirasakan terpidana tidak terlalu lama
Bagi penegak hukum dalam negara Islam terdapat prinsip Lebih baik salah memaafkan dari
pada salah menghukum. Prinsip ini menunjukan bahwa Islam sangat berhati-hati dalam
menjatuhkanhukuman, khususnya hukuman mati. Apabila seseorang mengakuikesalahan
yang telah dilakukannya serta bertaubat dengan sungguh-sungguh, berdasarkan surat AlMaidah ayat 34, maka ia akan diampuni atas perbuatannya oleh Allah. Penegak hukum Islam
jugaberpedoman pada ayat tersebut dalam menegakkan hukum Islam.Maka apabila seorang
pelaku kejahatan menyerahkan diri lalumengakui perbuatannya dan bertaubat, hendaknya
menjadi suatupertimbangan bagi para penegak hukum dalam proses penjatuhanhukuman.[6]
4. Agama Buddha
Dalam agama Budha dikenal apa yang dinamakan denganPanca-sila. Panca-sila dalam agama
Buddha ini adalah sebagai prinsip dasar bagiumat Budha dalam pengembangan kepribadian
agar dapat berperikelakuan baik. Aturan pertama dalam Panca-sila adalahlarangan terhadap
pencabutan nyawa. Aturan pertama ini yangdijadikan dasar dalam menentang hukuman
mati.Dalam kitab umat Buddha, Dhammapada, juga terdapat pasal yangberhubungan dengan
hukuman mati yaitu pasal 10 yang menyatakan Setiap orang takut akan hukuman, setiap
orang takut akan kematian, sebagaimana kamu juga rasakan. Maka janganlah kalian
membunuhatau menyebabkan terjadinya pembunuhan. Setiap orang takut akanhukuman,
setiap orang mencintai kehidupan, sebagaimana kamu jugarasakan. Maka janganlah kalian

membunuh atau menyebabkan terjadinya pembunuhan.. Selanjutnya dalam pasal terakhir


dari
Dhammapada ini, pasal 26, menyatakan Dia Kami sebut brahmin, barangsiapa yang
menanggalkan senjatanya dan menghindarikekerasan terhadap semua umat. Dia tidak
membunuh atau membantu orang lain untuk membunuh.
Hal ini di interpretasikan oleh sebagian besar umat Buddha, terutamaumat Buddha di Barat,
sebagai suatu dasar dalam menentanghukuman mati. Namun ada pula interpretasi yang
berbeda denganinterpretasi umat Buddha di Barat tersebut, misalnya Thailand yangkita
ketahui bahwa Buddha sebagai salah satu agama yang resmidiakui negaranya, tetapi
menerapkan hukuman mati. Begitu puladengan Sri Lanka, Jepang, Taiwan yang mayoritas
warga negaranyamenganut agama Budha, tetap mempertahankan hukuman mati dalamsistem
hukumnya. Teori absolut yang dipandang sebagai alasanpembenar terkuat dalam penerapan
hukuman mati tidak sejalandengan ajaran agama Buddha sebagaimana tersirat dalam Pancasiladan Dhammapada. Maka tidak heran apabila hampir semua umat Budha menentang
hukuman mati sebagai pembalasan, seperti dalam ajaran absolut.
Salah satu kasus hukum mati yang di terapkan di indonesia
Hukuman mati terhadap amrozi cs
Amrozi bin Nurhasyim (biasa dipanggil Amrozi; lahir di Lamongan, 5 Juli 1962
meninggal di Nusa Kambangan, 9 November 2008 pada umur 46 tahun) adalah seorang
terpidana yang dihukum mati karena menjadi penggerak utama dalam Peristiwa Bom Bali
2002. Ia berasal dari Jawa Timur.
Amrozi disebut-sebut termotivasi ideologi Islam radikal dan anti-Barat yang didukung
organisasi bawah tanah Jemaah Islamiyah. Pada 7 Agustus 2003, ia dinyatakan oleh
pengadilan bersalah atas tuduhan keterlibatan dalam peristiwa pengeboman tersebut dan
divonis hukuman mati. Namun undang-undang yang digunakan untuk memvonisnya ternyata
kemudian dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Agung pada Juli 2004. Awalnya
dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan di Denpasar, ia lalu dipindahkan ke
LP Nusakambangan pada 11 Oktober 2005 bersama dengan Imam Samudra dan Mukhlas,
dua pelaku Bom Bali lainnya.

Sikap Amrozi yang tampak tidak peduli sepanjang pengadilannya membuatnya sering
dijuluki media massa The Smiling Assassin (Pembunuh yang Tersenyum). Amrozi dihukum
mati pada hari Minggu, 9 November 2008 dini hari.
Pelaksanaan hukuman mati Walaupun vonis hukuman mati telah berlaku tetap semenjak
2003, pelaksanaan hukuman tertunda berkali-kali karena tim pengacara mereka berusaha
mengajukan sejumlah keberatan. Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan Peninjauan
Kembali (PK) atas kasus ini. Setelah ditolak pada tahun 2008 awal, kembali tim pengacara
mengajukan uji terhadap keputusan MA ke Mahkamah Konstitusi. Usaha terakhir adalah
dengan mengajukan uji terhadap pelaksanaan hukuman mati, karena ketiga terpidana tidak
menginginkan dihukum mati dengan ditembak, melainkan dengan dihukum pancung sesuai
syariat Islam. Usaha ini ditolak kembali oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebelum pelaksanaan hukuman tim pengacara sempat menyatakan akan membawa
masalah ini ke Mahkamah Internasional. Semula dinyatakan, pelaksanaan eksekusi dilakukan
sebelum bulan Ramadan tahun 2008, namun kemudian ditunda, diduga dengan alasan belas
kasihan. Pelaksanaan menjadi jelas sejak tanggal 5 Nopember 2008 setelah ketiganya
dipindah ke ruang pengamanan maksimum dan diberitahu bahwa paling lama dalam 3 kali 24
jam akan segera dieksekusi.
Dalam seluruh proses mereka meminta agar mata mereka tidak ditutup. Tidak ada
perlawanan yang mereka lakukan. Iring iringan mobil mulai berangkat dari LP Batu, Nusa
Kambangan sejak pukul 23.15 WIB menuju lokasi eksekusi di bekas LP Nirbaya, sekitar 6km
ke arah selatan Lapas Batu. Ketiganya dinyatakan meninggal sekitar pukul 00.15 WIB.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sampai saat ini hukuman mati masih berlaku di Indonesia yang salahsatunya
sebagaimana termuat di dalam Pasal 36 UU No. 26 Tahun 2000: Setiap orang yang
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 huruf a, b, c, d, atau e dipidana
dengan pidana mati atau pidanapenjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua
puluh lima)tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Dilihat dari aspek agama, hukuman mati tidak mutlak ditentang.Begitu juga dalam
beberapa hukum adat. Namun demikian, beberapa pihak tertentu ingin agar hukuman mati
berhenti diberlakukan di Indonesia.Setelah memaparkan beberapa kajian mengenai tentang
hukuman mati, darisegi agama sosial dan adat, maka saya akan mengemukakan
beberapakesimpulan. Apakah hukuman mati perlu ditidiadakan?Apabila hukuman mati
dihapus dari sistem hukum di Indonesia laludigantikan dengan hukuman kurungan penjara
dan pemiskinan, jika dikajisecara filosofis, jika terdakwa yang melakukan kejahatan berskala
besarmisalnya terorisme, maka besar kemungkinan ia akan membunuh lebihbanyak lagi.
Dengan pertimbangan ini, hukuman mati perlu diberlakukanagar tidak ada korban yang
berjatuhan lagi. Tetapi hukuman mati bisa sajaditiadakan apabila aparat penegak hukum
mampu menjamin untuk memberantas tuntas seluruh jaringan yang terkait dalam kasus
itu.Kenyataannya, seorang terdakwa bandar narkoba masih bisamelakukan akses dan
menguasai jalur transaksi penjualan narkoba berskalabesar di dalam lapas. Apabila sulit
mengawasi oknum lapas yang terlibat,maka hukuman mati perlu diberlakukan. Hukuman
mati bisa ditiadakan apabila terjamin bahwa tardakwa bandar narkoba tidak bisa berkutik
sama sekali di lapas di mana pegawai lapas benar-benar bertanggung jawab.Alasan HAM dan
otoritas Tuhan mengenai hukuman mati, juga tidak sepenuhnya benar. Jika membunuh
terdakwa sebagai hukuman dikatakanmelanggar HAM, lalu mengapa militer membunuh
penjajah

tidak

dikatakanmelanggar

HAM?

Padahal

keduanya

sama-sama

membunuh.Hukuman mati dapat ditiadakan dengan digantikan dengan hukumankurungan


penjara seumur hidup di mana fasilitas setiap narapidana tidak dibeda-bedakan. Selain itu
harus ada jaminan atau kepastian bahwaterdakwa benar-benar jera dikurung di penjara dan
akses narapidana dengankasus kriminal berskala besar ke dunia luar benar-benar dijaga
ketat,dibatasi dan diawasi. Setiap penjaga lapas juga harus bertanggung jawab.Bagi kasus
korupsi, pemiskinan atas aset-aset hasil korupsi harus dilakukanoleh negara. Dengan
demikian efek jera benar-benar dapat dirasakan olehpelaku dan menjadi bentuk preventif
terhadap calon pelaku.

B. Saran
Bagaimanapun juga negara belum tentu bisa menjamin bahwa setiapaparat penegak
hukum dapat bertanggung jawab sepenuhnya ataskewajibannya. Bagi terdakwa kasus luar
biasa yang tidak dihukum mati,melainkan dihukum penjara beberapa tahun atau seumur

hidup. Ada yangmengatakan penjara seumur hidup membuat negera mengeluarkan


biayakarena narapidana bisa makan gratis seumur hidup. Letak permasalahanbukan di situ.
Tetapi selalu saja ada oknum aparat penegak hukum yangmencari kesempatan. Tujuan agar
narapidana yang dikurung penjara agarjera, malah dengan bekerja sama dengan oknum
tertentu, narapidanatersebut masih tetap bisa melakukan kejahatannya di dalam penjara. Kami
menyayangkan hukuman mati dihapuskan.
Menurut kami, kita tidak perlu menuntut penghapusan hukuman mati dengan alasan
apapun. Hukuman mati tetap perlu diberlakukan, namundengan rumusan yang tepat. Kapan,
kepada siapa, karena kasus apa, denganalasan apa dan sebagainya. Dengan pertimbangan
sosiologi hukum yangmatang. Hukuman mati sangat tepat diberlakukan kepada pelaku
kriminalberskala besar dan kepada kepala jaringan kriminal, yang menyebabkankerugian
materil dan imateril yang berskala besar pula. Namun demikian,hukum harus tetap
menyelidiki dan memberantas setiap orang yang terlibat di dalamnya. Hukuman mati perlu
dihapuskan apabila hukuman mati itudiberlakukan tanpa alasan yang jelas atau kepada pelaku
kriminal berskala kecil

DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat
2. http://kuliahade.wordpress.com/2009/11/22/pengertian-filsafat-hukum-menurut-paraahli/
3. http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/Filsafat%20Hukum%20dan%20Perannya
%20dalam%20Pembentukan%20Hukum%20di%20Indonesia.pdf
4. http://www.jambilawclub.com/2011/03/tinjauan-agama-hindu-atas-hukumanmati.html
5. http://www.jambilawclub.com/2011/03/tinjauan-agama-kristen-atas-hukuman.html
6. http://www.jambilawclub.com/2011/03/tinjauan-agama-islam-atas-hukumanmati.html
7. http://www.jambilawclub.com/2011/03/tinjauan-agama-budha-atas-hukumanmati.html
8. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11254823

Anda mungkin juga menyukai