PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia,
baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Hal ini mendorong
masyarakat disekitar bencana untuk memahami, mencegah dan menanggulangi
bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya.
Bencana Gerakan tanah adalah proses perpindahan massa batuan dan tanah dari
tempat asalnya ketempat yang lebih rendah (oleh gaya gravitasi) akibat proses
gangguan keseimbangan lereng. Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau
berupa longsoran tanah, sehingga gerakan tanah seringkali disebut sebagai
longsoran dari massa tanah atau batuan.
sangat lambat dan bila gerakan menjadi cepat maka akan terjadi runtuhan yang
tidak teratur dari tanah yang biasanya bersamaan jalannya dengan pemusnahan
tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya. Dengan demikian betuk ekstrim dari
rayapan tanah adalah longsoran tanah.
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya geologi yang sering terjadi
sebagaimana bencana geologi lainya (seperti erupsi gunung api, gempa bumi,
tsunami. Disebut bahaya geologi karena fenomena alam tersebut ditimbulkan
oleh proses-proses geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam bumi
endogen, maupun yang berasal dari luar bumi eksogen. Bahaya yang timbul
akibat proses-proses geologi disebut dengan bahaya geologi (geological hazards).
Gerakan tanah masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh kondisi
geologi, morfologi/litologi, kedudukan struktur geologi, curah hujan dan tutupan
vegetasi,Karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa dan harta
benda maka masalah tersebut telah lama menjadi perhatian, khususnya oleh para
ahli geologi ataupun ahli geoteknik dan ahli geofisika.
sebuah lereng. Varnes (1978) mendefinisikan tanah longsor sebagai gerakan tanah
material kebawah dan keluar dari sebuah lereng di bawah pengaruh gravitasi.
Brunsden (1984) lebih memilih istilah gerakan massa dan Dikaudkk (1996)
mendefinisikan sebagai perpindahan massa pada suatu proses yang tidak
memerlukan media transportasi seperti air, udara atau es.
Landslide juga merupakan fenomena pergerakan tanah yang biasa disebut
dengan tanah longsor.Pengertian tanah longsor itu sendiri adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran
tersebut,
bergerak
ke
bawah
atau
bencana
agar
dalam menyusun seminar geologi yang merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi kurikulum tingkat sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Sekolah
Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta serta mempelajari dapat melakukan
Pemetaan Indeks Resiko Gerakan Tanah menggunakan Citra DEM SRTM dan
Data Geologi yang bisa dipahami, sedangkan tujuan dari penyusunan proposal
seminar ini adalah sebagai panduan dalam penyusunan seminar geologi dan untuk
mengetahui cara mengidentifikasi daerah yang berpotensi mengalami Indeks
Ancaman
Bencana,
Gerakan
Tanah,
Kecamatan
Banjargenara.
Batasan Masalah
Pejawaran,
Kabupaten
Permasalahan yang akan dibahas dalam proposal seminar geologi ini yaitu
membahas mengenai Indeks Ancaman Bencana Gerakan Tanah, seperti yang
terjadi di daerah Wilayah Kabupaten Banjarnegara yang didominasi oleh wilayah
pegunungan dan perbukitan memiliki potensi bencana, salahsatunya adalah
bencana tanah longsor/gerakan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan indeks ancaman
bencana gerakan tanah. Informasi ini sangat diperlukan sebagai input dalam
penyusunan peta resiko bencana yang dipergunakan sebagai pedoman
penanggulangan dan pencegahan bencana bagi pemerintah.
712 731 Lintang Selatan dan 10929 1094550 Bujur Timur. Berada pada
jalur pegunungan dibagian tengah Provinsi Jawa Tengah sebelah barat yang
membujur dari arah barat ke timur Batas wilayah administrasi Kabupaten
Banjarnegara adalah sebagai berikut :
a
b
c
Keterangan
Gambar
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Kabupaten
Hasil Telitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling tinggi dan dapat
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan indeks ancaman bencana
gerakan tanah. Informasi ini sangat diperlukan sebagai input dalam penyusunan
peta resiko bencana yang dipergunakan sebagai pedoman penanggulangan dan
pencegahan bencana bagi pemerintah daerah, Penelitian mengambil lokasi di
Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara. Indeks ancaman bencanagerakan
tanah disusun menggunakan metode analythical hierarchy process (AHP).
Kriteria yang digunakan yaitu geologi daerah, kemiringan lereng, morfologi
wilayah, dan penggunaan lahan, serta curah hujan.
6
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian ini adalah melakukan tinjauan pustaka Pustaka
pilihan yang penyaji salurkan ialah dari Jurnal Geologi dan Bencana Geologi,Vol
2 No 1 April 2011: 1-9 yang berjudul:Pemetaan Indeks Resiko Gerakan Tanah
menggunakkan Citra DEM SRTM dan Data Geologi di kecamatan
Pejawaran , Kabupaten Banjarnegara
BAB II
TINJAUAN UMUM
1
Geomorfologi Regional
Kecamatan Pejawaran terletak pada ketinggian rata dengan luas wilayah
seluas 52,24 km. Morfologi wilayah Pejawaran berupa pegunungan yang agak
terjal dan bergelombang, di daerah ini sebagian besar penduduk berusaha disektor
pertanian terutama tanaman jagung, sayuran, kehutanan yaitu Kayu Albasia.
Sementara dibagian utara bertopografi pegunungan dengan ketinggian diatas 1000
meter diatas permukaan laut. Dari Citra DEM SRTM didapatkan peta topografi
wilayah dan peta geomorfologi. Ada tiga klasifikasi kelerengan di Kecamatan
Pejawaran berdasarkan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah, 1986 yaitu daerah dengan kelerengan landai (mencakup
71,05% dari total luas kecamatan daerah dengan kelerengan agak curam (15
luasnya mencakup 24,49 % total luas kecamatan dan daerah dengan kelerengan
curam (30luasnya mencakup 4,46 % total luas kecamatan. Berdasarkan klasifikasi
geomorfologi Van Zuidam tahun 1983, Kecamatan Pejawaran dibagimenjadi 7
klasifikasi yaitu daerah dengan bentuk lahan Denudasional terdiri dariand Hills
(D2), dan Denudasional Hills and Mountain (V1), Bentuk lahan Inter Volcanic
Plains/Major Fluvial Volcanic Plains Hills (V14) dan bentuk lahan.
mengandung
pecahan
sebagian mengandung sisa tumbuhan. Ketebalan formasi ini sekitar 500 meter,
yang diendapkan dalam lingkungan peralihan sampai laut.
3. Batuan Gunung Api Dieng
Batuan Gunung Api Dieng, berumur Plistosen, diendapkan di atas
Batuan Gunung ApiJembangan, terdiri dari satuan batuan lava andesit dan
andesit-kuarsa serta
batuan
Gunung
Api
Jembangan,
berumur
Plistosen,
diendapkan
bersamaan dengan endapan undak sungai, terdiri dari satuan batuan lava andesit
hiperstein-augit, klastika gunung api, lahar dan aluvium.
5. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik.
Batu pasir tufaan berwarna
kuning
kecoklatan
berbutir
halus
kasar,
komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar
tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga
kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 5
cm,
membundar
Formasi
Kumbang
Tapak, terdiridari satuan batuan napal dan batulempung, bersisipan tipis tufa
pasiran. Napal dan batulempung berwarna abu-abu kebiruan, kaya fosil molusca.
Tebal Formasi Kalibiuk diperkirakan sampai 3000 meter yang diendapkan dalam
lingkungan pasang surut. Di atas formasi ini diendapkan satuan batuan dari
Formasi Ligung.
7. Formasi Rambatan
Formasi Rambatan berumur Miosen Awal sampai Tengah, di endapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Totogan, terdiri dari satuan batuan
serpih, napal dan batupasir gampingan mengandung foraminifera kecil, tebal
formasi ini diperkirakan lebih dari 370 meter dan diendapkan dalam
lingkungan laut terbuka. Pada Formasi Rambatan terdapat Anggota Sigugur
yang berupa endapan batugamping terumbu, mengandung foraminifera besar
dan mempunyai ketebalan beberapa ratus meter. Di atas formasi ini diendapkan
secara selaras satuan batuan dari Formasi Halang dan Formasi Kumbang.
2.2 Struktur Geologi Regional
Kondisi topografi secara umum memperlihatkan keadaan yang bergelombang
cukupkuat dan curam, di mana keadaan yang demikian ini diakibatkan oleh
kontrol struktur geologidan kondisi litologi/batuan penyusunnya Sedangkan
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 11
kontrol struktur geologi yang terekam dalam Peta Geologi Regional didominasi
sesar-sesar normal, sesar geser dan sesar naik.Tanah longsor dapat juga terjadi
karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah pelapukan yang
bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi (sangat tinggi),sehingga
terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini
mengakibatkan bertambahnya bobot masa tanah dan meningkatnya tekanan pori,
sehinggatahanan geser menjadi berkurang. Kemiringan lereng yang terjal
(biasanya > 45) semakin memperkuat untuk terjadinya keruntuhan.
Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan litologi batulempung
tufan bertindak sebagai bidang gelincir. Material longsoran bergerak mengikuti
lembah dan menggerus tebing lembah yang dilaluinya, sehingga semakin
meningkatkan volume material rombakan yang dibawa.
Banyaknya volume material rombakan yang kemudian tercampur dengan air
sungai yang dilaluinya mengakibatkan viskositas semakin meningkat, sehingga
aliran bahan rombakan ini menjangkau areal yang cukup jauh dan merusak serta
menimbun sarana dan prasarana yang dilaluinya. Faktor lain kemungkinan dari
faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan
air/permeabilitas tanah di lokasi longsoran yang relatif kecil.
pembentukan
batuan
sedimen
kala yang tenang dengan penaikan muka airlaut dan pembentukan terumbu di
sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi. Orogenesis merupakan ciri-ciri
Miosen Tengah dengan adanya pendesakan kembali dari selatan,kompresi blok
sesar dan sedimen-sedimen yang menindihnya, aktivitas volkanik di sepanjang
kekar-kekar gerus gunting yang terbentuk sebelumnya, dan akhirnya
pengangkatan.
Intensitas orogenesis dan aktivitas volkanik secara bertahap menurun selama
Miosen Tengah dan Akhirdan berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan Robinson,
1996). Menurut Martono (1992),setelah Oligosen daerah penelitian merupakan
cekungan belakang busur yang menampung sedimen pelitik dari arah benua dan
sesekali bahan volkanik berbutir halus dari arah busur volkanik. Masa ketenangan
tektonik Miosen Awal ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan
dan penyesaran.
Dalam proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan yang
dikendalikan oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali.Pada akhir
Miosen awal Pliosen kegiatan tektonik mengakibatkan pembentukan busurpulau
gunungapi, kegiatan magmatik ini dikenali dengan terobosan intensif pada
FormasiMerawu,sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan
yang terbentuk sebelumnya.
BAB III
KLASIFIKASI GERAKAN TANAH
MELALUI INDEKS CITRA LANDSAT
3.1 Tinjauan Umum
Gerakan tanah adalah proses perpindahan massa dan tanah dari tempat asalnya
ketempat yang lebih rendah (gaya gravitasi) akibat proses gangguan
keseimbangan lereng. Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau berupa
longsoran tanah,sehingga gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari
massa tanah atau batuan. Rayapan diartikan jikalau gerakan ini sangat lambat dan
bila gerakan menjadi cepat maka akan terjadi runtuhan yang tidak teratur dari
tanah yang biasanya bersamaan jalannya dengan pemusnaan tumbuh-tumbuhan
yang ada diatasnya. Dengan demikian bentuk ekskrim dari rayapan tanah adalah
longsoran tanah.Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya geologi yang
sering terjadi sebagaimana bencana geologi lainnya (seperti erupsi gunung
api,gempa bumi,tsunami, disebut bahaya geologi karena fenomena alam tersebut
ditimbulkan oleh proses proses geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam
bumi-endogen maupun yang berasal dari luar-bumi eksogen).Bahaya yang timbul
akibat proses-proses geologi disebut dengan (geological hazardz).Gerakan tanah
masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh kondisi geologi
,morfologi/litologi,kedudukan struktur geologi,curah hujan dan tutupan vegetasi
karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda
juga meningkat ketidak siapan dalam menghadapi bencana merupakan isu-isu
yang sangat penting pada saat ini.
3.2 Konsep Dasar Analisis Kemantapan Lereng
Faktor Internal yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya
ikat (Kohesi)tanah atau batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah /batuan
yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya
dan bergerak kebawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya
membentuk massa yang lebih besar.lemahnya daya ikat tanah /batuan maupun
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 15
rekahan yang intensif dari massa tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat
kesarangan (poroditas).
3.3. Metodologi
Rumus dasar umum untuk analisis risiko yang diusulkan dalam 'Pedoman
Perencanaan Mitigasi Risiko Bencana'yang telah disusun oleh Badan Nasional
Penanggulanga Bencan Indonesia(Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008)
adalah sebagai berikut: (2-1) dimana: R : Disaster Risk: Risiko Bencana. H :
Hazard Threat: Frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu cenderung terjadi
dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu. V : Vulnerability: Kerugian yang
diharapkan (dampak) didaerah tertentu dalam sebuah kasus bencana tertentu
terjadi dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini biasanya didefinisikan
sebagai pajanan (penduduk, aset, dll) dikalikan sensitivitas untuk intensitas
spesifik bencana C : Adaptive Capacity: Kapasitas yang tersedia di daerah itu
untuk pulih dari bencana tertentu.
Analisis pemetaan risiko ini menggunakan semi kuantitatif, yang menggunakan
faktor pembobotan dan nilai-nilai indeks. Pendekatan ini adalah pendekatan yang
umum digunakan dibeberapa analisis risiko bencana dan pemetaan di luar
Indonesia. Indikator yang digunakan untuk analisis resiko semi-kuantitatif
akan dipilih didasarkan . pada kesesuaian dan ketersediaan Rumus 'R = H * V / C'
yang dijelaskan di atas masih berlaku, namun akan berisi nilai indeks bukan nilai
riil. Dalam analogi Human Development Index (HDI) dari UNDP, untuk membuat
indeks sebanding setidaknya dalam dimensi, indeks yang digunakan dalam
analisis yang dikonversi menjadi nilai antara 0 dan 1, dimana 0 merupakan
nilai minimum indikator asli, dan 1 merupakan nilai maksimum.
Dalam kasus dengan angka rendah yang banyak dan beragam dalam jumlah yang
kadang-kadang tinggi, akan dilakukan konversi logaritmik (Log10) daripada
konversi 'linier'. Dalam analisis semi-kuantitatif, kurangnya informasi tentang
khususnya tentang factor sensitivitas dikompensasi oleh faktor bobot.
BAB IV
PEMBAHASAN PENGGUNAAN TATA LAHAN
DAN CURAH HUJAN DAERAH TELITIAN
Dalam penlitian ini, penggunaan lahan dikelompokkan menjadi lima, yaitu hutan,
lahan terbangun, kebun campuran, lahan basah, dan lahan terbuka.
Formasi
Rambatan,
litologi
nya
yang
berupa
lempung
yang
BAB V
WILAYAH POTENSI GERAKAN TANAH
KECAMATAN PEJAWARAN KABUPATEN
BANJARNEGARA( JAWA TENGAH )
Curah hujan yang tinggi yang turun sebelum dan saat terjadinya gerakan
tanah memicu terjadinya gerakan tanah.
6. Mekanisme:
Curah hujan yang tinggi serta drainase yang kurang baik mengakibatkan air
terakumulasi pada batas tanah lapuk dengan breksi. Air kemudian meresap pada
tanah pelapukan yang bersifat sarang, sehingga tanah menjadi mudah jenuh air.
Keadaan tersebut mengakibatkan bobot masa tanah dan kejenuhan tanah
meningkat. Pelapukan tanah vulkanik yang tebal terletak dan kelerengan yang
terjal sehingga tanah penyusun lereng mudah longsor. Dengan adanya bobot
massa tanah yang tinggi, pelapukan yang tebal dan kemiringan lereng yang terjal
(> 30o) serta curah hujan yang tinggi mengakibatkan tahanan lereng lemah
kemudian dipacu dengan gaya gravitasi maka terjadilah gerakan tanah tipe
longsoran dengan bidang gelincir rotasi.
7. Rekomendasi Teknis :
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, maka direkomendasikan:
Daerah ini beresiko tinggi terkena gerakan tanah longsoran dengan tipe
rotasi, meningat tanah pelapukan yang tebal dan kelerengan yang terjal.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka sebaiknya tata guna lahan dari
tanaman sayuran diubah menjadi menjadi tanaman yang berakar kuat dan
dalam.
Tananam sayuran sebaiknya tidak ditanam pada pada area berlereng terjal
LAMPIRAN
Rumah yang rusak terkena longsor yang berada di bawah tebing setinggi 17
meter dengan tata guna lahan tanaman sayuran dan jagung
Batuan dasar berupa breksi andesit dan di atasnya tanah pelapukan yang
tebal.
Keterangan :
BAB VI
PENUTUP
Bencana Gerakan tanah adalah proses perpindahan massa batuan dan tanah dari
tempat asalnya ketempat yang lebih rendah (oleh gaya gravitasi) akibat proses
gangguan keseimbangan lereng. Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau
berupa longsoran tanah, sehingga gerakan tanah seringkali disebut sebagai
longsoran dari massa tanah atau batuan.
sangat lambat dan bila gerakan menjadi cepat maka akan terjadi runtuhan yang
tidak teratur dari tanah yang biasanya bersamaan jalannya dengan pemusnahan
tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya. Dengan demikian betuk ekstrim dari
rayapan tanah adalah longsoran tanah.
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya geologi yang sering terjadi
sebagaimana bencana geologi lainya (seperti erupsi gunung api, gempa bumi,
tsunami. Disebut bahaya geologi karena fenomena alam tersebut ditimbulkan
oleh proses-proses geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam bumi
endogen, maupun yang berasal dari luar bumi eksogen. Bahaya yang timbul
akibat proses-proses geologi disebut dengan bahaya geologi (geological hazards).
Gerakan tanah masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh kondisi
geologi, morfologi/litologi, kedudukan struktur geologi, curah hujan dan tutupan
vegetasi,Karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa dan harta
benda maka masalah tersebut telah lama menjadi perhatian, khususnya oleh para
ahli geologi ataupun ahli geoteknik dan ahli geofisika.
Landslide juga merupakan fenomena pergerakan tanah yang biasa disebut
dengan tanah longsor.Pengertian tanah longsor itu sendiri adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran
tersebut,
bergerak
ke
bawah
atau
Daerah ini terletak pada ketinggian 1.150 m di atas permukaan air laut
dengan keadaan tanah sebagian besar merupakan dataran tinggi yang berbukitbukit. Kondisi bentuk lahan ini menjadikan potensi gerakan tanah di wilayah
ini cukup tinggi. Sehingga perlu diketahui wilayah-wilayah yang memiliki
resiko
bencana
agar
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006, Konservasi Tanah dan Air, Bogor : IPB Press
Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banjarnegara dan Badan Pusat
Statistik Kabupaten
Banjarnegara, 2010, Banjarnegara Dalam Angka 2011/2012, Banjarnegara :
Badan Pusat Statistik
Kabupaten Banjarnegara.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013
ISBN 978-602-17001-1-2 287. Bandung : Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral Badan Geologi Pusat
Lingkungan Geologi Bandung.
Hary Christady Hardiyatmo, 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi,
Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Kartasapoetra AG, G. Kartasapoetra, dan Mul Mulyani Sutedjo, 2005, Teknologi
Konservasi Tanah dan
Air, Jakarta :PT. Rineka Cipta
Puntodewo A, Dewi S, dan Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor Barat: Center for International Forestry
Research Sembiring, K, 2007, Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan
Bencana di Indonesia. Lomba KaryaTulis Mahasiswa.Bandung.
Zuidam, Van, 1986, Aerial Photo-Interpretation in Terain Analysis and
Gemorphologic Mapping, Holland: Smits Publishers Peraturan Kepala BNPB
Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
REFERENSI
https://www.academia.edu/9536099/BAB_II_KERANGKA_GEOLOGI_REGIO
NAL?auto=download
ttp://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202002/30_Proceding_Banjarnegara_%20JA
%20Eko.pdf
DAFTAR GAMBAR