Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia,
baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Hal ini mendorong
masyarakat disekitar bencana untuk memahami, mencegah dan menanggulangi
bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya.
Bencana Gerakan tanah adalah proses perpindahan massa batuan dan tanah dari
tempat asalnya ketempat yang lebih rendah (oleh gaya gravitasi) akibat proses
gangguan keseimbangan lereng. Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau
berupa longsoran tanah, sehingga gerakan tanah seringkali disebut sebagai
longsoran dari massa tanah atau batuan.

Rayapan diartikan jikalau gerakan ini

sangat lambat dan bila gerakan menjadi cepat maka akan terjadi runtuhan yang
tidak teratur dari tanah yang biasanya bersamaan jalannya dengan pemusnahan
tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya. Dengan demikian betuk ekstrim dari
rayapan tanah adalah longsoran tanah.
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya geologi yang sering terjadi
sebagaimana bencana geologi lainya (seperti erupsi gunung api, gempa bumi,
tsunami. Disebut bahaya geologi karena fenomena alam tersebut ditimbulkan
oleh proses-proses geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam bumi
endogen, maupun yang berasal dari luar bumi eksogen. Bahaya yang timbul
akibat proses-proses geologi disebut dengan bahaya geologi (geological hazards).
Gerakan tanah masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh kondisi
geologi, morfologi/litologi, kedudukan struktur geologi, curah hujan dan tutupan
vegetasi,Karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa dan harta
benda maka masalah tersebut telah lama menjadi perhatian, khususnya oleh para
ahli geologi ataupun ahli geoteknik dan ahli geofisika.

Istilah "Tanah" atau "Landslide", seperti yang di definisikan oleh Cruden


(1991) adalah gerakan massa batuan, puing-puing atau tanah yang menuruni
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 1

sebuah lereng. Varnes (1978) mendefinisikan tanah longsor sebagai gerakan tanah
material kebawah dan keluar dari sebuah lereng di bawah pengaruh gravitasi.
Brunsden (1984) lebih memilih istilah gerakan massa dan Dikaudkk (1996)
mendefinisikan sebagai perpindahan massa pada suatu proses yang tidak
memerlukan media transportasi seperti air, udara atau es.
Landslide juga merupakan fenomena pergerakan tanah yang biasa disebut
dengan tanah longsor.Pengertian tanah longsor itu sendiri adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran

tersebut,

bergerak

ke

bawah

atau

keluar lereng. Gangguan

kestabilan lereng tersebut dapat dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama


kemiringan lereng), kondisi batuan/tanah penyusun lereng, dan kondisi
tataguna lahan yang di atas lapisan tanahnya. Kecamatan Pejawaran terletak di
Kabupaten Banjarnegara sebalah utara.
Daerah ini terletak pada ketinggian 1.150 m di atas permukaan air laut
dengan keadaan tanah sebagian besar merupakan dataran tinggi yang berbukitbukit. Kondisi bentuk lahan ini menjadikan potensi gerakan tanah di wilayah
ini cukup tinggi. Sehingga perlu diketahui wilayah-wilayah yang memiliki
resiko

bencana

agar

dalam pengambilan kebijakan pembangunan dan

penanganan dapat lebih tepat. Pemetaan daerah rawan bencana menggunakan


parameter kelerengan dan geomorfologi yang didapatkan dari Citra DEM
SRTM, peta geologi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi Bandung, serta
peta tataguna lahan dari Bappeda Banjarnegara.

PENYEBAB GERAKAN TANAH

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 2

3.1. Faktor Alamiah :


1) Pengaruh Gempa bumi : Gempa bumi yang mendadak dapat mengakibatkan
pelengseran yang besar-besar.
2) Pengaruh Topografi : Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena erosi air
pada lereng gunung, bukit, tebing sungai, abrasi pantai.
3) Pengaruh pelapukan batuan ; Tingginya tingkat pelapukan batuan (material
yang tidak terkonsolidasi pada lereng yang terjal atau vertikal, jika basah akibat
masuknya air ke dalam tanah, rentan dan mudah meluncur) Tanah yang gembur
pada daerah dengan kemiringan sudut > 30 derajat , jikalau material itu jenuh
dengan air misalnya karena curah hujan yang lebat dapat menyebabkan longsoran.
Tanah yang gembur menjadi jenuh dengan air karena itu tidak lagi terdapat
gesekan antara lapisan-lapisan tanah itu. Kandungan air dalam batuan atau tanah,
akan berpengaruh terhadap kemantapan lereng; Material yang jenuh air akan
mengurangi kekuatan geser dari batuan atau tanah. ( Ambil contoh lapisan batuan
yang terdiri dari napal dan batulempung yang jika telah mengalami pelapukan
berubah menjadi tanah yang lepas). Pada waktu hujan maka air akan merembes
melalui material2 lepas ini dan tiba pada batuan lempung yang belum lapuk.
Bidang pelapukan ialah batas antara bahan-bahan lapuk dan batuan yang masih
segar itu bertindak sebagai bidang lengser.
4) Pengaruh iklim ; perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi
hujan yang intensif. Curah hujan yang berada di atas normal sehingga terjadi
pengisian air kedalam tanah yang melebihi kapasitasnya, akan menimbulkan
kejenuhan air di permukaan tanah.
5) Pengaruh Vegetasi : Lebat atau Jarangnya vegetasi sebagai tutupan lahan. sebab
biasanya tumbuh2an ini mengikat bagian2 kecil dari tanah itu yang satu dengan
yg lain. Salah satu fungsi akar pohon adalah mengikat tanah dan lereng, tetapi
kalau ketebalan tanah lebih dalam dari kedalaman akar pohon maka vegetasi tidak
berguna lagi.
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 3

6) Pengaruh Stratigrafi : perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan


lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan
impermeable. Pelengseran tidak hanya terjadi pada tanah talus (rombakan batuan)
atau massa puing akan tetapi pada batuan dasar. Jika sebuah lapisan misalnya
terdiri dari lempung berganti-ganti dengan batuan pasir dan jika kemiringan
lapisan-lapisan itu searah dengan lereng atau dinding lembah maka hal ini dapat
menimbulkan longsor massa batuan. Sesudah hujan lebat airtanah akan
bertambah. Air itu dapat melicinkan lempung sehingga lapisan-lapisan yang
terletak diatas batuan ini akan longsor.
7) Pengaruh Struktur geologi : jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan,
zona hancuran,bidang foliasi dan kemiringan lapisan batuan yang besar.
Pelengseran dapat pula berlaku pada batuan yang mengandung diaklas-diaklas
besar dan dalam hal ini bidang-bidang diaklas berlaku sebagai bidang longsoran.
1

Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan proposal seminar ini yaitu sebagai pengantar

dalam menyusun seminar geologi yang merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi kurikulum tingkat sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Sekolah
Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta serta mempelajari dapat melakukan
Pemetaan Indeks Resiko Gerakan Tanah menggunakan Citra DEM SRTM dan
Data Geologi yang bisa dipahami, sedangkan tujuan dari penyusunan proposal
seminar ini adalah sebagai panduan dalam penyusunan seminar geologi dan untuk
mengetahui cara mengidentifikasi daerah yang berpotensi mengalami Indeks
Ancaman

Bencana,

Gerakan

Tanah,

Kecamatan

Banjargenara.

Batasan Masalah

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 4

Pejawaran,

Kabupaten

Permasalahan yang akan dibahas dalam proposal seminar geologi ini yaitu
membahas mengenai Indeks Ancaman Bencana Gerakan Tanah, seperti yang
terjadi di daerah Wilayah Kabupaten Banjarnegara yang didominasi oleh wilayah
pegunungan dan perbukitan memiliki potensi bencana, salahsatunya adalah
bencana tanah longsor/gerakan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan indeks ancaman
bencana gerakan tanah. Informasi ini sangat diperlukan sebagai input dalam
penyusunan peta resiko bencana yang dipergunakan sebagai pedoman
penanggulangan dan pencegahan bencana bagi pemerintah.

Letak dan Kesampaian Daerah Penelitian


Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Banjarnegara terletak antara

712 731 Lintang Selatan dan 10929 1094550 Bujur Timur. Berada pada
jalur pegunungan dibagian tengah Provinsi Jawa Tengah sebelah barat yang
membujur dari arah barat ke timur Batas wilayah administrasi Kabupaten
Banjarnegara adalah sebagai berikut :
a
b
c

Sebelah Utara : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang


Sebelah Timur : Kabupaten Wonosobo
Sebelah Selatan : Kabupaten Kebumen

Sebelah Barat: Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 5

Keterangan

Gambar

Badan

Perencanaan

Pembangunan

Kabupaten

Banjarnegara dan Badan Pusat Statistik Banjarnegara, 2010, Banjarnegara Dalam


Angka 2011/2012, Banjarnegara : Badan Pusat Statistik.
4

Hasil Telitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling tinggi dan dapat

mempengaruhi ancaman Gerakan tanah di Kecamatan PejawaranKabupaten


Banjarnegara adalah kemiringan lereng dan litologi atau jenis batuan penyusun
lapisan tanah.
5

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan indeks ancaman bencana

gerakan tanah. Informasi ini sangat diperlukan sebagai input dalam penyusunan
peta resiko bencana yang dipergunakan sebagai pedoman penanggulangan dan
pencegahan bencana bagi pemerintah daerah, Penelitian mengambil lokasi di
Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara. Indeks ancaman bencanagerakan
tanah disusun menggunakan metode analythical hierarchy process (AHP).
Kriteria yang digunakan yaitu geologi daerah, kemiringan lereng, morfologi
wilayah, dan penggunaan lahan, serta curah hujan.
6

Metode Penelitian
Adapun metode penelitian ini adalah melakukan tinjauan pustaka Pustaka

pilihan yang penyaji salurkan ialah dari Jurnal Geologi dan Bencana Geologi,Vol
2 No 1 April 2011: 1-9 yang berjudul:Pemetaan Indeks Resiko Gerakan Tanah
menggunakkan Citra DEM SRTM dan Data Geologi di kecamatan
Pejawaran , Kabupaten Banjarnegara

Studi Kasus Indeks Ancaman

BencanaGerakan Tanah, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjargenara.


Selain itu juga penyaji mengambil sumber dari berbagai sumber yang berkaitan
dengan masalah untuk melakukanpemetaan indeks ancaman bencana gerakan
tanah. Informasi ini sangat diperlukan sebagai input dalam penyusunan peta
resiko bencana yang dipergunakan sebagai pedoman penanggulangan dan
pencegahan bencana.
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 6

BAB II
TINJAUAN UMUM
1

Geomorfologi Regional
Kecamatan Pejawaran terletak pada ketinggian rata dengan luas wilayah

seluas 52,24 km. Morfologi wilayah Pejawaran berupa pegunungan yang agak
terjal dan bergelombang, di daerah ini sebagian besar penduduk berusaha disektor
pertanian terutama tanaman jagung, sayuran, kehutanan yaitu Kayu Albasia.
Sementara dibagian utara bertopografi pegunungan dengan ketinggian diatas 1000
meter diatas permukaan laut. Dari Citra DEM SRTM didapatkan peta topografi
wilayah dan peta geomorfologi. Ada tiga klasifikasi kelerengan di Kecamatan
Pejawaran berdasarkan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah, 1986 yaitu daerah dengan kelerengan landai (mencakup
71,05% dari total luas kecamatan daerah dengan kelerengan agak curam (15
luasnya mencakup 24,49 % total luas kecamatan dan daerah dengan kelerengan
curam (30luasnya mencakup 4,46 % total luas kecamatan. Berdasarkan klasifikasi
geomorfologi Van Zuidam tahun 1983, Kecamatan Pejawaran dibagimenjadi 7
klasifikasi yaitu daerah dengan bentuk lahan Denudasional terdiri dariand Hills
(D2), dan Denudasional Hills and Mountain (V1), Bentuk lahan Inter Volcanic
Plains/Major Fluvial Volcanic Plains Hills (V14) dan bentuk lahan.

Gambar 3-1 Citra DEM SRTM Kecamatan Pejawaran

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 7

Sumbernya, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam


dan Lingkungan 2013 ISBN 978-602-17001-1-2 287. Bandung : Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi Pusat.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 8

Gambar 3-2 Peta Kelerengan Kecamatan Pejawaran

2.1 Stratigrafi Regional Daerah Telitian

Gambar 3-2 Peta Geomorfologi Kecamatan Pejawaran


Stratigrafi Regional Berdasarkan Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan
Pekalongan yang di keluarkan oleh Badan Geologi tahun 1996, di Kecamatan
Pejawaran terdapat tujuh satuan geologi, yaitu anggota Breksi Formasi Ligung,
anggota Breksi Formasi Talangan.
Satuan Batuan GunungApi Dieng, Satuan Batuan Gunung Jembangan,
Formasi Damar, Formasi Kalibiuk, danFormasi Rambatan bawah ini adalah luas
persebaran masing-masing satuan.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 9

1. Anggota Breksi Formasi Ligung


Anggota Breksi Formasi Ligung, berumur Plistosen, diendapkan secara tidak
selaras diatas Formasi Kalibiuk, terdiri dari satuan batuan breksi gunung api
(aglomerat) yang bersusunan andesit, lava andesit hornblenda dan tufa. Di atas
Formasi Ligung diendapkan endapan undak sungai berupa pasir, lanau, tufa,
konglomerat dan breksi tufaan yang tersebar disepanjang lembah Sungai Serayu.
2. Anggota Breksi Formasi Tapak
Formasi Tapak, berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras diatas
Formasi Kumbang dan menjemari dengan Formasi Kalibiuk, terdiri dari satuan.
batupasir gampingan dan napal berwarna hijau

mengandung

pecahan

molusca. Pada formasi ini terdapat Anggota Batugamping dari batugamping


terumbu yang mengandung koral dan foraminifera besar, napal dan batupasir
yang mengandung molusca. Selain itu terdapat juga Anggota Breksi yang terdiri
dari breksi gunung api yang bersusunan

andesit dari batupasir tufaan yang

sebagian mengandung sisa tumbuhan. Ketebalan formasi ini sekitar 500 meter,
yang diendapkan dalam lingkungan peralihan sampai laut.
3. Batuan Gunung Api Dieng
Batuan Gunung Api Dieng, berumur Plistosen, diendapkan di atas
Batuan Gunung ApiJembangan, terdiri dari satuan batuan lava andesit dan
andesit-kuarsa serta

batuan

klastika gunung api, yang kemudian diatasnya

diendapkan endapan aluvial.


4. Batuan Gunung Api Jembangan
Batuan

Gunung

Api

Jembangan,

berumur

Plistosen,

diendapkan

bersamaan dengan endapan undak sungai, terdiri dari satuan batuan lava andesit
hiperstein-augit, klastika gunung api, lahar dan aluvium.
5. Formasi Damar

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 10

Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik.
Batu pasir tufaan berwarna

kuning

kecoklatan

berbutir

halus

kasar,

komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar
tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga
kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 5

cm,

membundar

tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi

volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman,


komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut
membundar tanggung, agak keras.
6. Formasi Kalibiuk
Formasi Kalibiuk, berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras
diatas

Formasi

Kumbang

dan menjemari dengan Anggota Breksi Formasi

Tapak, terdiridari satuan batuan napal dan batulempung, bersisipan tipis tufa
pasiran. Napal dan batulempung berwarna abu-abu kebiruan, kaya fosil molusca.
Tebal Formasi Kalibiuk diperkirakan sampai 3000 meter yang diendapkan dalam
lingkungan pasang surut. Di atas formasi ini diendapkan satuan batuan dari
Formasi Ligung.
7. Formasi Rambatan
Formasi Rambatan berumur Miosen Awal sampai Tengah, di endapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Totogan, terdiri dari satuan batuan
serpih, napal dan batupasir gampingan mengandung foraminifera kecil, tebal
formasi ini diperkirakan lebih dari 370 meter dan diendapkan dalam
lingkungan laut terbuka. Pada Formasi Rambatan terdapat Anggota Sigugur
yang berupa endapan batugamping terumbu, mengandung foraminifera besar
dan mempunyai ketebalan beberapa ratus meter. Di atas formasi ini diendapkan
secara selaras satuan batuan dari Formasi Halang dan Formasi Kumbang.
2.2 Struktur Geologi Regional
Kondisi topografi secara umum memperlihatkan keadaan yang bergelombang
cukupkuat dan curam, di mana keadaan yang demikian ini diakibatkan oleh
kontrol struktur geologidan kondisi litologi/batuan penyusunnya Sedangkan
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 11

kontrol struktur geologi yang terekam dalam Peta Geologi Regional didominasi
sesar-sesar normal, sesar geser dan sesar naik.Tanah longsor dapat juga terjadi
karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah pelapukan yang
bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi (sangat tinggi),sehingga
terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini
mengakibatkan bertambahnya bobot masa tanah dan meningkatnya tekanan pori,
sehinggatahanan geser menjadi berkurang. Kemiringan lereng yang terjal
(biasanya > 45) semakin memperkuat untuk terjadinya keruntuhan.
Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan litologi batulempung
tufan bertindak sebagai bidang gelincir. Material longsoran bergerak mengikuti
lembah dan menggerus tebing lembah yang dilaluinya, sehingga semakin
meningkatkan volume material rombakan yang dibawa.
Banyaknya volume material rombakan yang kemudian tercampur dengan air
sungai yang dilaluinya mengakibatkan viskositas semakin meningkat, sehingga
aliran bahan rombakan ini menjangkau areal yang cukup jauh dan merusak serta
menimbun sarana dan prasarana yang dilaluinya. Faktor lain kemungkinan dari
faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan
air/permeabilitas tanah di lokasi longsoran yang relatif kecil.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 12

2.3 Sejarah Geologi


Sejarah pengendapan semua batuan yang ada di daerah penelitian tidak
terlepas dari perkembangan tektonik Pulau Jawa dan pertumbukan antara
Lempeng Benua Asia Tenggaradan Lempeng Hindia-Australia sejak Kapur akhir
atau Tersier Awal. Dua hal yang pokok pada

pembentukan

batuan

sedimen

adalah pembentukan cekungan sebagai wadah dari endapan tersebut yang


erat kaitannya dengan lingkungan pengendapan dan sumber dari batuan yang
diendapkan. Selama Paleosen Tengah dan Akhir terjadi pendesakan (thrusting)
dari selatan yang dihasilkan karena pergerakan mengarah ke utara oleh lempeng
Indo-Australia. Pendesakan ini menghasilkan bancuh di selatan Serayu Utara,
pergerakan ke utaraini juga menghasilkan kompresi, blok penyesaran, dan
pengangkatan. Kompresi ini memulai terbentuknya pasangan kekar-kekar gerus
utama (conjugate set of primary shear fractures)yang nantinya mengontrol posisi
aktivitas volkanik.
Pada akhir Paleosen kompresi agak berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan (subsidence), dan pada kala Eosen endapan laut dangkal menempati
bagian sedimen Paleosen Awal yang telah tererosi Selama Oligosen terjadi
penurunan muka air laut secara tajam di seluruh dunia yang menyebabkan erosi
pada blok yang paling tinggi dan bersamaan dengan itu, terendapnya material
erosi ini di blok yang lebih rendah (Ratman dan Robinson, 1996) sedangkan
menurut Martono (1992) gejala tektonik tertua yang ditemukan di daerah ini
ditunjukkan oleh proses pembentukan batuan Paleogen, yang diduga berlangsung
sampai Oligosen.Terjadinya pencampuradukan tektonik yang melibatkan barbagai
jenis batuan, termasuk sedimen yang sedang dalam proses pengendapan,
memberikan kesan bahwa batuan Paleogen tersebut terbentuk di dalam zona
tunjaman (subduksi). Menurut Van Bemmelen (1949) padaOligosen Miosen,
geantiklin bagian utara mengalami penurunan yang terjadi akibat naiknya
geantiklin bagian selatan.
Penurunan ini terjadi sampai intra Miosen Tengah, saat itu terjadi reaksi
igravitasional yang menyebabkan geantiklin bagian selatan patah, saya putara
geantiklin tersebut tergelincir ke arah depresi geosinklin.Miosen Awal merupakan
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 13

kala yang tenang dengan penaikan muka airlaut dan pembentukan terumbu di
sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi. Orogenesis merupakan ciri-ciri
Miosen Tengah dengan adanya pendesakan kembali dari selatan,kompresi blok
sesar dan sedimen-sedimen yang menindihnya, aktivitas volkanik di sepanjang
kekar-kekar gerus gunting yang terbentuk sebelumnya, dan akhirnya
pengangkatan.
Intensitas orogenesis dan aktivitas volkanik secara bertahap menurun selama
Miosen Tengah dan Akhirdan berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan Robinson,
1996). Menurut Martono (1992),setelah Oligosen daerah penelitian merupakan
cekungan belakang busur yang menampung sedimen pelitik dari arah benua dan
sesekali bahan volkanik berbutir halus dari arah busur volkanik. Masa ketenangan
tektonik Miosen Awal ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan
dan penyesaran.
Dalam proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan yang
dikendalikan oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali.Pada akhir
Miosen awal Pliosen kegiatan tektonik mengakibatkan pembentukan busurpulau
gunungapi, kegiatan magmatik ini dikenali dengan terobosan intensif pada
FormasiMerawu,sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan
yang terbentuk sebelumnya.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 14

BAB III
KLASIFIKASI GERAKAN TANAH
MELALUI INDEKS CITRA LANDSAT
3.1 Tinjauan Umum
Gerakan tanah adalah proses perpindahan massa dan tanah dari tempat asalnya
ketempat yang lebih rendah (gaya gravitasi) akibat proses gangguan
keseimbangan lereng. Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau berupa
longsoran tanah,sehingga gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari
massa tanah atau batuan. Rayapan diartikan jikalau gerakan ini sangat lambat dan
bila gerakan menjadi cepat maka akan terjadi runtuhan yang tidak teratur dari
tanah yang biasanya bersamaan jalannya dengan pemusnaan tumbuh-tumbuhan
yang ada diatasnya. Dengan demikian bentuk ekskrim dari rayapan tanah adalah
longsoran tanah.Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya geologi yang
sering terjadi sebagaimana bencana geologi lainnya (seperti erupsi gunung
api,gempa bumi,tsunami, disebut bahaya geologi karena fenomena alam tersebut
ditimbulkan oleh proses proses geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam
bumi-endogen maupun yang berasal dari luar-bumi eksogen).Bahaya yang timbul
akibat proses-proses geologi disebut dengan (geological hazardz).Gerakan tanah
masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh kondisi geologi
,morfologi/litologi,kedudukan struktur geologi,curah hujan dan tutupan vegetasi
karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda
juga meningkat ketidak siapan dalam menghadapi bencana merupakan isu-isu
yang sangat penting pada saat ini.
3.2 Konsep Dasar Analisis Kemantapan Lereng
Faktor Internal yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya
ikat (Kohesi)tanah atau batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah /batuan
yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya
dan bergerak kebawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya
membentuk massa yang lebih besar.lemahnya daya ikat tanah /batuan maupun
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 15

rekahan yang intensif dari massa tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat
kesarangan (poroditas).
3.3. Metodologi
Rumus dasar umum untuk analisis risiko yang diusulkan dalam 'Pedoman
Perencanaan Mitigasi Risiko Bencana'yang telah disusun oleh Badan Nasional
Penanggulanga Bencan Indonesia(Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008)
adalah sebagai berikut: (2-1) dimana: R : Disaster Risk: Risiko Bencana. H :
Hazard Threat: Frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu cenderung terjadi
dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu. V : Vulnerability: Kerugian yang
diharapkan (dampak) didaerah tertentu dalam sebuah kasus bencana tertentu
terjadi dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini biasanya didefinisikan
sebagai pajanan (penduduk, aset, dll) dikalikan sensitivitas untuk intensitas
spesifik bencana C : Adaptive Capacity: Kapasitas yang tersedia di daerah itu
untuk pulih dari bencana tertentu.
Analisis pemetaan risiko ini menggunakan semi kuantitatif, yang menggunakan
faktor pembobotan dan nilai-nilai indeks. Pendekatan ini adalah pendekatan yang
umum digunakan dibeberapa analisis risiko bencana dan pemetaan di luar
Indonesia. Indikator yang digunakan untuk analisis resiko semi-kuantitatif
akan dipilih didasarkan . pada kesesuaian dan ketersediaan Rumus 'R = H * V / C'
yang dijelaskan di atas masih berlaku, namun akan berisi nilai indeks bukan nilai
riil. Dalam analogi Human Development Index (HDI) dari UNDP, untuk membuat
indeks sebanding setidaknya dalam dimensi, indeks yang digunakan dalam
analisis yang dikonversi menjadi nilai antara 0 dan 1, dimana 0 merupakan
nilai minimum indikator asli, dan 1 merupakan nilai maksimum.
Dalam kasus dengan angka rendah yang banyak dan beragam dalam jumlah yang
kadang-kadang tinggi, akan dilakukan konversi logaritmik (Log10) daripada
konversi 'linier'. Dalam analisis semi-kuantitatif, kurangnya informasi tentang
khususnya tentang factor sensitivitas dikompensasi oleh faktor bobot.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 16

Faktor-faktor pembobotan terbaik diperoleh melalui konsensus pendapat para


ahli. Suatu metodologi muncul ke sebuah consensus tersebut adalah Analytic
Hierarchy Process(AHP). Metodologi ini telah dikembangkan oleh Thomas L
Saaty dimulai pada tahun 1970, dan awalnya dimaksudkan sebagai alat untuk
pengambilan keputusan. AHP adalah suatu metodologi pengukuran melalui
perbandingan pasangan bijaksana dan bergantung pada penilaian para pakar
untuk mendapatkan skala prioritas, Inilah skalayang mengukur wujud secara
relatif.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 17

BAB IV
PEMBAHASAN PENGGUNAAN TATA LAHAN
DAN CURAH HUJAN DAERAH TELITIAN

4 .1. Komponen Tata lahan gerakan tanah

Gambar 3-3 Peta Geologi Kecamatan Pejawaran


Berdasarkan data Pejawaran Dalam Angka tahun 2010, penggunaan lahan yang
paling luas adalah digunakan untuk tegal atau kebun. Pada Pejawaran bagian
selatan, kebanyakan digunakan untuk kebun jagung sedangkan semakin utara,
kebunnya ditanami dengan sayuran, seperti kol dan kentang.Penggunaan lahan
Kecamatan Pejawaran dapat dikelompokkan dalam dua kategori, meliputi tanah
sawah dan tanah bukan sawah. Fungsi lahan sebagai tanah sawah sebagian besar
berupa irigasi desa / Non PU (186,313 ha). Tanah sawah sebagian besar berada di
Desa Grogol (573,82 ha), sedangkan yang paling sedikit luasannya adalah Desa
Tlahab (124,67 ha). Fungsi lahan sebagai tanah kering sebagian besar berupa
tegalan / kebun (4.557,25 ha), pekarangan / bangunan (240,18 ha), Lain - lain
(158,57 ha). Lahan tegalan terluas berada di Desa Grogol (541,17 ha) sedangkan
paling sedikit di Desa Kalilunjar (100,88 ha).

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 18

Dalam penlitian ini, penggunaan lahan dikelompokkan menjadi lima, yaitu hutan,
lahan terbangun, kebun campuran, lahan basah, dan lahan terbuka.

Gambar 3-5 Peta Curah Hujan Kecamatan Pejawaran


Indeks ancaman bencana gerakan tanah di Kecamatan Pejawaran ini
disusun menggunakan metode analythical hierarchy process (AHP), yaitu
pengambilan keputusan berdasarkan permasalahan multi faktor atau multikriteria
yang kompleks menjadi suau hierarki. Kriteria yang digunakan dalam penelitian
ini untuk pemetaan indeks ancaman longsor di Kecamatan Pejawaran yaitu
geologi daerah, kemiringan lereng, morfologi wilayah, dan penggunaan lahan,
serta curah hujan. Masing masing kriteria mempunyai pembobotan masingmasing.Dari perhitungan kriteria yang mempengaruhi ancaman bencana longsor,
bobot untuk faktorkemiringan lereng paling tinggi dengan nilai 46%. Hal ini
karena faktor kemiringan lereng sangat berpengaruh pada terjadinya gerakan
tanah. Dengan adanya gaya gravitasi, litologi yang tidakmasif akan sangat mudah
untuk terbawa air ketika kelerenganya cukup tinggi.Faktor geologi juga
mempunyai pengaruh tinggi setelah faktor kelerengan, yaitu bobotnya sebesar
26%, Faktor geologi ini menggambarkan kondisi litologi penyusun daerah
tersebut. faktor geologi ini memuat kondisi tanah, kesetabilan permukaan,
kekuatan permukaan, gaya geser, dan kemudahan masifikasi litologi untuk
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 19

terpecah ketika terjadi kondisi jenuh air.kondisi kelerengan yang tinggi.


Kemudian faktor morfologi atau bentuk lahannya, bentuk lahan ini mentukan
secara regional kekasaran atau gambaran relief dari suatu wilayah yangberupa
satuan unit di sertai dengan kondisi litologi di area tersebut berupa, ukuran butir
masifikasi, porositas tanahnya. Untuk kondisi morfologi, bobotnya adalah 16%.
Faktor penggunaan lahan dan curah hujan tidak memiliki bobot yang begitu besar,
yaitu 10 dan 6 %. Faktor ini melihat di mana jenis penggunaan lahan merupakan
suatu beban di permukaan, semakin berat beban di permukaan lahan semakin
tinggi kemungkinan untuk terjadi longsor,Sudut pandang bebanini juga
mempertimbangkan aliran hujan yang dapat terinfiltrasi ke dalam tanah dan aliran
hujan yang menjadi overland flow di permukaan tanah.

4.2 faktor kemiringan lereng dan geologi ancaman gerakan tanah


Faktor kemiringan lereng pada penelitian ini terdapat 3 kelas, yang merupakan
kelas kelerenganyang terdapat di Kecamatan Pejawaran. Yaitu kelas landai,
dimana kelerengannya antara 8-15% , kelas agak curam dimana kelas
kelerenganya antara 16-25%, dan kelas curam dimana kelerengannya antara 2640%, Yang mempunyai bobot paling tinggi adalah kelas curam yaitu sebesar 63%,
yang berarti kelerangan ini mutlak dalam mempengaruhi potensi gerakan tanah di
bandingkan kelas kelerengan landai yang hanya sebesar 11%. Untuk kelas
kelerengan agak curam, mempunyai bobot 26%.Untuk faktor geologi, Formasi
Rambatan (Tmr) memiliki pengaruh yang cukup besar dalammempengaruhi
terjadinya kemungkinan longsor, yaitu 39,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
berdasarkan kondisi litologi Formasi Rambatan di lapangan dengan disertai
dengan pembobotan AHP, FormasiRambatan sangat mudah terjadi longsor di
bandingkan formasi Gunung Api Jembangan dan Dieng yang hanya 2,7%
Sehingga formasi Gunung Api Jembangan dan Dieng sangat rendah pengaruhnya
untuk terjadi longsor, karena kondisi litologi nya yang cukup masif. Sedangkan
pada

Formasi

Rambatan,

litologi

nya

yang

berupa

lempung

yang

menyerpihmembuat lapisan tanah pada litologi inimempunyai bidang gelincir.


Selain itu kondisi lempung yang mudah menyerap air dan sulit melepaskannya
membuat litologi ini mudah untuk jenuh air.
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 20

Formasi Kalibiuk mendapatkan pembobotan urutan kedua, yaitu 29,4%,


Formasi ini terdiri darisatuan batuan napal dan batulempung, bersisipan tipis tufa
pasiran, Napal dan batulempung berwarna abu-abu kebiruan,Kondisi nya sama
seperti Formasi Rambatan, tetapi karena lempungnya tidak menyerpih, maka lebih
kuat dalam menahan gerakan tanah kriteria yang paling tinggi dalam
mempengaruhi gerakan tanah, adalah penggunaan untuk lahan terbangun yang
mempunyai bobot 46,6%. Penggunaan lahan untuk lahan terbangun mempunyai
bobot yang paling tinggi karena tingkat bebannya pada permukaan yang cukup
tinggi. Dibandingkan pada penggunaan lahan terbuka yang sebesar 9,6%. Karena
beban dana aliran pada permukaan tanahnya tidak terlalu besar mempengaruhi
gerakan tanah. Jenis penggunaan lahan kebun campur, memiliki pengaruh yang
tinggi yaitu sekitar 27,7% yang merupakan jenis penggunaan lahan tingkat
menenfah dalam mempengaruhi kemungkinan terjadinya longsor. Sedangkan
untuk jenis penggunaan lahan pada lahan basah mempunyai tingkat menengah
yaitu sekitar 16,1% Sedangkan untuk curah hujan, semakin tinggi curah hujan,
maka akan semakin tinggi pengaruhnya terhadap gerakan tanah. Hal ini karena
salah satu penyebab mudahnya gerakan tanah terjadi adalah kandungan air yang
berada di lapian tersebut. semakin suatu lapisan jenuh air, maka lapisan tersebut
akan mudah bergerak. Pada pembobotan diatas daerah yang mempunyai curah
hujan rata-rata 5000-4500 pertahun mempunyai bobot sekitar 46,6% sedangkan
untuk daerah yang lebih jarang curah hujannya yaitu 4500 4000 mempunyai
bobot 27,7% Dan curah hujan pada kelas menengah dengan bobot 16,1% adalah
pada daerah yang mempunyai rata-rata 4000-3500 pertahundan yang paling
rendah adalah daerah dengan curah hujan rata-rata 3500-3000 pertahun dengan
bobot 9,6%.
Faktor morfologi yang sangat sangat berpengaruh adalah parameter V1 yang
merupakan hasilbentukan bentuk lahan vulkanik. Bobot yang didapatkan
berdasarkan pada perhitungan AHP sebesar51%, Sedangkan yang paling rendah
adalah M17 yang merupakan hasil bentuklahan laut atau marinedengan bobot
5,4%.Dari semua parameter yang dijadikan satu overlay di software ArcGis
dengan memasukanpembobotan dengan metode AHP yang sudah dilakukan.
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 21

BAB V
WILAYAH POTENSI GERAKAN TANAH
KECAMATAN PEJAWARAN KABUPATEN
BANJARNEGARA( JAWA TENGAH )

1. Lokasi dan Waktu Kejadian Gerakan Tanah:


Gerakan tanah terjadi pada Minggu, 25 September 2016 setelah hujan mengguyur
sejak Sabtu, 24 September 2016 dari jam 12.00 hingga dini hari. Gerakan tanah
terjadi Di Dusun Tambaksari, Desa Sidengok Kecamatan Pejawaran, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah dengan koordinat N 109 50' 0,6936" E dan 7 14'
1,4136" LS. Tidak jauh dari lokasi ini pada bulan Februari 2016 pernah terjadi
gerakan tanah, namun pada saat itu tidak melan korban jiwa dan tidak terkena
rumah.
2. Jenis Gerakan Tanah:
Jenis gerakan tanah di Dusun Tambaksari, Desa Sidengok berupa tipe longsoran.
Longsoran terjadi pada bagian atas pemukiman pada ladang yang ditanami
tanaman sayuran, wortel dll. Arah longsoran berarah ke N 60 E. Lebar mahkota
berkisar 20 m, tinggi tebing 17 meter dan panjang longsoran mencapai 35 m.
3. Dampak gerakan tanah
Dampak gerakan tanah antara lain :

1 orang meninggal dunia

1 rumah rusak berat dan 2 rumah terancam

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 22

4. Kondisi daerah bencana


a. Morfologi
Secara umum topografi di sekitar Tambaksari berupa perbukitan dengan
ketinggian antara 1400 - 1500 meter di atas permukaan laut. Secara umum daerah
bencana merupakan perbukitan agak terjal - terjal dengan kemiringan lereng lebih
dari 30. Lereng yang longsor merupakan tebing setinggi 17 meter, dengan
kelerengan 36.
b. Kondisi Geologi
Berdasarkan pengamatan lapangan batuan di daerah bencana berupa batuan
gunungapi kuarter dengan pelapukan yang sangat tebal dengan batuan dasar
breksi andesit (Batuan Gunungapi Jembangan).
c. Tata guna lahan dan Keairan
Tata lahan pada bagian atas dan bagian bawah berupa dengan ladang dengan
ditanami sayur-sayuran (wortel, cabai, jagung) dan setempat terdapat pohon
bambu. Namun pada bagian bawah tebing berupa pemukiman. Muka air tanah di
daerah ini sangat dalam, sehingga penduduk memanfaatkan mata air yang
dialirkan melalui pralon untuk keperluan sehari-hari.
d. Kerentanan Gerakan tanah
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadi Gerakan Tanah Kabupaten
Banjarnegara bulan September 2016 (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi), daerah bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan
tanah Menengah - Tinggi artinya di daerah ini dapat terjadi gerakan tanah jika
curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah
sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan dan longsoran
lama dapat aktif kembali.
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 23

5. Faktor penyebab gerakan tanah:

Curah hujan yang tinggi yang turun sebelum dan saat terjadinya gerakan
tanah memicu terjadinya gerakan tanah.

Tanah pelapukan yang sangat tebal dari Produk Gunungapi Jembangan

Tata guna lahan yang kurang baik

Sistem drainase permukaan yang kurang baik

Kemiringan lereng yang agak terjal mengakibatkan tanah mudah bergerak

6. Mekanisme:
Curah hujan yang tinggi serta drainase yang kurang baik mengakibatkan air
terakumulasi pada batas tanah lapuk dengan breksi. Air kemudian meresap pada
tanah pelapukan yang bersifat sarang, sehingga tanah menjadi mudah jenuh air.
Keadaan tersebut mengakibatkan bobot masa tanah dan kejenuhan tanah
meningkat. Pelapukan tanah vulkanik yang tebal terletak dan kelerengan yang
terjal sehingga tanah penyusun lereng mudah longsor. Dengan adanya bobot
massa tanah yang tinggi, pelapukan yang tebal dan kemiringan lereng yang terjal
(> 30o) serta curah hujan yang tinggi mengakibatkan tahanan lereng lemah
kemudian dipacu dengan gaya gravitasi maka terjadilah gerakan tanah tipe
longsoran dengan bidang gelincir rotasi.
7. Rekomendasi Teknis :
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, maka direkomendasikan:

Daerah ini beresiko tinggi terkena gerakan tanah longsoran dengan tipe
rotasi, meningat tanah pelapukan yang tebal dan kelerengan yang terjal.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka sebaiknya tata guna lahan dari

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 24

tanaman sayuran diubah menjadi menjadi tanaman yang berakar kuat dan
dalam.

Tananam sayuran sebaiknya tidak ditanam pada pada area berlereng terjal

Masyarakat yang tinggal dibawah tebing harus meningkatkan


kesiapsiagaan pada saat dan setelah turun hujan karena kondisi geologi
dan ketebalan tanah pelapukan di area bencana berpotensi terjadi
longsoran.

Perbaikan saluran drainase permukaan supaya air tidak masuk ke area


longsoran.

Mengupayakan penataan wilayah dengan mempertimbangkan beberapa


kendala geologi seperti potensi gerakan tanah tipe rayapan dan longsor.

Masyarakat agar memantau munculnya retakan baru dan segera ditutup


dengan tanah atau plastik agar air tidak masuk ke area retakan, jika retakan
bertambah lebar segera mengungsi dan melaporkan ke Pemerintah Daerah.

Memperketat izin pembuatan bangunan di daerah-daerah rawan bencana.

LAMPIRAN

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 25

Peta lokasi daerah bencana

Lereng yang longsor dan menyebabkan 1 orang meninggal dunia dan 1


rumah rusak

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 26

Rumah yang rusak terkena longsor yang berada di bawah tebing setinggi 17
meter dengan tata guna lahan tanaman sayuran dan jagung

Batuan dasar berupa breksi andesit dan di atasnya tanah pelapukan yang
tebal.

WILAYAH POTENSI GERAKAN TANAH

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 27

DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH


BULAN SEPTEMBER 2016

Keterangan :

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 28

Peta Prakiraan Wilayah Potensi Gerakan Tanah Kabupaten Banjarnegara


Bulan September 2016

Gambar Sketsa Situasi gerakan tanah di lokasi bencana


LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 29

Gambar Peta Geologi Daerah Sidengok dan sekitarnya, Kecamatan


Pejawaran

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 30

BAB VI
PENUTUP
Bencana Gerakan tanah adalah proses perpindahan massa batuan dan tanah dari
tempat asalnya ketempat yang lebih rendah (oleh gaya gravitasi) akibat proses
gangguan keseimbangan lereng. Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau
berupa longsoran tanah, sehingga gerakan tanah seringkali disebut sebagai
longsoran dari massa tanah atau batuan.

Rayapan diartikan jikalau gerakan ini

sangat lambat dan bila gerakan menjadi cepat maka akan terjadi runtuhan yang
tidak teratur dari tanah yang biasanya bersamaan jalannya dengan pemusnahan
tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya. Dengan demikian betuk ekstrim dari
rayapan tanah adalah longsoran tanah.
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya geologi yang sering terjadi
sebagaimana bencana geologi lainya (seperti erupsi gunung api, gempa bumi,
tsunami. Disebut bahaya geologi karena fenomena alam tersebut ditimbulkan
oleh proses-proses geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam bumi
endogen, maupun yang berasal dari luar bumi eksogen. Bahaya yang timbul
akibat proses-proses geologi disebut dengan bahaya geologi (geological hazards).
Gerakan tanah masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh kondisi
geologi, morfologi/litologi, kedudukan struktur geologi, curah hujan dan tutupan
vegetasi,Karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa dan harta
benda maka masalah tersebut telah lama menjadi perhatian, khususnya oleh para
ahli geologi ataupun ahli geoteknik dan ahli geofisika.
Landslide juga merupakan fenomena pergerakan tanah yang biasa disebut
dengan tanah longsor.Pengertian tanah longsor itu sendiri adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran

tersebut,

bergerak

ke

bawah

atau

keluar lereng. Gangguan

kestabilan lereng tersebut dapat dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama


kemiringan lereng), kondisi batuan/tanah penyusun lereng, dan kondisi
tataguna lahan yang di atas lapisan tanahnya. Kecamatan Pejawaran terletak di
Kabupaten Banjarnegara sebalah utara.
LAPORAN SEMINAR GEOLOGI
ANA FARIDA(410013040)
Page 31

Daerah ini terletak pada ketinggian 1.150 m di atas permukaan air laut
dengan keadaan tanah sebagian besar merupakan dataran tinggi yang berbukitbukit. Kondisi bentuk lahan ini menjadikan potensi gerakan tanah di wilayah
ini cukup tinggi. Sehingga perlu diketahui wilayah-wilayah yang memiliki
resiko

bencana

agar

dalam pengambilan kebijakan pembangunan dan

penanganan dapat lebih tepat. Pemetaan daerah rawan bencana menggunakan


parameter kelerengan dan geomorfologi yang didapatkan dari Citra DEM
SRTM, peta geologi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi Bandung, serta
peta tata guna lahan dari Bappeda Banjarnegara.
6.1 Kesimpulan
Banjir dan tanah longsor banyak kali terjadi di Indonesia.Bencana tersebut terjadi
hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dengan beragam luas daerah
tangkapan air sebagai sumber pasokan air banjir dan beragam waktu, baik pada
awal, pertengahan maupun akhir musim penghujan.Bencana banjir dan tanah
longsor yang belakangan ini sering terjadi harus dijadikan pelajaran agar ke depan
bencana yang demikian dapat diminimalkan, baik frekuensi kejadian maupun
korban yang ditimbulkan. Usaha mitigasi tentang banjir tanah longsor diperlukan
untuk meminimalisir potensi terjadinya tanah longsor yang dapat menimbulkan
kerugian. Tahapan dalam usaha mitigasi ini adalah Pemetaan, Penyelidikan,
Pemeriksaan, Pemantauan, Sosialisasi.
6.2 Saran
Pada dasarnya seminar geologi merupakan sarana untuk berlatih dalam menulis
dan mempresentasikan suatu tulisan atau karya ilmiah. Hal ini bertujuan agar
mahasiswa memiliki kemampuan dalam berkomunikasi guna menyampaikan
suatu informasi-informasi yang berkaitan dengan geologi. Selain itu mahasiswa
juga dapat belajar mempertanggungjawabkan pendapat atau pemikiranpemikirannya sendiri. Terkadang mahasiswa tidak memahami materi yang akan
disampaikan, sehingga penyajian data dan penyampaiannya kurang maksimal.
Oleh sebab itu pemahaman materi sangatlah penting agar dapat menyampaikan
informasi geologi dengan baik.

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 32

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006, Konservasi Tanah dan Air, Bogor : IPB Press
Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banjarnegara dan Badan Pusat
Statistik Kabupaten
Banjarnegara, 2010, Banjarnegara Dalam Angka 2011/2012, Banjarnegara :
Badan Pusat Statistik
Kabupaten Banjarnegara.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013
ISBN 978-602-17001-1-2 287. Bandung : Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral Badan Geologi Pusat
Lingkungan Geologi Bandung.
Hary Christady Hardiyatmo, 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi,
Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Kartasapoetra AG, G. Kartasapoetra, dan Mul Mulyani Sutedjo, 2005, Teknologi
Konservasi Tanah dan
Air, Jakarta :PT. Rineka Cipta
Puntodewo A, Dewi S, dan Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor Barat: Center for International Forestry
Research Sembiring, K, 2007, Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan
Bencana di Indonesia. Lomba KaryaTulis Mahasiswa.Bandung.
Zuidam, Van, 1986, Aerial Photo-Interpretation in Terain Analysis and
Gemorphologic Mapping, Holland: Smits Publishers Peraturan Kepala BNPB
Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 33

REFERENSI

https://www.academia.edu/9536099/BAB_II_KERANGKA_GEOLOGI_REGIO
NAL?auto=download
ttp://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202002/30_Proceding_Banjarnegara_%20JA
%20Eko.pdf

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 34

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Desa pejawaran....................................................................3


Gambar 2. Gambar Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banjarnegara
dan Badan Pusat Statistik Banjarnegara, 2010, Banjarnegara Dalam Angka
2011/2012, Banjarnegara : Badan Pusat Statistik ..............................................3
Gambar Citra DEM STRM Kecamata Pejawaran............................................6
Gambar 4. Peta kelerega kecamata pejawaran...................................................9

LAPORAN SEMINAR GEOLOGI


ANA FARIDA(410013040)
Page 35

Anda mungkin juga menyukai