Anda di halaman 1dari 21

KASUS ILMU BEDAH

COMBUTIO GRADE II 49.5 % EC. LEDAKAN GAS

Disusun oleh:
Anizatun Nuskiyati
012116327
Pembimbing:
dr. Radian Tunjung B., Sp. B., M.Si.Med

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD KOTA SEMARANG
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Anizatun Nuskiyati

NIM

: 012116327

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan

: Ilmu Bedah

Pembimbing

: dr. Radian Tunjung B., Sp. B., M.Si.Med

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal

Juni 2016

Pembimbing,

dr. Radian Tunjung B., Sp. B., M.Si.Med


LAPORAN KASUS
2

I.

IDENTITAS PASIEN

II.

Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
No. RM
Bangsal
Tanggal Masuk

: Ny. C
: 40 tahun
: Perempuan
: Kaligawe
: Swasta
: 109358
: Prabu Kresna
: 27 Juni 2016

ANAMNESA

Keluhan Utama

: Nyeri luka bakar

Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang Pasien datang sadar dengan keluhan terkena ledakan gas
sekitar 6 jam SMRS. Pasien mengeluh nyeri, perih, kemeng dan panas di
seluruh tubuh. Nyeri yang dirasakan senat-senut sehingga pasien tidak bisa
tidur untuk beristirahat. Pasien juga mengaku timbul gelembung-gelembung
yang berisi cairan jernih pada daerah yang terkena api tersebut.
Pasien mengalami kecelakaan ini 6 jam SMRS, waktu itu terjadi
kebocoran gas pada dapur rumah pasien, pasien berusaha untuk
menghentikan kebocoran gas tersebut, namun tak disengaja di teras rumah
ibu pasien menghidupkan kompor untuk membuat kue lebaran, tak lama
setelah itu api langsung menyambar ke dalam rumah karena masih terdapat
penguapan gas LPG akibat tabung gas yang bocor, dalam kejadian ini
terdapat 5 orang yang tersambar api tersebut.

Badan terasa lemah (+), sesak (+), mual (-), muntah (-), BAK (+)
normal, BAB (-) Normal. Saat ini pasien mengeluh bahwa ke empat
ekstremitas pasien bengkak dan kaku.
Riwayat Penyakit Dahulu:.

R. Diabetes
R. Asma
R. Jantung
R. Hipertensi
R. Alergi
R. TBC
R. Gastritis
R. Operasi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: SC tahun 2010

Riwayat Penyakit Keluarga:

R. Diabetes
R. Asma
R. Jantung
R. Hipertensi
R. Alergi
R. Kanker

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang janda beranak 2. Pasien tinggal bersama ibu dan
kedua anaknya serta memiliki 1 anak kost bersama suami dan anaknya.
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI.
Kebiasaan
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta tidak
mengkonsumsi obat-obatan.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis

Kesadaran
: composmentis, GCS E4M6V5 tampak sakit sedaang
TTV
TD
: 135/95 mmHg
N
: 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
S
: 36,80c
BB/TB
: 56 kg/160 cm (BMI : 21.8)
IMT
: Normoweight
Kepala

: Mesocephal

Rambut

: Tidak mudah dicabu, rambut terbakar sebagian, dan pada

kedua alis pasien (+)


Mata

: Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Kedua bulu

mata terbakar (+), refleks pupil +/+, pupil isokor +/+


Hidung

: Simetris, Sekret (-), Deviasi septum (-), Hiperpigmentasi

pada cuping hidung (+)


Bibir

: Swelling (+)

Telinga

: Sekret (-), Bula (+), Hiperpigmentasi (+)

Leher

: Deviasi trachea (-), kaku kuduk (-), Hiperpigmentasi (+),

Massa (-), Pembesaran KGB (-)


Paru
Depan

Belakang

I : Statis : simetris kanan kiri, retraksi I : Statis : simetris kanan kiri,


(-/-)
Dinamis

pergerakan

paru

retraksi (-/-)
Dinamis :

pergerakan

paru
5

simetris, retraksi (-/-)


simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang tertinggal,

melebar,

retraksi (-/-)
Dinamis :

tertinggal, retraksi (-/-)


Dinamis : pergerakan

pergerakan

paru

tidak

ada

yang
paru

simetris, sela iga tidak melebar,

simetris, sela iga tidak melebar,

tidak ada yang tertinggal, retraksi

tidak ada yang tertinggal, retraksi

(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru

(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),

Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),

ronki (-/-), wheezing (-/-)

ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tak tampak

Palpasi

: ictus cordis tak melebar, pulsus epigastrik (-),

pulsus parasternal (-), sternal lift (-)


-

Perkusi:
Batas kiri

: ICS IV, linea midclavicularis sinistra

Batas kiri

: ICS IV, linea parasternalis dextra

Batas atas

: ICS II, linea sternalis sinistra

Batas pinggang : ICS II, linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi

: kontur abdomen simetris,

distensi (-),

scar (-), striae (-), dilatasi vena (-), peristaltik (-), pulsasi
-

epigastrium (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Perkusi
: Didapatkan bunyi

timpani

di

keempat kuadran abdomen.


- Palpasi

: Teraba

supel,

nyeri

tekan (+) di keempat

kuadran abdomen, balottement ginjal (-), nyeri ketok ginjal (-)

Ekstremitas :

Akraldingin
Oedem
Pucat
Gerak
Reflex fisiologis
Reflex patologis
Hiperpigmentasi
Bula

Superior

Inferior

-/+/+
-/Dalam batas normal
+/+
-/+/+
+/+

-/+/+
-/Dalam batas normal
+/+
-/+/+
+/+

Status Lokalis
7

Regio Cranii
1. Rambut

: Terbakar (+)

2. Dahi

: Hiperpigmentas (+)

3. Alis

: Terbakar (+/+)

4. Bulu Mata

: Tebakar (+/+)

5. Hidung

: Hiperpigmentasi pada cuping hidung (+)

6. Pipi

: Hiperpigmentas (+/+)

7. Bibir

: Swelling (+)

8. Dagu

: Hiperpigmentas (+)

9. Telinga

: Hiperpigmentasi (+/+), bula (+/+)

Regio Extremitas :
Superior : Regio brachii (S)
Regio brachii(D)

: Hiperpigmentasi (+)
: pus (+), hiperpigmentasi (+), oedem

(+), bula (+)


Regio antebrachii(D) : pus (+), hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio antebrachii(S)
Regio manus (D)
Regio manus (S)
Inferior : Regio Femur (D)
Regio Cruris (D)
Regio Cruris (S)
Regio pedis (D)
Regio pedis (S)
Luas Luka Bakar
Kepala dan leher
Trunkus anterior
Trunkus posterior
Ekstremitas atas kanan
Esktremitas atas kiri

bula(+), pulsasi a. radialis ka (+)


: hiperpigmentasi (+), pulsasi a. radialis ki
(+)
: oedem (+), bula (+)
: oedem (+), bula (+)
: hiperpigmentasi (+)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),

bula (+)
bula (+)
bula (+)
bula (+)

: 4.5 %
:0%
:0%
:9%
:9%
8

Esktremitas bawah kanan


Esktremitas bawah kiri
Genitalia
Total

IV.

: 18 %
:9%
:0%+
: 49.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah Leukosit
Jumlah Trombosit
Masa Perdarahan / BT
Masa Pembekuan/ CT
Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Kalsium

28/06/2016
17.3
50.0
18.8
304
2 min 30 sec
8 min 10 sec
28/06/2016
133.0
3.8
1.19

Nilai Normal
11.7-15.5 g/dL
35-47
3.6-11.0 U/L
150-400 ml
2-7
4-10
Nilai Normal
135.0-147.0 mmol/L
3.50-5.0 mmol/L
1.12-1.32 mmol/L

V.

RESUME
VI.

Seorang Pasien datang sadar dengan keluhan terkena ledakan gas


sekitar 6 jam SMRS. Pasien mengeluh nyeri, perih, kemeng dan panas
di seluruh tubuh. Nyeri yang dirasakan senat-senut sehingga pasien
tidak bisa tidur untuk beristirahat. Pasien juga mengaku timbul
gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih pada daerah yang
terkena api tersebut. Badan terasa lemah (+), sesak (+). Saat ini pasien
mengeluh bahwa ke empat ekstremitas pasien bengkak dan kaku.
Kesadaran
: composmentis, GCS E4M6V5 tampak sakit

sedang
TTV
TD
: 135/95 mmHg
N
: 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
S
: 36,80c
BB/TB : 56 kg/160 cm (BMI : 21.8)

Status Lokalis
Regio Cranii
10. Rambut

: Terbakar (+)

11. Dahi

: Hiperpigmentas (+)

12. Alis

: Terbakar (+/+)

13. Bulu Mata

: Tebkar (+/+)

14. Hidung

: Hiperpigmentasi pada cuping hidung (+)

15. Pipi

: Hiperpigmentas (+/+)

16. Bibir

: Swelling (+)
10

17. Dagu

: Hiperpigmentas (+)

18. Telinga

: Hiperpigmentasi (+/+), bula (+/+)

Regio Extremitas :
Superior : Regio brachii (S)
Regio brachii(D)

: Hiperpigmentasi (+)
: pus (+), hiperpigmentasi (+), oedem

(+), bula (+)


Regio antebrachii(D) : pus (+), hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio antebrachii(S)

bula(+), pulsasi a. radialis ka (+)


: hiperpigmentasi (+), pulsasi a. radialis ki

(+)
Regio manus (D)
: oedem (+), bula (+)
Regio manus (S)
: oedem (+), bula (+)
Inferior : Regio Femur (D)
: hiperpigmentasi (+)
Regio Cruris (D)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio Cruris (S)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio pedis (D)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio pedis (S)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Luas Luka Bakar
Kepala dan leher
: 4.5 %
Trunkus anterior
:0%
Trunkus posterior
:0%
Ekstremitas atas kanan
:9%
Esktremitas atas kiri
:9%
Esktremitas bawah kanan
: 18 %
Esktremitas bawah kiri
:9%
Genitalia
:0%+
Total
: 49.5

bula (+)
bula (+)
bula (+)
bula (+)

11

VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah Leukosit
Jumlah Trombosit
Masa Perdarahan / BT
Masa Pembekuan/ CT
Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Kalsium

28/06/2016

Nilai Normal
11.7-15.5 g/dL
35-47
3.6-11.0 U/L
150-400 ml
2-7
4-10

17.3
50.0
18.8
304
2 min 30 sec
8 min 10 sec
28/06/2016
133.0
3.8
1.19

Nilai Normal
135.0-147.0 mmol/L
3.50-5.0 mmol/L
1.12-1.32 mmol/L

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja
Combutio Grade II 49.5 % ec. Ledakan Gas
Trauma Inhalasi
Leukositosis
Hiponatremia

12

IX.

TATALAKSANA

IC Pro Debridemen

Airway

: O2 2-4 tpm via Nasal Kanul

Breathing

: spontan

Circulation

: IVFD RL/ 24 jam. Pasang kateter.

Drug

:Inj. Cefoperazon 2x1gr, Tramadol drip 3x1amp,

Rawat Luka, Burnazin Zalf.


Monitoring resusitasi

X.

XI.

Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) = 30-60 cc/ jam.

KOMPLIKASI

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),

Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS),

Sepsis

Kontraktur

Kekakuan Sendi

PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad Sanactionam

: Bonam
: Dubia ad Bonam
: Bonam

13

PR Trauma Inhalasi?
TRAUMA INHALASI PADA LUKA BAKAR
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan
efek memanaskan atau mendinginkan. Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana
luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa
jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Cedera inhalasi
disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar (tracheobronchitis) dari saluran
pernapasan. Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah
kematian sangat tinggi antara 48% sampai 86%. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah
dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas
toksik seperti hidrogen sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan
partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi

14

dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi
lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edema.
ETIOLOGI
Kebanyakan trauma inhalasi terjadi akibat kerusakan langsung pada
permukaan epitel yang dapat menyebabkan konjungtivitis, rhinitis, faringitis,
laryngitis, trakeitis, bronchitis dan alveolitis. Absorbsi sistemik dari toksin juga
terjadi. Susah untuk membedakan apakah insufisiensi pernafasan disebabkan oleh
trauma langsung pada paru atau akibat pengaruh metabolik, hemodinamik dan
komplikasi lanjut dari suatu infeksi permukaan luka bakar.
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas
4 macam yaitu:
1. Gas iritan : bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan
menyebabkan reaksi inflamasi. Amonia, klorin, kloramin lebih larut air
sehingga dapat menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan mulut. Gas iritan lain yaitu
sulfur dioksida, nitrogen dioksida, yang kurang larut air sehingga
menyebabkan trauma paru dan distress pernafasan.
2. Gas asfiksian : karbon dioksida, gas dari bahan bakar (metana, etena,
propane, asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen sehingga
menyebabkan asfiksia.
3. Gas yang bersifat toksik sistemik : CO yang merupakan komponen
terbesar dari asap, hidrogen sianida merupakan komponen asap yang
berasal dari api, hidrogen sulfide. Gas-gas ini berhubungan dengan
pengangkutan oksigen untuk produksi energi bagi sel. Sedangkan toksin
sistemik seperti hidrokarbon halogen dan aromatik menyebabkan
kerusakan lanjut dari hepar, ginjal, otak, paru-paru, dan organ lain.
4. Gas yang menyebabkan alergi, dimana jika asap terhirup, partikel dan
aerosol menyebabkan bronkospasme dan edema yang menyerupai asma.

15

PATOFISIOLOGI
Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas
oleh panas dan zat kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran
itu sendiri. Hasil dari pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi
merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara (melalui
suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan
sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel
padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring.
Partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial,
sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas,
sedangkan gas yang kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang
sangat kurang larut air masuk melewati barier kapiler dari alveolus dan
menghasilkan efek toksik yang bersifat sistemik. Kerusakan langsung dari sel-sel
epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana akan
merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang melepaskan makrofag
serta aktivitas netrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigen
radikal, protease jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan A2,
C3A, C5A). Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas
yang rusak, selanjutnya terjadi edema dari dinding saluran nafas dan kegagalan
mikrosirkulasi yang akan meningkatkan resistensi dinding saluran nafas dan
pembuluh darah paru. Komplians paru akan turun akibat terjadinya edema paru
interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat
sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mukus
dan sel-sel darah.
Trauma inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :
1. Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui
obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani secara
benar, edema saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa hari.
16

2. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam
fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis
merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil-hasil
pembakaran yang bersifat toksik pada luka bakar. Asap memiliki kapasitas
membawa panas yang rendah, sehingga jarang didapatkan trauma termal
langsung pada jalan nafas bagian bawah dan parenkim paru, trauma ini
terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.
3. Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida
(CO) dan sianida.
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat
api, meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas
sistemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO
terhadap hemoglobin lebih besar dari afinitas oksigen terhadap
hemoglobin, sehingga ikatan CO dan hemoglobin membentuk suatu
karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.
GAMBARAN KLINIS
Oleh karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak ditangani
sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda-tanda yang dapat mengarahkan kita
untuk bertindak dan harus mencurigai bahwa seseorang telah mengalami trauma
inhalasi antara lain :
-

Luka bakar pada wajah

Alis mata dan bulu hidung hangus

Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam


orofaring

Sputum yang mengandung arang atau karbon

Wheezing, sesak dan suara serak

Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api

Ledakan yang menyebabkan trauma bakar pada kepala dan badan


17

Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin lebih dari 10% setelah


berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah,
takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing, pandangan kabur,
halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

Pulse oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat
palsu akibat ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar
karboksihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon

Analisa Gas Darah


Untuk mengukur kadar karboksihemoglobin, keseimbangan asam
basa dan kadar sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah
tangga dan biasanya terjadi peningkatan kadar laktat plasma

Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari
resusitasi cairan dalam jumlah besar

Darah lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat
setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat
pemulihan volume intravaskular. Anemia berat biasanya terjadi
akibat

hipoksia

atau

ketidakseimbangan

hemodinamik.

Peningkatan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi.


2. Foto Thoraks
Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambaran yang dapat muncul sesudahnya
termasuk atelektasis, edema paru, dan ARDS
3. Laringoskopi dan bronkoskopi fiberoptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik.
Pada bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum
18

dengan arang, petekie, daerah pink sampai abu-abu karena nekrosis,


ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk
menghilangkan debris dan sel-sel nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika
suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai.
PENATALAKSANAAN
Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk
penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian.
Pengobatan untuk trauma inhalasi adalah bersifat suportif.
1. Airway
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi maka sebelum dikirim ke
pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk melindungi
jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya
terjadi 24-48 jam setelah kejadian, dimana jika terjadi edema maka yang
diperlukan adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral
tidak dapat dilakukan.
2. Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernapasan, susah bernapas,
stridor, batuk, retraksi suara nafas bilateral atau tanda-tanda keracunan CO
maka dibutuhkan oksigen 100% atau oksigen tekanan tinggi yang akan
menurunkan waktu paruh dari CO dalam darah.
3. Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untuk mengetahui stabilitas
hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi
cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi biasanya dalam 24
jam pertama digunakan cairan kristaloid 40-75% lebih banyak
dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja.
4. Neurologik
Pasien yang berespon/sadar membantu untuk mengetahui kemampuan
mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan indikator yang baik
19

untuk mengukur kesuksesan resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik


seringkali memerlukan analgetik poten.
5. Luka bakar
Periksa seluruh tubuh untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka
bakar. Cuci NaCl kulit yang tidak terbakar untuk menghindari sisa zat
toksik yang bermakna.
6. Medikasi

Kortikosteroid : digunakan untuk menekan inflamasi dan


menurunkan edema

Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya disebabkan


oleh Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada
pasien-pasien dengan kerusakan paru

Amyl dan Sodium Nitrit untuk mengobati keracunan sianida tetapi


harus berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda keracunan CO
karena obat ini dapat menyebabkan methahemoglobinemia.
Oksigen dan Sodium tiosulfat juga dapat sebagai antidotum
sianida, antidotum yang lain adalah hidroksikobalamin dan EDTA.

Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokonstriksi. Pada


kasus-kasus berat bronkodilator digunakan secara intavena.

KOMPLIKASI
1. Trauma paru berat, edema, dan ketidakmampuan untuk oksigenasi atau
ventilasi yang adekuat dapat menyebabkan kematian
2. Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain secara
bersamaan dapat menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan morbiditas.
PROGNOSIS
Pada trauma inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam. Berat
ringannya trauma langsung pada parenkim paru tergantung pada luas dan lamanya
paparan serta jenis inhalan yang diproduksi secara bersamaan.

20

21

Anda mungkin juga menyukai