Disusun oleh:
Anizatun Nuskiyati
012116327
Pembimbing:
dr. Radian Tunjung B., Sp. B., M.Si.Med
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Anizatun Nuskiyati
NIM
: 012116327
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
Bidang Pendidikan
: Ilmu Bedah
Pembimbing
Juni 2016
Pembimbing,
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
No. RM
Bangsal
Tanggal Masuk
: Ny. C
: 40 tahun
: Perempuan
: Kaligawe
: Swasta
: 109358
: Prabu Kresna
: 27 Juni 2016
ANAMNESA
Keluhan Utama
Badan terasa lemah (+), sesak (+), mual (-), muntah (-), BAK (+)
normal, BAB (-) Normal. Saat ini pasien mengeluh bahwa ke empat
ekstremitas pasien bengkak dan kaku.
Riwayat Penyakit Dahulu:.
R. Diabetes
R. Asma
R. Jantung
R. Hipertensi
R. Alergi
R. TBC
R. Gastritis
R. Operasi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: SC tahun 2010
R. Diabetes
R. Asma
R. Jantung
R. Hipertensi
R. Alergi
R. Kanker
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran
: composmentis, GCS E4M6V5 tampak sakit sedaang
TTV
TD
: 135/95 mmHg
N
: 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
S
: 36,80c
BB/TB
: 56 kg/160 cm (BMI : 21.8)
IMT
: Normoweight
Kepala
: Mesocephal
Rambut
: Swelling (+)
Telinga
Leher
Belakang
pergerakan
paru
retraksi (-/-)
Dinamis :
pergerakan
paru
5
melebar,
retraksi (-/-)
Dinamis :
pergerakan
paru
tidak
ada
yang
paru
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi:
Batas kiri
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
distensi (-),
scar (-), striae (-), dilatasi vena (-), peristaltik (-), pulsasi
-
epigastrium (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Perkusi
: Didapatkan bunyi
timpani
di
: Teraba
supel,
nyeri
Ekstremitas :
Akraldingin
Oedem
Pucat
Gerak
Reflex fisiologis
Reflex patologis
Hiperpigmentasi
Bula
Superior
Inferior
-/+/+
-/Dalam batas normal
+/+
-/+/+
+/+
-/+/+
-/Dalam batas normal
+/+
-/+/+
+/+
Status Lokalis
7
Regio Cranii
1. Rambut
: Terbakar (+)
2. Dahi
: Hiperpigmentas (+)
3. Alis
: Terbakar (+/+)
4. Bulu Mata
: Tebakar (+/+)
5. Hidung
6. Pipi
: Hiperpigmentas (+/+)
7. Bibir
: Swelling (+)
8. Dagu
: Hiperpigmentas (+)
9. Telinga
Regio Extremitas :
Superior : Regio brachii (S)
Regio brachii(D)
: Hiperpigmentasi (+)
: pus (+), hiperpigmentasi (+), oedem
bula (+)
bula (+)
bula (+)
bula (+)
: 4.5 %
:0%
:0%
:9%
:9%
8
IV.
: 18 %
:9%
:0%+
: 49.5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah Leukosit
Jumlah Trombosit
Masa Perdarahan / BT
Masa Pembekuan/ CT
Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Kalsium
28/06/2016
17.3
50.0
18.8
304
2 min 30 sec
8 min 10 sec
28/06/2016
133.0
3.8
1.19
Nilai Normal
11.7-15.5 g/dL
35-47
3.6-11.0 U/L
150-400 ml
2-7
4-10
Nilai Normal
135.0-147.0 mmol/L
3.50-5.0 mmol/L
1.12-1.32 mmol/L
V.
RESUME
VI.
sedang
TTV
TD
: 135/95 mmHg
N
: 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
S
: 36,80c
BB/TB : 56 kg/160 cm (BMI : 21.8)
Status Lokalis
Regio Cranii
10. Rambut
: Terbakar (+)
11. Dahi
: Hiperpigmentas (+)
12. Alis
: Terbakar (+/+)
: Tebkar (+/+)
14. Hidung
15. Pipi
: Hiperpigmentas (+/+)
16. Bibir
: Swelling (+)
10
17. Dagu
: Hiperpigmentas (+)
18. Telinga
Regio Extremitas :
Superior : Regio brachii (S)
Regio brachii(D)
: Hiperpigmentasi (+)
: pus (+), hiperpigmentasi (+), oedem
(+)
Regio manus (D)
: oedem (+), bula (+)
Regio manus (S)
: oedem (+), bula (+)
Inferior : Regio Femur (D)
: hiperpigmentasi (+)
Regio Cruris (D)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio Cruris (S)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio pedis (D)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Regio pedis (S)
: hiperpigmentasi (+), oedem (+),
Luas Luka Bakar
Kepala dan leher
: 4.5 %
Trunkus anterior
:0%
Trunkus posterior
:0%
Ekstremitas atas kanan
:9%
Esktremitas atas kiri
:9%
Esktremitas bawah kanan
: 18 %
Esktremitas bawah kiri
:9%
Genitalia
:0%+
Total
: 49.5
bula (+)
bula (+)
bula (+)
bula (+)
11
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah Leukosit
Jumlah Trombosit
Masa Perdarahan / BT
Masa Pembekuan/ CT
Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Kalsium
28/06/2016
Nilai Normal
11.7-15.5 g/dL
35-47
3.6-11.0 U/L
150-400 ml
2-7
4-10
17.3
50.0
18.8
304
2 min 30 sec
8 min 10 sec
28/06/2016
133.0
3.8
1.19
Nilai Normal
135.0-147.0 mmol/L
3.50-5.0 mmol/L
1.12-1.32 mmol/L
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Combutio Grade II 49.5 % ec. Ledakan Gas
Trauma Inhalasi
Leukositosis
Hiponatremia
12
IX.
TATALAKSANA
IC Pro Debridemen
Airway
Breathing
: spontan
Circulation
Drug
X.
XI.
KOMPLIKASI
Sepsis
Kontraktur
Kekakuan Sendi
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad Sanactionam
: Bonam
: Dubia ad Bonam
: Bonam
13
PR Trauma Inhalasi?
TRAUMA INHALASI PADA LUKA BAKAR
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan
efek memanaskan atau mendinginkan. Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana
luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa
jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Cedera inhalasi
disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar (tracheobronchitis) dari saluran
pernapasan. Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah
kematian sangat tinggi antara 48% sampai 86%. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah
dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas
toksik seperti hidrogen sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan
partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi
14
dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi
lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edema.
ETIOLOGI
Kebanyakan trauma inhalasi terjadi akibat kerusakan langsung pada
permukaan epitel yang dapat menyebabkan konjungtivitis, rhinitis, faringitis,
laryngitis, trakeitis, bronchitis dan alveolitis. Absorbsi sistemik dari toksin juga
terjadi. Susah untuk membedakan apakah insufisiensi pernafasan disebabkan oleh
trauma langsung pada paru atau akibat pengaruh metabolik, hemodinamik dan
komplikasi lanjut dari suatu infeksi permukaan luka bakar.
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas
4 macam yaitu:
1. Gas iritan : bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan
menyebabkan reaksi inflamasi. Amonia, klorin, kloramin lebih larut air
sehingga dapat menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan mulut. Gas iritan lain yaitu
sulfur dioksida, nitrogen dioksida, yang kurang larut air sehingga
menyebabkan trauma paru dan distress pernafasan.
2. Gas asfiksian : karbon dioksida, gas dari bahan bakar (metana, etena,
propane, asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen sehingga
menyebabkan asfiksia.
3. Gas yang bersifat toksik sistemik : CO yang merupakan komponen
terbesar dari asap, hidrogen sianida merupakan komponen asap yang
berasal dari api, hidrogen sulfide. Gas-gas ini berhubungan dengan
pengangkutan oksigen untuk produksi energi bagi sel. Sedangkan toksin
sistemik seperti hidrokarbon halogen dan aromatik menyebabkan
kerusakan lanjut dari hepar, ginjal, otak, paru-paru, dan organ lain.
4. Gas yang menyebabkan alergi, dimana jika asap terhirup, partikel dan
aerosol menyebabkan bronkospasme dan edema yang menyerupai asma.
15
PATOFISIOLOGI
Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas
oleh panas dan zat kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran
itu sendiri. Hasil dari pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi
merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara (melalui
suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan
sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel
padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring.
Partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial,
sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas,
sedangkan gas yang kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang
sangat kurang larut air masuk melewati barier kapiler dari alveolus dan
menghasilkan efek toksik yang bersifat sistemik. Kerusakan langsung dari sel-sel
epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana akan
merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang melepaskan makrofag
serta aktivitas netrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigen
radikal, protease jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan A2,
C3A, C5A). Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas
yang rusak, selanjutnya terjadi edema dari dinding saluran nafas dan kegagalan
mikrosirkulasi yang akan meningkatkan resistensi dinding saluran nafas dan
pembuluh darah paru. Komplians paru akan turun akibat terjadinya edema paru
interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat
sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mukus
dan sel-sel darah.
Trauma inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :
1. Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui
obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani secara
benar, edema saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa hari.
16
2. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam
fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis
merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil-hasil
pembakaran yang bersifat toksik pada luka bakar. Asap memiliki kapasitas
membawa panas yang rendah, sehingga jarang didapatkan trauma termal
langsung pada jalan nafas bagian bawah dan parenkim paru, trauma ini
terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.
3. Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida
(CO) dan sianida.
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat
api, meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas
sistemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO
terhadap hemoglobin lebih besar dari afinitas oksigen terhadap
hemoglobin, sehingga ikatan CO dan hemoglobin membentuk suatu
karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.
GAMBARAN KLINIS
Oleh karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak ditangani
sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda-tanda yang dapat mengarahkan kita
untuk bertindak dan harus mencurigai bahwa seseorang telah mengalami trauma
inhalasi antara lain :
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pulse oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat
palsu akibat ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar
karboksihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon
Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari
resusitasi cairan dalam jumlah besar
Darah lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat
setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat
pemulihan volume intravaskular. Anemia berat biasanya terjadi
akibat
hipoksia
atau
ketidakseimbangan
hemodinamik.
KOMPLIKASI
1. Trauma paru berat, edema, dan ketidakmampuan untuk oksigenasi atau
ventilasi yang adekuat dapat menyebabkan kematian
2. Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain secara
bersamaan dapat menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan morbiditas.
PROGNOSIS
Pada trauma inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam. Berat
ringannya trauma langsung pada parenkim paru tergantung pada luas dan lamanya
paparan serta jenis inhalan yang diproduksi secara bersamaan.
20
21