Anda di halaman 1dari 5

Galaksi Mini Menyimpan Lubang Hitam

Raksasa
Melalui citra langit yang ditangkap oleh Teleskop Hubble, ilmuwan menemukan lubang
hitam raksasa yang bersembunyi di jantung sebuah galaksi kecil. Fenomena ini belum pernah
ditemukan sebelumnya.

Sekelompok astronom menemukan lubang hitam "raksasa" yang mengendap di jantung


sebuah galaksi katai. Penemuan tersebut tergolong mengejutkan karena belum pernah
sebelumnya lubang hitam raksasa ditemukan di galaksi mini.
Kendati kecil, galaksi M60-UCD1, yang berjarak sekitar 50 juta tahun cahaya dari Bumi itu
luar biasa padat. Sekitar 140 juta bintang memenuhi ruang yang cuma selebar 300 tahun
cahaya, sekitar seperlimaratus diameter Galaksi Bimasakti.
Lubang hitam adalah fenomena unik di luar angkasa. Gaya gravitasi yang ditimbulkannya
sedemikian besar sehingga partikel cahaya pun tidak bisa lolos dari cengkraman lubang
hitam. Lubang hitam raksasa yang memiliki massa ratusan hingga miliaran massa matahari,
biasanya ditemukan di jantung galaksi besar, termasuk Bimasakti.
Fenomena Langka
Astronom dikejutkan ketika hasil hitungan menunjukkan lubang hitam di jantung M60-UCD1
mewakili 15% dari massa keseluruhan galaksi. Diyakini bermassakan 20 juta lebih besar
ketimbang matahari, lubang hitam yang baru ditemukan itu lima kali lipat lebih besar

ketimbang lubang hitam di jantung Galaksi Bimasakti.


Satu-satunya penjelasan ilmuwan buat fenomena unik tersebut adalah bahwa galaksi M60UCD1 dulunya merupakan galaksi raksasa yang kemudian terbagi dua dan menyisakan
sebagian massanya bersama lubang hitam raksasa.
Tapi jika teori tersebut terbukti salah, maka galaksi katai memang lazim menampung lubang
hitam raksasa di jantungnya. Itu artinya ada lebih banyak lubang hitam di luar angkasa
ketimbang yang diperkirakan sebelumnya.

Air bumi ternyata lebih tua dari matahari


Reporter : Bramy Biantoro | Jumat, 26 September 2014 09:05
0
Share
0
Tweet
46
Google+
KIRIM

Air terjun Niagara. 2014 Merdeka.com


Berita Terkait

Makan buah dan sayur 5 kali sehari untuk hindarkan depresi

Benarkah 'Black Hole' hanya khayalan belaka?

Takut menjadi pengangguran dapat timbulkan penyakit asma

Merdeka.com - Untuk mengungkap keberadaan planet-planet alien yang berpotensi untuk


ditinggali manusia, peneliti berhasil menemukan teori baru yang cukup menghebohkan.
Mereka berpendapat bila air di bumi sejatinya lebih tua dari matahari.
Beberapa teori yang berhubungan dengan asal mula bumi diketahui menyatakan bila air yang
menjadi pendukung kehidupan manusia berasal dari meteorit-meteorit yang menghantam
bumi miliaran atau ratusan juta tahun yang lalu. Batuan angkasa tersebut ditengarai
mengandung benih-benih air berupa kristal es.
Dikutip dari Daily Mail (26/09), umur dari matahari saat ini adalah 4,5 miliar tahun, tetapi
peneliti beranggapan bila kristal-kristal air yang menjadi bibit air bumi lebih dulu lahir dan
'berpetualang' di angkasa.
Komposisi dari benih-benih air tersebut dinyatakan memiliki komposisi yang mirip dengan
awan dan gas-gas luar angkasa yang telah lebih dulu ada saat alam semesta terbentuk, dengan
kata lain air mungkin terdapat di tata surya atau galaksi lain. Hal ini tak pelak meningkatkan
peluang penemuan air di exoplanet atau planet-planet di luar sistem tata surya kita.
Menurut Profesor Tim Harries dari Universitas Exeter, cara untuk mempercepat penemuan
planet alien yang cocok untuk tempat tinggal manusia adalah dengan menganalisis warisan
air bumi, termasuk proses pembentukan awalnya. Dengan begitu peneliti dapat
membandingkan kondisi lingkungan yang cocok untuk merangsang pembentukan air di
sebuah planet.
Keberadaan air adalah hal vital yang sampai saat ini diyakini sebagai salah satu syarat
terjadinya evolusi bagi makhluk hidup.
Tim gabungan ilmuwan internasional menggunakan simulasi komputer untuk mengetahui
formasi awal air sebelum tata surya lahir. Penelitian tersebut diperkuat dengan riset lanjutan
terhadap beberapa sisa-sisa komet dan asteroid menggunakan beberapa satelit. Mereka
menemukan bila air purba mengandung unsur hidrogen unik yang hanya bisa ditemukan di
awal proses terbentuknya sebuah galaksi.

Planet Baru Seukuran Bumi Ditemukan

Planet yang baru ditemukan tampak bisa menampung kehidupan, menurut sekelompok
astronom internasional.

Cetak

Komentar (18)

Teruskan:

Interpretasi atas planet Kepler-186f.

Artikel Terkait

Saturnus Diduga Miliki Bulan Baru

Lautan di Bawah Permukaan Es Ditemukan di Bulan Enceladus, Saturnus

NASA Umumkan Penemuan 715 Planet Baru

Penjelajah NASA di Mars Masih Berfungsi setelah 10 Tahun

Steve Baragona

18.04.2014
Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
Sebuah planet yang baru ditemukan tampaknya pas untuk menampung
kehidupan, menurut sekelompok astronom internasional.
Mengorbiti sebuah bintang yang berjarak sekitar 500 tahun cahaya dari Bumi,
planet yang disebut Kepler-186f itu berukuran mirip dengan Bumi. Ia mengorbiti
bintang pada jarak yang tepat untuk air di permukaan, yang penting untuk
kehidupan.
Namun planet itu tidak serupa dengan Bumi, menurut ilmuwan keplanetan NASA
Elisa Quintana.
"Lebih kepada sepupu Bumi, bukan kembaran Bumi. Karakteristiknya sama,
namun bintang induknya sangat berbeda," ujarnya.
Kepler-186f mengorbiti bintang yang lebih kecil dan lebih dingin daripada
matahari kita.
Namun, dalam tulisan pada jurnal Science, para astronom mengatakan planet
tersebut tampak relatif lebih dekat dibandingkan dengan sebagian besar ratusan
planet yang telah ditemukan selama ini.
Beberapa adalah planet raksasa berselimut gas dengan atmosfer yang tebal,
sementara yang lainnya mengorbit terlalu dekat dengan bintang mereka dan
terlalu panas untuk kehidupan.
Dua planet yang ditemukan tahun lalu ada pada orbit yang tepat dan dapat
menjadi kandidat-kandidat bagus bagi kehidupan, ujar Quintana, namun
ukurannya lebih besar daripada Bumi.
"Untuk pertama kalinya, kita dapat mengatakan bahwa kita sekarang memiliki
planet yang berukuran sama dengan Bumi dan mengorbit dalam zona bintang
yang dapat ditinggali," ujarnya.
Langkah berikutnya adalah untuk mencari jejak-jejak kehidupan di atmosferatmosfer dunia yang jauh ini. Hal ini memerlukan teleskop antariksa yang lebih
canggih. Namun pengurangan anggaran mengancam misi tersebut.
Meski demikian, Quintana yakin saat teleskop generasi mendatang dapat
diluncurkan, manusia akan menemukan bahwa mereka tidak sendiri di alam
semesta ini.

Anda mungkin juga menyukai