Anda di halaman 1dari 10

“JAS BESI”

JAKARTA SEHAT BEBAS POLUSI


MELALUI FOTOBIOREAKTOR MIKROALGA NANNNOCHLOROPSIS SP.
BANTUAN ENERGI SURYA SEBAGAI SOLUSI PENGURANGAN EMISI CO2
MENUJU INDONESIA EMAS 2045

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai


“Mimpiku untuk Indonesia Emas 2045”

Disusun Oleh:

Agustiani Putri

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2016
Indonesia yang dahulu merupakan negara agraris kini telah mulai berangsur-
angsur menjadi negara berbasis industri. Salah satu dampak dari pengalihan tersebut
adalah bertambahnya polusi emisi CO2 pada atsmosfer khususnya di DKI Jakarta. Polusi
emisi CO2 tidak hanya berasal dari industri, melainkan bersumber dari hasil pembakaran
pada kendaraan-kendaraan bermotor. Polusi emisi CO2 yang semakin meningkat akan
memberikan dampak pada pemanasan global (global warming). Berikut ini adalah
gambar kondisi DKI Jakarta pada saat ini.

Gambar 1. Kondisi Terkini DKI Jakarta


Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan
ekosistem akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan
di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi
telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C. Suhu rata-rata permukaan bumi yang meningkat terjadi
akibat emisi gas rumah kaca. Gambar berikut menunjukkan terjadinya efek rumah kaca
(Gealson, 2007).

Gambar 2. Efek Rumah Kaca


Gambar 2. menunjukkan bahwa efek rumah kaca gas-gas emisi (buangan) pabrik,
kendaraan bermotor, dan buangan gas aktivitas manusia terakumulasi di atmosfer. Gas-
gas emisi tersebut menangkap energi panas matahari dan menyebabkan suhu bumi
meningkat. Contoh lain yang dapat mengilustrasikan kejadian efek rumah kaca adalah
ketika berada di dalam mobil dengan kaca tertutup yang sedang parkir di bawah terik

2
matahari. Panas yang masuk melalui kaca mobil, sebagian dipantulkan kembali ke luar
melalui kaca dan sebagian lainnya terperangkap di dalam ruang mobil. Hal ini
mengakibatkan suhu di dalam ruang lebih tinggi (panas) daripada di luarnya. Perhatikan
gambar berikut (Gealson, 2007).

Gambar 3. Ilustrasi Efek Rumah Kaca


Menurut IPCC (2006), gas-gas utama yang dikategorikan sebagai gas emisi rumah
kaca dan mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global adalah CO2 dan CH4.
Meskipun CO2 dan CH4 secara alami terdapat di atmosfer, namun era industrialiasi sejak
tahun 1750 sampai tahun 2005 gas-gas tersebut mengalami peningkatan jumlah yang
pesat dan secara global. Gas CO2 mempunyai persentase sebesar 50% dalam total gas
rumah kaca sementara CH4 memiliki persentase sebesar 20% (Rukaesih, 2004). Gas-gas
emisi rumah kaca yang menumpuk di atmosfer mengakibatkan sebagian dari panas
matahari dalam bentuk radiasi infra merah tetap terperangkap di atmosfer bumi. Gas-gas
emisi tersebut menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan
oleh permukaan bumi, sehingga panas akan tersimpan secara berlebihan di permukaan
bumi. Kondisi ini dapat terjadi berulang sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan
bumi terus meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya solusi meminimalisasi emisi CO2 di
atsmorfer.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) yang
berpotensi untuk meminimalisasi emisi CO2 di atsmorfer. Salah satu kekayaan Indonesia
adalah perairan yang di dalamnya terdapat kekayaan laut baik yang bersifat makroskopis
maupun mikroskopis. Kekayaan laut Indonesia yang berpotensi meminimalisasi emisi
CO2 di atsmorfer yaitu mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga Nannochloropsis sp.
adalah suatu organism mikroskopis yang hidup di perairan tawar maupun laut yang
mampu menyerap emisi CO2 dan memproduksi O2 melalui proses fotosintesis.

3
Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan informasi ilmiah bahwa pembuatan
fotobioreaktor mikroalga Nannochloropsis sp. berpotensi sebagai salah satu alat alternatif
yang dapat dijadikan solusi untuk mengatasi emisi CO2 yang berlebih dan dapat menjadi
pemasok O2 di DKI Jakarta. Hal ini didasarkan atas penelitian oleh Agustiani, dkk yang
telah melakukan pengujian kadar CO2 dan produktivitas O2 pada alat fotobioreaktor
mikroalga Nannochloropsis sp. selama empat bulan di Universitas Negeri Jakarta.
Implementasi jangka panjang dari pembuatan alat fotobioreaktor mikroalga
Nannochloropsis sp. akan ditempatkan pada atap gedung-gedung bertingkat di DKI
Jakarta, sehingga dapat dilakukan penyerapan emisi CO2 dan produktivitas O2 secara
berulang pada setiap harinya sebagai upaya dalam meminimalisasi pencemaran polusi
udara.
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Namun, sejalan dengan
perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri serta berkembangnya
transportasi, maka kualitas udara pun mengalami perubahan yang disebabkan oleh
terjadinya pencemaran udara. Hal ini mengakibatkan masuknya zat pencemar (berbentuk
gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara dalam jumlah tertentu untuk jangka
waktu yang cukup lama, sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia terutama
menimbulkan penyakit pada pernafasan, hewan, dan tanaman (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang berpotensial dalam mencemari udara,
maka sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibandingkan dengan sektor
yang lainnya. Di DKI Jakarta, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber
polusi udara mencapai 60-70%, sedangkan kontribusi gas buang dari cerobong asap
industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain
misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain (BPLH DKI
Jakarta, 2013). Berikut ini adalah tabel perkembangan jumlah kendaraan bermotor di DKI
Jakarta.
Tabel 1. Jumlah Kendaraan di DKI Jakarta Tahun 2012-2013

4
Tabel 1. menunjukkan bahwa berdasarkan data kendaraan yang tercatat di Subdit
Regident Ditlantas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan pada tahun 2012 mencapai
14.618.313 unit, dengan pertumbuhan 9,8% dari tahun sebelumnya. Sementara pada
tahun 2013, jumlah kendaraan di Jakarta dan sekitarnya mencapai 16.043.689 unit,
dengan tren peningkatan yang mencapai 9,8 %. Jumlah kendaraan yang meningkat akan
berdampak pula pada meningkatnya emisi CO2 di atsmorfer. Keadaan seperti ini tidak
setimbang dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang disediakan oleh pemerintah DKI
Jakarta. Minimnya jumlah lahan hijau menjadi masalah tersendiri dalam usaha mengatasi
masalah tingginya tingkat polusi di udara. Oleh karena itu, alat fotobioreaktor mikroalga
Nannochloropsis sp. yang ditempatkan di atas gedung-gedung bertingkat diharapkan
sebagai solusi yang berpotensial dalam rangka mewujudkan “JAS BESI” (Jakarta Sehat
Bebas Polusi).
Mikroalga yang akan digunakan pada alat fotobioreaktor yaitu Nannochloropsis
sp. Mikroalga Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga yang berwarna kehijauan,
selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan diamater 2-4μm, dan memiliki 2 flagel
dengan salah satu flagelnya berambut tipis. Mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki
kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran. Kloroplas memiliki stigma (bintik mata)
yang bersifat sensitif terhadap cahaya. Mikroalga Nannochloropsis sp. dapat
berfotosintesis karena memiliki klorofil.
Mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki sifat seperti tumbuhan darat yang dapat
dimanfaatkan untuk menyerap CO2. Menurut Bishop (2000), Biomass mikroalga
Nannochloropsis sp. hanya 0,05 kali biomasa tumbuhan laut, namun kemampuannya
menyerap CO2 sama dengan tumbuhan darat. Proses penyerapan CO2 oleh Mikroalga
Nannochloropsis sp. terjadi pada saat fotosintesis, dimana CO2 digunakan untuk
reproduksi sel-sel tubuhnya. Pada proses fotosintesis tersebut selain memfiksasi gas CO2,
juga memanfaatkan nutrien yang ada dalam badan air (Santoso et al., 2011).
Pembudidayaan mikroalga Nannochloropsis sp. tentunya akan bermanfaat besar untuk
mengurangi emisi CO2. Proses fotosintesis pada Mikroalga Nannochloropsis sp.
memerlukan energi surya atau matahari.

5
.

Gambar 4. Nannochloropsis sp.


Sumber : (Waggoner dan Speer, 1999 dalam Aliabbas, 2002).
Energi surya atau matahari merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang
paling penting. Indonesia mempunyai potensi energi matahari yang melimpah karena
berada di daerah khatulistiwa dan tropis. Indonesia selalu disinari matahari selama 10 -
12 jam dalam sehari. Matahari bersinar berkisar 2.000 jam per tahun, sehingga Indonesia
tergolong kaya sumber energi matahari. Potensi energi matahari di Indonesia sangat besar
yakni sekitar 4,8 kWh (kilo-Watt-hour) per meter persegi atau setara dengan 112.000
GWp (Giga-Watt-peak), namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp (Mega-
Watt-peak). Namun, melimpahnya sumber energi matahari di Indonesia belum
dimanfaatkan secara optimal (IEC). Energi surya atau matahari akan berbaur dengan
emisi gas-gas yang terdapat di bumi. Salah satunya adalah emisi gas karbon.
Emisi gas karbon adalah gas-gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa
yang mengandung karbon. Contoh dari emisi gas karbon adalah CO2. Gas CO2 merupakan
gas buang dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG (elpiji), dan bahan bakar
lain yang banyak mengandung hidro karbon (senyawa yang mengandung hidrogen dan
karbon). Emisi gas karbon merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global yang
menimbulkan efek perubahan iklim. Jenis gas rumah kaca yang memberikan sumbangan
paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbon dioksida, metana, dan dinitro
oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan
batu bara) di sektor energi dan transportasi Selain itu, adanya pembalakan liar
mengakibatkan hutan kita luasnya banyak berkurang. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai pembuatan alat fotobioreaktor beserta pengujiannya melalui penelitian yang
dilakukan oleh Agustiani, dkk selama empat bulan di Universitas Negeri Jakarta.

6
Perakitan Alat Fotobioreaktor
Fotobioreaktor mempunyai beberapa bagian utama yaitu sistem akuarium p:l:t
(35: 18,5 : 25) cm, dengan volume tampung sebesar 18 L, pompa air, selang, pipa PVC
ukuran ¾ inci, air stone, tabung udara, sensor O2 dan CO2. Kapasitas sistem ini mampu
menampung hingga 18 liter. Namun, kultur hanya 10 L, dengan perbandingan air laut:
mikroalga (10:1).
Akuarium berfungsi sebagai wadah kultur mikroalga Nannochloropsis sp.
material akuarium berupa kaca dengan ketebalan 5 mm. Pemilihan bahan kaca
dikarenakan kaca mampu meneruskan cahaya dengan baik, sehingga memungkinkan
proses fotosintesis yang terjadi menjadi lebih besar. Hal ini berbanding lurus dengan
produktivitas O2. Bahan kaca juga tidak mengandung bahan yang berbahaya (Setiawan,
2006). Sehingga, mikroalga tidak terkontaminasi bahan-bahan atau senyawa lain dari
wadah kultur.
Selang berfungsi sebagai penghantar udara dari tabung udara menuju akuarium
(inlet), sedangkan pipa PVC berfungsi untuk mengalirkan udara dari akuarium ke tabung
udara (outlet) yang bertujuan untuk mengukur kadar O2 dan CO2 per satuan jam yang
akan dibaca oleh sensor CO2 dan O2. Alat fotobioreaktor yang telah dirakit mampu atau
layak digunakan sebagai wadah kultur mikroalga Nannochloropsis sp.
Sensor dirakit dengan penguat sinyal analog dengan menggunakan lm324 yang
didukung dengan tegangan 6V untuk proses heating (untuk sensor CO2). Sementara
rangkaian push botton sensor O2 dan sensor CO2 pada arduino uno dengan memasangkan
port analog sebagai input sistem, kemudian rangkaian lcd 16x2 with i2c pada port digital
sebagai output sistem. Seluruh rangkaian menggunakan kabel jumper (male to female).
Pembuatan program monitoring kadar CO2 dan O2 pada arduino IDE, kemudian di upload
program ke arduino uno board, dengan diberi tegangan pada sistemmenggunakan powe
supply switching 2A 12vdc agar stabil arusnya. Pengamatan kadar O2 dan CO2 dapat
diamati melalui LCD 16x2.

Kultivasi mikroalga Nannochloropsis sp.


Kultivasi (pembudidayaan) merupakan cara untuk memperbanyak sel mikroalga
Nannochloropsis sp. Metode kultur yang digunakan yaitu scale-up. Strain yang
didapatkan dari koleksi LIPI Oseanografi, dikultur dalam wadah bervolume 1 L selama 4

7
hari kemudian di sub-kultur ke akuarium dengan volume total 10 L. Nutrient yang
digunakan yaitu f/2.
Sub kultur dilakukan pada hari ke-4 disebabkan fase eksponensial terjadi pada
hari ke-1 sampai hari ke-4 (Pujiastuti, 2010). Sehingga jumlah sel sedang mengalami fase
peningkatan. Tujuan dilakukan sub-kultur adalah untuk memperbanyak jumlah sel/mL.
Hari ke-1 sampai dengan hari ke-4 merupakan fase eksponensial, ditandai dengan
perubahan warna yang terjadi, semakin bertambah usia mikroalga, maka warna dalam
wadah kultur semakin hijau (Pranayogi, 2003).

Gambar 5. Kultivasi Nannochloropsis sp.


Keterangan: umur 24 jam (a), umur 48 jam (b), umur 72 jam (c), umur 98 jam (d)

Uji kadar CO2 dan produktivitas O2


Pengujian dilakukan pada umur kultur 4 hari (96) jam, yaitu sedang mencapai fase
eksponensial (pertumbuhan logaritmik). Pengujian kadar CO2 dan produktivitas O2
dilakukan dengan meletakkan air pump (pompa udara) di dalam tabung udara yang
vakum, sehingga udara yang dialirkan ke wadah kultur murni berasal dari tabung tersebut.
Sementara penghasilan (produktivitas) O2 dari kultur dialirkan menggunakan pipa
menuju tabung tersebut. Sehingga, pembacaan O2 dan CO2 dapat dilakukan menggunakan
sensor O2 dan CO2 yang terhubung pada tabung tersebut. Adapun kadar CO2 dan O2 pada
tabung sebelum dihubungkan ke sistem fotobioreaktor yaitu 3% dan 17%. Berikut data
pengamatan serapan CO2 dan produktivitas O2 (Tabel 2.)
Tabel 2. Pembacaan Kadar CO2 dan Produktivitas O2 per Jam
Pukul Kadar CO2 (%) Rata-Rata Produkivitas Rata-Rata
O2 (%)
12.00 2,63 17,37

8
12.05 2,6 2,60 17,4 17,40
12.10 2,57 17,43
13.00 2,47 17,53
13.05 2,3 2,32 17,7 17,68
13.10 2,18 17,82
14.00 2,2 17,8
14.05 2,2 2,17 17,8 17,83
14,10 2,1 17,9

Tabel 2. Menunjukkan bahwa perhitungan selisih kadar CO2 diawal dan CO2
diakhir, dan kadar O2 diawal dan O2 diakhir adalah sebagai berikut.
 Kadar CO2 = (rata-rata awal –rata-rata akhir)
= (2,17 – 3) x 100%
= -0,83 x 100%
= -83% (berkurang sebanyak 83%)
 Kadar O2 = (17,83 – 17)
= 0,83 x 100%
= 8,3% (bertambah sebanyak 83%)
Catatan: pengalian 100% dikarenakan CO2 dan O2 dalam tabung vakum, masing-masing
dianggap 100%.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Agustiani, dkk membuktikan bahwa
mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki kemampuan menyerap CO2 dari tabung vacuum
sebanyak 83% dan kemampuan memproduksi O2 sebanyak 83%. Mikroalga
Nannochloropsis sp. mampu mengurangi CO2 pada tabung vacuum dan memproduksi O2
ke dalam tabung vacuum sebanyak 83%, sehingga dapat disimpulkan bahwa alat
fotobioreaktor mikroalga Nannochloropsis sp. dengan bantuan energi surya yang akan
ditempatkan di atap gedung-gedung bertingkat akan berpotensial sebagai solusi alternatif
dalam rangka mewujudkan “JAS BESI” (Jakarta Sehat Bebas Polusi). Hal ini diharapkan
sebagai implementasi yang diterapkan pada jangka panjang, sehingga memberikan
dampak positif dengan adanya pengurangan emisi CO2 yang berlebih sebagai penyebab
polusi udara di DKI Jakarta. Oleh karena itu, DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia yang
sehat bebas polusi akan menjadi sorotan panutan pada daerah lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anonim. 2012. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-7350-1407201736-bab1.pdf. Jurnal


ITS: Surabaya.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2013. Zat – zat Pencemar Udara.

Bishop, J.K.B. and R.E. Davis. 2000. Autonomous Observing Strategies for the Ocean
Carbon Cycle. Lawrence Berkeley National Laboratory. Paper LBNL- 46860.

Gleason, Karen K., Simon Karecki, and Rafael Reif (2007). Climate Classroom; What’s up
with global warming?, National Wildlife Federation. URL diakses 22-10-2016.

Hadiyanto. 2014. Biofiksasi CO2 Oleh Mikroalga Chlamydomonas sp dalam


Photobioreaktor Tubular. E-jurnal UNDIP.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/article/view/8390 (diunduh 25
november 2015).

Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., dan Danquah, M.K., (2010), Bioprocess engineering of
microalgae to produce a variety of consumer products”, Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 14, hal 1037–1047.

Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), diakses dari


http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/5797-matahari-untuk-plts-di-
indonesia-.html pada tanggal 16 November 2015 pukul 06.15 WIB.
Pranayogi, D. 2003. Studi potensi pigmen klorofil dan karotenoid dari mikroalga Jenis
Chlophyceae. Universitas Lampung.

Santoso et al.2011. “Mikro Alga Untuk Penyerapan Emisi CO2 Dan Pengolahan Limbah
Cair Di Lokasi Industri”. Jurnal Ilmu dan Teknologi kelautan Tropis, Vol.3, 62-70.

Spolaore, P., Joannis-Cassan, C., Duran, E., dan Isambert, A., (2006), “Commercial
Applications of Microalgae”, Journal of Bioscience and Bioengineering, 101, hal 87-
96.

10

Anda mungkin juga menyukai