PENDAHULUAN
Efek rumah kaca adalah efek di mana sinar matahari yang sudah diserap oleh
bumi kemudian dipantulkan kembali dengan bentuk radiasi inframerah. Akan tetapi,
radiasi infarmerah ditangkap oleh gas rumah kaca sehingga radiasi tersebut terjebak
di bumi. Kita membutuhkan efek rumah kaca untuk menjaga suhu di permukaan bumi
agar tidak terlalu panas atau dingin. Namun, apabila jumlahnya berlebihan, maka
terjadi pemanasan global dan dapat meningkatkan suhu secara drastis di permukaan
bumi.
Gas rumah kaca terdapat di atmosfer bumi dan terdiri dari beberapa jenis
senyawa gas. Menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DLHK DIY), gas rumah kaca terdiri dari karbon dioksida (CO 2),
nitrogen dioksida (NO2), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC, dan PFC). Gas rumah
kaca dihasilkan dari asap kendaraan bermotor, pembakaran sampah, limbah sisa
makanan, dan pembakaran bahan bakar fosil dan diubah menjadi bahan bakar yang
dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kegiatan peternakan dan pertanian juga menghasilkan gas rumah
kaca seperti CO2, CH4, dan N2O. CO2 dihasilkan dari proses pembusukan yang
dibantu oleh mikroba, pembakaran sisa tanaman, dan bahan organik yang ada di
dalam tanah. CH4 dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik yang berada
pada kondisi kekurangan oksigen seperti fermentasi pencernaan ruminansia, kotoran
hewan ternak, dan lahan sawah. N2O dihasilkan dari proses perubahan mikroba pada
tanah dan kotoran hewan ternak dan jumlah N 2O meningkat akibat ketersediaan
nitrogen yang dibutuhkan tanaman lebih banyak terutama pada kondisi basah.
Namun, gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan peternakan tidak
terlalu signifikan daripada sektor produsen energi dengan memanfaatkan energi tak
terbarukan.
Contoh dari gas rumah kaca adalah karbondioksida (CO 2). Salah satu upaya
mengurangi karbondioksida (CO2) yang merupakan gas rumah kaca adalah dengan
pemanfaatan energi terbarukan. Pemanfaatan energi terbarukan seperti air, angin, dan
energi matahari bersifat ramah lingkungan karena tidak melepaskan emisi karbon ke
udara.
PEMBAHASAN
Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber daya alam yang
tak akan habis dan/atau energi tersebut dapat diubah menjadi bentuk energi lain
(Mason, 2021). Energi terbarukan sangat mudah ditemukan di alam, bebas
dimanfaatkan kapan saja, dan biaya yang relatif murah. Selain itu, pemanfaatan
energi terbarukan bersifat ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak
buruk bagi masyarakat.
Akibatnya emisi gas rumah kaca didominasi dari sektor pemanfaatan energi
terkhusus pemanfaatan energi tak terbarukan. Senada dengan hal tersebut, data yang
diambil dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan
bahwa emisi gas rumah kaca pada tahun 2016 sebesar 517.508 GgCO2e. Penyumbang
emisi gas rumah kaca tersebut antara lain dari sektor industri produsen energi
(47,81%), sektor transportasi (24,71%), sektor industri manufaktur dan konstruksi
(14,74%), sektor lainnya (6,96%), sektor minyak bumi dan gas alam (3,73%), sektor
lain-lain (1,63%), dan sektor bahan bakar padat (0,43%). Pada sektor industri
produsen energi, pembangkit listrik adalah yang terbanyak dalam menghasilkan emisi
gas rumah kaca. Tentu saja didominasi pembangkit listrik karena pembangkit listrik
di Indonesia masih banyak pembangkit listrik yang menggunakan batubara sebagai
sumber penghasil listrik.
Oleh karena itu, sumber energi listrik pada pembangkit listrik bertenaga
batubara perlu diganti ke sumber energi terbarukan seperti angin atau bayu, air, dan
energi matahari sehingga tidak ada karbon yang dihasilkan oleh pembangkit listrik
dan dibuang ke atmosfer. Dengan demikian, jika tidak ada karbon yang dihasilkan
dan dibuang menuju atmosfer, maka efek rumah kaca pun menjadi berkurang.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pemaparan isu dan data di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu
efek rumah kaca menyebabkan terjadinya pemanasan global. Hal tersebut dapat
terjadi karena pemanfaatan energi tak terbarukan lebih tinggi daripada energi
terbarukan. Upaya untuk mengurangi efek rumah kaca adalah dengan mengajak dan
memfasilitasi masyarakat untuk beralih dari pemanfaatan energi tak terbarukan dan
menggantinya dengan energi terbarukan. Selain itu, pemerintah dapat menetapkan
batas maksimum dari pelepasan dan penghasilan emisi karbon pada sektor
pembangkit listrik tenaga batubara dan sektor pertanian dan peternakan.
Saran
Dewarani, Safera. 2019. Mengenal Lebih Dekat Gas Rumah Kaca, (Online),
(https://dlhk.jogjaprov.go.id/mengenal-lebih-dekat-gas-rumah-kaca, diakses
08 Oktober 2021).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2016. Handbook of Energy and
Economic Statistic of Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2017. Kajian Penggunaan Faktor
Emisi Lokal (Tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi. Jakarta: Pusat
Data dan Teknologi Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Lintangrino, M.C., dan Boedisantoso, R. 2015. Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca
Pada Sektor Pertanian Dan Peternakan Di Kota Surabaya. Jurnal Teknik ITS.
4(1):1-5.
Mason, Matthew. 2021. Renewable Energy: All You Need to Know, (Online),
(https://www.environmentalscience.org/renewable-energy, diakses 08 Oktober
2021).