Dahulu, Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia yang menyimpan potensi hutan sebagai
pundi-pundi O2 untuk kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini. Akan tetapi, hutan
tanah air ini harus menghadapi kenyataan bahwa luasnya kian hari kian berkurang. Kegiatan
membumihanguskan hutan tersebut bahkan menjadi suatu masalah siklik dan menjadikan negara
ini sebagai negara pengekspor asap kepada negara-negara tetangga. Selain itu, Indonesia yang
dahulu merupakan negara agraris kini telah mulai berangsur-angsur menjadi negara berbasis
industri, hal ini ditandai dengan menjamurnya perusahaan-perusahaan industri diberbagai sektor.
Berbagai permasalahan dan pengalihan situasi tersebut memberikan dampak yang besar bagi
kelanjutan kehidupan seluruh makhlup hidup dimasa depan. Salah satu dampak tersebut adalah
bertambahnya polusi emisi CO2 dan beberapa emisi lain yang sulit untuk menguraikannya kembali
menjadi gas yang aman. Polusi emisi CO2 yang semakin meningkat akan memberikan dampak
pada pemanasan global (global warming). Berikut merupakan perbandingan kondisi Indonesia
dulu dan sekarang
.Di Indonesia, perubahan iklim ditunjukkan oleh adanya peningkatan suhu rata-rata sekitar 0,3 0
C/tahun, curah hujan yang menurun setiap tahun sekitar 2-3%, berubahnya rata-rata curah hujan di
wilayah Indonesia bagian selatan yang semakin menurun sedangkan Indonesia bagian utara cenderung
meningkat, serta terjadinya pergeseran musim (penghujan dan kemarau). Pada musim hujan di wilayah
selatan Indonesia semakin basah, sedangkan di wilayah utara semakin kering pada musim kemarau
(Boer and Faqih, 2004).
Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa. Secara geografis, Indonesia
terletak di zona Asia dan Australia yang menyebabkan beragam jenis flora dapat tumbuh subur
di pulau-pulau Indonesia. Sekitar 60% dari total spesies flora di dunia dapat tumbuh di
Indonesia, beberapa spesies flora diantaranya memiliki peran penting dalam melawan pemanasan
global. Salah satu diantaranya adalah tumbuhan Lidah Mertua (Sansevieria).
diluar maupun di dalam ruang. Tanaman ini memiliki kelebihan yang jarang
lebih dari 107 unsur polutan yang ada dan berbahaya di udara. Sansevieria
mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan beberapa senyawa asam
aktif pregnane glykoside, yaitu zat yang mampu menguraikan zat beracun menjadi
Hal ini ditandai dengan cuaca yang tidak stabil, pada saat musim kemarau suhu , pada saat
musim hujan, curah hujan
Oleh karena itu, perlu adanya solusi meminimalisasi emisi CO2 di atsmorfer.
Boer, Faqih. 2004. Climate risk and adaptation country profile (Indonesia). Vulnerability,
risk reduction and adaptation to climate change. World Bank Group.