Anda di halaman 1dari 3

KORSA

“KOS DAN RENG SANSIVIERA SP.”

SEBAGAI SOLUSI PEMANASAN GLOBAL MENUJU

SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

Dahulu, Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia yang menyimpan potensi hutan sebagai
pundi-pundi O2 untuk kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini. Akan tetapi, hutan
tanah air ini harus menghadapi kenyataan bahwa luasnya kian hari kian berkurang. Kegiatan
membumihanguskan hutan tersebut bahkan menjadi suatu masalah siklik dan menjadikan negara
ini sebagai negara pengekspor asap kepada negara-negara tetangga. Selain itu, Indonesia yang
dahulu merupakan negara agraris kini telah mulai berangsur-angsur menjadi negara berbasis
industri, hal ini ditandai dengan menjamurnya perusahaan-perusahaan industri diberbagai sektor.
Berbagai permasalahan dan pengalihan situasi tersebut memberikan dampak yang besar bagi
kelanjutan kehidupan seluruh makhlup hidup dimasa depan. Salah satu dampak tersebut adalah
bertambahnya polusi emisi CO2 dan beberapa emisi lain yang sulit untuk menguraikannya kembali
menjadi gas yang aman. Polusi emisi CO2 yang semakin meningkat akan memberikan dampak
pada pemanasan global (global warming). Berikut merupakan perbandingan kondisi Indonesia
dulu dan sekarang

Pemanasan global merupakan suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem bumi yang


diakibatkan oleh meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan bumi. Meningkatnya suhu pada
atmosfer bumi terjadi karena sinar matahari yang dipantulkan pada permukaan bumi terjebak oleh
Gas Rumah Kaca yang terdiri dari karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon,
perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses
pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan
pembakaran hutan. Gas CO2 mempunyai persentase sebesar 50% dalam total gas rumah kaca
sementara CH4 memiliki persentase sebesar 20% (Rukaesih, 2004). Gas-gas emisi rumah kaca
yang menumpuk di atmosfer mengakibatkan sebagian dari panas matahari dalam bentuk radiasi
infra merah tetap terperangkap di atmosfer bumi. Gas-gas emisi tersebut menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan oleh permukaan bumi, sehingga panas
akan tersimpan secara berlebihan di permukaan bumi. Kondisi ini dapat terjadi berulang sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Diketahui hasil kajian dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change)


menunjukkan bahwa sejak tahun 1850 tercatat adanya 12 tahun terpanas berdasarkan data
temperatur permukaan global. Bersumber dari laporan IPCC yang menyatakan bahwa kegiatan
manusia mengambil peran dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20. Maka dari itu,
pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21
apabila tidak ada upaya menanggulanginya. Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim
dan kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim.

.Di Indonesia, perubahan iklim ditunjukkan oleh adanya peningkatan suhu rata-rata sekitar 0,3 0
C/tahun, curah hujan yang menurun setiap tahun sekitar 2-3%, berubahnya rata-rata curah hujan di
wilayah Indonesia bagian selatan yang semakin menurun sedangkan Indonesia bagian utara cenderung
meningkat, serta terjadinya pergeseran musim (penghujan dan kemarau). Pada musim hujan di wilayah
selatan Indonesia semakin basah, sedangkan di wilayah utara semakin kering pada musim kemarau
(Boer and Faqih, 2004).

Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa. Secara geografis, Indonesia
terletak di zona Asia dan Australia yang menyebabkan beragam jenis flora dapat tumbuh subur
di pulau-pulau Indonesia. Sekitar 60% dari total spesies flora di dunia dapat tumbuh di
Indonesia, beberapa spesies flora diantaranya memiliki peran penting dalam melawan pemanasan
global. Salah satu diantaranya adalah tumbuhan Lidah Mertua (Sansevieria).

Sansevieria trifasciata P. merupakan tanaman hias yang dapat tumbuh

diluar maupun di dalam ruang. Tanaman ini memiliki kelebihan yang jarang

ditemukan pada tanaman lain, diantaranya mampu menyerap polutan dan

mengandung banyak CO2. Oleh sebab itu Sansevieria Trifasciata P. banyak

ditanam di taman kota. Berdasarkan Lembaga Badan Antariksa Nasional Amerika


Serikat (NASA) menunjukkan bahwa Sansevieria Trifasciata P. mampu menyerap

lebih dari 107 unsur polutan yang ada dan berbahaya di udara. Sansevieria

trifasciata P. juga mengandung bahan aktif Pregnane Glykoside yang mampu

mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan beberapa senyawa asam

amino. Di dalam setiap helai daun Sansevieria trifasciata P. terdapat senyawa

aktif pregnane glykoside, yaitu zat yang mampu menguraikan zat beracun menjadi

senyawa asam organik, gula dan beberapa senyawa asam amino.

Hal ini ditandai dengan cuaca yang tidak stabil, pada saat musim kemarau suhu , pada saat
musim hujan, curah hujan

Oleh karena itu, perlu adanya solusi meminimalisasi emisi CO2 di atsmorfer.

Boer, Faqih. 2004. Climate risk and adaptation country profile (Indonesia). Vulnerability,
risk reduction and adaptation to climate change. World Bank Group.

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai