Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 2 BLOK 3.2


KELAINAN SISTEM DIGESTIF

Dosen Pembimbing :
dr. Citra Maharani

KELOMPOK 2B :
Hairon Dhiyaulhaq

G1A115046

Samuel Batara Bonar

G1A115047

Bianti Putri Sekarani

G1A115048

Indra Wesly Simamora

G1A115049

M. Dhiyo Fawwaz

G1A115050

Ghani Hukma Fadllullah

G1A115051

Adinda Nadia Hermas

G1A115052

Fadel Mahfuzd

G1A115053

Muhammad Haldian Hakir

G1A115054

Agra Farellio Moniga

G1A115055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016/2017

SKENARIO
Nn. R 25 tahun, dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri perut hebat
sejak lebih kurang 3 hari yang lalu. Nyeri saat ini dirasakan diseluruh bagian perut sehingga
perut terasa tegang. Keluhan disertai panas tinggi dan mengigau. Seminggu sebelumnya, Nn.
R mengeluh rasa tidak enak di daerah epigastric disertai badan meriang dan tidak nafsu
makan. Nn. R juga hampir selalu memuntahkan makanan yang dimakan 4 kali sehari. Tiga
hari yang lalu, Nn R mulai mengeluh nyeri hebat di perut bagian kanan bawah. Siklus
menstruasinya teratur dan tidak mengeluh telat menstruasi.

KLARIFIKASI ISTILAH
1.

Mengigau

Menurut bahasa medisnya adalah somniloquism yaitu kebiasaan


berbicara saat tidur.1

2.

Epigastrik

Atau Epigastrium adalah daerah perut bagian tengah dan atas


yang terletak di antara angulus sterni.1

3.

Meriang

Berasa tidak enak badan karena kurang sehat, terasa agak


demam.2

IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah makna klinis nyeri perut lebih kurang 3 hari yang lalu?
Apakah makna klinis dari panas tinggi dan mengigau?
Apakah makna klinis dari nyeri epigastrik, meriang dan tidak nafsu makan?
Bagaimana mekanisme terjadinya meriang?
Organ apa saja yang terdapat pada region perut kanan bawah dan sebutkan penyakit

apa saja yang terjadi pada regio tersebut?


6. Apa hubungan menstruasi dan keluhan Nn. R?

7. Bagaimana cara menegakkan diagnose pada Nn. R?


8. Apa DD yang memungkinkan untuk keluhan Nn. R?
9. Jelaskan etiologi, pathogenesis gejala, komplikasi, tatalaksana dari DD!
10. Hubungan nyeri yang berubah dimulai dari epigasrium, kanan bawah dan seluruh
perut!
11. Sebutkan penyebab nyeri di epigastrik, penyebab nyeri pada kuadran kanan bawah
dan nyeri pada seluruh perut!
12. Apa hubungan muntah dengan keluhan Nn. R?

CURAH PENDAPAT (BRAIN STORMING)


1. Apakah makna klinis nyeri perut lebih kurang 3 hari yang lalu?
Jawaban:
Karena adanya kelainan pada pada saluran cerna bawah setelah esophagus.
2. Apakah makna klinis dari panas tinggi dan mengigau?
Jawaban:
Respon tubuh untuk mencapai titik homeostatis akibat benda asing dari dalam
maupun dari luar sehingga menyebabkan suhu tubuh yang tinggi dan menyebabkan
penurunan kesadaran dari nona R.

3. Apakah makna klinis dari nyeri epigastrik, meriang dan tidak nafsu makan?
Jawaban:
Epigastrik
: karena terdapat kelainan pada organ yang ada di
daerah epigastric/berhubungan dengan penyakit dari
Meriang

organ lain.
: respon
homeostasis/kompensasi

tubuh

untuk

menyeimbangkan suhu tubuh


Tidak nafsu makan : karena adanya respon rangsangan dari gejala/ kelainan
mual muntah dan nyeri pada perut sehingga tubuh ter
memory

untuk

tidak

makan

karena

hipotalamus

ditekan.
4. Bagaimana mekanisme terjadinya meriang?
Jawaban:
Berkontraksinya otot-otot yang ada dibawah kulit sehingga menghasilkan kalori
dan panas untuk mengkompensasi suhu yang lebih rendah sehingga menyebabkan tubuh
bergetar/menggigil.

5. Organ apa saja yang terdapat pada region perut kanan bawah dan sebutkan penyakit apa
saja yang terjadi pada regio tersebut?
Jawaban:
Organ
: 1. Appendix
2. Caecum
3. Sebagian kolon ascenden
4. Sebagian ileum
5. Tuba uterine (pada wanita)
6. Ovarium (pada wanita)
Jenis penyakit
: 1. Apendisitis
2. Carcinoma
3. Endometriosis
4. Hernia
5. Abses Apendisitis
6. Apa hubungan menstruasi dan keluhan Nn. R?
Jawaban:
Tidak ada hubungan antara keluhan yang dirasakan dengan menstruasi pada Nn
R, sehingga tidak ada kelainan pada bagian reproduksi karena haid yang dialami oleh Nn
R lancar serta indicator bahwasannya Nn R tidak mengalami kehamilan pada saat
pemeriksaan.
7. Bagaimana cara menegakkan diagnosa?
Jawaban:

Anamnesis

: Keluhan

Utama,

Riwayat

Penyakit

Riwayat

Penyakit

Dahulu,

Sekarang,

Riwayat

Penyakit

Pemeriksaan Fisik

Keluarga, Sosial ekonomi


: Inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi, pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang

apendisitis, colok dubur


: Pemeriksaan darah rutin, USG, Rontgen abdomen,
CT scane, laparoskopi.

8. Apa DD yang memungkinkan untuk keluhan Nn. R?


Jawaban:
Apendisitis dan Peritonitis
9. Jelaskan etiologi, gejala, komplikasi, tatalaksana dari DD!
Jawaban:
A. Apendisitis
1) Definisi:
Radang pada appendix vermiormis/daerah lapisan appendix/seluruh lapisan
appendix di region kanan bawah.
2) Etiologi
Proses radang dicetuskan oleh hyperplasia jaringan limfe, tumor apendix,
infeksi cacing ascaris, infeksi bakteri untuk menyebabkan perforasi, sumbatan
pada lumen appendix, erosi mukosa appendix karena bakteri, kecendrungan
familiar (kebiasaan makan).
3) Epidemiologi
a. Berdasarkan kebudayaan dan sanitasi lingkungan
b. Resiko tertinggi dialami oleh negara maju 20-30 tahun, pria lebih beresiko dibanding
wanita.
c. Mortalitas tinggi sebelum era anti-biotik
d. Tergantung musim
4) Patologi & Patofisiologi
a. Obstruksi lumen Karena fecalit (feses keras), penyumbatan karena secret
mucus,

mengakibatkan

intraluminal,

oksklusi

infeksi
arteria

dan

viserasi,

terminalis

pada

meningkatnya
appendix

tekanan

yang

akan

menyebabkan necrosis dan perforasi dan gangrene.


b. Sisa makanan tak tercerna menyebabkan hyperplasia limfe timus, infeksi
bakteri menjadi inflamasi -> obstruksi -> bakteri meningkat -> distensi lumen
appendix -> tekakan intraluminal meningkat -> hamabatan aliran limfe ->
thrombosis vascular dan nekrosis sistemik serta perforasi -> omentum
menutupi perforasi (berhasil menutupi) -> perforasi membentuk abses -> abses
pecah -> appendix peritonitis.

c. Appendicitis mukosa -> sembelit -> minum obat pencahar -> perforasi ->
katup ileocaecal kompoten > menigkatkan tekanan intraluminal.
5) Gejala
Nyeri saat aktifitas dan saat batuk terasa sakit di region iliacus dextra, nyeri
pada psoas, mual dan muntah, penurunan nafsu makan, demam, konstipasi, dan
gangguan BAK.
6) Tatalaksana
Metronidazole,

Penisilin,

Gentamisin,

Appendiktomi,

Laparoskopi,

Antipiretik, Jangan diberikan analgesic


7) Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi inspeksi untuk melihat permukaan
luar tubuh pasien (bekas luka, bekas operasi, jaringan parut, spider naevi
dan lain sebagainya)
b. Pemeriksaan yang dilakukan dengan auskultasi untuk mendengarkan
bising usus, peristaltic usus.
c. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara palpasi untuk mengetahui
apakah ada kelainan pada 9 regio atau 4 kuadran pasien. Dalam
pemeriksaan apendisitis akan dilakukan juga pemeriksaan seperti nyeri
tekan pada titik McBurney, Rebound Sign, Revising Sign, Ten Horn Sign,
Baldwin Sign, Psoas Sign dan Obturator Sign
d. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara perkusi yang bertujuan untuk
mendengarkan apakah ada kelainan suara pada perut pasien, terutama
pada daerah yang terkena apendisitis.
8) Pemeriksaaan Penunjang
a. Dengan melakukan pemeriksaan darah akan terlihat kadar leukosit yang
lebih tinggi dari normal.
b. Dengan melakukan USG pada daerah usus buntu (region iliacus dextra)
B. Peritonitis
1) Defenisi
Radang peritoneum akibat perforasi atau infeksi bakteri.
2) Epidemiologi
3) Etiologi
a. Primer
:
Ekstra peritoneal akibat trauma (staphylococcus)
b. Skunder
:
Intra Peritoneal berasal dari organ
visceral, infeksi, oleh organisme hidup di colon
E.colli dan bakteriodes)

c. Tersier

Keganasan sekunder akibat dan

infeksi rectum
4) Patologi & patofisiologi
Infeksi bakteri akan menyebabkan eksudat keluar dan mengumpul
diperitonium sehingga peritoneum akan mengalami peradangan atau yang sering
disebut dengan peritonitis dan selanjutnya akan membuat gerak peristaltic usus
menurun.
5) Gejala
Demam, Menggigil, Nyeri Perut, Distensi, Mual & Muntah, Takikardia,
Anoreksia, Penurunan Nafsu Makan, Penurunan Volume BAK
6) Komplikasi
Shock Septik, Abses, Kehilangan Fungsi Otak karena Infeksi Bakteri
Meluas Gagal Ginjal Progresif
7) Pemeriksaan Fisik
Distensi abdomen, Penurununan peristaltic usus, Nyeri, Hipertimpani,
Nyeri tekan pada dinding abdomen, Takikardi, Takipneu, Peningkatan suhu
8) Pemeriksaan Penunjang
Didapati peningkatan jumlah Leukosit, CT SCAN, Foto polos abdomen
(anterior, posterior dan lateral), Dilatasi Usus, Kultur jaringan
9) Tatalaksana
Antibiotik, Pembedahan jaringan yang terinfeksi

10. Hubungan nyeri yang berubah dimulai dari epigasrium, kanan bawah dan seluruh perut!
Jawaban:
Hubungan nyeri yang dialami oleh pasien merupakan suatu nyeri alih. Nyeri ini
beasal dari satu organ visera yang kemudian dialihkan ke uatu daerah di permkaan tubuh
atau di tempat lainnya yan tidak tepat dengan lokasi nyeri. Nyeri alih juga diperlukan
dalam diagnosis klinik karena dapat diperkirakan kausa atau dari mana nyeri berasal.
Mekanisme dari nyeri alih adalah cabang-cabang serabut nyeri visceral
bersinapsis dengan neuron kedua dalam medulla spinalis dimana neuron ini akan
menerima serabut nyeri yang berasal dari kulit. Ketika serabut visceral terangsang, maka

sinyal nyeri yang berasal dari viscera akan selanjutnya dijalarkan melalui beberapa
neuron yang sama yang juga menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit, maka
akibanya pasien akan merasakan sensasi yang benar-benar berasal dari daerah kulit.
Sakit berdasarkan sifat:
Nyeri alih
Nyeri radiasi
Nyeri proyeksi
Nyeri kolik
Nyeri iskemik
Nyeri continue
Nyeri yang berdasarkan jenis:

Visceral
Somatic

: Organ dalam peritoneal yang masuk melalui T10-T11


: Dari peritoneum visceral yang dilalui syaraf tepi

Dari buku baites :

Visceral : rasanya keram terbakar gatal karena kontraksi dari

intestine/billary yang diperiksa


Parietal : adanya inflamasi dari peritoneum parietal, nyeri lebih berat jika

bergerak batuk dan gatal


Referred : nyeri karena struktur syaraf yang sama, nyeri dapat berpindah
dari asalnya

11. Sebutkan penyebab nyeri di epigastrik, penyebab nyeri pada kuadran kanan bawah dan
nyeri pada seluruh perut!
Jawaban :
Epigastrik :
Ulkus gaster
Ulkus duodenale
Hepatitis
Koleositisis
Angina
Ca hati
Ca gaster
Selruh Perut :

Peritonitis
Illeo Obstruktif

12. Apa hubungan muntah dengan keluhan nona R ?

Jawaban :
Reflex vagal yang berasal dari organ yang memiliki kelainan. Reaksi inflamasi
appendix yang dapat mengaktifkan N. Vagus dan kemudian melanjutkan impuls menuju
pusat muntah pada medulla oblongata hingga akhirnya tercipta proses muntah (mual,
retching, muntah)

ANALISIS MASALAH
1. Apa makna klinis nyeri perut lebih kurang 3 hari yang lalu?
Jawaban:
Nyeri abdomen yang dikeluhkan pada skenario diakibatkan telah terjadinya
infeksi perikontinuitatum setelah perforasi appendiks vermivormis dan sifat dari nyeri ini
adalah nyeri pindah.
Defenisi dari nyeri abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi
karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen
datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari
24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan
tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus
ditangani segera. Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang dihadapi ini
suatu kasus bedah atau non-bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera
dilakukan.
Nyeri abdomen sering dijumpai berupa kegawatan bedah dan kegawatan nonbedah. Kegawatan non-bedah anatra lain pankreatitis akut, ileus paralitik, kolik
abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah antara lain peritonitis umum akibat
suatu proses dari luar maupun dari dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena
suatu trauma, sedang proses dari dalam missal karena apendisitis perforasi.
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain apendisitis, kolik nilier,
kolisitisis, diverticulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, penkreatitis, peritonitis,
salpingitis, adenitis mesenterika, dan kolik renal..
Berdasarkan jenis, Nyeri abdomen dibedakan menjadi:
a. Nyeri visceral
Nyeri ini terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur
pada rongga perut, misal karena cedera atau inflamasi. Nyeri ini
memperlihatkan pola yang khas dengan persyarafan embrional organ
bersangkutan saluran cerna yang berasar dari usu depan (foregut) yaitu
lambung, duodenum, system hepatobilier, dan pancreas menimbulkn nyeri
di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari usus
tengah (midgut), yaitu usus halus dan usus besar sampai pertengahan
kolon trans menimbulkan nyeri disekitar umbilicus. Bagian saluran cerna
lainnya yaitu pertengahan kolon trans sampai dengan kolon sigmoid yang
berasal dari usus belakang (hindgut) menimbulkan nyeri pada perut bagian
bawah. Demikian juga nyeri dari buli-buli dan recto sigmoid karena tidak

disertai rangsang peritoneum. Nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan


sehingga penderita dapat aktif bergerak.
b. Nyeri somatic
Terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipesarafi oleh saraf tepi
misalnya pada regangan peritoneum parietalis, luka pada dinding perut.
Nyeri dirasakan seperti di tusuk atau disaayt dan pasien dapat
menunjukkan letak nyerinnya dengan jarinya secara cepat. Gesekan antara
viscera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum dan
menyebabkan nyeri. Peradangan sendiri maupun gesekan antara 2
peritonium dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah
yang menimbulkna nyeri kontra lateral pada appendicitis akut. Setiap
gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak nafas yang
dalam atau batuk, akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat
perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak,
bernafas dangkal, dan menahan batuk.
Berdasarkan sifat, Nyeri abdomen dibedakan menjadi:
a. Nyeri Alih
Terjadi jika satu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah
misalnya diafragma yang berasal dari region leher c3-5 pindah kebawah
pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh
perdarahan atau peradanagn akan dirasakan dibahu.
b. Nyeri Proyeksi
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cedera
atau peradangan saraf. Contoh: nyeri fantom setelah amputasi, atau nyeri
perifer setempat pada herpes zoster. Radang saraf pada herpes zoster dapat
menyebabkan nyeri hebat didinding perut sebelum gejala atau tanda herpes
zoster menjadi jelas dan rasa nyeri ini dapat menetap bahkan setelah
penyakitnya sudah sembuh.
c. Nyeri Continue
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietlis akan dirasakan
terus menerus karena proses berlangsung terus. Misalnya pada reaksi
radang. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
stempat. Otot dinding perut menunjukan defans muscular, koontraksi
dinding perut yang terjadi secara reflex untuk melindungi bagian yang
meradang dari tekanan stempat
d. Nyeri Kolik

Merupakn nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan passase organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intra lumen). Nyeri ini
timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena
kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan
pendarahan dinding usus jika berupa nyeri kolik.
e. Nyeri Iskemik
Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis.
Lebih lanjut akan tambapak tanda intoksikasi umum, seperti taki kardia,
merosotnya keadaan umum, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan
nekrosis.
f. Nyeri Pindah
Nyeri dapat berubah sesuai perkembangan patologi. Pada tahap awal
apendisitis sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri
visceral dirasakan disekitar pusat disertai rasa mual karena appendix
termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi di seluruh dinding termasuk
peritoneum visceral terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang
merupakan nyeri somatic. Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak
peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan bawah. Jika appendix
kamudia mengalami nekrosis, dan ganggren (apendisitis gangrenosa),
nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak
menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis.3
2. Apakah makna klinis dari panas tinggi dan mengigau?
Jawaban:
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag dan sel
kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pyrogen endogen IL-1, TNFAlfa, IL-6, dan INF yang berkerja pada pusat termoregulasi hypothalamus untuk
meningkatkan patokan thermostat. Hypothalamus mempertahankan suhu yang telah
mencapi set point. Sebagai respon terhadap sitokin maka pada OVLT (Organus
Vasculosom Laminae Terminalis) terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin
E2 melalui mekanisme asam arachidonat jalur COX-2, dan menimbulkan peningkatan
suhu tubuh sehingga menimbulkan demam.
Meriang juga terjadi pada tahapan ini. Meriang ditimbulkan agar denagn cepat
meningkatkan produksi panas dengan kompensasi otot-otot tubuh yang melakukan
kontraksi, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung dengan cepat untuk
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong pengingkatan

suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai bentuk respon terhadap
rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disesbabkan oleh
kerusakan mekanisme termoregulasi.4,5
3. Apa makna klinis dari nyeri epigastrik, meriang dan tidak nafsu makan?
Jawaban:
Nyeri epigastrik yang terjadi adalah salah satu nyeri yang bersifat visceral terjadi
karena adanya peradangan awal dari organ-organ yang berada di usus tengah (midgut)
dan peradangannya belum mencapai permukaan peritoneum.
Demam meriang yang terjadi menandakan adanya pirogen (endogen dan
eksogen) yang akan merangsang endothelium hipothalamus untuk membentuk
prostaglandin E2 dan menigkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipothalamus. Pirogen endogen adalah pirogen yang berasal dari dalam tubuh yang
terbentuk atas stimulasi sel-sel darah putih (monosit, linfosit, neutrofil) seperti IL-1, IL6, TNF-, dan IFN. Pirogen Eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti
toksin, mediator inflamasi, reaksi imun. Sebagai contoh endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif.
Tidak nafsu makan yang terjadi menandakan adanya pirogen demam yang
membuat prostaglandin merangsang cerebral cortex (respon behavioral) sehingga nafsu
makan menurun akibat adanya pengaruh hormon dan neurotransmitter anoreksigenik
seperti -Melanocyte-stimulating hormone (-MSH), leptin, serotonin, neuropinefrin,
hormon pelepas-kortikotropin, insulin, kolesistokinin (CCK), Peptida mirip glukagon
(GLP), Cocaine-and amphetamine-regulated transcript (CART), peptida YY (PYY).4,5

4. Organ apa saja yang terdapat pada region perut kanan bawah dan sebutkan penyakit apa
saja yang terjadi pada regio tersebut?
Jawaban:
A. Organ yang terdapat pada region kanan bawah:6
1. sebagian colon

5. sebagian eleum dan

ascendens
2. apendix
3. ovarium
4. caecum

yeyunum
6. vesica urinaria
7. uterus

8.
B. Penyakit yang dapat terjadi pada region kanan bawah:3

1.
2.
3.
4.

kehamilan ektopik
apendisitis
penyakit chorn
tumor ovarium

5.
6.
7.
8.

kista ovarium
ca colon
kolitis ulsrative
peritonitis

9.
5. Apa hubungan menstruasi dan keluhan Nn. R?
10.
Jawaban:
11.
Dikarenakan Nn.R mengalami siklus menstruasi yang normal berarti tidak
terdapat gangguan atau kelainan pada organ repruduksi Nn R terutama ovarium dan tuba
falopii kanan yang terletak di region kanan bawah. Dan dengan normalnya menstruasi
Nn.R maka dapat menyingkirkan Difrent Diagnose yang berhubungan dengan
menstruasi, kehamilan, kehamilan ectopic (perkembangan embrio tidak pada tempatnya)
atau pun kelainan pada organ repruduksi wanita lainnya.3
12.
6. Bagaimana cara menegakkan diagnosa?
13.
Jawaban:
14.
Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
1. Keluhan nyeri epigastrik disertai badan meriang dan tidak nafsu makan
sejak seminggu yang lalu.
2. Tiga hari yang lalu nyeri perut terlokalisir di perut kanan bawah dan ada
posisi paksa
3. Nyeri perut semakin hebat sejak 12 jam lalu disertai panas tinggi dan
mengigau
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : adanya distensi abdomen
2. Auskultasi : normal
3. Palpasi : adanya nyeri
4. Perkusi : adanya nyeri
5. Vital sign : tekanan darah normal, denyut nadi meningkat, RR meningkat.
6. Rectal toucher : adanya nyeri diseluruh arah jarum jam dan disarung
tangan tidak ditemukan feses
c. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin.
2. Radiologis
Foto polos abdomen
9. Apa DD yang memungkinkan untuk keluhan Nn. R?
15.
Jawaban:
1. Apendisitis
2. Peritonitis
16.
10. Jelaskan etiologi, pathogenesis gejala, komplikasi, tatalaksana dari DD!
17.
Jawaban:

A. Apendisitis
1) Definisi
18.

Apendisitis adalah peradangan pada lapisn dalam umbai cacing

(Apendix Veriformis) yang menyebar ke bagian lainnya. Kondisi ini termasuk ke


bedah umun dan segera dengan manifestasi protean (dapat berubah bentuk),
banyak sekali tumpeng tindih dengan sindrom klinik lainnya, dan morbiditas yang
signifikan, yang meningkat dengan keterlambatan diagnose. Faktanya, meskipun
telah terjadi kemajuan dalam diagnose dan terpeutik dalam pengobatannya, usus
buntu tetap termasuk kedalam klinis darurat dan salah satu penyebab yang umum
dari nyeri abdomen akut.7
19.
2) Etiologi
20. Apendisitis disebabkan oleh obstruksi dari lumen apendik. Penyebab
paling umum dari obstruksi lumen in adalah hyperplasia sekunder limfoid untuk
Inflammatory Bowel Disease (IBD) atau infeksi (sering pada anak-anak dan
dewasa muda), stasis feses dan fecalith (sering pada pasien dewasa), parasite, atau
lebih jarang, benda asing dan neoplasia.
21. Fecalith terbentuk ketika garam kalsium dan debu feses menjadi
dilapisi oleh nidus yaitu sebuah bahan Feses inspissated yang terdapat di apendik.
Hiperplasia limfoid berhubungan dengan variasi inflamasi dan oenyakit infeksi
termasuk Chron Disease, gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernafasan, campak,
dan mononucleosis.
22.
Obstruksi dari lumen apendik jarang dihubungkan dengan bakteria
(Yersinia sp, adenovirus, cytomegalovirus, actinomycosis, Mycobacteria sp,
Histoplasma sp), parasite (Schistosoma sp, pinworm, Strongyloides stercoralis),
enda asing (peluru, alat kontrasepsi, lidah, activated charcoal), tuberculosis, and
tumors.7
23.
3) Epidemiologi
24. Apendisitis adalah penyakit abdomen akut tersering di negara
berkembang. Rata-rata insiden apendisitis di Amerika Serikat untuk semua
golongan umur adalah 11/10.000 orang per tahun, dan tercatat dengan rata-rata
yang sama di negara berkembang lainnya. Entah mengapa, tingkat apendisitis pada
negara berkembang di afrika 10 kali lebih rendah. Rata-rata insiden dari penyakit
ini untuk umur 15 dan 19 tahun adalah 48,1/10.000 populasi per tahun dan turun
menjadi 5/10.000 populasi per tahun untuk umur 45 tahun, dan setelah itu konstan.
Laki-laki mempunyai resiko yang besar disbanding wanita, dengan rata-rata kasus

1,4:1. Risiko seumur hidup dari apendisitis telah diperkirakan 8,6% pada laki-laki
dan 6,7% pada wanita.
25. Sekitar 250.000 apendektomi dilakukansetiap tahun di Amerika
Serikat; data dari sebagian besar negar-negara Eropa menunjukkan bahwa kejadian
apendisitis menurun. Antara 1989 dan 2000, terjadi penurunan 15% insiden
apendisitis tercatat dalam study Inggris; hal yang serupa juga tercatat di Yunani dan
Finlandia. Namun, beberapa studi dari Amerika Serikat menunjukan bahwa angka
apendektomiuntuk apendistis akut telah meningkat semenjak 1995. Terlepas dari
epidemiologi, apendisitis tetap menjadi indikasi paling umum untuk bedah darurat
abdomen.8
26.
4) Patofisiologi
27. Apendisitis adalah proses peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari yang dialirkan ke dalam lumen apendiks
dan caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendisitis.Apendiks juga berpartisipasi dalam sistem imun usus,
imunoglobulin yang dihasilkan GALT (gut associated lymphoid tissues) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, merupakan pelindung
terhadap infeksi.Tetapi pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh.
28. Bakteri penyebab apendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada
usus. Bakteri yang paling sering ditemukan yaitu Bacteroides fragilis bakteri
anaerob, gram negatif dan Escherichia coli, bakteri gram negative, facultative
anaerob. Sedangkan bakteri lainnya yaitu: Peptostreptococcus, Pseudomonas,
Klebsiela, dan Klostridium, Lactobacillus, dan B.splanchnicus.
29. Obstruksi lumen merupakan faktor predominan penyebab apendisitis
akut. Fecolith merupakan penyebab obstruksi paling sering. Penyebab lainnya
adalah hipertropi jaringan limfoid, sisa barium, serat tumbuhan, biji-bijian, cacing
terutama ascaris kapasitas lumen apendiks normal sekitar 0,1 ml, tidak ada lumen
yang sebenarnya. Sekresi 0,5 cc distal dari penyumbatan akan meyebabkan
peningkatan tekanan sekitar 60 cm H2O. Distensi menyebabkan stimulasi serabut
syaraf visceral yang menyebabkan rasa kembung, nyeri difus pada bagian tengah
abdomen atau epigastrium bawah.
30. Distensi terus berlangsung karena sekresi mukosa yang terus-menerus
dan juga karena multiplikasi dari flora normal apendiks. Dengan meningkatnya

tekanan pada apendiks, tekanan vena juga meningkat, sehingga kapiler dan venule
menutup tapi aliran arteriole tetap mengalir sehingga terjadi kongesti dan pelebaran
vaskuler. Distensi ini biasanya menyebabkan reflex muntah, nausea, dan nyeri
visceral semakin bertambah.
31. Proses inflamasi terus berlanjut ke lapisan serosa dan ke peritoneum
parietal, yang mana menimbulkan nyeri yang khas, nyeri berpindah ke kuadran
kanan. Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks sangat rentan terhadap
gangguan aliran darah. Karena kesatuan ini sudah terganggu sejak awal, maka
bakteri dengan mudah masuk ke lapisan yang lebih dalam. Timbulnya demam,
takikardi dan lekositosis karena absorbsi dari produk jaringan dan endotoksin.
Endotoksin juga merupakan stimulator makrofag untuk memproduksi sitokin
proinflamator (IL1, IL 6, TNF) yang kemudian merangsang sumsum tulang dan
hepatosit sehingga terjadi peningkatan lekosit dan CRP dalam darah.
32.
Ketika distensi sudah mencapai tekanan arteriole, daerah yang
mendapat aliran darah sedikit, lebih dahulu terkena, yaitu terjadi infark pada daerah
antimesenterial. Jika distensi, invasi bakteri, gangguan aliran darah, dan proses
infark terus berlanjut, terjadilah perforasi. Biasanya perforasi terjadi pada salah
satu area infark pada daerah antimesenterial.8
33.
5) Gejala dan Tanda
34. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis
nyeri dimulai difus terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical, dengan
tingkatan sedang dan menetap, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten.
Nyeri akan beralih setelah periode yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya
4 6 jam , nyeri terletak di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu
menyertai apendisitis. Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua
kali. Umumnya ada riwayat obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare terjadi
pada beberapa pasien. Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature
jarang lebih dari 1C, frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Pasien biasanya
lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu
gerakan akan meningkatkan nyeri.
35.
Nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila apendiks yang
meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau dekat titik
yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak secara pasti antara 1,5 2 inchi
dari spina iliaca anterior pada garis lurus yang ditarik dari spina ini ke umbilicus.

Adanya iritasi peritoneal ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsings
sign. Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11,
T12, meskipun bukan penyerta yang konstan adalah sering pada apendisitis akut.
Tahan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan derajat proses
peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunteer seiring dengan
peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot, sehingga kemudian
terjadi secara involunter. Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan
obturator sign.8
36.
6) Pemeriksaan Fisik
37. Pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi
perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian
kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya
tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan
hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda

kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan

penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.


Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.


Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah,
hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi

peritoneal pada sisi yang berlawanan.


Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus

psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.


Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan
luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak
pada daerah hipogastrium.

38.
39.

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat

peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak
terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
akan terdapat nyeri pada jam 9-12. 8,9
40. Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis, dapat digunakan skor
Alvarado, yaitu :
41. Tabel 2.1. Skor Alvarado Skor
42. Migrasi nyeri dari
43. 1
abdomen sentral ke
fossa iliaka kanan
44. Anoreksia
46. Mual atau Muntah
48. Nyeri di fossa iliaka

45. 1
47. 1
49. 2

kanan
50. Nyeri lepas
52. Peningkatan

51. 1
53. 1

temperatur (>37,5C)
54. Peningkatan jumlah

55. 2

leukosit

109/L
56. Neutrofilia
75%
58. Total

10

dari

57. 1
59. 10

60.
61.
7) Pemeriksaan Penujang
62. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
63.
Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan
Computed Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat

akurasi 94-100% dengan

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.8,9


64.
8) Tatalaksana
65. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
Penanggulangan konservatif
66.
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian

cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.


Operasi
67.
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan

yang dilakukan adalah operasi

membuang appendiks

(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik


dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).8,9
68.
9) Komplikasi
69. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, DeJong, 2004) Komplikasi usus buntu juga
dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruks iusus, abses abdomen pelvis,
dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.
70.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra
abdomen dan ditemukan di tempat tempat yang sesuai, seperti infeksi luka, abses
residual,sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks .Komplikasi utama apendisitis
adalah perforasi apendiks yang dapat berkembangmenjadi peritonitis atau abses.
Insidens perforasi adalah 10 % sampai 32 % insidens lebih tinggi pada anak kecil

dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri gejala
mencakup demam dengan suhu yang tinggi, penampilan toksik, dan nyeri
atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.8,9
71.
B. Peritonitis
1) Definisi
72.
Peritonitis digambarkan sebagai sebuah inflamasi dari membran serosa
yang melapisi rongga perut dan organ-organ yang terkandung didalamnya.
Peritoneum jika tidak steril lingkungannya, akan bereaksi terhadap berbagai
macam rangsang patologi dengan berbagai macam respon inflamasi. Tergantung
patologi yang mendasari, peritonitis yang dihasilkan dapat menginfeksi atau steril.
Sepsis intraabdomen merupakan inflamasi dari peritoneum yang disebabkan oleh
mikroorganisme pathogen dan produknya. Proses inflamasi dapat terlokalisasi
atau menyebar.8,10
73.
2) Etiologi
74. Etiologi dari penyakit tergantung tipe berdasarkan lokasi dari
peritonitis, yaitu peritonitis primer, peritonitis sekunder, peritonitis tersier,
peritonitis kimiawi, abses peritoneum.10
75.
3) Epidemiologi
76. Secara keseluruhan insiden infeksi peritoneum dan abses sangat sulit di
tegakkan dan bervariasi dengan proses penyakit perut yang mendasarinya.
Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) terjadi pada anak dan orang dewasa dan
merupakan komplikasi terkenal dan buruk dari sirosis. Kisaran 70% pasien dengan
sirosis mengalami SBP adalah Child-Pugh kelas C. Pada pasien ini perkembangan
SBP dihubungkan dengan prognosis jangka panjang yang buruk.
77. Suatu pemikiran menjelaskan bahwa penyebab SBP adalah pada orang
orang sirosis alkoholik, dan sekarang mempengaruhi pasien dengan sirosis dari
berbagai sebab apapun. Pada pasien dengan asites, prevalensi mungkin setinggi
18%. Jumlah ini telah berkembang dari 8% selam 2 dekade terakhir, kemungkinan
besar sekunder untuk sebuah peningkatan kesadaran SBP dan tinggi ambang batas
untuk diagnose parasintesis.
78.
Meskipun etiologi dan insiden gagal hati berbeda antara anak-anak dan
orang dewasa, pada orang dengan asites, insiden SBP kurang lebih sama. Dua usia
puncak untuk SBP merupakan ciri khas pada anak-anak: satu di periode neonates
dan yang lain di umur 5 tahun.8,10
79.

4) Patofisiologi
80. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi
dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi
usus.
81. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat
dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
82. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler
organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum
dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
83. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
84. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh

darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.8,9
85.
5) Klasifikasi
a. Peritonitis Primer
86.
Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) merupakan infeksi
bakteri akut dari cairan asites. Kontaminasi dari rongga peritoneum akan
menyebabkan translokasi bakteria melewati dinding usus atau limfoid
mesenterika dan sedikit melalui hematogen menunjukan bacteremia.
87.
SBP dapat terjadi karna komplikasi berbagai macam penyakit
yang mempunyai gejala klinis asites, seperti gagal jantung dan Budd-Chiari
syndrome. Anak dengan nefrosis atau lupus yang ada asites mempunyai factor
resiko yang tinggi terhadap SBP. Khususnya, penurunan fungsi sintesis dari
hepar yang dihubungkan dengan level total protein yang rendah, level
komplemen rendah, atau waktu prothrombin yang lama dihubugnkan dengan
resiko maksimal.
88.
Lebih

dari

90%

kasus

SB

disebabkan

oleh

infeksi

monomicrobial. Pathogen yang tersering adalah bakteri gram negatif (E. coli,
K. pneumoniae, Pseudomonas sp, Proteus sp, dan lain-lain), dan gram positif
(Streptococcus

pneumoniae,

Strptococcus

sp,

Staphylococcus

sp).

Mikrorganisme anaerob ditemukan kurang dari 5% kasus dan isolasi banyak


ditemukan kurang dari 10%.
b. Peritonitis Sekunder (SP)
89.
Etiologi tersering

dari peritonitis

sekunder ini

adalah

apendisitis perforata, perforasi gaster atau ulserasi duodenum, perforasi


sigmoid (yang disebabkan oleh diverticulitis, volvulus atau kanker), dan
penyempitan usus halus.
90.
Patogen SP berbeda dari yang proksimal dan yang distal. Gram
positif dominan terjadi di saluran cerna bagian atas, dan gram negatif di
saluran cerna atas yang menjalani terapi supresif asam lambung dalam waktu
lama. Kontaminasi dari distal usus halus atau kolon merupakan hasil pelepasan
beberapa ratus spesies bakteri dan jamur, pertahanan host dengan cepat
c.

mengeliminasi organisme ini.


Peritonitis Tersier

91.

Peritonitis tersier terjadi pada pasien immunocompromised dan

pada orang dengan kondisi komorbid. Meskipun jarang diamati pada infeksi
peritoneum yang tak sempurna, peritonitis tersier pada pasien membutuhkan
perawatan ICU untuk infeksi abdomen yang parah.
92.
Untuk peritonitis tersier ini biasanya di sebabkan juga oleh
bakteri gram negative (Enterobacter sp, Pseudomonas sp, Enterococcus sp),
d.

gram positif (Staphylococcus sp), jamur (Candida sp).


Peritonitis Kimiawi
93.
Peritonitis kimiawi biasanya disebabkan iritasi dari kandung
empedu, darah, barium, atau bahan lain atau inflamasi dari organ visceral
tanpa inokulasi bakteri dari rongga peritoneum. Tanda dan gejalanya tidak bisa

e.

dibedakan dengan abses peritoneum, dan diagnose dan terapinya sama.


Abses Peritoneum
94.
Abses peritoneum dijelaskansebagai pembentukan dari cairan
infeksi yang tidak terkapusl oleh eksudat fibrin, omentum, dan organ visceral
yang berdekatan. Mayoritas abses terjadi setelah peritoneum sekunder.
Pembentukan abses terjadi karena komplikasi dari operasi. Insiden
pembentukan abses setelah bedah abdomen kurang dari 1-2%, bahkan ketika
operasi dilakukan untuk proses inflamasi akut. Resiko abses meningkat
mencapai 10-30% pada kasus perforasi praoperasi dari viskus berongga,
kontaminasi tinja yang signifikan rongga peritoneum, iskemia usus, diagnose
tertunda dan terapi dari peritonitis awal, dan kebutuhan untuk operasi ulang,
serta pengaturan imunosupresi. Pembentukan abses adalah penyebab utama
dari infeksi persisten dan pengembangan dari peritonitis tersier.10

95.
96.
97.
6) Gejala dan Tanda
98. Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita.
Peritonitis memiliki beberapa gejala umum, yaitu:
1. Demam dengan temperatur sangat tinggi.
2. Perut terasa kembung.
3. Detak jantung semakin cepat.
4. Diare.
5. Menggigil.
6. Terus menerus merasa haus.
7. Tidak mengeluarkan urine atau jumlah urine lebih sedikit.
8. Sulit buang air besar dan mengeluarkan gas.
9. Nafsu makan menurun.
10. Kelelahan.
11. Pembengkakan perut disertai nyeri saat perut disentuh.

12. Mual dan muntah.


99. Bagi penderita gagal ginjal yang sedang menjalani tindakan dialisis
peritoneal, cairan yang mengalir ke kantung penampung akan terlihat lebih keruh
dan bisa mengandung bintik putih atau gumpalan.8,9
100.
7) Pemeriksaan Fisik
101. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah,
denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan
pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi
atau sepsis juga perlu diperhatikan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan
peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan temperatur >380C
biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.
Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan
yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung
secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan
produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan
keadaan syok sepsis.
102. Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini
harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.
103. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas
operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan
gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada
peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau
distended. Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling
terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang
ditunjuik pasien.
104. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh
sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
105. Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan
viseral yang sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang
paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang

tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang
tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri
somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.
106. Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,
adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi
melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan
peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi.8,9
107.
8) Pemeriksaan Penunjang
108. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis,
hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa
cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan
banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per
kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas,
dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. Pemeriksaan XRay.Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan
usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus -kasus perforasi.8,9
109.
9) Tatalaksana
110. Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
111. Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan
tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
112. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian

diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas
juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada
saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
113. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertik al digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.
Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik
operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi
dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi
peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
114. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
115. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan
dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada
keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan
diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.8,9
116.
10) Komplikasi
117. Peritonitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi seperti:
1. Infeksi di seluruh tubuh (sepsis), yang bisa menyebabkan kegagalan
organ secara mendadak.
2. Ensefalopati hepatik, adalah hilangnya fungsi otak akibat organ hati
tidak mampu lagi menyaring zat racun dalam darah.
Infeksi aliran darah (bakteremia).
Sindrom hepatorenal, adalah kegagalan ginjal progresif.
Eviserasi Luka
Pembentukan abses8,9
118.
11. Hubungan nyeri yang berubah dimulai dari epigasrium, kanan bawah dan seluruh perut!
119.
Jawaban:
3.
4.
5.
6.

120.

Sifat nyeri dari penyakit ini adalah nyeri pindah, Nyari pindah ialah

nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi.Pada tahap awal apendisitis,
sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan disekitar pusat
disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus tengah.Setelah radang terjadi diseluruh
dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang
merupakan nyeri somatik.Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang
meradang, yaitu diperut kanan bawah.Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan
gangrene (apendisitis gangrenosa), nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat,
menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis
(Gambar 2.4A).
121.

Contoh lain dari nyeri ini yaitu pada perforasi tukak peptik duodenum, isi

duodenum yang terdiri atas cairan asam hidroklorida dan empedu masuk ke rongga
abdomen yang sangat merangsang peritoneum setempat.Si sakit merasa sangat nyeri
ditempat rangsangan itu, yaitu diperut bagian atas. Setelah beberapa waktu, cairan isi
duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon asendens
sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah, sekitar sekum. Nyeri itu
kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama karena terjadi
pengenceran.Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati pindah ke kanan
bawah. Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada apendisitis akut. Akan tetapi
kedua keadaan ini, apendisitis akut maupun perforasi lambung atau duodenum, akan
mengakibatkan peritonitis purulenta umum jika tidak segera di tanggulangi dengan
tindak bedah (Gambar 2.4B).11
122.

123.

124.

Gambar 2.4 Nyeri yang pindah

125.
126.
A.

Apendisitis akut: awalnya nyeri bersifat difus dan berangsur dirasakan


di ulu hati atau sekitar pusat sebagai nyeri viseral, lalu berubah
menjadi nyeri lokal akibat rangsangan peritoneum setempat kanan
bawah yang terasa lebih hebat, menetap, dan dipengaruhi oleh setiap
gerakan peritoneum terhadap organ dan struktur sekitarnya.
127.

B.

Pada perforasi tukak peptik duodenum, awal nyeri sangat tajam dan
hebat; nyeri ini berpindah ke fosa iliaka kanan bawah dan berangsur
berkurang karena cairan isi duodenum mengalami pengenceran.

128.

129.
12. Sebutkan penyebab nyeri di epigastrik, penyebab nyeri pada kuadran kanan bawah dan
nyeri pada seluruh perut!
130.
Jawaban:
131.
Nyeri yang dirasakan Nn. R pada awalnya dirasakan pada bagian epigastric
atau ulu hati lalu berpindah ke daerah kuadran kanan bawah. Hal ini bisa dikategorikan
Referred pain dimana daerah yang terasa sakit dipersyarafi oleh level syaraf spinal yang
sama. Rasa nyeri biasanya akan lebih berat dan lama kelamaan akan terasa pada
daerah/organ yang sebenarnya sakit. Dari scenario di atas, terdapat ciri khas dari
appendisitis dimana appendiks vermiformis yang dipersyarafi oleh CNS X (Nervus
Vagus) mengalami peradangan.12
132.
Pada appendicitis yang lama tidak diberi penanganan akan menyebabkan
komplikasi seperti perforasi. Perforasi biasanya akan menyebabkan peritonitis, abses,
pylephlebitis. Resiko terjadinya perforasi meningkat setelah 24 jam. Pasien dengan
perforasi akan akan mengalami demam yang signifikan, leukositosis, peritonitis.
Perforasi bebas ke dalam dinding peritoneum akan mengakibatkan terjadinya peritonitis
dan pada gambaran polos film abdomen akan ditemukan udara intraperitoneal. Hal ini
lah yang menyebabkan perut terasa tegang dan terasa nyeri diseluruh bagian perut.8
133.
13. Apa hubungan muntah dengan keluhan Nn. R?
134.
Jawaban:
135.
Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pada tahap awal dari iritasi gastro-intestinal atau distensi yang
berlebihan, akan terjadi gerakan anti peristaltis (beberapa menit sebelum
muntah).
b. Anti peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik menuju duodenum
dan lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
c. Kemudian pada bagian saat traktus gastro intestinal, terutama duodenum,
menjadi sangat meregang, peregangan ini yang menjadi faktor pencetus
yang menimbulkan tindakan muntah.
d. Pada saat muntah, kontraksi instrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun
pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus
bagian bawah, sehingga mambuat muntahan bergerak ke esophagus.
Selanjutanya kontraksi otot-otot abdomen akan mendorong muntahan keluar.
e. Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu
rangsangan khususnya kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal
maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla (terletak
dekat traktus solitaries). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan

efek

muntah.

Impuls-impuls

motorik

yang

menyebabkan

muntah

ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan
XII ke traktus gastro intestinal bagian atas dan melalui saraf spinal ke
diafragma dan otot abdomen.
f. Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma dengan
rangsangan kontraksi semua dinding otot abdomen. Keadaan ini memeras
perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekana
intragrastik sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esophagus
bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat isi lambung ke atas
melalui esophagus.
g. Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa reflesk yang terjadi di ronggal
mulut yaitu (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk
mengangkat sfingter esophagus bagian atas hingga terbuka, (3) penutupan
glottis, (4) pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior
(daerah

yang

paling

sensitive

di

dalam

rongga

mulut

berbagai

rangsangan).3,4,5
136.
137.
138.
139.
140.

141. DAFTAR PUSTAKA


1. Dorland, W. A. Newman. 2010. Dorlands Illustrated Medical Dictionary, 31th Ed.
Jakarta: EGC
2. Sugono, Dendi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
3. Sudoyo, Aru W dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed-6. Jakarta:
InternaPublishing.
4. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
5. Guyton, Arthur C, Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta :
EGC
6. McKinley, M. dan OLoughlin, V.D. 2012. Human Anatomy 3rd ed. New York: The
McGraw-Hill Companies
7. Craig, Sandy. 2015. Appendicitis
142. http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a2.
tanggal 2 November 2016.

Diakses

pada

8. Feldman, Mark. 2016. Sleisenger and Fordtrans Gastointestinal and Liver


Disease Pathophysiology / Diagnosis / Management 10th Ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier
9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 8 November 2016
10. Daley, Brian. 2015. Peritonitis and Abdominal Sepsis
143. http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#a5.

Diakses

pada

tanggal 2 November 2016


11. R, Sjamsuhidajat, Wim de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
12. Lynn SB. 2016. Bates Guide to Physical Examination and Hystory Taking. 12 th ed.
New York: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai