Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi
lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.
Makassar, 10 Oktober 2016
Penyusun
I.
1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN

Kita ketahui bahwa 2/3 bumi ini terdiri dari lautan, yang di dalamnya
memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang beragam, baik flora maupun
fauna nya sebagai biota laut.
Pada beberapa tahun belakangan ini, perhatian terhadap biota laut
semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap
lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut sebagai penyedia
sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang
mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau
pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan
harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat
dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai
beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas
primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber
makanan penting bagi banyak organisme.
Mengingat pentingnya ekosistem lamun dalam suatu ekosistem
laut, maka pada makalah ini, akan membahas tentang ekosistem lamun
yang ada agar pengetahuan kita tentang suatu ekosistem di lautan
bertambah dan semakin meluas.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini ialah :
1. Apakah pengertian dari ekosistem lamun?
2. Apakah ciri-ciri dari ekosistem lamun?
3. Apa sajakah fungsi dari ekosistem lamun?
4. Interaksi apakah yang terjadi dalam ekosistem lamun?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang terdapat pada makalah ini adalah :

1.
2.
3.
4.

Mengetahui pengertian dari ekosistem lamun.


Mengetahui ciri-ciri ekosistem lamun.
Mengetahui fungsi dari ekosistem lamun.
Dan untuk mengetahui interaksi apa saja yang terjadi pada
ekosistem lamun.

II.

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lamun


Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae)
yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga
dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun dapat
ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub.
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut.
Hewan yang hidup di padang lamun ada yang sebagai penghuni tetap dan
ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Ada hewan yang datang
untuk memijah seperti ikan dan ada pula hewan yang datang mencari
makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu (turtle) yang makan
lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
Ekosistem lamun (seagrass ecosystem) adalah satu sistem
(organisasi) ekologi padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan
timbal balik antara komponen abiotik (air dan sedimen) dan biotik (hewan
dantumbuhan).

Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun


digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan
kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik
daunnya maupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan
hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga
merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan
fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi
sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit,
mikroflora dan fauna (Husni, 2003).

2.2 Ciri Ciri Padang Lamun/ Ekosistem Lamun


Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus
dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang.
Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir.
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau
di dataran terumbu karang.
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan
terlindung.
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika
keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif.
6. Mampu hidup di media air asin.
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.
2.3 Fungsi Padang Lamun
Ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang
kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, peranan
tersebut sebagai berikut :

1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas


primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang
ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang.
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan
dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan
(alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga
sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan
berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes)
(Kikuchi dkk, 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan
memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak,
sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu,
rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen,
sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan.
Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen
dan juga dapat mencegah erosi.
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting
dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang
langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan
oleh algae epifit (Saleh, 2003).

2.4 Keaneragaman Biota Di Ekosistem Lamun

Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas


organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada
ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti ikan, krustasea,
moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria
sp., Synapta sp., Diadema sp., Archastersp., Linckia sp.), dan cacing
Polikaeta.

2.5 Faktor Abiotik yang Mempengaruhi


Temperatur, substrat, intensitas cahaya, kecepatan arus, salinitas dan
kandungan

oksigen

terlarut

merupakan

faktor-faktor

abiotik

yang

mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran lamun.


1. Temperatur
Lamun akan berfotosintesis secara maksimal pada kisaran suhu
28-30C. Semakin jauh suhu perairan dari suhu optimal ini,
semakin berkurang kemampuan lamun untuk berfotosintesis.
2. Salinitas
Tiap-tiap jenis lamun mempunyai kisaran salinitas berbeda-beda.
Namun secara umum, lamun membutuhkan salintias sebesar 1040 o/oo. Sedangkan rusaknya padang lamun saat ini salah satunya
disebabkan oleh meningkatnya salinitas karena berkurangnya
suplai air tawar dari sungai.
3. Intensitas cahaya
Lamun memerlukan cahaya

untuk

berfotosintesis,

sehingga

semakin sedikit cahaya, semakin kurang berkembang lamunnya.


4. Arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus
perairan.

Pada

saat

kecepatan

arus

sekitar

0,5

m/detik,

jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk


tumbuh.
5. Kandungan Oksigen (DO)
Suhu, salinitas, dan turbulensi air mempengaruhi kadar oksigen
terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut berkurang dengan
meningkatnya suhu, ketinggian, altitude dan berkurangnya tekanan
atmosfer.
Selain itu

kandungan

oksigen

terlarut

juga

mempengaruhi

keanekaragaman hayati suatu ekosistem perairan seperi padang


lamun. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan
sebaiknya memilih kadar oksigen tidak kurang dari 5mg/l. Kadar
oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l mengakibatkan efek yang
kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik.
Sumber oksigen terlarut biasanya berasal dari difusi oksigen yang
terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air termasuk dan fitoplankton.
6. Substrat
Tumbuhan lamun membutuhkan dasar yang lunak untuk ditembus
oleh akar-akar dan rimpangya guna menyokong tumbuhan
ditempatnya. Lamun dapat memperoleh nutrisi baik dari air
permukaan melalui helai daun-daunnya, maupun dari sedimen
melalui akar dan rimpangnya.
Kesesuaian substrat yang paling utama bagi perkembangan lamun
ditandai dengan kandungan sedimen yang cukup.Semakin tipis
substrat (sedimen) perairan akan menyebabkan kehidupan lamun
yang tidak stabil, sebaliknya semakin tebal substrat, lamun akan

tumbuh subur yaitu berdaun panjang dan rimbun serta pengikatan


dan penangkapan sedimen semakin tinggi. Peranan kedalaman
substrat dalam stabilitas sedimen mencakup dua hal,yaitu : 1)
pelindung tanaman dari arus laut. 2) tempat pengolahan dan
pemasok nutrien.
Padang lamun hidup diberbagai tipe sedimen, mulai dari lumpur
sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40% endapan lumpur
dan fine mud (Dahuri et al., 1996). Semua tipe substrat dihuni oleh
tumbuhan lamun mulai dari lumpur lunak sampai batu-batuan,
tetapi lamun yang paling luas dijumpai pada substrat yang lunak.
Berdasarkan tipe karakteristik tipe substratnya padang lamun yang
tumbuh di perairan Indonesia dapat dikelompokkan menjai 6
kategori, yaitu : 1) Lumpur, 2) Lumpur pasiran, 3) Pasir, 4) Pasir
lumpuran, 5) Puing karang dan 6) Batu karang. Pengelompokkan
tipe

substrat

ini

berdasarkan

ukuran

partikelnya

dengan

menggunakan Segitiga Milla (Fahruddin,2002).

2.6 Interaksi Pada Ekositem Lamun


Hal menarik yang dapat kita lihat bahwa padang lamun atau yang
di kenal dengan seagrass bukan hanya sebagai tempat mencari makan
bagi dugong dan manate tapi juga tempat hidup yang sangat cocok bagi
beberapa organisme kecil seperti udang dan ikan. Bahkan penyu
hijau (Chelonia mydas) pun sering mengunjungi padang lamun untuk
mencari makan. Lantas mengapa padang lamun bisa menjadi tempat

yang cocok bagi umumnya hewan kecil? Kondisi lamun yang menyerupai
padang rumput di daratan ini mempunyai beberapa fungsi ekologis yang
sangat potensial berupa perlindungan bagi invertebrata dan ikan kecil.
Daun-daun lamun yang padat dan saling berdekatan dapat meredam
gerak arus, gelombang dan arus materi organik yang memungkinkan
padang lamun merupakan kawasan lebih tenang dengan produktifitas
tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu karang. Melambatnya
pola arus dalam padang lamun memberi kondisi alami yang sangat di
senangi oleh ikan-ikan kecil dan invertebrata kecil seperti beberapa jenis
udang, kuda laut, bivalve, gastropoda dan echinodermata. Hal terpenting
lainnya adalah daun-daun lamun berasosiasi dengan alga kecil yang
dikenal dengan epiphyte yang merupakan sumber makanan terpenting
bagi hewan-hewan kecil tadi. Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur
dengan melekat pada permukaan daun lamun dan sangat di senangi oleh
udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil. Disamping itu
padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi dari
serangan predator. Sangat khas memang pola kehidupan hewan-hewan
kecil ini di padang lamun yang tidak jarang memberikan konstribusi besar
bagi kelangsungan ikan dan udang ekonomis penting.

Ini adalah

sebagian kecil dari peran penting padang lamun yang menyebar di sekitar
perairan pantai Indonesia.
Sebagaimana terumbu karang, padang lamun menjadi menarik karena
wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul berbagai flora dan fauna
akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Di padang lamun

juga hidup alga (rumput laut), kerang-kerangan (moluska), beragam jenis


ekinodermata (teripang-teripangan), udang, dan berbagai jenis ikan.
Ikan-ikan amat senang tinggal di padang lamun. Ada jenis ikan
yang sepanjang hayatnya tinggal di padang lamun, termasuk untuk
berpijah (berkembang biak). Beberapa jenis lain memilih tinggal sejak usia
muda (juvenil) hingga dewasa, kemudian pergi untuk berpijah di tempat
lain. Ada juga yang hanya tinggal selama juvenil. Sebagian lagi memilih
tinggal hanya sesaat. Suatu penelitian menunjukkan, jumlah ikan bernilai
ekonomis penting yang ditemukan di kawasan padang lamun relatif kecil.
Itu berarti bahwa padang lamun lebih merupakan daerah perbesaran bagi
ikan-ikan tersebut.
Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan
dugong (Dugong dugong) adalah dua hewan pencinta berat padang
lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal
ini tak lain karena tumbuhan tersebut merupakan sumber makanan penyu
hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap jenis lamun
Cymodoceae, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan dugong senang
memakan jenis Poisidonia dan Halophila. Dugong mengkonsumsi lamun
terutama bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian
ini memiliki kandungan nitrogen cukup tinggi.
Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama,
sebagian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila
komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung
berdatangan mencari makan di padang lamun ini (Bengen, 2001).

2.7 Rantai Makanan Lamun di Laut


Lamun (sea grass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
yang hidup terendam di dalam laut. Umumnya membentuk padang lamun
yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari
yang memadai bagi pertumbuhannya. Hidup di perairan yang dangkal dan
jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Hampir semua tipe substrat dapat
ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu.
merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dimana hidup
beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska, dan cacing
(Bengen 2011).
Pada ekosistem padang lamun, rantai makanan tersusun dari
tingkat-tingkat trofik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus
organik dari ekosistem padang lamun ke konsumen agak rumit. Sumber
bahan organic berasal dari produk lamun itu sendiri, disamping tambahan
dari epifit dan alga makrobenthos, fitoplankton dan tanaman darat. Zat
organik dimakan fauna melalui perumputan (grazing) atau pemanfaatan
detritus. Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan rantai makanan dalam
ekosistem padang lamun yang disederhanakan. Jumlah jenis lamun tidak
banyak. Diseluruh dunia tercatat sekitar 50 jenis dan di Indonesia tercata
sebanyak 12 jenis. Jumlah ini tidak sebanding dengan kelimpahan yang
sering terdapat di alam dan jika dipandang dari kepentingan ekologik dan
ekonominya.

Gambar : Rantai Makanan dalam Ekosistem Lamun (Fortes 1990)


2.8 Persaingan Yang Terjadi Di Ekosistem Lamun
Asosiasi positif antara spesies Apogon kiensis dengan Sphyraena
barracuda didukung hasil penelitian Muliawaty (2010) bahwa spesies
Apogon kiensis merupakan penghuni tetap ekosistem lamun dan spesies
Sphyraena barracuda adalah pengunjung di ekosistem lamun yang
tujuannya

untuk

mencari

makan.

Spesies

Sphyraena

barracuda

memangsa ikan-ikan kecil di ekosistem lamun sedangkan spesies Apogon


kiensis memakan plankton dan bentos.Dengan demikian tidak ada
persaingan antar spesies tersebut. Asosiasi negatif antara spesies
Sphyraena

barracuda

dengan

spesies

Lethrinus

lentjan

seperti

dikemukakan oleh Supratomo (2000), adanya ketersediaan makanan di


padang lamun mengakibatkan terjadinya persaingan makanan dari ikanikan yang mengunjungi padang lamun. Hal ini juga terjadi pada spesies
Sphyraena barracuda dengan spesies Lethrinus lentjan yang keduanya

merupakan pemangsa ikan-ikan kecil di ekosistem lamun sehingga


persaingan antar keduanya sangat besar.

III.

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae)
yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun,
bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae).
2. Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut.
3. Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun
digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator
dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan
makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus.
4. Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat
khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu
karang.
5. Temperatur, substrat, intensitas cahaya, kecepatan arus, salinitas
dan kandungan oksigen terlarut merupakan faktor-faktor abiotik
yang mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran lamun.
6. Peranan ekosistem padang lamun adalah sebagai produsen primer,
sebagai habitat biota, sebagai penangkap sedimen dan sebagai
pendaur zat hara.

III.2
Saran
Mengingat makalah yang dibuat ini merupakan gambaran secara
umum mengenai lamun, maka diharapkan untuk mahasiswa selanjutnya
yang akan mengambil mata kuliah biologi laut ini sebaiknya membuat dan
membahas lebih khusus lagi tentang jenis-jenis lamun.
Dan juga sebagai masyarakat yang baik kita sebaiknya menjaga
laut karena ekosistem yang ada di dalamnya sangat mempunyai
keanekaragaman hayati yang banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus acoroides


di rataan Terumbu di Pari Pulau Seribu. Jakarta : Balai Penelitian
Biologi Laut Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.
Institut Pertanian Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan.

Fahruddin. 2002. Pemanfaatan, Ancaman, dan Isu-isu Pengelolaan


Ekosistem Padang Lamun. Institut Pertanian Bogor : Program Pasca
Serjana.
Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer Ecology of Seagrass Beds, pp.
147-193. In P. McRoy and C.Helferich (eds). Seagrass ecosystem. A
scientific perspective. Mar.Sci.Vol 4. New York : Marcel Dekker Inc.
Husni. 2003. Ekosistem Lamun Produsen Organik Tinggi. Pusat Penelitian
Oseanografi : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Saleh, M. 2003. Analisis Konsentrasi Fosfat pada Akar, Batang dan Daun
(Enhalus

acoroides

dan

Thalassia

hemprichii)

pada

Daerah

Puntondo Kabupaten Takalar. Makassar : Universitas Hasanuddin.


Bengen, D. G. 2011. Struktur dan Dinamika Ekosistem Pesisir Dan Laut .
Bahan Kuliah Evaluasi Ekosistem Pesisir dan Lautan Sekolah
Pascasarjana SPL S3 IPB.
Bengen, D. G dan Retraubun, A.S.W. 2011. Menguak Realitas dan
Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-pulau Kecil.
Fortes, M. D. 1990. Seagrass: A Resources Unknown in the ASEAN
Region. ICLARM Education Series 2, ICLARM, Manila, Phillipines.

Anda mungkin juga menyukai