Anda di halaman 1dari 4

Faktor Kunci Sukses dan Tidak Sukses Kontraktor

Gambaran dan Pendapat Tentang Kriminalisasi Jasa Konstruksi

Konstruksi Indonesia dan AFTA 2015


Posted on January 1, 2014 by budisuanda

Asean Free Trade Area (AFTA) tidak lama lagi akan dimulai yaitu pada
tahun 2015. Semua perdagangan baik barang maupun jasa negara di kawasan ASEAN akan
bersaing secara bebas. Khusus untuk pekerja konstruksi, Indonesia akan bersaing ketat dengan
negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Siapkah industri konstruksi
Indonesia menghadapi AFTA tersebut?

Konsep AFTA (Asean Free Trade Area)


Konsep utama dari ASEAN Economic Community adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah
pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor
produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN
yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara
negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan.
Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara
ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang
berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya
manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga
terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling
banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community adalah tenaga
kerja terampil.

Gambar Peta negara yang tergabung dalam AFTA 2015

Pendapat Tentang Kesiapan Konstruksi Indonesia Menghadapi AFTA 2015


Siapkah konstruksi Indonesia pada AFTA pada tahun 2015? Menjawabnya tentu harus
memperhatikan berbagai faktor. Seperti daya saing, iklim, daya tahan, kualitas SDM. Beberapa
pendapat mengenai kesiapan konstruksi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 menurut
berbagai pihak terkait industri konstruksi disampaikan berikut ini:

Pelaku konstruksi kita bisa bersaing di Pasar ASEAN karena memang berkualitas, kata
Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto pada acara pameran Indonesia
International Infrastructure Conference and Exhibition (IIICE) 2013. Untuk
meningkatkan daya saing konstruksi Indonesia di mata dunia, industri konstruksi
Indonesia harus lebih efisien dan memiliki daya tahan secara berkelanjutan. Pemerintah
akan mendorong konsolidasi nasional untuk memperbesar kapasitas dan transformasi
industri konstruksi melalui restrukturisasi sistem industri konstruksi, perkuatan rantai
pasok konstruksi, pemberdayaan usaha konstruksi skala mikro, kecil dan menengah dan
pengembangan kompetensi SDM konstruksi para arsitek, insinyur, teknisi dan tenaga
kerja konstruksi.

Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, pada tempat yang sama mengatakan,
saat memasuki AEC 2015, maka ASEAN akan menjadi kawasan yang berdaya menuju
integrasi ekonomi global. Daya saing menjadi kata kunci keberhasilan, sedangkan pada

lingkup nasional, tantangan yang dihadapi adalah memperkuat kinerja perekonomian


domestik, perbaikan daya beli masyarakat, inflasi, dan mendorong investasi.

Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto Husaeni


menyatakan optimistis sektor pekerja konstruksi Indonesia akan mampu memimpin
kawasan ASEAN. Ia beralasan rekem jejak para pekerja konstruksi Indonesia cukup baik
saat bekerja di luar negeri maupun di dalam negeri. Dikatakan bahwa pekerja konstruksi
terampil Indonesia itu long the best di Asia Tenggara ini. Tetapi untuk sektor tenaga ahli
konstruksi, Indonesia perlu waspada, karena Indonesia justru kekurangan tenaga ahli.
Menurutnya tenaga ahli yang akan ketat persaingannya.

Ir. Sulistijo Sidarto Mulyo, MT Dosen Program Studi Magister Teknik Sipil UPH
dalam seminar Tantangan dan Harapan Industri Konstruksi di Indonesia. Menurutnya,
Industri konstruksi di Indonesia masih terbilang tidak mantap. Masalahnya adalah
birokrasi industri konstruksi Indonesia banyak dirundung masalah. Ketidaksepahaman
stakeholder di Indonesia, tidak adanya dukungan dan pembenahan sehingga kelompok
palsu (pseudo-kontraktor dan pseudo-konsultan) serta tindakan KKN semakin merajalela.
Tindakan KKN serta sistem birokrasi yang tidak jelas akhirnya menyebabkan konstruksi
di Indonesia dikenakan dengan biaya yang sangat tinggi dan implementasi pasar
konstruksi menjadi tidak efektif. Dia berpendapat perlu ada kolaborasi antara lembaga
riset pemerintahan dengan dunia pendidikan baik dari sisi swasta maupun pemerintah.
Hal ini dikarenakan konstruksi Indonesia masih sangat kekurangan SDM yang
berkualitas sementara tuntutan dunia konstruksi semakin meningkat. Menyongsong era
pasar bebas dan AFTA diperlukan konstruksi yang aman, nyaman dan tertib di Indonesia.
Apalagi di era terbuka, inovasi, solusi, efesiensi dan produktifitas menjadi faktor penting
untuk bertahan di pasar dengan kompetisi yang luas. Untuk mencapai hal itu, diperlukan
peningkatan kualitas program pendidikan sehingga dapat memenuhi tuntutan pasar.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo), Irwan Kartiwan


mengungkapkan, bahwa saat ini memang pemerintah masih belum bisa memberikan
perlindungan secara merata. Dikatakan bahwa konstruksi Indonesia belum siap
menghadapi AFTA 2015.

Herman Halim Ketua Perbanas Jatim mengatakan bahwa dalam menyambut


kedatangan AFTA tersebut, Indonosia harus menumbuhkan market nasional lebih
berkualitas, agar mampu bersaing dengan komoditi impor. Akan tetapi, dia khawatir
indonesia tidak berhasil menjalankan AFTA, kerana sistem birokrasi yang rumit.
Sedangkan ekspansi dalam dunia industri ini tidak bisa menunggu keputusan yang lama
dari pemerintah.

Di era ini, maka hanya bagi pemegang sertifikat yang hanya bisa bersaing. Sertifikat
inipun sertifikat yang sudah diakui atau sesuai dengan yang ditetapkan. Baik untuk
tingkat regional maupun internasional. Sepandai apapun seseorang, tanpa bisa
menunjukkan sertifikat keahlian sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan, tentu
akan mengalami kesulitan dalam memperoleh pekerjaan, kata Ir. Wisnu Suharto, Dipl,
HE Wakil Ketua II LPJK Prov Jateng.

Pembahasan
Memang ada dua pendapat berdasarkan penjelasan di atas. Ada yang bilang bahwa Indonesia
siap dengan syarat tertentu dan ada yang bilang tidak siap karena permasalahan khusus. Menurut
penulis pendapat diatas lebih menitik beratkan pada penilaian secara internal yang kurang
komplit. Mengapa? karena yang dibahas hanyalah di wilayah kulit luar, dan tidak fokus pada
pembahasan komparatif daya saing tenaga ahli konstruksi Indonesia terhadap negara ASEAN
lain. Ini tentu perlu riset tersendiri. Mestinya jika secara relatif tingkat daya saing konstruksi
Indonesia lebih baik, tentunya akan dinyatakan siap menghadapi AFTA dan demikian pula
sebaliknya.
Ada benang merah terhadap beberapa pendapat diatas, yaitu:

Daya saing adalah faktor utama menghadapi AFTA

Konstruksi Indonesia masih banyak masalah

Kurangnya dukungan pemerintah

Masih kurangnya tenaga ahli konstruksi Indonesia

Lantas, bagaimana daya saing konstruksi Indonesia? Setelah berpengalaman mengerjakan dua
proyek kelas International, Penulis menilai secara jujur masih banyak kelemahan dibalik
beberapa prestasi yang telah dicapai. Kelemahan daya saing tersebut terutama terlihat pada aspek
SDM, produktifitas kerja, budaya dan sudut pandang pelaku konstruksi, Efisiensi kerja, dan
sistem serta regulasi yang ada. Semoga dalam setahun ini, kita bisa mempersiapkan diri sebaik
mungkin.

(Untuk berdiskusi dan konsultasi terkait permasalahan Project Management yang sedang
dihadapi, silahkan klik Konsultasi. Untuk melihat lengkap seluruh judul posting, silahkan klik
Table of Content.)

Anda mungkin juga menyukai