Anda di halaman 1dari 3

MK SOSIOLOGI UMUM

Tanggal : 19 Oktober 2016

Nama : Aar Riana (G64160003)

Ruang

: 2.03

Praktikum VI Analisis Kelembagaan Sosial


Model Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Alam Produksi
Oleh : Djuhendi Tadjudi
Sistem Bagi Hasil di Jawa Tengah Penelitian Hukum Pemilikan Tanah di Sebuah
Daerah Pertanian yang Penduduknya Sangat Padat
Oleh : Warner Roell
Nama Asisten :
Siti Salsiah (I34140031)
Ikhtisar
Kebijakan pengelolaan sumber daya hutan saat ini bersifat paradoksal.
Kebijakan dengan instrumensi untuk memelihara hutan tidak selaras. Praktek
pengelolaan sumber daya hutan saat ini, termasuk hutan produksi sarat dengan
persengketaan. Persengketaan yang terkait dengan masalah hutan alam produksi
dipandang dalam garis hirarki yang linier: tata nilai, hak pemilikan, dan model
pengelolaan. Para pelaku (stakeholder), yang sekurang-kurangnya terdiri dari:
pemerintah, masyarakat, dan swasta. Persengketaan itu bisa terjadi pada tataran
persepsi, pengetahuan, tatanilai, kepentingan dan akuan terhadap hak milik. Terdapat
perbedaan nilai hutan menurut masing-masing stakeholder serta perbedaan
pandangan akan masyarakat salah satu penyebab timbulnya sengketa.
HKM sebuah konsep yang berangkat untuk mengakomodasikan partisipasi
masyarakat lokal serta keunggulan dan kearifan pengetahuan masyarakat lokal.
Naamun ternyata, keputusan HKM banyak hal yang memberatkan, diantaranya
makna masyarakat setempat yang luas, hak masyarakat lokal tidak diakui dan yang
lainnya. Dalam tujuan pengelolaan hutan produksi harus mencapai hasil akhir
efesien, keadilan, keberlanjutan, dan pemeliharaan sumberdaya hayati.unsur
kemebagaan yang digunakan untuk mengelola hutan alam oleh masyarakat harus
mengandung batas yuridis, aturan main dan aturan perwakilan. Model kelembagaan
yang digunakan tidak akan seragam. Ketidakseragamaan ini diakibatkan oelh
beberapa faktor salah satunya ialah karakteristik masyarakat yang berbeda
berdasarkan geografisnya. Desentralisasi dan devolusi pemerintah terhadap daerah
sangat dibutuhkan. Namun, ini tidak akan optimol oleh sebab itu ada hal lain yang
bisa dilakukan pemerintah yaitu tata nilai, hak penguasaan serta pola pengelolaan.
Sumber: Modul Praktikum Sosiologi Umum (Februari 2005)
Ikhtisar
Sistem bagi hasil sangat penting untuk pertanian. Penggarapan bagi hasil
diantara petani lebih dari 50% dan hasil yang mereka terima kebanyakan hanya 30%

sampai 40%. Bentuk pertanian yang umum adalah persawahan padat karya dengan
hasil panen tinggi. Kurangnya modal dan tawaran berlebih, sarana produksi berupa
tenaga kerja, menyebabkan timbulnya sistem bagi hasil dan hubungan kerja dasar
bagian yang sedikit bagi penggarap dalam mengelola lahannya. Yang biasa terjadi
adalah pembagian warisan terselubung tanpa memecah langsung lahan pertanian
dengan mengutamakan keturunan laki-laki, sehingga lahan pertanian tersebut dikelola
oleh sejumlah keluarga. Penganguran sangat banyak terjadi terutama pengangguran
terselubung. Pengangguran ini akibat tidak adanya kesempatan kerja baik di industri
maupun sektor jasa. Keadaan dipertajam oleh kebutuhan tenaga musiman di
pertanian.
Jumlah penduduk pertanian yang tidak memiliki tanah terus meningkat
karena kelemahan struktur pertanian dan tidak adanya cadangan tanah. Sistem bagi
garap yang menyebar luas merupakan pencerminan kekurangan tanah dan pekerjaaan.
Bentuk-bentuk dasar bagi hasil diantaranya: sistem maro (garap separuh, agi separuh),
sistem mertelu dan sistem mrapat. Yang paling umum dipakai adalah sistem bagi hasil
(tipe Ia-c). Demi perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan, maka harus
dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil. Pelaksanaan Undang-Undang
Agraria 1960 hanya merupakan langkah pertama yang penting untuk mengantar ke
proses perubahan sosial yang lebih baik. Usaha-usaha selanjutnya dirancang serasi
dalam bidang pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan
infrastruktur, harus terus diupayakan.
Sumber: Modul Praktikum Sosiologi Umum (Februari 2005)
Analisis
1.Kelembagaan dan Pelembagaan menurut sektor :
a. Sektor publik. Ditunjukan adanya HKM
Alasannya : hkm dikelola pemerintah untuk masyarakat luas dan umum.
b. Sektor Partisipatory : Pembentukan koperasi
Alasannya : tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela.
c. Sektor Private : Pengelolaan hutan oleh swasta.
Alasannya : merupakan bentuk swasta yang bertujuan mencari keuntungan pribadi.
a. Sektor publik : Pembuat undang-undang, yang mengharuskan petani mengolah
lahannya sendiri.
Alasannya : merupakan kebijakan pemerintah untuk masyarakat luas dan umum.
b. Sektor Partisipatory : System perkreditan pertanian umum
Alasannya : tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela.
c. Sektor Private : pembayaran tambahan uang oleh penggarap kepada pemilik
tanah
Alasannya : merupakan bentuk yang bertujuan mencari keuntungan pribadi.
Persamaan dari kedua bacaan adalah terdapat bentuk pelembagaan yang sama.
Perbedaannya adalah pelembagaan yang diadakannya.

2. Tingkatan Norma dan Sangsi ( moral dan masyarakat ) serta proses


pelembagaannya :
a. Cara (usage) : Larangan merusak hutan.
b. Kebiasaan (folkways) : Adanya kontrol pemerintah terhadap pengelolaan sumber
daya.
c. Tata Kelakuan (mores) : Pakaian khas Badui yang berwarna hitam serta ikat
kepala biru.
d. Adat Istiadat (Customs) : Adat Badui
a. Cara (usage) : Petani mendapatkan 50% lebih, sedangkan penggarap mendapatkan
30% sampai 40%, dari bagi hasil.
b. Kebiasaan (folkways) : Kebiasaan masyarakat yang melakukan kontrak garapan
secara lisan, dan membayar upah kerja atau imbalan jika meminjam hewan pembajak
kepada peternak.
c. Tata-kelakuan (mores) : Kelakuan kaum bangsawan yang mau memiliki segalanya
di daerah kekuasaannya, termasuk tanah membuat penduduk tidak memiliki hak
kepemilikan tanah.
d. Adat (Customs) : Sistem bagi hasil merupakan tradisi masyarakat di Jawa Tengah
dan hukum pemilikan tanah feodal kerajaan Surakarta dan Yogyakarta
3. Kelembagaan sosial yang telah diidentifikasi tersebut dapat berfungsi sebagai
kontrol sosial sebab : karena terdapat upaya-upaya pemerintah untuk menyelesaika
perbadaan dalam masyarakatnya. Seperti dibentuknya HKM oleh pemerintah dengan
tujuan agar masyarakat dapat mengolah hutan dan hasilnya namun tidak berlawanan
dengan pelestarian hutan
Kelembagaan sosial yang telah diidentifikasi tersebut dapat berfungsi sebagai kontrol
sosial sebab : Karena Adanya paksaan pelaksanaan perubahan Undang-Undang
Agraria untuk mengatasi masalah system bagi hasil yang ada membuat kesenjangan
sosial makin bertambah.

Anda mungkin juga menyukai