Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
Pengelolaan Ketuban Pecah Prematur (KPP) merupakan masalah yang
masih kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang
baku masih belum ada, selalu berubah. KPP sering kali menimbulkan konsekuensi
yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi
terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup
tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus
buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPP terutama pada
pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPP dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif
ini sebaiknya dilakukan pada KPP kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPP, yaitu : pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPP, flora
vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik
pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang
agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan
atau prematuritas, karena KPP sering terjadi pada kehamilan kurang bulan.
Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak
nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum
masaknya paru.

BAB 2
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Ketuban Pecah Prematur ( amniorrhexis premature rupture of the

membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses


persalinan. Secara klinis diagnosa KPP ditegakkan bila seorang ibu hamil
mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak
terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1
jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan
adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPP Preterm (PPROM = preterm premature
rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPP menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPP sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998)
mengatakan bahwa KPP adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPP sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam
atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009)
ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan,
dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode
laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala
komplikasinya
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia
kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis
ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat
menjadi besar
2

2. Peristiwa KPP yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPP sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat
memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPP yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPP dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
2.2

Etiologi

Penyebab KPP menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :


1. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah
mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan
genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah
sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten
makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin
sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan
komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan
mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang
terbentuk akan lebih tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban
pecah sebelum tanda tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik
disproporsi. Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah
banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada
kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami
diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional akan
3

melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia


kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan
ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPP sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan
1.

Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot

leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang
bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi.2
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.6
4

3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.6
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.2
6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPP.
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah
dini.Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan
ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat
rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi
merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban
pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.3

Gambar 2.1 Inompetensia Cerviks dalam awal persalinan

2.3

Epidemiologi
Tingkat kelahiran prematur adalah 5% sampai 9% dari semua kelahiran di

Eropa, dan 12% - 13% di Amerika Serikat; tingkat di kedua benua meningkat,
sebagian karena jumlah yang lebih tinggi dari kelahiran kembar terkait dengan
konsepsi yang dibantu. Sekitar 30-35% kelahiran premature akibat dari penyakit
ibu atau janin, tapi 40- 45% dari kelahiran prematur akibat dari lahir premature
spontan dan 25-30% akibat ketuban pecah premature. Setelah ketuban telah pecah
sebelum waktunya, 50% wanita akan masuk ke persalinan dalam 24 hingga 48
jam dan 70- 90% dalam waktu tujuh hari. Ketuban pecah prematur menimbulkan
komplikasi pada 3% kelahiran dan terjadi 15.000 kasus dalam setahudi USA.
2.4

Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.
6

Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan
amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai
bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang
seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal
dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.

Gambar 2.2 Lapisan Selaput Ketuban

Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,
terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
Minggu

Janin

Plasenta

Cairan amnion Persen Cairan

gestasi
16
28
36
40

100
1000
2500
3300

100
200
400
500

200
1000
900
800

Fungsi cairan amnion


8

50
45
24
17

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar


2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Mekanisme KPP menurut Manuaba 2009 antara lain :
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

Gambar 2.3 Patofisiologi KPP

Penelitian terbaru mengatakan KPP terjadi karena meningkatnya apoptosis


dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease
tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion.
Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim
juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat
dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP
9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah
dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix
metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan
inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.
10

Gambar 2.4: Mekanisme Reaksi nflamasi Pada Selaput Ketuban

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker


apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran
pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas
degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding
membran fetal.
2.5

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan
lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin
jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPP karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan
11

yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang
dinilai adalah

Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan


dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas
janin. Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.

Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung


diangnosis KPP. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling

Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine


test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5.
Sekret vagina ibu memiliki PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini
tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat
memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen
atau vaginisis trichomiasis.

4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior. Cairan diswab dan
dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran
ferning menandakan cairan amnion
5.

Dilakukan juga kultur dari swab untuk


chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group B

Pemeriksaan Lab
1. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam
cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus
Pemeriksaan USG
12

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam


kavum uteri. Pada kasus KPP terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil
anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis
rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi
janin, berat janin, dan usia janin.
2.6

Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu belum
inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason, observasi
tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan
37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24
jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda
infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi
persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5
lakukan induksi persalinan

13

Gambar 2.5: Algoritma evaluasi dan tatalaksana Ketuban Pecah Prematur

2.7

Komplikasi

Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24
jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Infeksi
14

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu
terjadi

korioamnionitis.Pada

bayi

dapat

terjadi

septicemia,

pneumonia,

omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada


Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten.7
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Gambar 2.6 .Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur

Hipoksia dan Asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.7
Sindrom Deformitas Janin
15

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan


janin terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan
janin serta hipoplasi pulmonary.7

Gambar 2.7: Deformitas Janin


2.8

Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat berganung pada:
1. Usia Kehamilan
2. Adanya infeksi atau sepsis
3. Faktor Risiko
4. Ketepatan diagnosis da penatalaksanaan awal

16

BAB 3
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini (KPP) merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan

dengan

penyulit

kelahiran

prematur

dan

terjadinya

infeksi

korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas


perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPP berkisar antara 8 10 % dari
semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPP lebih banyak terjadi pada kehamilan
yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan
pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPP pada kehamilan preterm terjadi
sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPP) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih
belum

ada,

selalu

berubah.

Protokol

pengelolaan

yang optimal harus

mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti
fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak
ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPP, tetapi harus
ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun
pada ibu.

17

Anda mungkin juga menyukai