Anda di halaman 1dari 6

Kontrak Tahun Tunggal,

Harus(kah) Putus Kontrak Di


Akhir Tahun (?)
Posted on December 17, 2013

Penulis: Rahfan Mokoginta (Praktisi &Trainer PBJ [Certified LKPP RI];


PNS Dinkes Kota Kotamobagu)
Pemutusan Kontrak pada pekerjaan dengan Kontrak Tahun Tunggal ternyata
tidak hanya menarik dibahas saat memasuki batas akhir tahun anggaran. Isu ini
bahkan menjadi isu nasional yang masih terus diperbincangkan sampai dengan
saat ini. Karena alasan itulah Penulis mencoba untuk mengkaji kembali dasar
hukum yang terkait dengan pemutusan Kontrak pada pekerjaan yang
menggunakan Kontrak Tahun Tunggal. Dasar hukum yang digunakan Penulis
adalah Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah beserta semua perubahannya (selanjutnya disingkat
Perpres 54/2010).
Perpres 54/2010 yang terdiri dari 19 Bab dan 136 Pasal telah mengalami dua
kali perubahan. Perubahan pertama melalui Perpres Nomor 35 Tahun 2011 yang
ditetapkan pada tanggal 30 Juni 2011. Perpres 35/2011 hanya merubah Pasal 44
dengan menambahkan satu klausul pada ayat (2). Perubahan tersebut memuat
ketentuan tentang Penunjukan Langsung Penyedia Jasa Konsultansi di Bidang
Hukum. Perubahan kedua melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012 yang telah
diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2012.
Perubahan yang tertuang dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tergolong
signifikan. Setidaknya ada 325 perubahan baik pada batang tubuh maupun
penjelasannya. Terdapat tiga tujuan dilakukannya perubahan kedua tersebut,
yaitu: mempercepat pelaksanaan anggaran baik APBN maupun APBD,
menghilangkan dan memperjelas hal-hal yang masih multitafsir, dan
memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan.

Pasal 93 yang memuat tentang ketentuan Pemutusan Kontrak merupakan salah


satu pasal yang mengalami perubahan sangat mendasar. Sebelum membahas
lebih jauh Pasal 93, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang Kontrak Tahun
Tunggal. Pengertian Kontrak Tahun Tunggal berdasarkan Pasal 52 ayat (1) adalah
Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama
masa 1 (satu) Tahun Anggaran. Yang dimaksud dengan Tahun Anggaran
berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara adalah meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember. Dengan demikian, dalam penetapan
jangka waktu pelaksanaan harus memperhatikan batas akhir tahun anggaran.
Perpres 54/2010 beserta semua perubahannya harus dipahami secara utuh agar
tidak terjadi bias dan multitafsir. Merujuk pada Pasal 51 ayat (2), penetapan
jangka waktu pelaksanaan pada Kontrak Tahun Tunggal tidak boleh melampaui
batas akhir tahun anggaran (tanggal 31 Desember tahun berkenaan). Hal ini
sudah jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Hanya saja, pemahaman tentang
jangka waktu pelaksanaan yang tertuang dalam Kontrak harus dibedakan
dengan masa keterlambatan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana diatur pada
Pasal 93. Jangka waktu pelaksanaan dalam Kontrak sudah jelas tidak boleh
melampaui batas akhir tahun anggran, namun masa keterlambatan
penyelesaian pekerjaan boleh melewati batas akhir tahun anggaran.
Permasalahan yang sering dijumpai saat pelaksanaan kontrak antara lain belum
selesainya pekerjaan sampai dengan batas akhir tahun anggaran. PPK seringkali
berada dalam posisi dilematis. Disatu sisi kondisi pekerjaan masih berlangsung
dan output-nya berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, namun disisi
lain tahun anggaran akan segera berakhir. Dalam situasi seperti ini PPK dituntut
untuk mampu mengambil keputusan yang dapat menguntungkan semua
pihak (win-win solution). PPK mendapatkan outputpekerjaan, Penyedia tidak
mengalami pemutusan Kontrak, dan masyarakat dapat menikmati manfaat dari
hasil pekerjaan tersebut.
Pasal 93 memberikan ruang kepada PPK dan Penyedia untuk menggunakan
masa keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan. Terdapat dua ayat dalam
Pasal 93, yaitu: pertama, mengatur tentang ketentuan pemutusan Kontrak

secara sepihak oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen); dan kedua, mengatur
tentang tindakan yang dilakukan oleh PPK setelah dilakukan pemutusan kontrak
karena kesalahan Penyedia. Berikut kutipan lengkap isi pasal 93 ayat (1) dan (2).
Pasal 93 ayat (1), PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila: a.
kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu
menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai
dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk
menyelesaikan pekerjaan; a.2. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan
pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; b.
Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan
tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; c.
Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan
dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang
berwenang; dan/atau d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan
KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada Pasal 93 ayat (1) antara lain
penggunaan kata dapat pada kalimat PPK dapat memutuskan Kontrak secara
sepihak, apabila: a. d. Makna kata dapat yang sesuai dengan kalimat
tersebut adalah bisa atau boleh (Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Makna kata dapat tentu berbeda dengan kata wajib atau harus. Selain itu,
perlu diperhatikan juga penggunaan kata penghubung dan/atau pada akhir
kalimat Pasal 93 ayat (1) huruf c. Kata dan/atau tersebut bersifat optionalkumulative. Artinya, pemutusan Kontrak hanya dapat dilakukan jika telah
memenuhi minimal satu ketentuan yang ditetapkan tersebut. Tindakan
pemutusan Kontrak merupakan penjabaran dari salah satu kewenangan PPK
dalam pelaksanaan dan pengendalian Kontrak sebagaimana diatur pada Pasal
11 ayat (1) huruf d dan e.
Ketentuan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK seringkali
disalahtafsirkan. Oleh karena itu, Penulis akan mengurai makna dari setiap

klausul pada Pasal 93 ayat (1) yang berhubungan dengan pelaksanaan kontrak
tahun tahun tunggal. Pasal 93 ayat (1) huruf a, a.1, c, dan d tidak perlu lagi
ditafsirkan lain karena sudah jelas maksud dan tujuannya. Penulis hanya akan
menguraikan makna Pasal 93 ayat (1) huruf a.2 dan huruf b.
Pasal 93 ayat (1) huruf a.2 memberikan ruang kepada Penyedia untuk
menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu 50 hari kalender masa
keterlambatan. Penjelasan Pasal ini tercantum cukup jelas, artinya tidak perlu
lagi dimaknai lain. Dengan demikian, tidak ada larangan jika masa
keterlambatan tersebut melampaui batas akhir tahun anggaran. Pemberian
waktu keterlambatan tentu didasari pada itikad baik (good faith) dari masingmasing pihak untuk menyelesaikan pekerjaan. Selama masa keterlambatan
Penyedia dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak
atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 120).
Pasal 93 ayat (1) huruf b: Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam
melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan. Penggunaan kata penghubung dan pada Pasal
93 ayat (1) huruf b bermakna bahwa pemutusan Kontrak hanya dapat dilakukan
jika memenuhi dua unsur, yaitu: 1). Penyedia lalai/cidera janji; dan 2). Penyedia
tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pemutusan Kontrak tidak dapat dilakukan jika hanya memenuhi unsure yang
pertama (lalai/cidera janji).
Penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf b: Adendum bukti perjanjian dalam hal ini
hanya dapat dilakukan untuk mencantumkan sumber dana dari dokumen
anggaran Tahun Anggaran berikutnya atas sisa pekerjaan yang akan
diselesaikan (apabila dibutuhkan). Masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan
untuk Pekerjaan Konstruksi disebut juga Provisional Hand Over. Berdasarkan
Penjelasan tersebut, PPK dan Penyedia diharuskan melakukan addendum bukti
perjanjian apabila waktu keterlambatan selama 50 hari kalender akan melewati
batas akhir tahun anggaran. Hal yang perlu diadendum hanyalah sumber dana
untuk sisa pekerjaan yang belum terbayarkan pada tahun anggaran berkenaan.
Pembiayaan penyelesaian sisa pekerjaan tersebut bersumber dari dokumen
anggaran tahun anggaran berikutnya. Prosedur dan mekanisme penganggaran

terhadap sisa pekerjaan pada tahun anggaran berkenaan yang dibebankan pada
dokumen anggaran tahun anggaran berikutnya mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tindakan PPK atas Pemutusan kontrak secara sepihak akibat kesalahan
Penyedia diatur pada Pasal 93 Ayat (2): Dalam hal pemutusan Kontrak
dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, maka PPK melakukan
tindakan berupa: a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan; b. sisa Uang Muka harus
dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan; c.
Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan d. Barang/Jasa dimasukkan dalam
Daftar Hitam. Tindakan pada huruf a, b, dan c bersifat situasional, sedangkan
huruf d bersifat mengikat.
Pencairan Jaminan Pelaksanaan tidak berlaku pada paket pekerjaan yang tidak
menggunakan Jaminan Pelaksanaan (Jasa Konsultansi dan Pengadaan
Barang/Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Kontrak sampai dengan Rp. 200
Juta). Pelunasan sisa uang muka atau pencairan Jamina Uang Muka tidak berlaku
bagi Penyedia yang tidak mencairkan uang muka. Pengenaan denda
keterlambatan tidak berlaku jika pemutusan Kontrak dilakukan masih dalam
jangka waktu pelaksanaan pekerjaan .
Lebih baik memberikan waktu keterlambatan untuk penyelesaian pekerjaan
walaupun akan melampaui batas akhir tahun anggaran daripada melakukan
pemutusan Kontrak hanya karena alasan batas akhir tahun anggaran. Didalam
19 Bab dan 136 Pasal pada Perpres 54/2010 beserta semua perubahannya tidak
ada satu klausulpun yang menyatakan bahwa pemutusan Kontrak diakhir tahun
wajib atau harus dilakukan pada pekerjaan dengan Kontrak Tahun Tunggal.
Akhirnya, semoga Pembaca sudah menemukan jawaban atas pertanyaan yang
tersirat dalam judul tulisan. Wallahu Alam Bishawab
Tulisan ini telah dimuat di Harian Radar Totabuan (JPNN), edisi Senin 7 Januari
2013
sumber : http://rahfanmokoginta.wordpress.com/2013/01/08/kontrak-tahuntunggal-haruskah-putus-kontrak-di-akhir-tahun/

Anda mungkin juga menyukai