Orek Orek Anes
Orek Orek Anes
Tujuan preoperative
a. Mengkonfirmasikan bahwa tindakan bedah yang akan dilakukan akan memberikan
hasil yang optimal dengan segala resikonya
b. Dapat mengatasi masalah2 yang mungkin terjadi dan memastikan bahwa fasilitas dan
tenaga yang ada cukup terlatih untuk melakukan perawatan perioperasi yang
memuaskan
c. Memastikan bahwa penderita dipersiapkan dengan tepat untuk pembedahan dengan
mempertimbangkan faktor2 penyulit yang mungkin ada yang dapat meningkatkan
resiko buruk dari hasil tindakan
d. Mendapatkan informasi yang tepat tentang keadaan pasien dan dapat merencanakan
tekhnik anestesi yang tepat
e. Meresepkan atau melakukan premedikasi dan/atau obat obatan profilaksis spesifik
lainnya yang mungkin diperlukan
2. Tujuan premedikasi
a. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan ansiolitik benzodiazepine
b. Mengurangi secret antikolinergik
c. Memperkuat efek hipnotik dari agen anestesi umum (sedasi)
d. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung
e. Mengurangi mual muntah paska operasi
f. Menghindari terjadinya vagal reflex
3. Sirkuit alat dalam anesstesi
a. System terbuka (open)
Digunakan sungkup yang menutup hidung dan mulut. Memakai agen etes atau
chloraethyl yang diteteskan perlahan-lahan pada sungkup tersebut dan dibawa
sungkup dialirkan O2. Pada system ini tidak ada rebreathing
b. System setengah terbuka (semi open) dan system setengah tertutup (semi closed)
Kedua system ini dapat digunakan untuk anestesi dengan menggunakan sungkup saja
maupun intubasi, dengan nafas spontan maupun terkontrol. Diperlukan CO2 absorber
(soda lime). Pada system semi open: terdapat inspirasi dari udara luar sebagian dan
rebreathing sebagian. Pada system semi closed: tidak terjadi inspirasi dari udara luar,
tetapi terjadi ekspirasi ke udara luar dan rebreathing
c. System tertutup (closed system)
Pada system ini udara ekspirasi dihirup kembali seluruhnya, masuk kedalam alat
anastesi jadi hanya rebreathing. Disini CO2 absorber sangat berperan.
4. Reaksi anafilaktik dan anafilaktoid:
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma & pembentukan IgE
spesifik terhadap alergen tertentu. IgE kemudian terikat pada reseptor permukaan
mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige spesifik
1
1. Dehidrasi Ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan)
Muka memerah
Rasa sangat haus
Kulit kering dan pecah-pecah
Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya, dll
2. Dehidrasi Sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan)
Gejala:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke
posisi semula.
Tekanan darah menurun
Pingsan
Ubun-ubun cekung
3
Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin
pada klien anemia.
8. Keuntungan PRC:
Kecepatan transfuse Pada anemia kronik dan gagal jantung kecepatan transfusi pada
dasarnya diusahakan tidak melebihi 2 ml/kgBB/jam.
plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah
yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak
sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin
merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak
awal transfusi dari setiap unit darah.
Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi
bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi
ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki
penyakit dasar kardiovaskular.
Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma
merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu.
Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat
disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa
menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan
dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan
agresif dengan antihistamin dan adrenalin.
Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury =
TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang
melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal
transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik,
namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2. Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda
demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan
mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan
sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya
antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak
terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung
trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit
50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL.
Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi
pasien.
Penyakit graft-versus-host
6
Mulut dibuka
Merokok adalah faktor predisposisi yang besar yang menyebabkan COPD, dimana
sebagian besar diklasifikasikan dalam bronchitis kronis dan emfisema. Gabungan dari keduanya
dapat terjadi. Penyebab minor dari emfisema adalah defisiensi homozygot a-1 antitripsin, dimana
hal tersebut juga berperan sebagai penyebab sirhosis. Merokok lebih dari 20 pak/tahun, usia
lanjut, obesitas, status ASA yang tinggi, serta operasi thorax dan upper abdominal merupakan cofaktor COPD untuk PPC. COPD dini dengan atau tanpa gejala, tes fungsi paru rutin (PFTs) tidak
diperlukan, kecuali sebelum reseksi paru. Dispnu (terutama pada saat istirahat), batuk dan
produksi sputum menandakan perlunya persiapan yang intensif, termasuk PFTs dasar dan
pengukuran gas darah arteri.
Sebelum operasi elektif, fungsi paru harus optimal. Merokok harus dihentikan pada yang
berat; untuk menurunkan level carboxyhemoglobin dibutuhkan 12-18 jam. Pengobatan penuh
pada infeksi saluran nafas akut dan dilanjutkan dengan inhalasi bronkodilator serta obat
anticholinergik. Jaga atau tingkatkan terapi steroid. Koreksi hipokalemi, tunjang gizi dan
manuver ventilasi untuk meningkatkan cadangan nafas. Sediakan cadangan oksigen (O2) untuk
memperbaiki hipertensi pulmonal. Pengobatan right ventricular failure dengan digoksin, diuretik
9
dan vasodilator. Waktu yang inadekuat untuk mengoptimalkan keadaan sebelum operasi
meningkatkan resiko PPC dan merupakan operasi yang emergensi.
Jenis pembedahan dan status fisik menentukan teknik anestesi dan tingkat monitoring.
Blok spinal dan epidural lebih tinggi dari T6 menurunkan volume cadangan ekspirasi dan refleks
batuk serta menghilangkan sekresi. Penggunaan sedative dibatasi karena efeknya terhadap
depresi pernafasan. Bronkospasme saat dilakukan anestesi umum pada pasien dapat disebabkan
oleh intubasi endotrakheal, rangsang nyeri dan pelepasan histamin karena obat. Nitrogen oksida
dihindari jika terdapat bulla atau hipertensi pulmonal. Jaga pH normal arteri, tetapi tidak
PaCO2 , pada pasien dengan retensi CO2 preoperative untuk menjaga kompensasi metabolik.
Gradien antara CO2 tidal dan CO2 arteri bisa meningkat. CVP menggambarkan fungsi ventrikel
kanan lebih baik daripada volume intravaskuler jika terdapat hipertensi pulmonal.
Hindari atau minimalkan bronkospasme selama keadaan gawat extubasi dalam keadaan
tidak sadar atau sadar setelah profilaksis dengan lidokain IV atau inhalasi bronkodilator. Pasienpasien seperti ini memiliki level PaCO2 yang rendah dan desaturasi oksigen pada analgesia
epidural kemudian kontrol nyeri dengan opioid parenteral. Pengaturan FiO2 tergantung ventilasi
pada hipoksia. Mobilisasi dini dan manuver ventilator merupakan anjuran. Hindari hidrasi yang
berlebihan. CO2 yang berlebihan pada sepsis atau intake kalori yang berlebihan membutuhkan
bantuan ventilasi. Kontrol ventilasi juga diperlukan pada tindakn di daerah thorax dan upper
abdominal sampai fungsi paru diperbaiki
13. Premedikasi pada pasien gang.hepar
10