Asma Dan Ppok
Asma Dan Ppok
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya
mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk
dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak
dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab(2).
Disisi lain di Indonesia, kebiasaan merokok masih merupakan perilaku yang sulit
dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan.
Menuurut WHO, tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari posisi 12 ke 5
sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari posisi 6 ke 3, sebagai penyebab kematian
terbanyak. Polusi udara terutama asap rokok ditengarai penyebab meningkatnya prevalensi
penderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
PPOK sebenarnya merupakan penyakit yang preventable dan treatable. Pada
penyakit ini terjadi kelainan paru sebagai respon inflamasi kronis terhadap partikel gas
yang menyebabkan terjadinya hambatan jalan nafas yang tidak sepenuhnya bisa reversibel
dan bersifat progresif. Selain itu kelainan ini juga memberi dampak gangguan di luar paru
secara bermakna sehingga memperberat derajat penyakit. Hambatan jalan nafas tersebut
terjadi akibat obstruksi jalan nafas kecil (obstructive bronchiolitis) dan destruksi parenkim
(emfisema). Proses inflamasi juga menyebabkan hilangnya alveolar attachment terhadap
jalan nafas kecil dan menurunnya elastic recoil paru sehingga kemampuan jalan nafas tetap
membuka saat ekspirasi menjadi terganggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA
1. Definisi
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea
dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulan tertentu (Smeltzer, 2006)
Asma bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan
hiperresponsif. (Reeves, 2001). Penderita asma mengalami gangguan inflamasi kronik
saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemen nya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala epidosik berulang berupa
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Epidosik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Reaksi antigen-antibodi
Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
Infeksi
: parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasma
Fisik
: cuaca dingin, perubahan temperatur
Iritan
: kimia
Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
Emosional
: takut, cemas dan tegang
Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetusyang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkanoleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal
yang
merupakan
faktor
predisposisi
dan
presipitasi
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sanga tmeningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.
Faktor Risiko
Faktor Risiko
Inflamasi
Hiperaktivitas
Obstruksi
Bronkus
Bronkus
Faktor Risiko
Gejala
Persisten
sedang
Persisten berat
nilai
terbaik
Variabilitas APE
20-30%
Harian
>2 kali sebulan APE 60-80%
Gejala setiap hari
-VEP1 60Serangan
80% nilai
menggangu
prediksi
aktivitas dan tidur
APE 60Bronkodilator setiap
80% nilai
hari
terbaik
-Variabilitas APE
>30%
Kontinyu
Sering
APE 60%
Gejala terus
VEP1 60%
menerus
nilai
Sering kambuh
prediksi
aktivitas fisik
APE 60%
terbatas
nilai
terbaik
Variabilitas APE
>30%
Berat
Sukar
berjalan
Duduk
membungku
k ke depan
Kata demi
kata
Biasanya
terganggu
Sering >30
kali/menit
ada
Keras
Frekuensi
nadi
Pulsus
paradoksus
APE sesudah
bronkodilato
r (%
prediksi)
PaCO2
<100
100-120
>120
Tidak ada
(<10mmHg
)
>80%
Mungkin
ada (1025mmHg)
60-80%
Sering ada
(>25 mmHg)
<60%
<45mmHg
<45mmH
<45mmHg
g
SaCO2
>95%
91-95%
<90%
Keterangan: dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi.9
5. Pemeriksaan penunjang
1. Evaluasi laboratorium
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada penderita asma. Eosinofilia darah >
250-400sel/mm. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan keputih-putihan.
2. Skin prick test
Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik. Timbulnya
urtikaria di sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas alergen. Pajanan
terhadap alergen yang teridentifikasi harus segera diminimalkan.
3. Tes faal paru
Bermanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada mereka
yang diketahui menderita asma, tes faal paru berguna dalam menilai tingkat
penyumbatan jalan nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian fungsi paru pada
asma paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah diberikan aerosol
bronkodilator. Kenaikan PFR atau FEV1, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi
aerosol, sangat memberi kesan asma.
Kriteria obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang : FEV1
40-60%, dan berat : FEV1< 40%.
4. Rontgen thoraks
Rontgen digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya
ataupunkomplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia.Pada asma akan didapatkan
gambaran paru yang lebih lusen akibat gangguan ekspirasi sehingga banyak udara
6. Tatalaksana
Obat pengontrol membantu meminimalkan peradangan yang menyebabkan serangan asma
akut.
Omalizumab adalah kelas baru obat asma yang bekerja dalam system kekebalan tubuh.
Penderita asma yang memiliki kadar immunoglobulin E (Ig E) tinggi, sebuah antibody
alergi, obat ini diberikan melalui suntikan yang dapat membantu gejala yang sulit
dikontrol. Obat asma ini menghambat pengikatan IgE pada sel-sel yang melepaskan
bahan kimia yang memperburuk gejala asma. Pengikatan ini mencegah pelepasan
mediator ini, sehingga membantu dalam mengendalikan penyakit.
Obat penyelamat digunakan setelah serangan asma telah terjadi. Obat asma ini tidak
menggantikan obat pengontrol asma. Jangan hentikan obat pengontrol asma selama
serangan asma.
Obat Agonis beta kerja cepat adalah obat penyelamat yang paling sering digunakan.
Beta agonis kerja cepat bekerja cepat, dalam beberapa menit, untuk membuka saluran
pernapasan, dan memberi efek biasanya selama empat jam. Salbutamol Sulfat adalah
obat asma kerja cepat yang paling sering digunakan dari golongan obat agonis beta.
Antikolinergik adalah golongan lain obat asma yang berguna sebagai obat
penyelamat selama serangan asma. Obat antikolinergik inhalasi membuka saluran
pernapasan, mirip dengan aksi agonis beta. Antikolinergik mempunyai efek sedikit di
bawah agonis beta, tetapi efeknya berlangsung lebih lama daripada agonis beta. Obat
antikolinergik sering digunakan bersama dengan obat agonis beta untuk menghasilkan
efek yang lebih besar daripada efek tunggalnya.
antikolinergik inhalasi saat ini yang digunakan sebagai obat asma penyelamat.
7. Diagnosis Banding dan Komplikasi Asma
1. Diagnosis banding
a. Bronkitis kronik
Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun
untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau
keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya
didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya
dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelmaan disertai mengi dan menurunnya
kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, datap ditemukan sianosis dan
tanda-tanda cor pulmonal.
b. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak
pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor,
pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada
menunjukkan hiperinflasi.
c. Gagal jantung kiri akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul
pada malam hari disebut paroxyismal nokturnal dyspnea. Pasien tiba-tiba terbangun
pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk.
Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal
jantung. Disamping ortopnea pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.
d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal
jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-natuk yang
dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan,
pleural
friction,
irama
derap,
sianosis,
dan
hipertensi.
Pemeriksaan
1. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau COPD (Chronic Obstructive
Pulmonary Disease) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai
gejala berupa terhambat nya arus udara pernafasan. Masalah yang menyebabkan
terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernafasan maupun pada
parenkim paru.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease/COPD adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. PPOK ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran nafas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
a. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut turut, tidak disebabkan penyakit
lainnya.
b. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tandatanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang
tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia)
2. Faktor Resiko
1. Genetik.
PPOK adalah penyakit yang melibatkan banyak gen dan merupakan contoh klasik
interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko genetik yang telah diketahui adalah
defisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu penghambat yang bersikulasi dari protease
serine.1
2. Merokok.
Perokok memeliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala dan gangguan
fungsi paru, penurunan FEV1 setiap tahun dan angka mortalitas PPOK yang lebih
besar. Resiko PPOK pada perokok, bergantung pada banyaknya rokok yang
dikonsumsi, usia pertama kali mulai merokok, jumlah total rokok yang dihisap
pertahun dan status merokok saat ini.
2. Debu dan Bahan Kimia Okupasi.
Paparan partikel dan bahan kimia okupasi, juga merupakan faktor resiko
berkembangnya PPOK. Meliputi agen kimia dan debu organik dan anorganik serta
bau-bauan.
3. Polusi Udara Dalam Rumah.
Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik, dapat
menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.
4. Polusi Udara Di Luar Rumah.
Peranan polusi udara luar rumah dalam menyebabkan PPOK tidak jelas, tetapi
tampaknya lebih kecil dibandingkan merokok. Polusi udara dari pembakaran hutan,
asap kendaraan bermotor dan asap-asap pabrik.
5. Stress Oksidatif.
Paru-paru secara terus menerus terpapar oleh oksidan yang dikeluarkan secara
endogendari fagosit dan jenis sel lainnya, atau secara eksogen dari polusi udara atau
asap rokok. Akibat dari ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan maka
paru-paru mengalami stress oksidatif. Selain menghasilkan perlukaan langsung,
juga mengaktivase mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi paru.
6. Infeksi.
Kolonisasi bakteri yang dihubungkan dengan inflamasi saluran nafas, dapat juga
berperan dalam eksaserbasi. Akibatnya akan menyebabkan penurunan fungsi paru
dan menimbulkan gejala gangguaan pernafasan.
7. Status Sosioekonomi
8. Nutrisi.
9. Asma.
Pada orang dewasa dengan asma memeliki resiko 12x lipat lebih besar menderita
PPOK, dibandingkan orang dewasa tanpa menderita asma
10. Patofisiologi PPOK :
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Inflamasi
Mekanisme
Perlindungan
Mekanisme
Perbaikan
Kerusakan Jaringan Paru
Penyempitan Saluran
Nafas dan Fibrosis
Destruksi Parenkim
Hipersekresi
Mukus
11. Klasifikasi
DERAJAT
Derajat 0 :
KLINIS
Gejala kronik (batuk, dahak)
FAAL PARU
Spirometri normal
beresiko
Derajat I :
PPOK Ringan
Derajat II A:
klinik (
VEP1 80% prediksi
Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 75%
PPOK Sedang
klinik
Derajat II B:
PPOK Sedang
klinik
Derajat III:
Gagal
atau
PPOK Berat
jantung kanan
12. Diagnosis
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
b. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
c. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
< 20% nilai awal dan < 200 ml.
c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi
saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
6. Tatalaksana
1.Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan
sosial, kultural dan kondisiekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus
diberikanadalah:
1). Pengetahuan dasar tentang PPOK
2). Obat obatan, manfaat dan efek sampingnya
3). Cara pencegahan perburukan penyakit
4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5). Penyesuaian aktivitas.
2. Obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikandengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long
acting).
Macam macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaandapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama
pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak
(pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
a. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
b. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e.Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Gejala
Golongan Obat
Dosis
Tanpa gejala
Tanpa obat
Gejala intermiten
Agonis 2
(pada waktu aktivitas)
Antikolinergik
Bila perlu
2 4 semprot
3 4 x/hari
salbutamol
100gr/semprot
2 4 semprot
3 4 x/hari
Terbutalin
0,5gr/semprot
2 4 semprot
3 4 x/hari
Prokaterol
10gr/semprot
2 4 semprot
3 x/hari
Kombinasi terapi
Pasien memakai
Inhalasi Agonis 2 Formoterol 6gr,
Inhalasi agonis 2 kerja kerja lambat (tidak 12gr/semprot
dipakai untuk
eksaserbasi )
1 2 semprot
2 x/hari tidak
melebihi 2
x/hari
Atau
timbul gejala pada
waktu malam atau pagi
hari
salmeterol
25gr/semprot
Teofilin
Anti oksidan
N asetil sistein
Pasien tetap
Kortikosteroid oral Prednison
mempunyai gejala dan (uji
Metil prednisolon
atau terbatas dalam
kortikosteroid )
aktivitas harian
meskipun mendapat
pengobatan
bronkodilator
maksimal
Uji kortikosteroid
memberikan respons
positif
Sebaiknya pemberian
kortikosteroid inhalasi
dicoba bila mungkin
untuk memperkecil
efek samping
1 2 semprot
2 x/hari tidak
melebihi 2
x/hari
Inhalasi
Kortikosteroid
600mg/hr
30 40mg/hr
selama 2mg
200 400gr
2x/hari maks
2400gr/hari
Flutikason
125gr/semprot
125 250gr
2x/hari maks
1000gr/hari
paru lain
Macam terapi oksigen :
Pemberian oksigen jangka panjang
Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut
di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita
PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT)
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen
-
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi
5
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja ototpernafasan yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnea
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas
PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas
darah.
8. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas
hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatu
berculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.
Asma
Bahan Berbahaya
Bahan Sensitif
Mediator Inflamasi
CD4 + T-Limposit
Makrofag Neutrofil
Mediator Inflamasi
CD4 + T-Limposit
Eosinopil
Ireversibel
Reversibel
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya
berbeda.
Asma
Timbul pada usia muda
++
Sakit mendadak
++
Riwayat Merokok
+/Riwayat atopi
++
Sesak dan Mengi berulang
+++
Batuk kronik berdahak
+
Hipereaktivitas bronkus
+++
Reversibilitas obstruksi
++
Variabilitas harian
++
Eosinofil sputum
+
Neutrofil sputum
Makrofag sputum
+
DAFTAR PUSTAKA
PPOK
+++
+
+
++
+
_
+
+
_