Anda di halaman 1dari 9

SKRINING GIZI

DETEKSI DINI MASALAH GIZI


SECARA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

Tugas ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Surveilans Gizi

ERIS RISNAWATY
NIM P0713126077
D IV GIZI ALIH JENJANG

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
PRODI D IV GIZI ALIH JENJANG
2016

A. Latar Belakang
Hal yang paling penting dalam kehidupan manusia adalah meningkatkan
perhatian terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya mallnutrisi (Gizi salah)
dan resiko untuk menjadi gizi kurang. Status gizi menjadi penting karena
merupakan salah satu factor resiko untuk terjadi kesakitan atau kematian. Status
gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadap kemampuan dalam proses pemulihan.
Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalam ilmu gizi adalah
untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan
masyarakat. PSG adalah interprestasi dari data yang dikumpulakan dengan
menggunakan berbagai merode untuk mengidentifikasi populasi atau individu
yang beresiko atau dengan status gizi kurang/ buruk.
Data penilaian status gizi dapat dikumpulkan dengan bebagai cara.
Pengumpulan data ini akan menjadi penting kedudukannya dalam PSG karena
akan sangat mempengaruhi hasil yang didapat yang akhirnya akan mempengaruhi
juga informasi yang disampaikan.
B. Skrinning
Skrining (screening) adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan
menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan
secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi
sesunguhnya menderita suatu kelainan. Ciri gambaran surveilans adalah
monitoring terus menerus dari status gizi suatu kelompok populasi.
Test skrining dapat dilakukan dengan :
1. Pertanyaan (anamnesa)
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Antropometri
Tujuan skrinning yaitu untuk menemukan kasus/ masalah gizi seawal
mungkin sehingga dapat dicegah akibat yang lebih parah.
C. Metode Skrinning
1) Metode Langsung
Skrinning gizi langsung, dapat dilakukan dengan cara:
a. Antropometri gizi (Nutritional Anthropometry)
Sering dilakukan dengan mengukur tubuh manusia: tinggi badan, lingkar
dada, lingkar kepala, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar perut, dll.

(Soegianto,dkk,2007,p. 6). Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran


tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi
ketidakseimbangan kronik antara energi dan protein.
Kelebihan pengukuran antropometri
1) Penggunaannya sederhana, aman, dan tidak menciderai dapat untuk
ukuran sampel yang besar.
2) Peralatan yang digunakan tidak mahal, portable, tahan lama, dan dapat
dibuat atau dibeli secara lokal
3) Dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli sehingga petugas
lapangan yang dilatih dengan baik dapat melaksanakannya dengan teliti.
4) Dapat diperoleh informasi tentang riwayat gizi masa lampau, sesuatu
yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain.
5) Dapat digunakan untuk mengidentifikasi keadaan gizi ringan, sedang dan
buruk.
6) Dapat digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi dari waktu ke
waktu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat
diketahui kecenderungan sekuler (secular trand).
7) Dapat digunakan untuk melakukan screening test dalam rangka
mengidentifikasi individu yang berisiko terhadap malnutrisi.

Kelemahan pengukuran antropometri


1) Kurang sensitif apabila dibandingkan dengan cara lain
2) Dapat mendeteksi gangguan status gizi yang terjadi dalam periode waktu
yang singkat, tetapi tidak dapat mengidentifikasi defisiensi zat gizi
khusus.

3) Tidak dapat membedakan gangguan pertumbuhan atau komposisi tubuh


yang disebabkan oleh defisiensi tertentu (misal Zn) dengan defisiensi
yang disebabkan oleh gangguan energi dan protein.
4) Faktor-faktor non gizi (penyakit, genetik, variasi diurnal) dapat
mengurangi spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri, tetapi
efek ini dapat dihilangkan atau dipertimbangkan melalui desain
percobaan dan sampling yang lebih baik (Yuniastuti, 2008, pp118-119).
b. Tes Biokimia (Biochemical test)
pemeriksaan secara biokimia terhadap jaringan dan cairan tubuh seperti
darah, urin, tinja dan jaringan seperti hati. Beberapa tahap perkembangan
kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan cara biokimia dan lazim disebut
cara laboratorium (Yuniastuti,2008,p.117).
c. Pemeriksaan Klinis (Clinical signs)
pemeriksaan terhadap gejala (symptoms) dan tanda (signs) pada tubuh
akibat gangguan metabolisme zat gizi. Riwayat medis dan pengujian fisik
merupakan metode klinis yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda
(pengamatan yang dibuat oleh dokter) dan gejala-gejala (manifestasi yang
d.

dilaporkan oleh pasien) yang berhubungan dengan malnutrisi.


Pemeriksaan biofisik (Biophysical methods)
Pemeriksaan gangguan fisik dari jaringan tubuh karena gangguan
metabolisme zat gizi, seperti dengan Radiographic examination, test
fungsi (Tests of physical function) dan cytological tests karena gangguan
zat gizi.

2) Skrining secara tidak langsung


Skrining tidak langsung dapat dilakukan dengan cara:
a. Menelaah statistik vital, angka penyakit dan epidemiologi
Dengan menganalisa angka statistik vital (angka kelahiran kematian)
angka penyakit dan epidemiologi serta kependudukan dan keluarga
berencana.
b. Menelaah faktor ekologi dan lingkungan dalam arti luas
Masalah gizi merupakan masalah multi dimensi dan multi sektoral
yang menyangkut berbagai disiplin: sosial ekonomi, budaya, lingkungan

fisik biologik dan ekologik. Pengukuran status gizi didasarkan atas


ketersediaan makanan yang dipengaruhi oleh faktor ekologi (iklim, tanah,
irigasi,dll) (Irianto,2007,p.66).
c. Survei konsumsi gizi
Dengan mengukur jumlah dan jenis bahan makanan/zat gizi yang
dikonsumsi serta pola konsumsinya. Penilaian konsumsi makanan dapat
dilakukan dengan wawancara kebiasaan makan dan perhitungan konsumsi
makanan sehari-hari. Tujuan penilaian ini adalah mengidentifikasi
kekurangan dan kelebihan giz
d. Surveilans Gizi
1) Pengertian Surveilans Gizi
Menurut WHO, surveilens gizi ialah pengamatan yang rutin dan
sistematis terhadap masalah gizi serta faktor risiko yang menyebabkannya,
agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses analisis informasi dari kegiatan pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data serta distribusi informasi.
Sedangkan menurut Kemenkes (2010) Surveilans gizi adalah kegiatan
analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap masalah gizi buruk
dan indikator pembinaan gizi masyarakat agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif, efisien dan tepat waktu melalui proses
pengumpulan

data,

pengolahan,

penyebaran

informasi

kepada

penyelenggara program kesehatan dan tindak lanjut sebagai respon


terhadap perkembangan informasi.
Tujuan dari surveilans gizi adalah untuk memberikan gambaran
perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator
khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan
dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek
dan menengah serta perumusan kebijakan.
Fungsi lain dari surveilans gizi besarnya masalah kesehatan yang
penting, sebagai gambaran perjalanan alami suatu penyakit, sebagai
deteksi KLB,

dokumentasi, distribusi, dan penyebaran peristiwa

kesehatan, bermanfaat untuk epidemiologi dan penelitian laboratorium,


untuk keperluan evaluasi pengendalian dan pencegahan, sebagai tool

monitoring kegiatan karantina, dapat memperkiraan perubahan dalam


praktek kesehatan, dan sebagai perencanaan.
2) Indikator Surveilans Gizi
Untuk mencapai sasaran RPJMN Tahun 2010-2014 bidang
kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, yang memuat indikator
keluaran yang harus dicapai, kebijakan dan strategi. Dibidang perbaikan
gizi telah ditetapkan 8 indikator keluaran, yaitu;
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

100% balita gizi buruk ditangani/dirawat


85% balita ditimbang berat badannya,
80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif,
90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium,
85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A,
85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet,
100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi, dan
100% penyediaan buff er stock MP-ASI untuk daerah bencana.
(Kemenkes, 2010)

Beberapa indikator yang berkaitan dengan dengan survelen gizi yang


diajukan direktorat gizi masyarakat adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)


Balita kurang gizi
Gangguan pertumbuhan balita
Kekurangan energi kronis (KEK) wanita usia subur (WUS)
Kekurangan energi kronis Ibu hamil
Rumah tangga konsumsi garam beryodium
Anak kekurangan vitamin A
Konsumsi gizi rumah tangga
Anemia gizi
Gizi darurat daerah bencana
Gizi lebih pada orang dewasa
ASI eksklusif dan MP-ASI (Direktorat gizi masyarakat, 2009)

D. Masalah Gizi dan Sasaran Skrinning


Masalah Gizi
Kurang Energi Protein dan gizi buruk
Obesitas
Anemia
Kurang Energi Kronik
GAKY

Sasaran
Bayi dan balita
Anak, dewasa, lansia
Remaja, ibu hamil
Wanita Usia Subur dan Ibu hamil
Anak sekolah usia 6-12 tahun

Kurang Vitamin A

Anak, remaja dan dewasa

E. Indeks skrinning langsung


1. Antropometri
a. Berat Badan Menurut Umur ( BB/U )
Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Berat badan menurut umur tidak sensitif untuk
mengetahui apakah seseorang mengalami kekurangan gizi masa lalu atau
masa kini. Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu
maupun masa kini.

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)


Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan bengoa
(1973) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran
statis gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan status sosial
ekonomi.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah
memperkirakan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang ).
Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur.
d. Indeks Masa Tubuh/IMT Anak (IMT/U)
IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan
kelebihan berat badan dan kegemukan. Biasanya IMT tidak meningkat
dengan bertabahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi
badan, tetapi pada bayi peningkatan IMT naik secara tajam karena terjadi
peningkatan berat badan secara cepat relatif terhadap panjang badan pada 6
bulan pertama kehidupan. IMT menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap
stabil pada umur 2-5 tahun.
Indikator IMT/U hampir sama dengan BB/PB atau BB/TB. Ketika
melakukan

interpretasi

resiko

kelebihan

berat

badan,

perlu

mempertimbangkan berat badan orang tua. Jika seseorang anak mempunyai

orang tua yang obes akan meningkatkan resiko terjadinya kelebihan berat
badan pada anak. Anak yang mempunyai salah satu orang tua yang obesitas,
kemungkinan 40 % untuk menjadi kelebihan berat badan. Jika kedua orang
tuanya obes, kemudian meningkat sampai 70 %. Perlu diketahui bahwa anak
yang pendek pun dapat mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
e. Indeks LILA/U (lingkaran lengan atas terhadap umur)
Dapat mengidetifikasi KEP pada balita, Tidak memerlukann data
umur yang kadang sulit, dapat digunakan pada saat emergency,
menbutuhkan alat ukur yang murah dan pengukuran cepat.
f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak
bawah kulit dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian
lengan atas, lengan bawah, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha,
tempurung lutut, dan pertengahan tungkai bawah.
g. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul
Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat
perubahan metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.
h. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan
pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula
IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti
adanya edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

BB
(TB)

F.Cut Off Point


1. Klasifikasi status gizi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Tahun 1999 berdasarkan indeks berat badan menurut umur
Kategori
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Sedang
Gizi Kurang
Gizi Buruk

Cut Off Point *)


>120%
80% - 120%
70% - 79,9%
60% - 69,9%
1. <60%

Persen dinyatakan terhadap Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983


*) Laki-laki dan perempuan sama
Sumber: supariasa. IDN, 2002: 76

2. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan Indeks Menurut
Kemenkes RI 2011

3. Standar IMT Menurut Depkes (2003)


Kurus
Normal
Gemuk

Kategori
Kurang BB tingkat berat
Kurang BB tingkat ringan
Kelebihah BB tingkat ringan
Kelebihah BB tingkat berat

IMT
<17,0
17,0 18,5
>18,5 25
>25 -27
>27

Anda mungkin juga menyukai