Anda di halaman 1dari 187

EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN


RUMAH (KPR) BERDASARKAN COSO 2013

OLEH

Lucky Novella

0134111014

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PRASETIYA MULYA
NOVEMBER, 2015

EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL


DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN
RUMAH (KPR) BERDASARKAN COSO 2013

OLEH

Lucky Novella

0134111014

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI


SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PRASETIYA MULYA
NOVEMBER, 2015

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelsaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang
berjudul EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PEMBERIAN KREDIT
PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERDASARKAN COSO 2013 ini dilakukan guna melengkapi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Prasetiya Mulya. Peneliti sepenuhnya menyadari bahwa tugas akhir ini
belum dapat dikatakan sempurna baik dari segi isi, materi maupun cara
penyajiannya, sehingga peneliti sangat mengharapkan segala bentuk kritik, saran dan
juga masukan-masukan dari berbagai pihak agar dapat membangun dan
menyempurnakan tugas akhir ini. Disamping itu, peneliti juga menyadari bahwa
dalam dalam proses pengerjaan tugas akhir ini peneliti banyak dibantu dan didukung
oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin memberikan ucapan terima kasih
kepada:
1) Kepada kedua orang tua peneliti, terima kasih atas segala bentuk
dukungan moril, materiil, dan doa yang diberikan sehingga peneliti
dapat menyelesaikan pendidikan dan tugas akhir hingga saat ini.
2) Kepada Ibu Yang Elvi Adelina, M.si., Ak., CA. selaku Dosen
Pembimbing, terima kasih telah menyediakan waktu dan pikiran
untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam proses pengerjaan
tugas akhir ini.

3) Seluruh Faculty Member yang selama ini telah banyak memberikan


ilmu yang bermanfaat bagi peneliti selama menempuh pendidikan di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prasetiya Mulya.
4) Kepada para narasumber dan responden penelitian yang telah
meluangkan waktu yang dimiliki untuk membantu peneliti dalam
memberikan informasi dan data dalam penelitian ini.
5) Kepada adik-adik dan keluarga besar peneliti, terima kasih atas
dukungan dan doanya selama ini.
6) Kepada teman, sahabat, dan orang terdekat yang selalu ada dan
memberikan motivasi, dukungan, serta doa selama masa pendidikan
dan proses pengerjaan tugas akhir peneliti.
7) Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran tugas akhir ini,
yang namanya tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Akhir kata, Semoga segala pihak yang telah membantu proses pengerjaan
tugas akhir ini diberikan balasan kebaikan oleh Allah SWT dan semoga tugas akhir ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pihak terkait, dan bagi
pembaca seluruhnya.

Jakarta, 26 Oktober 2015

Lucky Novella
ii

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal
dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Divisi Kredit Konsumer Bank
Central Asia (BCA) dengan menggunakan berbagai sumber terkait pelaksanaan KPR,
salah satunya adalah kebijakan dan prosedur KPR yang diadaptasi ke dalam kerangka
COSO 2013. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan apakah
terdapat perbedaan antara penilaian karyawan (pihak internal) dengan peneliti
(pihak eksternal) dalam evaluasi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan metode evaluasi. Data dari penelitian ini diperoleh melalui
observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner.
Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

walaupun

memang

terdapat

perbedaaan penilaian antara karyawan (pihak internal) dengan peneliti (pihak


eksternal) terkait beberapa prinsip yang ada, tetapi secara umum hasil evaluasi
menyatakan bahwa sistem pengendalian internal berdasarkan COSO 2013 telah
diterapkan dengan sangat baik dalam penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer
BCA. hal tersebut tercermin dari pemenuhan yang sangat memadai dalam lima
komponen dan tujuh belas prinsip kerangka COSO 2013. Namun demikian, masih
terdapat beberapa kelemahan yang dinilai tidak signifikan yang seharusnya dapat
segera diperbaiki oleh Bank.
Kata Kunci: Sistem Pengendalian Internal, Pemberian Kredit, Kredit Pemilikan
Rumah, COSO 2013

iii

ABSTRACT
This research aims to evaluate the internal control system of housing loan at
Consumer Credit Division of Bank Central Asia (BCA), using a variety of sources, on of
which is credit policy and procedure that adapted into COSO 2013 framework. In
addition, this research also aims to compare differences between employee (internal
party) assessment with researcher (external party) assessment. This research is a
qualitative research with an evaluation method. Data used in this research were
obtained from questionnaire, observation, documentation, and interview with
relevant parties.
The research shown that, even though there are some differences between
employee (internal party) assessment with researcher (external party) assessment in
some COSO principles, but in general the internal control system of housing loan at
Credit Consumer Division BCA has been implemented very effectively. It is reflected in
adequacy of five components and seventeen principles of COSO that implemented in
housing loan unit at Credit Consumer Division BCA. However, there are some
deficiensies considered insignificant that should be improved immediately by the
Bank.
Key words: Internal Control System, Credit, Housing Loan, COSO 2013

iv

DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... i
ABSTRAK .........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
1.5 Batasan masalah ................................................................................... 7
1.6 Sistematika Penulisan.................................................................................. 7
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................................ 9
2.1 Pengendalian Internal ................................................................................. 9
2.1.1 Definisi Pengendalian Internal ............................................................ 9
2.1.2 Komponen Pengendalian Internal..................................................... 10
2.1.3 Keterbatasan Pengendalian Internal ................................................. 19
2.2 Defisiensi Pada Pengendalian Internal ..................................................... 20
2.3 Prinsip Pemberian Kredit........................................................................... 22
2.4 Evaluasi Pihak Internal dan Evaluasi Pihak Eksternal .............................. 25
2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 27
BAB 3 METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .............. 30
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 30
3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 30
3.3 Sumber Data .............................................................................................. 30
v

3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31


3.5 Responden Penelitian ................................................................................ 33
3.6 Tahapan Analisis Data ............................................................................... 34
3.7 Gambaran Umum Perusahaan .................................................................. 37
3.7.1 Profil Perusahaan .............................................................................. 37
3.7.2 Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................ 40
3.7.3 Struktur Organisasi Unit KPR ............................................................. 42
3.7.4 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BCA ................................................... 43
3.7.5.Ketentuan dan Persyaratan Umum Pemberian KPR ......................... 44
3.7.5.1 Ketentuan Umum Calon Debitur ............................................... 45
3.7.5.2 Persyaratan Kelengkapan Dokumen .......................................... 46
3.7.5.3 Ketentuan Loan To Value (LTV).................................................. 46
BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................................... 49
4.1 Alur Proses Pemberian dan Pemeliharaan KPR ........................................ 49
4.1.1 Proses Pemberian KPR ...................................................................... 49
4.1.2Proses Pemeliharaan (Pengawasan) KPR ........................................... 55
4.2 Hasil Evaluasi.............................................................................................. 58
4.2.1 Lingkungan Pengendalian.................................................................. 58
4.2.1.1 Integritas dan Nilai Etik .............................................................. 61
4.2.1.2 Tanggung Jawab Pengawasan ................................................... 63
4.2.1.3 Struktur, Otoritas, dan Tanggung Jawab ................................... 64
4.2.1.4 Komitmen Terhadap Kompetensi .............................................. 66
4.2.1.4 Mendorong Akuntabilitas .......................................................... 68
4.2.2 Penilaian Risiko .................................................................................. 71
4.2.2.1 Menentukan Tujuan Yang Sesuai............................................... 73
4.2.2.2 Identifikasi dan Penilaian Risiko ................................................ 74
4.2.2.3 Menilai Risiko Fraud................................................................... 79
4.2.2.4 Identifikasi dan Analisa Perubahan Signifikan ........................... 81
4.2.3 Kegiatan Pengendalian ...................................................................... 82
4.2.3.1 Menentukan dan Mengembangkan Kegiatan Pengendalian .... 85
vi

4.2.3.2 Melakukan Pengendalian Atas Teknologi .................................. 90


4.2.3.3 Melakukan Pengendalian Atas Kebijakan dan Prosedur ........... 92
4.2.4 Informasi dan Komunikasi ................................................................. 93
4.2.4.1 Penggunaan Informasi Yang Relevan......................................... 94
4.2.4.2 Komunikasi Internal ................................................................... 95
4.2.4.3 Komunikasi Eksternal ................................................................. 95
4.2.5 Aktivitas Pengawasan ........................................................................ 97
4.2.5.1 Melakukan Evaluasi ................................................................... 97
4.2.5.1 Mengkomunikasikan dan Mengevaluasi Defisiensi ................... 98
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 99
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 99
5.2 Saran......................................................................................................... 101
5.3 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 105
LAMPIRAN .......................................................................................................... 108

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Interpretasi Pemeringkatan Hasil Evaluasi ........................................... 37


Tabel 3.2 Ketentuan Umum Calon Debitur........................................................... 45
Tabel 3.3 Persyaratan Dokumen Permohonan KPR ............................................. 46
Tabel 3.4 Ketentuan Loan To Value ...................................................................... 47
Tabel 4.1 Ikhtisar Evaluasi Lingkungan Pengendalian .......................................... 60
Tabel 4.2 Ikhtisar Evaluasi Penilaian Risiko .......................................................... 72
Tabel 4.3 Peringkat Profil Risiko Debitur .............................................................. 77
Tabel 4.4 Ikhtisar Evaluasi Kegiatan Pengendalian .............................................. 84
Tabel 4.5 Kewenangan Putusan Kredit ................................................................. 86
Tabel 4.6 Ikhtisar Evaluasi Informasi dan Komunikasi ......................................... 93
Tabel 4.7 Ikhtisar Evaluasi Aktivitas Pengawasan ................................................ 97

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Tahapan Analisis Data ....................................................................... 34


Gambar 3.2 Struktur Organisasi Perusahaan........................................................ 40
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Unit Kredit Pemilikan Rumah ............................ 42
Gambar 4.1 Alur Proses Pemberian KPR .............................................................. 50
Gambar 4.2 Alur Pemeliharaan dan Pengawasan KPR ........................................ 56

ix

DAFTAR SINGKATAN

5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economics) ................. 22


BAP (Berita Acara Pemeriksaan) ........................................................................... 52
BCA (Bank Central Asia) .......................................................................................... 4
BI (Bank Indonesia) ................................................................................................. 2
BPN (Badan Pertahanan Nasional) ....................................................................... 75
COSO (The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Comission).. 1
IBI (Ikatan Bankir Indonesia) ................................................................................. 22
IMB (Izin Mendirikan Bangunan) .......................................................................... 88
KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik)........................................................................... 52
KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) ........................................................................ 38
KKP (Komite Kebijakan Perkreditan) ..................................................................... 63
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) ................................................................................ 4
LOS (Loan Origination System) ............................................................................. 51
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)........................................................................... 88
PBI (Peraturan Bank Indonesia) ............................................................................ 47
PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) ........................................ 20
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) ....................................................................... 62
SEBI (Surat Edaran Bank Indonesia) ........................................................................ 2
SKAI (Satuan Kerja Audit Internal) ........................................................................ 63
SKK (Satuan Kerja Kepatuhan) .............................................................................. 63

DAFTAR LAMPIRAN

Petunjuk Pengisian Kuesioner............................................................................. 109


Kriteria Penilaian Lingkungan Pengendalian ...................................................... 111
Kuesioner Lingkungan Pengendalian .................................................................. 122
Kriteria Penilaian Identifikasi Risiko ................................................................... 127
Kuesioner Identifikasi Risiko ............................................................................... 135
Kriteria Penilaian Kegiatan Pengendalian .......................................................... 140
Kuesioner Kegiatan Pengendalian ...................................................................... 146
Kriteria Penilaian Informasi dan Komunikasi ...................................................... 152
Kuesioner Informasi dan Komunikasi ................................................................. 158
Kriteria Penilaian Aktivitas Pengawasan ............................................................. 160
Kuesioner Aktivitas Pengawasan ........................................................................ 164
Kartu Bimbingan ................................................................................................. 166
Surat Keterangan Penelitian ............................................................................... 167

xi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Salah satu kerangka sistem pengendalian internal yang saat ini telah umum

digunakan oleh berbagai entitas adalah kerangka sistem pengendalian internal dari
The Committee of Treadway Commission (COSO) yang di dalamnya terdiri dari lima
komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian,
informasi dan komunikasi, serta aktivitas pengawasan. Sesuai dengan definisi yang
dinyatakan oleh COSO (2013), kerangka pengendalian internal tersebut diterapkan
agar dapat memberikan keyakinan dan memastikan bahwa entitas dapat mencapai
tujuanya dalam aspek operasional, pelaporan, dan kepatuhan. Pada tahun 2013,
COSO telah menerbitkan versi terbaru dari kerangka sistem pengendalian internal,
untuk memperbaharui kerangka sistem pengendalian internal tahun 1992
sebelumnya. Salah satu perbedaan mendasar yang ada di dalam kerangka versi
terbaru tersebut adalah adanya perumusan (kodifikasi) terkait tujuh belas prinsip
yang melengkapi lima komponen yang sudah ada pada COSO.
Di sisi lain, industri perbankan dikenal sebagai industri yang diatur secara
ketat (highly regulated) oleh regulator karena berbagai risiko yang dihadapi dalam
kegiatan bisnisnya. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dinyatakan bahwa
Bank merupakan sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
1

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam


bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Sebagai sebuah lembaga keuangan yang salah satu kegiatan
bisnisnya adalah menyalurkan kredit, Bank tidak dapat menghindar dari risiko kredit.
Risiko kredit merupakan sebuah risiko gagal bayar dari debitur, dimana risiko ini
terjadi ketika debitur tidak mampu membayar kembali pinjaman yang telah
diberikan oleh Bank. Jika debitur tidak mampu membayar pinjaman yang telah
diberikan oleh Bank maka akan timbul kredit macet yang akan mengancam
kesehatan dan keberlangsungan bisnis Bank tersebut.
Menurut Bank Indonesia (BI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.
5/22/03/DPNP tahun 2003 tentang Pedoman Standar Pengendalian Internal bagi
Bank Umum dinyatakan bahwa sistem pengendalian internal yang efektif
merupakan komponen penting dalam manajemen Bank dan menjadi dasar bagi
kegiatan operasional Bank yang sehat dan aman. Oleh karena itu, sistem
pengendalian internal sangat dibutuhkan di dalam kegiatan penyaluran kredit
sebagai mekanisme terpenting yang dapat mempengaruhi kesehatan sebuah Bank.
Pihak regulator melalui Pedoman Standar Pengendalian Internal bagi Bank Umum
yang telah disebutkan sebelumnya mengatur bahwa Bank diharuskan untuk
menerapkan lima komponen sistem pengendalian internal, yaitu pengawasan oleh
manajemen dan kultur pengendalian, identifikasi dan penilaian risiko, kegiatan
pengendalian dan pemisahan fungsi, sistem informasi dan komunikasi, serta
pemantauan dan tindakan koreksi atas penyimpangan. Secara umum komponen

yang ada pada pedoman standar pengendalian internal bagi Bank Umum tersebut
sama dengan lima komponen yang ada pada kerangka COSO 2013. Oleh karena itu
kerangka COSO sebagai kerangka yang sudah secara umum banyak diterapkan oleh
berbagai entitas dan saat ini sudah diperbaharui secara rinci dengan tujuh belas
prinsipnya, dirasa tepat oleh peneliti untuk digunakan sebagai teori dalam
mengevaluasi efektivitas penerapan sistem pengendalian internal yang ada pada
Bank, khususnya dalam penyaluran kredit.
Belum banyaknya penelitian yang menggunakan kerangka COSO 2013 dalam
mengevaluasi efektivitas penerapan sistem pengendalian internal dalam penyaluran
kredit, dan belum ditemukannya penelitian yang mengadaptasi sebagian besar
kebijakan dan prosedur pemberian kredit Bank untuk disesuaikan (dirancang) dalam
kerangka COSO 2013, membuat peneliti tertarik untuk mencoba melakukan evaluasi
efektivitas penerapan sistem pengendalian internal dalam penyaluran kredit suatu
Bank, dengan mengadaptasi sebagian besar kebijakan dan prosedur penyaluran
kredit Bank tersebut ke dalam kerangka COSO 2013. Sebagian besar kebijakan dan
prosedur pemberian kredit Bank yang dimasukkan ke dalam kerangka COSO 2013
tersebut nantinya akan dituangkan dengan bentuk kuesioner yang akan dinilai oleh
responden (sebagai pihak internal) dan peneliti (sebagai pihak eksternal) untuk
mengevaluasi efektivitas dalam penerapan sistem pengendalian internal dalam
penyaluran kredit. Melissa Conley-Tyler (2005) menyatakan bahwa banyak dari
pengguna evaluasi yang menganggap bahwa evaluasi yang dihasilkan oleh pihak
eksternal lebih bersifat objektif. Peneliti (sebagai pihak eksternal) merasa perlu

untuk turut serta menuangkan penilaian dan persepsinya di dalam penelitian ini
untuk menghasilkan penilaian evaluasi yang independen, terverifikasi, dan lebih
objektif.
Dalam penelitian ini, penulis memilih PT. Bank Central Asia, Tbk (BCA) sebagai
objek evaluasi yang akan diteliti. BCA sebagai salah satu Bank swasta nasional
terbesar di Indonesia menawarkan berbagai macam produk kredit kepada para
nasabahnya. Salah satu produk kredit yang ditawarkan oleh BCA adalah Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) yang berada di dalam segmen kredit konsumer. Berdasarkan
laporan tahunan BCA tahun 2014, KPR merupakan jenis produk kredit dengan
portfolio terbesar di dalam total portfolio kredit konsumer, yakni sebesar 59,2%
(54,65 triliun rupiah). Dengan kata lain, lebih dari setengah proporsi portfolio kredit
yang ada di dalam segmen konsumer pada BCA dipengaruhi oleh KPR sehingga
sangat dibutuhkan pengendalian internal yang memadai dan efektif guna
memastikan penyaluran KPR dilakukan dengan efektif sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan selalu terjaga di level yang aman.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penulis memilih judul Evaluasi Sistem Pengendalian Internal Dalam Penyaluran
Kredit Pemilikan Rumah Berdasarkan Kerangka COSO 2013.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah dari penelitian ini adalah:


1)

Apakah kerangka COSO 2013 dapat diterapkan ke dalam kebijakan dan


prosedur pemberian kredit Bank untuk menilai efektivitas dalam
penerapan pengendalian internal KPR?

2)

Apakah terdapat perbedaan terhadap hasil evaluasi berdasarkan


penilaian responden dengan penilaian peneliti?

3)

Bagaimana

peneliti

dapat

meningkatkan

efektivitas

sistem

pengendalian internal KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA melalui


evaluasi yang dilakukan?
1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui atau menguji apakah kerangka COSO 2013 dapat
diterapkan ke dalam kebijakan dan prosedur pemberian kredit Bank
untuk menilai efektivitas dalam penerapan pengendalian internal KPR.
2) Untuk mengetahui atau menguji apakah terdapat perbedaan
terhadap hasil evaluasi berdasarkan penilaian responden dengan
penilaian peneliti.

3) Untuk memberikan saran perbaikan atau peningkatan terkait


efektivitas sistem pengendalian internal KPR pada Divisi Kredit
Konsumer BCA.
1.4.

Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1)

Bagi Divisi Kredit Konsumer BCA:


Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan
serta evaluasi terkait efektivitas sistem pengendalian internal di
dalam kegiatan penyaluran KPR yang sudah ada.

2)

Bagi regulator:
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan sebagai dasar
pembuatan kerangka penilaian secara umum untuk mengevaluasi
penerapan

sistem

pengendalian

internal

bagi

Bank

umum

berdasarkan kerangka COSO 2013.


3)

Bagi penelitian selanjutnya:


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau pertimbangan
untuk mengembangkan penelitian selanjutnya terkait dengan evaluasi
efektivitas pengendalian internal di dalam penyaluran KPR secara

khusus dan penyaluran kredit secara umum, pada Bank secara


keseluruhan.
1.5.

Batasan Masalah
Agar bahasan masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan menjadi

lebih fokus maka peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini. Dari
identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian internal dalam penyaluran KPR pada
Divisi Kredit Konsumer BCA dengan mengadaptasi regulasi eksternal terkait serta
pedoman dan prosedur internal Bank ke dalam kerangka COSO 2013, dan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antara persepsi karyawan dengan persepsi
peneliti.
1.6.

Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dibagi dalam lima bab bahasan dengan sistematika dan

uraian sebagai berikut:


1)

BAB 1 - Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan mengenai permasalahan pokok yang akan
dibahas di dalam penelitian. Isi dari bab ini adalah latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan masalah, dan sistematika penulisan penelitian.

2)

BAB 2 Landasan Teori


Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori atau konsepkonsep yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian dan
akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan permasalahan
penelitian.

3)

BAB 3 Metodologi Penelitian dan Gambaran Umum Perusahaan


Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang akan
digunakan oleh penulis, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan
data, serta tahap analisis data. Kemudian, pada bab ini juga akan
dijabarkan mengenai gambaran umum perusahaan subjek penelitian,
yang mencakup profil perusahaan, visi dan misi, struktur organisasi
perusahaan, struktur organisasi Divisi Kredit Konsumer, dan
ketentuan umum terkait produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

4)

BAB 4 Analisa dan Pembahasan


Dalam bab ini akan diuraikan dan dianalisa terkait hasil penelitian
mengenai evaluasi keefektifan sistem pengendalian internal dalam
pemberian KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA.

5)

BAB 5 Kesimpulan dan Saran


Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang dihasilkan
terkait dengan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada
bab sebelumnya.

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
2.1.1

Pengendalian Internal
Definisi Sistem Pengendalian Internal
Menurut COSO 2013, sistem pengendalian internal adalah sebuah proses

yang dilakukan oleh boards of director, manajemen, serta personel lainnya di dalam
sebuah entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai terkait
pencapaian tujuan yang berhubungan dengan aspek operasional, pelaporan, dan
kepatuhan. Sedangkan menurut BI di dalam SEBI No. 5/22/03/DPNP tahun 2003
tentang Pedoman Standar Pengendalian Internal Bagi Bank Umum, sistem
pengendalian internal adalah sebuah mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh
manajemen Bank secara berkesinambungan untuk menjaga asset yang dimiliki oleh
Bank, memastikan keakuratan dalam pelaporan, memastikan kepatuhan terhadap
hukum dan regulasi yang berlaku, meminimalisasi kerugian dan penyimpangan, serta
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi operasional.
Dengan kata lain, sistem pengendalian internal dapat diartikan sebagai
serangkaian kegiatan pada sebuah entitas yang dilakukan oleh seluruh personel di
dalamnya sesuai dengan standar dan aturan yang telah ditetapkan, serta diawasi
oleh manajemen guna memastikan pencapaian efektivitas operasional dan
menghasilkan laporan yang handal.

COSO (2013) menjelaskan mengenai pencapaian tujuan di dalam tiga aspek


yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut:
1)

Operasional:
Pencapaian tujuan operasional dimaksudkan untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi di dalam kegiatan operasional pada proses
bisnis yang ada.

2)

Pelaporan:
Pencapaian tujuan dalam hal pelaporan bertujuan agar seluruh
laporan

yang

dihasilkan

oleh

entitas

untuk

semua

pihak

berkepentingan, baik laporan keuangan maupun laporan nonkeuangan, dapat dilaporkan secara handal, transparan, serta sesuai
terhadap aturan dan standar yang berlaku.
3)

Kepatuhan:
Pencapaian tujuan dalam hal kepatuhan bertujuan agar suatu entitas
selalu tunduk dan mematuhi berbagai hukum dan peraturan yang
mengatur entitas tersebut.

2.1.2

Komponen Pengendalian Internal


COSO (2013) membagi pengendalian internal ke dalam lima komponen yang

saling terintegrasi, serta tujuh belas prinsip yang mendukung komponen-komponen


tersebut sebagai berikut:

10

1)

Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian terdiri dari berbagai kegiatan yang menjadi
bagi pelaksanaan seluruh komponen sistem pengendalian internal
lainnya (COSO, 2013). Terdapat lima prinsip yang mendukung
lingkungan pengendalian, yaitu:
a) Integritas dan nilai etik
Entitas diharapkan dapat memenuhi penerapan terhadap halhal yang berhubungan dengan integritas dan nilai etik di dalam
kegiatan bisnisnya. pemenuhan tersebut dapat dibuktikan
dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan
menetapkan standar etik dan ketentuan berperilaku yang
tertera di dalam pedoman perilaku yang dipatuhi oleh seluruh
personel di dalamnya.
b) Melakukan tanggung jawab pengawasan
Entitas diharapkan dapat memenuhi tanggung jawabnya
dalam hal pengawasan terhadap seluruh kegiatan bisnisnya
sebagai bagian dari pengendalian internal. Dalam hal
melakukan tanggung jawab pengawasan, para Board of
Directors ataupun para petinggi (pejabat) suatu entitas atau
unit kerja dituntut untuk menunjukkan sikap independensinya.

11

c) Menetapkan struktur, wewenang, dan tanggung jawab


Entitas diharapkan dapat menetapkan, membuat, dan
mensosialisasikan struktur organisasi yang menggambarkan
garis pelaporan, wewenang dan tanggung jawab secara jelas
sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan pengendalian
internal.
d) Komitmen terhadap kompetensi
Entitas diharapkan dapat memiliki program perekrutan dan
pengembangan sumber daya manusia agar dapat memiliki dan
mempertahankan para karyawan yang kompeten demi
mendukung pencapaian tujuan yang diharapkan.
e) Mendorong akuntabilitas
Entitas

diharapkan

menetapkan

hal-hal

yang

dapat

mendorong setiap karyawan agar melaksanakan tugas dan


tanggung jawab kerja mereka sebaik mungkin sesuai dengan
standar dan peraturan yang ditetapkan agar mencapai tujuan
yang diharapkan.
2)

Penilaian Risiko
Adanya risiko yang datang dari berbagai sumber, baik risiko yang
berasal dari internal maupun risiko yang berasal dari eksternal
merupakan suatu hal yang tidak mungkin dapat dihindari oleh sebuah
entitas. (COSO, 2013). Oleh karena itu, penting bagi setiap entitas
12

untuk melakukan salah satu proses yang ada dalam penerapan


manajemen risiko, yaitu mengidentifikasi dan mengukur risiko
tersebut agar kemudian dapat mempertimbangkan cara mitigasinya.
Kegiatan identifikasi dan pengukuran risiko dalam pelaksanaan suatu
sistem pengendalian internal merupakan hal yang harus ada dan terus
dilakukan oleh sebuah entitas, karena tahap ini dianggap sebagai
proses yang paling penting dan kritikal (Tunji, 2013). Terdapat empat
prinsip yang mendukung penilaian risiko, yaitu (COSO, 2013):
a) Penetapan tujuan yang sesuai
Dengan memiliki tujuan yang jelas terkait pencapaian yang
ingin dilakukan, entitas dapat dengan mudah melakukan
proses identifikasi dan pengukuran risiko di dalam kegiatan
bisnisnya serta mempertimbangkan cara yang sesuai untuk
memitigasi risiko-risiko tersebut.
b) Identifikasi dan analisa risiko
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tahap identifikasi
dan analisa risiko merupakan tahapan yang paling penting di
dalam sebuah sistem pengendalian internal. Tahap ini
merupakan salah satu proses yang dilakukan dalam penerapan
manajemen

risiko.

Pada

tahap

ini

entitas

harus

mengidentifikasi dan menilai risiko agar dapat menentukan


cara mitigasi dari setiap risiko yang teridentifikasi tersebut.

13

c) Menilai risiko fraud


Pada setiap kegiatan atau proses bisnis yang dilakukan,
penting bagi entitas untuk selalu mempertimbangkan potensi
fraud yang mungkin dapat dilakukan oleh karyawan ataupun
personel di dalamnya sehingga entitas diharapkan dapat
menentukan langkah-langkah pencegahan, deteksi, dan
tindakan penyelesaian atas fraud tersebut.
d) Identifikasi dan analisa perubahan signifikan.
Entitas diharapkan selalu melakukan identifikasi dan analisa
atas setiap perubahan yang datang (baik dari dalam maupun
dari luar) sehingga ketika perubahan tersebut dinilai dapat
mempengaruhi pelaksanaan pengendalian internal, entitas
dapat memberikan respon atau tindakan yang sesuai, cepat,
dan tanggap atas perubahan tersebut.
3)

Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian merupakan sebuah bentuk tindakan nyata atas
mitigasi terhadap risiko-risiko yang teridentifikasi di dalam kegiatan
bisnis. Terdapat tiga prinsip yang mendukung kegiatan pengendalian,
yaitu (COSO, 2013):
a) Menentukan dan mengembangkan kegiatan pengendalian
Entitas diharuskan untuk menentukan dan mengembangkan
berbagai bentuk kegiatan pengendalian yang sesuai agar dapat
14

melakukan tindakan pencegahan dan meminimalisir terjadinya


risiko-risiko yang ada.
b) Menentukan

dan

mengembangkan

pengendalian

atas

teknologi
Selain

menentukan

dan

mengembangkan

kegiatan

pengendalian di dalam proses bisnis, entitas juga diharuskan


untuk

menentukan

dan

mengembangkan

kegiatan

pengendalian terhadap teknologi yang digunakan pada proses


bisnis tersebut.
c) Melakukan pengendalian melalui kebijakan dan prosedur
Dalam melakukan kegiatan pengendalian, entitas harus
berpedoman terhadap kebijakan dan prosedur. Oleh karena
itu, entitas diwajibkan untuk membuat dan senantiasa
memperbaharui kebijakan dan prosedur yang digunakan
sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian.
4)

Informasi dan Komunikasi


Adanya informasi dan komunikasi yang berkualitas, baik secara
internal maupun eksternal merupakan salah satu faktor penting untuk
melakukan jalannya pengendalian internal bagi sebuah entitas (COSO,
2013). Terdapat tiga prinsip yang mendukung komponen informasi
dan komunikasi, yaitu (COSO, 2013):

15

a) Penggunaan informasi yang relevan dan berkualitas


Agar pengendalian internal yang dilaksanakan dapat berjalan
dengan baik, entitas harus memastikan adanya penggunaan
dan penyajian informasi yang relevan dan berkualitas di dalam
kegiatan bisnisnya.
b) Komunikasi internal
Penggunaan komunikasi internal harus dimaksimalkan dan
didukung dengan adanya sarana yang memadai agar setiap
personel yang ada di dalam sebuah entitas dapat menerima
pesan yang jelas, baik antara sesama karyawan, atasan,
maupun bawahannya.
c) Komunikasi eksternal
Entitas diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan dan
sarana

komunikasi

kepada

pihak

eksternal

(yang

berkepentingan) diluar entitas terkait informasi atau hal-hal


penting

yang

dapat

berpengaruh

pada

pelaksanaan

pengendalian internal di dalam kegiatan bisnisnya.


5)

Kegiatan Pengawasan
Kegiatan Pengawasan merupakan kegiatan peninjauan berkala atas
kualitas pengendalian internal yang telah dilakukan. Kegiatan
pengawasan dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa setiap
komponen dan prinsip pada pengendalian internal telah dilakukan
16

dengan baik (COSO, 2013). Terdapat dua prinsip yang mendukung


aktivitas ini adalah sebagai berikut:
a) Menentukan, mengembangkan, dan melakukan evaluasi
Evaluasi terhadap pelaksanaan pengendalian internal pada
sebuah

entitas

memastikan

harus

bahwa

dilakukan
setiap

secara

komponen

berkala
dan

guna
prinsip

pengendalian internal telah dilakukan sesuai dengan standar


dan peraturan yang berlaku.
b) Mengevaluasi dan mengkomunikasikan defisiensi dalam
pengendalian internal
Bila ditemukan defisiensi pada pelaksanaan pengendalian
internal, maka pihak yang melakukan evaluasi (evaluator)
diwajibkan untuk mengkomunikasikan hal tersebut kepada
pihak yang bertanggung jawab agar dapat dilakukan tindakan
perbaikan sesegera mungkin.
Sedangkan berdasarkan SEBI No. 5/22/03/DPNP tahun 2003 tentang
Pedoman Standar Pengedalian Internal Bagi Bank Umum, komponen pengendalian
internal bagi Bank Umum meliputi:
1)

Pengawasan Oleh Manajemen dan Kultur Pengendalian


Dewan komisaris ataupun manajemen Bank yang bertindak sebagai
pengawas diharuskan melakukan peninjauan secara berkala terhadap
17

pelaksanaan pengendalian internal agar dapat memberikan keyakinan


bahwa Bank telah melaksanakan pengendalian internal sesuai dengan
yang telah ditetapkan, serta pengendalian internal tersebut telah
oleh personel yang kompeten.
2)

Identifikasi dan Penilaian Risiko


Dalam pelaksanaan pengendalian internal, Bank harus melakukan
penerapan manajemen risiko, beberapa diantaranya adalah dengan
melakukan identifikasi dan menilai risiko yang mungkin dapat terjadi
dalam kegiatan bisnis dan operasionalnya guna menentukan cara
pencegahan dan mitigasi yang diperlukan.

3)

Kegiatan Pengendalian dan Pemisahan Fungsi


Dalam melakukan kegiatan pengendalian, Bank harus menetapkan
dan memiliki kebijakan dan prosedur serta memastikan bahwa
kebijakan dan prosedur tersebut sudah dilaksanakan secara konsisten
dengan menerapkan pemisahan fungsi (segregation of duties) yang
memadai di dalam setiap tahapan kegiatan bisnisnya.

4)

Sistem Informasi dan Komunikasi


Agar dapat mendukung jalannya pengendalian internal, maka Bank
wajib menggunakan dan menyajikan informasi yang relevan dan
berkualitas pada setiap kegiatan bisnis yang dijalankan. Selain itu,

18

informasi tersebut juga harus dapat diakses dengan mudah oleh


seluruh pihak yang berkepentingan di dalamnya.
5)

Pemantauan dan Tidakan koreksi Atas Penyimpangan


Agar dapat menilai kualitas pelaksanaan pengendalian internal yang
telah dijalankan, maka Bank wajib untuk melakukan peninjauan
terhadap pelaksanaan pengendalian internal tersebut secara berkala.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan audit internal.

Dapat dikatakan secara umum pedoman sistem pengendalian internal bagi


perbankan berdasarkan SEBI No. 5/22/DPNP tahun 2003 tentang Pedoman Standar
Pengedalian Internal Bagi Bank Umum yang telah dijabarkan di atas sama dengan
lima komponen pengendalian internal dari kerangka COSO 2013 yang telah
dijelaskan sebelumnya.
2.1.3

Keterbatasan Pengendalian Internal


Dalam pelaksanaanya, penerapan sistem pengendalian internal tetap

menemui kegagalan ataupun keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dihindari.


Menurut COSO (2013), keterbatasan pengendalian internal dapat berasal dari faktorfaktor berikut ini:
1)

Kesesuaian tujuan awal yang ditetapkan sebagai prasyarat dari


pengendalian internal yang dapat berubah.

19

2)

Adanya

ketidakjelasan

atau

kerancuan

pada

penilaian

dan

pengambilan keputusan yang dibuat oleh manajemen atau pihak


tertentu.
3)

Kesalahan dalam penggunaan alat atau teknologi tertentu yang


dilakukan oleh personel di dalam sebuah entitas yang menyebabkan
kerusakan terhadap alat atau teknologi tersebut.

4)

Manajemen kurang peduli terhadap pelaksanaan pengendalian


internal.

5)

Adanya kolusi yang terjadi di dalam sebuah entitas.

6)

Faktor-faktor eksternal lain yang tidak dapat dikendalikan, seperti


terjadinya bencana alam atau kondisi ekonomi yang memburuk.

2.2.

Defisiensi (Kelemahan) Pada Pengendalian Internal


Berdasarkan Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB)
dalam Auditing Standard No.5 tahun 2007 tentang An Audit of Internal
Control Over Financial Reporting that is Integrated with an Audit of Financial
Statements, defisiensi (kelemahan) terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
1)

Kelemahan Pada Kontrol (Control Deficiency):


Terdapat dua kategori dalam control deficiency yaitu defisiensi pada
desain dan defisiensi pada operasional. Defisiensi pada desain
merupakan defisiensi yang terjadi ketika di dalam desain suatu
pengendalian internal terdapat suatu atau beberapa kegiatan
20

pengendalian yang tidak terancang, sehingga pengendalian internal


tidak dapat dilaksanakan secara maksimal dan berisiko akan
mengurangi pencapaian tujuan yang optimal.
Sedangkan defisiensi pada operasional adalah defisiensi yang terjadi
ketika sistem pengendalian internal telah didesain dengan baik,
namun terdapat beberapa kegiatan pengendalian yang tidak
dijalankan sesuai dengan desain yang telah ditentukan atau tidak
dijalankan oleh personel yang kompeten sehingga pengendalian
internal tidak dapat dilaksanakan secara maksimal dan berisiko akan
mengurangi pencapaian tujuan yang optimal.
2)

Kelemahan Signifikan (Significant Deficiency):


Merupakan sebuah atau kombinasi dari beberapa defisiensi di dalam
pelaksanaan

pengendalian

internal

yang

dapat

berpotensi

menimbulkan kelemahan material dan mengurangi pencapaian tujuan


yang optimal sehingga harus diberikan perhatian yang lebih oleh
pihak tertentu yang terlibat di dalam pelaksanaan pengendalian
internal.
3)

Kelemahan Material (Material Weakness):


Merupakan sebuah atau kombinasi dari beberapa defisiensi signifikan
yang ada di dalam pelaksanaan pengendalian internal. Kelemahan
material terjadi ketika adanya kesalahan maupun risiko-risiko yang

21

lalai

teridentifikasi

dan

terkontrol

dengan

baik,

sehingga

menyebabkan entitas tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan.


2.3.

Prinsip Pemberian Kredit


Menurut Ikatan Bankir Indonesia (IBI, 2014), pelaksanaan pemberian kredit

harus didasari oleh enam prinsip, yaitu :


1)

Prinsip Evaluasi Kredit


Dalam pemberian kredit, Bank harus senantiasa melakukan evaluasi
terhadap kelayakan pemberian kredit pada calon debitur, guna
menciptakan penyaluran kredit yang sehat dan aman, serta
mengurangi risiko gagal bayar yang dapat ditimbulkan. Menurut IBI
(2014) dalam melakukan prinsip evaluasi kredit, pada umumnya Bank
melakukan analisa kepada calon debitur dengan pedoman prinsip 5C,
yaitu:
a)

Character
Pada tahap ini Bank menganalisa karakter calon debitur
melalui beberapa cara, salah satunya dengan melakukan
wawancara kepada calon debitur. Hal ini berguna untuk
memberikan penilaian apakah debitur memiliki karakter yang
jujur dan baik, sehingga nantinya tidak akan menimbulkan
masalah.

22

b)

Capacity
Pada tahap ini Bank menganalisa performa calon debitur
dalam usaha yang dimiliki atau pendapatannya, serta
kemampuan pengelolaan keuangan debitur agar Bank dapat
memastikan

bahwa

calon

debitur

tersebut

memiliki

kemampuan dan kapasitas yang memadai untuk membayar


pinjamannya.
c)

Capital
Hampir sama dengan tahap penilaian capacity, pada tahap ini
maka Bank menganalisa posisi keuangan calon debitur secara
keseluruhan sehingga Bank dapat memastikan bahwa calon
debitur memiliki modal yang cukup untuk melunasi kewajiban
pinjamannya di kemudian hari.

d)

Condition of economic
Bank menganalisa situasi dan kondisi ekonomi yang terjadi,
baik secara nasional maupun secara global. Hal tersebut
bertujuan agar Bank dapat memastikan bahwa industri pada
usaha atau pekerjaan yang dimiliki oleh debitur dalam jangka
panjang tidak terkena dampak negatif (contoh: menjadi
bangkrut atau terjadi pemutusan hubungan herja) yang
disebabkan oleh kondisi ekonomi yang memburuk.

23

e)

Collateral
Pada tahap ini Bank menganalisa kelayakan kondisi dan nilai
agunan yang diberikan calon debitur kepada Bank sebagai
bentuk jaminan atas kredit yang diperoleh calon debitur
nantinya.

2) Prinsip Four Eyes Principles


Agar dapat menghasilkan keputusan kredit yang berkualitas, Bank
harus menerapkan prinsip Four eyes principle dalam setiap kegiatan
pemutusan kredit yang dilakukan. Berdasarkan prinsip four eyes
principle, keputusan kredit wajib dilaksanakan paling sedikitnya oleh
dua orang dari pihak pertimbangan bisnis dan dari pihak
pertimbangan risiko (IBI, 2014).
3) Prinsip One Obligor
Dalam menyalurkan kredit, Bank sebaiknya menerapkan prinsip one
obligor, dimana dalam prinsip ini jika satu debitur (perusahaan)
berasal atau tergabung dalam satu kelompok debitur (perusahaan)
lainnya maka kredit yang diberikan harus dijumlahkan secara
keseluruhan, sehingga risiko antara satu debitur dengan debitur
lainnya yang masih berada di dalam satu kelompok akan saling
terpengaruhi. Adapun tujuan dari penerapan prinsip ini adalah agar
pinjaman yang diberikan oleh Bank tidak melampaui Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK) yang telah ditetapkan (IBI, 2014).
24

4) Prinsip Konsolidasi Eksposur


Dalam melakukan penyaluran kredit kepada calon debitur, Bank wajib
mengidentifikasi jumlah total pinjaman yang ada pada calon debitur
tersebut, baik pinjaman yang telah diberikan maupun pinjaman yang
baru akan diberikan nantinya.
5) Prinsip Kepatuhan Terhadap Regulasi
Dalam melakukan penyaluran kredit, Bank wajib tunduk dan patuh
terhadap hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh regulator, baik
secara internal maupun eksternal (IBI, 2014).
6) Prinsip Pemantauan Kredit
Bank wajib melakukan pemantauan terhadap kredit yang telah
dicairkan kepada debitur guna melakukan deteksi dan pencegahan
dini terhadap kemungkinan terjadinya gejala kredit bermasalah (IBI,
2014).
2.4.

Evaluasi Oleh Pihak Internal dan Evaluasi Oleh Pihak Eksternal


Evaluasi yang dilakukan pada suatu entitas ataupun program tertentu

merupakan salah satu sarana penting guna mendorong dan meningkatkan kinerja
entitas atau program tersebut pada kegiatan bisnis, pemerintah, ataupun pada
masyarakat (Love, 1991 sebagaimana dikutip dalam Conley-Tayler, 2005). Evaluasi
dapat dilakukan oleh pihak internal maupun pihak eksternal. Evaluasi yang dilakukan
oleh pihak internal merupakan evaluasi yang dilakukan oleh seseorang atau
25

sekelompok orang yang menjadi bagian di dalam sebuah entitas ataupun program
yang akan dievaluasi (Weiss, 1972 sebagaimana dikutip dalam Conley-Tayler, 2005).
Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal merupakan evaluasi yang
dilakukan oleh pihak di luar entitas yang tidak menjadi bagian atau tidak memiliki
keterlibatan dengan entitas atau program yang akan dievaluasi.
Pada umumnya evaluasi yang dilakukan oleh pihak internal dianggap memiliki
kelebihan dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal. Salah
satunya disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki pihak internal tersebut terkait
entitas yang akan dievaluasi, karena pihak internal merupakan pihak yang secara
langsung menjadi bagian dan melakukan berbagai kegiatan operasional pada
organisasi tersebut (Conley-Tayler, 2005). Namun seperti yang dinyatakan oleh
Conley-Tayler (2005), lambat laun kelebihan tersebut dapat ditutupi karena pihak
eksternal dapat memperoleh pengetahuan terkait entitas ataupun program yang
akan dievaluasi seiring dengan tahapan dalam kegiatan evaluasi yang dilakukan.
Di sisi lain, banyak pihak mencari kredibilitas pada suatu kegiatan evaluasi
yang salah satunya terdapat pada tingkat objektifitas dari evaluasi tersebut
(Braskamp et al. 1987; Love 1991; Mathison 1994, sebagaimana dikutip dalam
Conley-Tayler, 2005). Selain itu, menurut Weiss (1972, sebagaimana dikutip dalam
Conley-Tayler, 2005) menyatakan bahwa banyak dari pengguna hasil evaluasi yang
mencari independensi atas hasil evaluasi yang dihasilkan (dilakukan oleh pihak yang
tidak terlibat di dalam entitas atau program yang dievaluasi). Pendapat ini didukung
oleh Conley-Tayler (2005) yang menyatakan bahwa banyak dari pengguna evaluasi
26

yang menganggap bahwa evaluasi yang dihasilkan oleh pihak eksternal lebih bersifat
objektif. Sementara House (1980, sebagaimana dikutip dalam Conley-Tayler, 2005)
menyatakan bahwa walaupun pihak internal berusaha bersikap independen ketika
melakukan evaluasi, namun secara tidak sadar, pihak internal tersebut tidak dapat
sepenuhnya objektif dalam menilai entitas ataupun program yang melibatkan
mereka.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian dari pihak eksternal juga
memiliki peranan penting dalam suatu kegiatan evaluasi untuk memberikan
perspektif baru dan penilaian yang lebih independen dan objektif, guna
menghasilkan feedback (masukan) yang lebih baik bagi sebuah entitas atau program
yang menjadi objek evaluasi.
2.5.

Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi pada penelitian ini

adalah penelitian dari Ruzanna Amanina (2011) dan Amirah Ahmad (2013). Amanina
(2011) melakukan penelitian terkait evaluasi terhadap pengendalian internal dalam
proses pemberian kredit mikro dengan judul Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian
Intern pada Proses Pemberian Kredit Mikro (studi kasus pada PT. Bank Mandiri
(PERSERO) Cabang Maja Pahit Semarang). Tujuan dari penelitian tersebut adalah
untuk mengetahui penerapan sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit
mikro pada Bank Mandiri cabang Majapahit Semarang, dan menilai keefektifan dari
sistem pengendalian internal tersebut.

27

Pada penelitan ini, Amanina (2011) menggunakan teknik pengumpulan data


seperti wawancara, kuesioner, observasi, dan studi pustaka. Disebutkan dalam
penelitian tersebut bahwa metode analisis yang digunakan adalah dengan
menggunakan pendekatan attribute sampling model fixed sample size melalui uji
kepatuhan terhadap dokumen-dokumen kredit. Kesimpulan dari hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa secara umum sistem pengendalian internal yang
dilaksanakan dalam pemberian kredit mikro pada Bank Mandiri cabang Majapahit
Semarang telah memadai dan efektif walaupun masih ditemukan beberapa
kelemahan, seperti salah satunya terdapat kekurangan jumlah personel pada analis
kredit.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Amanina (2011) dengan penelitian
ini adalah, penelitian tersebut masih menggunakan teori pengendalian internal
COSO 1992 yang belum memiliki kodifikasi atas 17 prinsip seperti saat ini. Selain itu,
metode analisis utama yang dilakukan dalam penelitian tersebut bukan dengan
menggunakan perbandingan persepsi melalui kuesioner, melainkan dengan uji
kepatuhan melalui dokumen-dokumen kredit yang ada.
Sementara Ahmad (2013) melakukan penelitian dengan judul Tinjauan
Efektivitas Penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemberian Kredit Pada PT Bank
Mega Cabang Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas
pelaksanaan sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit pada PT Bank
Mega Cabang Makassar.

28

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut di atas adalah jenis
penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Kesimpulan hasil penelitian yang
didapat adalah bahwa sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit yang
dilakukan oleh PT. Bank Mega Cabang Makassar telah berjalan sangat efektif dan
telah memenuhi kelima elemen sistem pengendalian internal.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2013) dengan penelitian
ini adalah, penelitian tersebut masih menggunakan teori pengendalian internal
COSO 1992 yang belum memiliki kodifikasi atas tujuh belas prinsip seperti saat ini.
Selain itu, pada penelitian tersebut pertanyaan terkait kebijakan atau prosedur Bank,
khususnya dalam pemberian kredit, dibuat terpisah (tidak diadaptasi) ke dalam
komponen COSO. Sedangkan bentuk pertanyaan terkait komponen COSO yang
digunakan merupakan bentuk pertanyaan terkait kredit secara umum.

29

BAB 3
METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis

penelitan kualitatif dengan metode evaluasi. Penelitian dengan menggunakan


metode evaluasi merupakan penelitian yang berguna untuk membandingkan atau
mengevaluasi kesesuaian suatu kejadian atau kegiatan dengan standar dan program
yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2003, p.9). Menurut Sugiyono (2003), penelitian
yang bersifat evaluasi berguna untuk menilai dan menjelaskan suatu fenomena yang
sebenarnya terjadi.
3.2.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada BCA, tepatnya pada Divisi Kredit Konsumer

selaku pusat operasional pemberian kredit konsumer di Jabotabek. Dalam penelitian


ini, pengambilan data penelitian difokuskan pada unit operasional pemberian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR).
3.3.

Sumber Data
Terdapat 2 sumber data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1)

Data Primer
Data primer merupakan data atau informasi yang diperoleh oleh
penulis secara langsung dari narasumber ataupun responden. Pada
30

penelitian kali ini data primer didapatkan secara langsung dari


narasumber melalui proses dokumentasi, observasi, wawancara, dan
dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada pihak terkait
pemberian KPR.
2)

Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang didapatkan dari literaturliteratur terkait penelitian, serta dokumen-dokumen lain yang sudah
terlebih dahulu dipublikasikan. Data sekunder pada penelitian ini
adalah data terkait informasi perusahaan yang didapat dari laporan
tahunan yang telah dipublikasikan dan studi pustaka melalui literaturliteratur yang dijadikan sebagai dasar landasan teori penelitian.

3.4.

Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:
1)

Observasi
Teknik pengumpulan data melalui observasi digunakan bila
penelitian berhubungan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala
alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono,
2003, p.139). Dalam penelitian kali ini, digunakan teknik observasi
non-partisipan, dimana penulis tidak terlibat langsung dalam proses
aktivitasnya, namun hanya berlaku sebagai pengamat independen.

31

Hal yang diamati dalam penelitian ini berguna sebagai informasi


tambahan terkait penelitian, seperti salah satunya mengamati
penggunaan aplikasi loan origination system dalam mendukung
kegiatan penyaluran KPR.
2)

Wawancara
Salah satu teknik utama pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan wawancara. Pada penelitian ini, penulis
melakukan

wawancara

dengan

narasumber yang merupakan

karyawan terkait pemberian KPR. Teknik wawancara yang digunakan


dalam penelitian ini adalah teknik wawancara mendalam secara
terstruktur. Dalam wawancara terstruktur, peneliti telah tahu pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh (Sugiyono, 2003, p.130).
3)

Dokumentasi
Pengumpulan data dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan informasi terkait pemberian KPR melalui
dokumen yang ada. Selain itu, data dokumentasi juga didapat melalui
data yang sudah dipublikasikan, seperti laporan tahunan perusahaan.

4)

Kuesioner (angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2003, p. 135).
Pada penelitian ini, kuesioner diisi oleh 30 orang karyawan terkait
32

pemberian KPR dari berbagai unit kerja yang ada (sebagai pihak
internal). Selain itu, kuesioner juga diisi oleh peneliti sebagai pihak
eksternal.
5)

Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan sebagai dasar rujukan yang relevan untuk
menunjang kebutuhan penelitian serta pembahasannya. Dalam
penelitian ini, studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan
literatur-literatur terkait penelitian.

3.5.

Responden Penelitian
Dalam pengumpulan data yang dilakukan untuk mengevaluasi pengendalian

internal di dalam penyaluran KPR, penulis menyebarkan kuesioner kepada


responden yang berada di lingkungan Divisi Kredit Konsumer pada BCA. Adapun
teknik sampling yang digunakan dalam menentukan responden pada penelitian ini
adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik
penentuan sample dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003, p. 78).
Dalam penelitian ini, pertimbangan kriteria dalam menentukan responden
adalah para karyawan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan
penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA. Jumlah responden yang diambil
adalah sebanyak tiga puluh orang yang terbagi ke dalam tiga unit kerja yang ada,
yaitu pemasaran, pemrosesan, dan administrasi.

33

3.6.

Tahapan Analisis Data


Tahapan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Persepsi responden
(karyawan) terhadap
penilaian SPI
berdasarkan COSO
2013
Membandingkan
dan menganalisa
(mengevaluasi)
hasil persepsi
responden dan
peneliti

Kesimpulan &
Rekomendasi

Persepsi peneliti
terhadap penilaian
SPI berdasarkan
COSO 2013

Gambar 3.1 Tahapan Analisis Data


Selain mendapat jawaban dari responden, penulis juga turut mengisi
kuesioner tersebut sebagai bahan perbandingan dan verifikasi atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan di dalam kuesioner tersebut. Dasar penilaian penulis pada
saat mengisi kuesioner tersebut utamanya adalah berdasarkan hasil wawancara dan
kemudian observasi sebagai informasi tambahan guna membandingkan dan
memverifikasi antara jawaban responden dengan hasil penelitian penulis di
lapangan.

34

Pertanyaan yang ada di dalam kuesioner evaluasi tersebut merupakan


pertanyaan tertutup yang berisi 86 pertanyaan dalam bentuk kerangka COSO 2013
yang diadaptasi dari kebijakan dan prosedur Bank. Pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat dalam kuesioner evaluasi tersebut dibangun sebagai instrumen data yang
disesuaikan dengan tujuan pengendalian internal menurut COSO 2013 serta regulasi
eksternal terkait dan diadaptasi berdasarkan pedoman dan prosedur internal Bank.
Pada kuesioner tersebut, responden dan peneliti diberikan enam alternatif
jawaban dalam bentuk skor penilaian interval berdasarkan kategori pemeringkatan
sebagai berikut:
1) Sangat Baik

= Jika skor yang diberikan >80 100

2) Baik

= Jika skor yang diberikan >60 80

3) Cukup Baik

= Jika skor yang diberikan >40 60

4) Kurang Baik

= Jika skor yang diberikan >20 40

5) Tidak Baik

= Jika skor yang diberikan 0 20

6) Tidak Tahu
Pemeringkatan yang digunakan dalam kategori tersebut diatas didasarkan
pada matriks penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang ada pada SEBI No.
15/15/DPNP tahun 2013 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum. Sedangkan skoring penilaian interval yang dibangun dan digunakan peneliti
dimaksudkan agar dapat mengukur bobot atau besarnya nilai pada setiap kategori
pemeringkatan tersebut.

35

Setelah dilakukan penilaian pada kuesioner, baik jumlah jawaban responden


maupun jumlah jawaban penulis dihitung dengan menggunakan perhitungan ratarata sebagai berikut:

Mean (X) =

Selanjutnya hasil dari jawaban responden dan penulis akan dibandingkan,


dianalisis, dan diuraikan sebagai dasar untuk penarikan kesimpulan dan
rekomendasi.
Dalam melakukan interpretasi pemeringkatan terhadap hasil akhir evaluasi
kuesioner, peneliti kembali mengadaptasi interpretasi pemeringkatan yang ada pada
matriks peringkat faktor Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank umum.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam SEBI No. 15/15/DPNP tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, bahwa sistem
pengendalian internal merupakan salah satu dari 11 faktor penilaian GCG. Oleh
karena itu, menurut penulis, matriks peringkat GCG bagi Bank umum tersebut cukup
sesuai untuk diadaptasi sebagai dasar interpretasi atas pemeringkatan hasil evaluasi
kuesioner terkait penerapan pengendalian internal dalam penyaluran KPR pada
penelitian ini. Adapun interpretasi

pemeringkatan hasil evaluasi kuesioner

pengendalian internal yang diadaptasi dari matriks peringkat faktor GCG tersebut
adalah sebagai berikut:

36

Peringkat

Sangat Baik (1)

Baik (2)

Cukup Baik (3)

Kurang Baik (4)

Tidak Baik (5)

Interpretasi

Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan pengendalian


internal yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang
sangat memadai atas prinsip-prinsip pengendalian internal. Apabila terdapat
kelemahan dalam penerapan prinsip pengendalian internal, maka secara umum
kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh
manajemen Bank.
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan pengendalian
internal yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang memadai
atas prinsip-prinsip pengendalian internal. Apabila terdapat kelemahan dalam
penerapan prinsip pengendalian internal, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen
Bank.
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan pengendalian
internal yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang
cukup memadai atas prinsip-prinsip pengendalian internal. Apabila terdapat
kelemahan dalam penerapan prinsip pengendalian internal, maka secara umum
kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup dari
manajemen Bank.
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan pengendalian
internal yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang
kurang memadai atas prinsip-prinsip pengendalain internal. Apabila terdapat
kelemahan dalam penerapan prinsip pengendalian internal, maka secara umum
kelemahan tersebut signifikan dan memerlukan perbaikan yang menyeluruh oleh
manajemen Bank.
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan pengendalian
internal yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang tidak
memadai atas prinsip-prinsip pengendalian internal. Apabila terdapat elemahan
dalam penerapan prinsip pengendalian internal, maka secara umum kelemahan
tersebut sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh manajemen Bank.

Sumber: Peringkat Faktor GCG Bank Indonesia Diolah oleh peneliti


Tabel 3.1 Interpretasi Pemeringkatan Hasil Evaluasi
3.7.

Gambaran Umum Perusahaan

3.7.1. Profil Perusahaan


BCA merupakan salah satu Bank swasta nasional terbesar di Indonesia yang
berdiri pada tahun 1957 dan saat ini memiliki lebih dari 21 ribu karyawan. Pada
tahun 1980an, BCA mulai mengembangkan jaringan kantor cabangnya secara luas
hingga sampai saat ini BCA telah memiliki lebih dari seribu kantor cabang.

37

Berdasarkan laporan tahunan 2014, saat ini BCA memiliki empat kegiatan bisnis
utama yang terbagi ke dalam perbankan cabang, perbankan korporasi, perbankan
individu, serta tresuri dan internasional. Berikut adalah penjelasannya:
1)

Perbankan Cabang
Perbankan cabang merupakan kegiatan bisnis BCA dalam yang
menyediakan layanan transaksi penyelesaian pembayaran dan
penyaluran kredit jenis komersial & UMKM. Layanan penyaluran
kredit jenis komersial dan UMKM merupakan salah satu segmen
kredit yang memberikan kontribusi cukup signifikan pada total
portofolio kredit yang ada di BCA, yaitu sebesar 38,1%.

2)

Perbankan Korporasi
Perbankan korporasi merupakan bisnis yang dimiliki oleh BCA yang
kegiatanya

adalah

menyalurkan

kredit

kepada

perusahaan-

perusahaan besar yang ada di Indonesia. fokus penyaluran kredit jenis


korporasi ini adalah penyaluran ke perusahaan-perusahan terkemuka
di Indonesia yang memiliki reputasi yang sangat baik pada industrinya.
3)

Perbankan Individu
Bisnis perbankan individu yang dimiliki oleh BCA adalah penyaluran
kredit konsumer yang meliputi KPR, Kredit kendaraan Bermotor (KKB),
dan kartu kredit. Dari berbagai jenis kredit yang ada pada kredit
segmen konsumer, jenis kredit yang berkontribusi paling signifikan
terhadap total portofolio kredit konsumer dalah KPR. KPR
38

berkontribusi sebesar 59,2 % terhadap total portfolio kredit


konsumer.
4)

Perbankan Tresuri dan Internasional


Bisnis perbankan tersuri terdiri dari instrumen Bank Indonesia dan
sovereign jangka pendek serta jangka menengah. Sedangkan untuk
bisnis perbankan internasional terdiri dari layanan remittance dan
trade finance.

3.7.2. Struktur Organisasi BCA


Dalam menjalankan bisnisnya, BCA dipimpin oleh Dewan Komisaris dan
Dewan Direksi. Dewan Komisaris dan Dewan Direski tersebut bertugas untuk
melaksanakan fungsi pengawasan dan manajemen pada BCA. Adapun struktur
organisasi BCA secara detail terdapat di dalam gambar berikut ini:

39

40

Sumber: Laporan Tahunan 2014 Diolah Oleh Peneliti


Gambar 3.2 Struktur Organisasi BCA

Dapat dilihat dari gambar struktur organisasi di atas, jabatan tertinggi


diduduki oleh seorang Presiden Direktur. Dengan kata lain, Segala proses bisnis dan
pengambilan strategi akan ditentukan oleh Presiden Direktur. Dalam menjalankan
tugasnya tersebut, presiden direktur dibantu oleh seorang wakil presiden direktur
serta delapan orang direktur lainnya (yang kemudian disebut sebagai dewan direksi).
Delapan direktur tersebut terdiri Direktur Bisnis Korporasi, Direktur Bisnis Perbankan
Individu, Direktur Bisnis Cabang, Direktur Wilayah dan Pendukung Cabang, Direktur
Operasi dan Information Technology (IT), Direktur Kepatuhan, Direktur Manajemen
Risiko, dan Direktur Kredit. Semua kegiatan dan tugas yang dilakukan oleh para
dewan direksi diawasi langsung oleh dewan komisaris. Adapun Divisi Kredit
Konsumer pada struktur organisasi di atas, garis pelaporan dan tanggung jawabnya
berada di bawah perbankan individu.
3.7.3. Struktur Organisasi Divisi Kredit Konsumer (Unit Operasional KPR)
Untuk mendukung kegiatan operasional dalam kegiatan penyaluran kredit
konsumer, divisi kredit konsumer juga memiliki struktur organisasi yang
menggambarkan hubungan kerja dan tanggung jawab yang ada di dalamnya. Berikut
merupakan gambaran umum struktur organisasi yang ada pada Divisi Kredit
Konsumer (unit operasional KPR):

41

42

Sumber: Diolah Oleh Peneliti


Gambar 3.3 Struktur Organisasi Unit
Operasional KPR

Dapat dilihat dari gambar di atas bahwa Divisi Kredit Konsumer dikepalai oleh
seorang Kepala Divisi. Kepala Divisi tersebut membawahi dua bagian di bawahnya,
yaitu Kepala Penjualan Kredit Konsumer dan Kepala Operasi Kredit Konsumer. Di
bawah Kepala Penjualan Kredit, terdapat Biro Pengembangan Bisnis yang
membawahi bagian pemasaran, dimana bagian pemasaran ini kemudian melakukan
koordinasi dengan cabang-cabang yang dipegangnya dalam hal melakukan penjualan
kredit ataupun kerjasama dengan developer.
Biro yang di bawahi oleh Kepala Operasi Kredit adalah Biro Pemrosesan.
Dimana Biro Pemrosesan tersebut membawahi bagian analis dan bagian
administrasi. Tim analis terdiri dari para analis yang bertugas melakukan prescreening dan analis keuangan/kelayakan calon debitur, serta para analis yang
bertugas melakukan penilaian agunan (appraisal). Kemudian terdapat tim
administrasi yang memiliki dua tim di dalamnya. Tim satu bertugas melakukan
pengikatan kredit dan menangani feedback dari nasabah, sedangkan tim dua
berkoordinasi

dengan

cabang

dalam

melakukan

pemantauan

kelancaran

pembayaran debitur (collection), serta melakukan dokumentasi atas dokumendokumen kredit. Dalam pengambilan responden penelitian, peneliti mengambil
responden yang berada pada level tiga, yaitu staf pemasaran, pemrosesan, dan
administrasi.
3.7.4. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BCA
KPR pada BCA merupakan jenis kredit yang ada di dalam segmen kredit
konsumer. Kredit ini merupakan kredit jangka panjang berjaminan dan bersifat non43

revolving. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, KPR merupakan salah satu
jenis kredit dengan kontribusi terbesar di dalam portfolio kredit konsumer, yaitu
sebesar 59,2% pada tahun 2014.
Dalam strategi pemasaran dalam pemberian KPRnya, BCA mengandalkan
jaringan kantor cabangnya yang luas dan juga melalui beberapa kantor pusat kredit
konsumer di beberapa kota-kota besar Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan
tahun 2014, dikatakan bahwa referensi kantor cabang merupakan pendukung utama
bisnis KPR pada BCA, karena sebagian besar aplikasi KPR yang diajukan berasal dari
referensi kantor cabang.
Berdasarkan laporan tahunan BCA pada tahun 2014, tercatat pertumbuhan
portfolio KPR BCA adalah sebesar 3,2%. Adapun pertumbuhan tersebut terjadi pada
triwulan IV tahun 2014, dimana empat triwulan sebelumnya, pertumbuhan KPR yang
dimiliki BCA cenderung datar. Hal tersebut terjadi karena pengaruh kondisi ekonomi
yang kurang kondusif dan suku bunga yang tinggi pada tahun 2014. Dengan
demikian, BCA berusaha semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dan
pengendalian internal yang intensif pada proses pemberian KPRnya, agar KPR yang
disalurkan dapat bertahan pada level yang sehat dan aman.
3.7.5. Ketentuan dan Persyaratan Umum Terkait Pemberian KPR
Terdapat ketentuan dan persyaratan umum yang harus dipatuhi oleh calon
debitur, maupun para pihak terkait pemberian KPR, seperti persyaratan umum calon
debitur, persyaratan kelengkapan dokumen, dan ketentuan Loan To Value (LTV) yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
44

3.7.5.1 Ketentuan Umum Calon Debitur


Terdapat beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh (calon)
debitur KPR BCA:
Kriteria
Cakap Hukum
Warga Negara Indonesia

Karyawan
x

Profesional
x

Pengusaha
x

Tidak dalam keadaan pailit

Usia Minimal 21
tahun/telah menikah

Total pengalaman kerja 2


tahun (min. 1 tahun di
perusahaan terakhir)

Pengalaman min 2 tahun di


bidang yang sama

Sumber: Pedoman KPR BCA Diolah Oleh Peneliti


Tabel 3.2 Ketentuan Umum Calon Debitur
3.7.5.2. Persyaratan Kelengkapan Dokumen
Ketika akan mengajukan permohonan KPR, calon debitur diwajibkan untuk
melengkapi dokumen persyaratan sebagai berikut:

45

Sumber: Pedoman KPR BCA Diolah Oleh Peneliti


Tabel 3.3 Persyaratan Dokumen Permohonan KPR
Tabel di atas merupakan daftar dokumen yang harus dilengkapi oleh calon
debitur ketika akan mengajukan permohonan kredit konsumer, khususnya KPR di
BCA. Secara umum, dokumen-dokumen persyaratan KPR di atas hampir seluruhnya
telah sesuai dengan yang telah disebutkan oleh Bank Indonesia dalam lampiran
dokumen edukasi perbankan.
3.7.5.3. Ketentuan Loan To Value (LTV)
Berdasarkan BCA, jangka waktu untuk pemberian fasilitas KPR adalah
maksimal 20 tahun atau maksimal 2 tahun sebelum HGB jatuh tempo (dipilih yang
terlebih dahulu datang), dan tidak dapat diperpanjang. Nilai plafon yang diberikan
untuk fasilitas KPR terbagi menjadi 2, yaitu untuk karyawan BCA dan untuk debitur46

non karyawan. Untuk debitur yang merupakan karyawan, maka nilai plafon yang
diberikan adalah minimal 25 Juta Rupiah dan maksimal 5 Milyar Rupiah. Sedangkan
untuk debitur regular, nilai plafon yang yang diberikan adalah minimal 50 Juta
Rupiah dan maksimal sampai dengan 50 Milyar Rupiah. Ketika menentukan plafon
dalam pemberian KPR, BCA menggunakan prinsip konsolidasi eksposur, yang
berguna untuk untuk mengetahui total kredit yang diperoleh debitur dengan
menjumlahkan kredit yang telah dan akan diberikan Bank kepada debitur tersebut.
Dalam pemberian plafon, maka harus dilihat ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia terkait penetapan LTV. Penetapan LTV yang
diberikan oleh BCA mengikuti ketetapan terkini yang ditentukan, yaitu Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 17/10/PBI tahun 2015 tentang Rasio Loan to Value atau
Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka
untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotorebagai berikut:
Tipe Properti (m2)
Rumah Tapak

II

III

80%

70%

60%

80%

70%

Rumah Susun
Tipe > 70

80%

70%

60%

Tipe 22 - 70

90%

80%

70%

80%

70%

80%

70%

Tipe > 70
Tipe 22 - 70
Tipe 21

Tipe 21
Ruko/Rukan

Sumber: Peraturan Bank Indonesia No.17/10/PBI Diolah Oleh Peneliti


Tabel 3.4 Ketentuan LTV
47

Adapun menurut PBI No. 17/10/PBI tahun 2015 tentang Rasio Loan to Value
atau Rasio Financing to Value, persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin
menerapkan rasio LTV yang lebih besar tersebut adalah Bank harus memiliki NPL
gross kurang dari 5%. Jika Bank tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, maka
Bank harus menerapkan rasio LTV yang lebih kecil 10% dari yang telah ditentukan di
atas.

48

BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1.

Alur Proses Pemberian dan Pemeliharaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)


Di dalam kegiatan penyaluran KPR terdapat dua hal yang perlu diperhatikan,

yaitu proses pemberian KPR dan proses pemeliharaan KPR. Proses pemberian KPR
adalah serangakaian proses yang harus dilewati sebelum kredit terealisasi.
Sedangkan proses pemeliharaan KPR adalah proses pengawasan yang dilakukan
ketika kredit telah terealisasi. Dalam penelitian ini, proses pemeliharaan KPR hanya
akan diuraikan hingga tingkat kolektibilitas 2. Berikut merupakan masing-masing
penjelasan terhadap alur kedua proses tersebut.
4.1.1 Proses Pemberian KPR
Pada proses pemberian KPR, terdapat serangkaian prosedur yang harus
dilewati oleh calon debitur. Serangkaian prosedur tersebut dimulai dari tahap
inisiasi, analisis kredit, pemutusan kredit, pengikatan kredit, pencairan kredit
(disbursement), hingga proses dokumentasi kredit. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh penulis, adapun gambaran flowchart alur pemberian KPR Pada
BCA adalah sebagai berikut:

49

Flowchart Proses Pemberian KPR


Debitur

AO Cabang

mulai

Dokumen
yang
disyaratkan

Marketing

Dokumen
yang
disyaratkan

Analis

cek kelengkapan
data dan dokumen
calon debitur

Staff Appraisal

KJPP

Reviewer (kepala
Biro Pemrosesan)

Pejabat Pemutus

Administrasi Kredit 1

Notaris

Administrasi Kredit
2

Cabang

Melakukan pendebitan
rekening debitur untuk
biaya2, dan melakukan
pengkreditan untuk
realisasi

Proses analisa
kelayakan nilai
agunan

Surat
Penolakan

Surat
Penawaran
proses pengikatan
kredit dan agunan

Mengajukan
permohonan
kredit (Inisiasi)

Belum

Apakah sudah
lengkap?

Registrasi
aplikasi calon
debitur pada
sistem LOS

Data &
dokumen
identitas dan
keuangan
calon
debitur

sudah

Dokumen
yang
disyaratkan

Data &
dokumen
agunan
calon
debitur

Verifikasi
Kelengkapan
kedalam sistem
LOS

Proses validasi &


verifikasi aspek
legalitas debitur
A

Memeriksa legalitas
dokumen agunan ke
BPN

Selesai

ditolak

Berkoordinasi

Data &
Dokumen
Pengikatan

Selesai

disetujui

Hasil
Penilaian
yang telah
diverifikasi

berkoordinasi
keputusan atas
permohonan
kredit

Melakukan Order
Ke Notaris

E
diarsip

Apakah valid?
Tidak
Surat
Penawa
ran

Selesai

tidak

Surat
Penolak
an

Diarsip

Apakah valid?

Dosir Kredit

Ya
Ter-uodate di
LOS

Ya

Apakah Setuju?

Tidak

Proses analisa
kelayakan (melalui
BI checking, profil
risiko, perhitungan
keuangan, dsb)

Proses analisa
kelayakan nilai
agunan

Ya

Ter-update di
LOS

Review dan
Verifikasi hasil
penilaian agunan

Mereview dan
verifikasi hasil
analisa
permohonan KPR,
serta memberikan
rekomendasi

Input data
untuk realisasi

Phase

Menerima Realisasi
Kredit

Hasil analisa
kelayakan
calon
debitur &
agunan

Berita Acara
Pemeriksaan
(BAP) yang
telah
terverifikasi

Ter-Update di
LOS

Sumber: Diolah Oleh Peneliti


Gambar 4.1 Alur Proses Pemberian KPR
50

Berikut adalah penjelasan alur proses pemberian KPR pada BCA yang
digambarkan di atas:
1) Tahap Inisiasi
Pada tahap ini calon debitur mengajukan permohonan kredit dengan
menyertakan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan serta form aplikasi
kredit kepada Account Officer (AO) di Cabang. Setelah itu, AO melakukan
registrasi terhadap calon debitur tersebut pada aplikasi Loan Origination
System (LOS).
Setelah proses registrasi data, data beserta dokumen-dokumen tersebut
diteruskan ke bagian pemasaran di divisi kredit konsumer. Setelah
diterima, maka data akan diperiksa kelengkapannya. Jika terdapat data
ataupun dokumen yang kurang memadai maka akan dilakukan penolakan
ke tahap selanjutnya. Jika data sudah lengkap maka data akan diteruskan
kepada analis (data personal dan keuangan) dan staf appraisal (data
agunan) untuk dilakukan verifikasi terkait kebenarannya.
2) Tahap Penilaian (Analisis)
Setelah dilakukan verifikasi terhadap kebenaran data calon debitur dan
data tersebut sudah valid, maka pada tahap selanjutnya analis melakukan
data entry dokumen yang akan dianalisis ke dalam aplikasi LOS untuk
dilakukan analisa terhadap kelayakan calon debitur. Selain itu, analis juga
51

melakukan input ke BI checking untuk memperoleh informasi yang lebih


lengkap terkait calon debitur. Adapun lingkup analisa yang digunakan di
dalam proses analisa kelayakan calon debitur adalah analisa status calon
debitur, analisa kreditbilitas calon debitur, dan analisa peringkat risiko
kredit.
Untuk analisis agunan, setelah dokumen agunan diterima dan dilakukan
pre-screening oleh staf appraisal maka selanjutnya akan dilakukan order
kepada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna berkoordinasi untuk analisis
atas kelayakan nilai agunan. Setelah terdapat hasil analisis agunan yang
telah diverifikasi oleh KJPP, maka staf appraisal akan membuat laporan
atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan menyertakan hasil verifikasi
oleh KJPP dan kemudian diserahkan kepada analis. Tahap analisa agunan
ini hanya dilakukan untuk KPR tanpa kerjasama dengan developer. Untuk
KPR dengan kerjasama developer, maka penilaian agunan adalah sama
dengan daftar harga terbaru dari developer.
3) Tahap Verifikasi Hasil Analisis
Setelah terdapat hasil analisa kelayakan calon debitur, serta analis sudah
menerima BAP analisis agunan, maka analis akan menginput seluruh hasil
analisa tersebut ke dalam LOS sebagai bagian dari hasil analisa kredit.
Kemudian hasil analisa kredit tersebut diteruskan kepada reviewer

52

(dalam hal ini adalah Kepala Biro Pemrosesan) untuk dilakukan review
dan verifikasi atas hasil analisa kredit tersebut.
4) Tahap Underwriting dan Approval
Setelah Kepala Biro Pemrosesan melakukan review dan verifikasi
terhadap hasil analisis kredit maka hasil review tersebut akan diteruskan
kepada pejabat pemutus kredit yang berwenang untuk dilakukan
keputusan kredit.
5) Tahap Pemutusan Kredit
Setelah keputusan kredit diumumkan oleh pejabat pemutus, maka bagian
administrasi akan membuatkan Surat Pemberitahuan Pemutusan Kredit
(SPPK) untuk calon debitur yang diberikan melalui surat resmi yang telah
diverifikasi oleh pejabat pemutus. Jika kredit ditolak, maka surat tersebut
harus memperinci secara jelas terkait alasan penolakan. Jika kredit
diterima, maka surat tersebut harus menjelaskan secara rinci hal-hal
terkait penawaran yang diberikan. Kemudian (apabila permohonan
diterima) jika calon debitur tidak setuju atas penawaran yang diberikan
maka akan dilakukan review ulang oleh analis. Tetapi jika calon debitur
setuju maka akan dilakukan order notaris yang telah ditunjuk Bank untuk
melakukan akad atau pengikatan kredit dan agunan.

53

6) Tahap pengikatan Kredit


Tahap pengikatan kredit dan agunan dihadiri oleh notaris, debitur (tidak
boleh diwakilkan atau dikuasakan), dan petugas kredit (dalam hal ini unit
administrasi dari Divisi Kredit Konsumer bagian pengikatan dan customer
respond serta pemasaran atau kepala pemasaran cabang yang
bersangkutan) di kantor notaris untuk dilakukan verifikasi ulang atas
identitas diri debitur dan penandatanganan perjanjian kredit dan
perjanjian jaminan oleh debitur.
7) Tahap Dokumentasi Kredit
Setelah dilakukan pengikatan kredit maka semua dokumen terkait proses
pemberian kredit didokumentasikan ke dalam dosir kredit oleh bagian
administrasi bagian collection dan dokumentasi. Dosir kredit terbagi
menjadi dua, yaitu dosir asli (dosir yang berisi dokumen asli agunan dan
perjanjian perkreditan) serta dosir harian (dosir yang berisi dokumen
administratif lainnya terkait pemberian kredit.
8) Tahap Realisasi Kredit
Setelah dilakukan pengikatan dan dokumentasi maka bagian administrasi
akan melanjutkan penginputan data finansial terkait realisasi kredit
sesuai dengan dokumen perjanjian kredit pada LOS. Setelah itu, akan
dilakukan koordinasi realisasi kredit dengan cabang melalui pendebetan
54

biaya-biaya terlebih dahulu (seperti biaya provisi, asuransi, dan


administrasi) pada rekening debitur dan kemudian dilanjutkan dengan
pengkreditan terhadap pinjaman ke dalam rekening yang digunakan
debitur.
4.1.2 Proses Pemeliharaan (Pengawasan) KPR
Setelah kredit terealisasi maka tugas selanjutnya adalah untuk mengawasi
kelancaran pembayaran debitur terhadap kredit tersebut agar dapat mendeteksi lebih
dini jika ditemukan gejala kredit bermasalah, dan melakukan tindakan yang diperlukan.
Adapun tugas pemeliharaan dan pengawasan pada penelitian ini hanya akan dijelaskan
hingga tingkat kolektibilitas 2, karena untuk kolektibilitas 3 dan seterusnya, proses
pemeliharaan atau tindakan penyelesaian sudah dialihkan kepada Biro Penyelamatan
Kredit yang di bawahi oleh Direktur Manajemen Risiko. Berikut merupakan gambaran
flowchart dalam proses pemeliharaan KPR sampai dengan status kolektibilitas 2:

55

Flowchart Pemeliharaan dan Pengawasan KPR Sampai Dengan Kolektibilitas 2


Kepala Cabang/
Collection

Divisi IT

Debitur

Cabang

Pembayaran
Mulai

Data history
pembayaran
debitur (terupdate setiap
hari) beserta
status
kolektibilitas

Database
History
Pembayaran
Debitur (update
setiap hari)

Menerima reminder
secara otomatis
setiap mendekati
tanggal jatuh tempo

Menerima
pembayaran
debitur (melalui
auto debet
rekening)

Terlambat bayar 1-30 hari

B, C,
D, E

Status kolektibilitas
menurun ke
kategori 2,
menerima
peringatan via
telepon
Terlambat bayar 31-60 hari

Menerima Surat
Peringatan 1

Terlambat bayar 61 90 hari


E

Menerima Surat
peringatan 2

Phase

Selesai

Sumber: Diolah Oleh Peneliti


Gambar 4.2 Alur Pemeliharaan dan Pengawasan KPR Hingga Kolektibiltas 2
56

Setelah kredit terealisasi, maka kelancaran pembayaran debitur akan di


monitoring setiap harinya setelah periode pembayaran di bulan berikutnya. Pada tahap
ini, setiap bulannya debitur akan menerima notifikasi melalui pesan singkat sebagai
pengingat akan tanggal pembayaran angsuran. Baik ketika debitur membayar tepat
waktu ataupun mengalami keterlambatan, maka data kelancaran pembayaran debitur
tersebut (beserta tingkat kolektibilitasnya) akan masuk ke dalam sebuah sistem yang
dikelola oleh divisi teknologi Informasi BCA. Setiap harinya data tersebut akan
diperbaharui dan didistribusikan kepada kepala cabang tempat debitur mengajukan
permohonan dan bagian collection yang ada pada divisi kredit konsumer. Melalui data
tersebut, Kepala Cabang dan unit administrasi bagian collection dapat memantau
kelancaran pembayaran debitur setiap harinya dan melakukan tindakan yang diperlukan
ketika terjadi keterlambatan.
Divisi Kredit konsumer memiliki kewenangan atas pengawasan dan tindakan
penyelesaian kredit hingga status kolektibilitas 2. Jika debitur mengalami keterlambatan
dalam melakukan pembayaran (masuk dalam kolektibilitas 2) maka terdapat peringatan
yang akan diberikan kepada debitur tersebut secara bertahap, mulai dari peringatan
melalui telepon untuk keterlambatan 1 sampai dengan 30 hari, surat peringatan 1 untuk
keterlambatan 31 sampai dengan 60 hari), dan surat peringatan 2 untuk keterlambatan
61 sampai dengan 90 hari.

57

4.2.

Hasil Evaluasi Penerapan Pengendalian Internal Dalam Kegiatan Penyaluran


KPR Divisi Kredit Konsumer BCA
Untuk mengetahui keefektifan pengendalian internal yang diterapkan di dalam

kegiatan penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA, dilakukan pengisian
kuesioner oleh beberapa responden yang merupakan karyawan terkait pemberian KPR.
Pengisian kuesioner juga dilakukan oleh peneliti. Adapun pertanyaan kuesioner tersebut
diadaptasi dari kebijakan dan prosedur Bank, dan kemudian disesuaikan berdasarkan
komponen pengendalian internal dari COSO 2013. Penyebaran kuesioner dimaksudkan
untuk mengetahui serta membandingkan persepsi responden (sebagai pihak internal)
dan persepsi peneliti (sebagai pihak eksternal yang melakukan wawancara, observasi,
dan dokumentasi dilapangan) terhadap kecukupan pengendalian internal yang ada.
Berdasarkan perbandingan jawaban yang dihasilkan oleh responden dan penulis,
berikut merupakan hasil evaluasi terhadap pengendalian internal yang diterapkan dalam
kegiatan penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA:
4.2.1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan komponen dasar yang melandasi
komponen-komponen

lainnya

dalam

pengendalian

internal.

Pada

lingkungan

pengendalian, entitas diharapkan dapat membangun lingkungan yang memadai untuk


mendorong pelaksanaan pengendalian internal yang efektif. Agar dapat menciptakan
suatu lingkungan pengendalian yang memadai maka diperlukan hal-hal pendukung yang
58

tercermin dalam lima prinsip lingkungan pengendalian, yaitu integritas dan nilai etik,
tanggung jawab pengawasan, komitmen terhadap kompetensi, struktur organisasi, dan
mendorong akuntabilitas.
Dalam komponen lingkungan pengendalian, terdapat perbedaan penilaian
antara responden dengan peneliti, dimana responden menilai komponen ini dengan
skor 81,68 (sangat baik), dan peneliti menilai komponen ini dengan skor 79, 83 (baik).
Berikut pada tabel 4.1 merupakan ikhtisar evaluasi untuk komponen lingkungan
pengendalian:

59

60

Lingkungan
Pengendalian

Komponen

Terdapat sanksi yang sedikit kurang tegas


terkait performa negatif yang dilakukan
karyawan.

Terdapat 1 defisiensi yang ditemukan dalam


prinsip ini.

78.33

79.83

80.54

81.68

Mendorong Akuntabilitas

Total

Tabel 4.1 Ikhtisar Evaluasi Lingkungan Pengendalian

Sumber: Diolah Oleh Peneliti

Terdapat defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini. Namun defisiensi tersebut kurang
signifikan karena telah ditutupi oleh pemenuhan atas hal-hal yang lebih penting dan mendasar
serta hingga saat ini tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada dan.
sehingga secara umum defisiensi ini dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak terdapat bentuk sosialisasi tertulis


(dokumentasi) atas struktur organisasi divisi
bagi para karyawan.

Terdapat 1 defisiensi yang ditemukan dalam


prinsip ini.

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

77.33

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

82.00

79.87

Struktur, Otoritas, dan


Tanggung Jawab

82.00

Terdapat sanksi yang sedikit kurang tegas


terkait tingkat kehadiran dan keterlambatan.

Terdapat 1 defisiensi yang ditemukan dalam


prinsip ini.

82.58

82.51

Tanggung Jawab
Pengawasan

79.88

Deficiency

Gap Analysis

Komitmen Terhadap
Kompetensi

82.88

Prinsip

Hasil Evaluasi
Responden Peneliti

Integritas dan Nilai Etik

COSO

4.2.1.2 Integritas dan Nilai Etik


Integritas dan nilai etik merupakan hal penting yang mencerminkan komitmen
yang dimiliki oleh karyawan dalam berperilaku dan menjalankan tugasnya sesuai dengan
nilai etik dan pedoman yang dibangun oleh Bank. Dalam hal ini, BCA sudah memiliki
pedoman etika dan perilaku (code of conduct) yang sangat memadai. Selain
dikomunikasikan secara lisan, pedoman perilaku (code of conduct) tersebut juga
dikomunikasikan secara tertulis kepada seluruh karyawan melalui penerbitan sebuah
buku saku yang mengatur kode etik, tata tertib, dan perilaku karyawan, dan juga
disosialisasikan melalui soft copy yang diterbitkan dalam website Good Corporate
Governance BCA. Dengan demikian, para karyawan dapat membuka kembali isi
pedoman perilaku tersebut sebagai kapan saja dan dimana saja. Setelah buku saku
tersebut dibagikan pertama kali pada saat seseorang resmi menjadi karyawan BCA,
maka karyawan wajib menandatangani pernyataan bahwa mereka telah memahami,
dan berjanji untuk menaati serta menjalankan pedoman perilaku tersebut sebagai
tuntunan dalam berperilaku sehari-hari sebagai bagian dari BCA.
Para atasan juga selalu menjadi role model bagi para karyawan dalam hal
mematuhi pedoman etika dan perilaku tersebut. Hal ini tercermin dari peran atasan
yang selalu mengingatkan para karyawan terkait hal-hal yang berhubungan dengan kode
etik dan pedoman berperilaku pada saat briefing pagi, dan kemudian selalu
mencontohkan hal-hal utama yang berkaitan dengan kode etik sesuai dengan yang telah
61

diatur, seperti tidak boleh menerima gratifikasi, patuh pada undang-undang dan
pedoman kerja yang berlaku, tidak terlibat tindakan perjudian atau tindakan spekulatif,
dan sebagainya. Walaupun ada kalanya terjadi ketidaksesuaian dalam hal menaati jam
kerja (datang terlambat), namun hal tersebut dinilai tidak signifikan, karena hanya
terjadi sesekali (jarang) dan hingga saat ini tidak mempengaruhi proses bisnis yang ada.
Evaluasi penilaian kepatuhan karyawan terhadap pedoman etika dan perilaku
selalu dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali dan menjadi bagian dari penilaian
kinerja. Selanjutnya, setelah satu tahun, penilaian tersebut akan diakumulasikan sebagai
penentuan nilai akhir kinerja karyawan. Pengenaan sanksi yang diberlakukan jika terjadi
penyimpangan terhadap pedoman etika dan perilaku dinilai sudah baik sesuai dengan
keseriusan tingkat pelanggaran. Pengenaan sanksi dimulai dari teguran lisan, surat
teguran, surat peringatan, demosi, hingga yang paling berat adalah diberikan sanksi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tetapi, peneliti menilai adanya sanksi yang sedikit kurang tegas dalam hal
pengenaan sanksi terkait tingkat kehadiran dan keterlambatan. Dalam hal sanksi terkait
tingkat kehadiran dan keterlambatan, karyawan baru akan diberikan surat teguran jika
tidak hadir tanpa alasan yang dapat dibenarkan sebanyak lima kali berturut-turut dalam
waktu tiga bulan, dimana sebelumnya karyawan hanya diberikan teguran secara lisan.
Menurut peneliti, hal tersebut dinilai menjadi defisiensi, karena kedepannya berpotensi
membuat karyawan mengesampingkan pentingnya kedisiplinan dalam hal tingkat
62

kehadiran dan jam kerja, sehingga dapat berisiko akan memperlambat waktu service
level yang diberikan nantinya. Adapun jenis defisiensi yang ada pada defisiensi tersebut
adalah design control deficiency yang merupakan defisiensi yang ada pada desain sistem
pengendalian internal. Namun hal tersebut dinilai tidak signifikan karena masih
tertutupi oleh adanya mekanisme kontrol dan peringatan dalam bentuk teguran lisan
dan coaching dari atasan terkait serta pemberian rewards bagi karyawan yang menaati
pedoman perilaku dan kode etik tersebut, sehingga sampai saat ini tidak berpengaruh
terhadap kinerja bisnis dan pencapaian tujuan yang ada.
4.2.1.1 Tanggung Jawab Pengawasan
Dalam hal tanggung jawab pengawasan, responden dan peneliti menilai prinsip
ini dengan sangat baik. Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip ini.
Pengawasan yang dilakukan

(baik dari pusat maupun dari internal divisi kredit

konsumer) terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal dalam penyaluran


KPR dan kepatuhan atas peraturan eksternal regulator dinilai sudah sangat memadai.
Pada umumnya, atasan terkait mengawasi kepatuhan akan pelaksanaan pedoman dan
prosedur internal yang dilakukan oleh karyawan setiap hari melalui laporan hasil
pekerjaan yang diberikan.

Selain itu, juga terdapat pengawasan independen dan

objektif yang rutin dilakukan oleh Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) bekerjasama
dengan Satuan Kerja Kepatuhan (SKK) serta Komite Kebijakan Perkreditan (KKP) melalui
review secara berkala setiap enam bulan sampai dengan satu tahun sekali untuk
63

memeriksa kepatuhan atas pelaksanaan pedoman dan prosedur yang dijalankan dalam
penyaluran KPR. Laporan hasil review tersebut selanjutnya akan diserahkan kepada
Direksi, sehingga secara tidak langsung Direksi turut melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pedoman dan prosedur internal yang dijalankan. Selanjutnya, pengawasan
atas implementasi pedoman manajemen risiko kredit yang diterapkan dalam penyaluran
KPR juga dilakukan secara berkala oleh Komite Manajemen Risiko yang secara khusus
dilakukan dalam hal mengawasi dan mengembangkan sistem credit risk scoring untuk
pemeringkatan profil risiko debitur.
Para pejabat atau atasan yang melakukan pengawasan di dalam lingkungan divisi
kredit konsumer merupakan seorang yang sangat independen terhadap karyawan yang
di bawahinya. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak adanya para pejabat ataupun atasan
yang memiliki hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan apapun dengan para
karyawan. Hubungan antara pejabat ataupun atasan dengan para karyawan adalah
murni hubungan profesionalitas pekerjaan, karena pada BCA terdapat peraturan bahwa
antara sesama karyawan maupun dengan pejabat atau atasan di dalam satu divisi atau
unit kerja tidak boleh ada yang memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan.
4.2.1.3 Struktur, Otoritas, dan Tanggung Jawab
Struktur organisasi pada penelitian ini dapat dilihat ke dalam dua bagian, yaitu
struktur organisasi yang menggambarkan hubungan wewenang, tanggung jawab, dan
koordinasi antara kantor pusat dengan divisi kredit konsumer, dan struktur organisasi
64

yang menggambarkan hubungan wewenang, tanggung jawab, dan koordinasi unit


operasional KPR di dalam divisi kredit konsumer itu sendiri.
Pada Divisi Kredit Konsumer BCA, sudah terdapat struktur organisasi yang sangat
memadai dan menggambarkan jalur wewenang, tanggung jawab, dan koordinasi kerja
yang ada di dalam divisi kredit konsumer. Struktur organisasi tersebut menggambarkan
hubungan pelaporan antara pejabat atau atasan dengan para karyawan, dan hubungan
koordinasi antar fungsi dan koordinasi dengan kantor cabang. Adapun gambaran dan
penjelasan struktur organisasi tersebut sudah dijelaskan di Bab 3. Untuk struktur
organisasi perusahaan secara umum yang menggambarkan hubungan antara pusat
dengan divisi kredit konsumer, juga sudah terdapat struktur organisasi yang
menggambarkan jalur wewenang, tanggung jawab, dan koordinasi yang sangat
memadai. Adapun gambaran dan penjelasan struktur organisasi tersebut sudah
dijelaskan di Bab 3.
Sosialisasi terkait struktur organisasi perusahaan secara umum (maupun
perubahannya), telah dilakukan secara lisan dan dengan jelas, baik pada masa orientasi
ata pelatihan sebelum menjadi karyawan baru, maupun pada saat event-event internal.
Selain itu, stuktur organisasi tersebut juga telah disosialisasikan secara tertulis atau
dokumentasi yang dapat diakses oleh seluruh karyawan. Namun, untuk struktur
organisasi divisi (maupun perubahannya), sosialisasi hanya dilakukan secara lisan. Para
karyawan telah dijelaskan dan diperkenalkan kepada seluruh anggota unit operasional
65

terkait di dalam divisi (termasuk setiap anggota baru), agar karyawan dapat memahami
hubungan kerja (hubungan pelaporan dan koordinasi) dan anggota-anggota di
dalamnya. Namun demikian, tidak ada sosialisasi secara tertulis atau dokumentasi untuk
struktur organisasi divisi secara luas. Menurut peneliti, hal tersebut dapat menimbulkan
kesalahpahaman dan kesalahan koordinasi akibat kurangnya informasi yang jelas secara
tertulis diantara karyawan karena mereka hanya mengetahui atau mengenali struktur
dan koordinasi pada unit operasionalnya sehari-hari saja. Adapun jenis defisiensi yang
ada pada defisiensi tersebut adalah design control deficiency yang merupakan defisiensi
yang ada pada desain sistem pengendalian internal. Namun hal tersebut dinilai tidak
signifikan karena masih tertutupi oleh pemenuhan pengendalian internal yang baik oleh
komponen lainnya, seperti adanya sosialisasi atas struktur organisasi divisi serta
perubahannya secara lisan yang dilakukan dengan jelas sehingga sampai saat ini tidak
berpengaruh terhadap kinerja bisnis dan pencapaian tujuan yang ada.
4.2.1.4 Komitmen Terhadap Kompetensi
Kecukupan atas pelatihan dan edukasi yang diberikan kepada karyawan baru
yang akan ditempatkan ke dalam divisi kredit konsumer (khususnya unit operasional
KPR) terkait hal-hal dasar yang berhubungan dengan KPR telah dilakukan dengan sangat
memadai. Tidak ada defisiensi yang ditemukan pada prinsip ini. Hal tersebut tercermin
dengan adanya program pelatihan komprehensif, termasuk di dalamnya in-class training
dan on the job training selama satu tahun penuh yang harus diselesaikan oleh para
66

calon karyawan baru sebelum ditempatkan pada unit kerja atau posisinya masingmasing. Selama masa pelatihan tersebut akan diadakan uji kompetensi secara berkala
guna mengetahui sejauh mana perkembangan pengetahuan dan kemampuan yang
dikembangkan oleh karyawan baru. Hal tersebut bertujuan untuk menyaring karyawan
yang berkualitas dan potensial.
Selain pelatihan untuk karyawan baru, pelatihan berkelanjutan terkait
manajemen perkreditan (seperti pemasaran, pengetahuan terkait manajemen risiko
kredit, kemampuan analisis, dan sebagainya) juga dilakukan bagi para karyawan lama.
Pelatihan tersebut rutin dilakukan secara berkala setiap tahunnya melalui pusat
pelatihan (learning centre) yang dimiliki oleh Bank. Pada tahun 2014, tercatat pelatihan
terkait manajemen perkreditan yang dilakukan oleh BCA adalah sebanyak 84 kelas yang
terbagi ke dalam beberapa angkatan dari seluruh Indonesia. Disamping pelatihan
berkelanjutan secara langsung, juga terdapat pelatihan berkelanjutan berbasis teknologi
yang disebut dengan e-learning. Dalam pelatihan secara online tersebut, terdapat
materi-materi ter-update dan relevan (termasuk materi yang berkaitan dengan
perkreditan KPR) yang dijadikan bahan pembelajaran dan pelatihan bagi para karyawan.
Pembelajaran melalui program e-learning tersebut dinilai sangat memudahkan para
karyawan untuk dapat secara cepat dan efisien kapanpun mereka membutuhkan akses
terkait materi-materi pelatihan tersebut langsung dari kantor.

67

Khusus untuk para karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu, selalu
dilakukan pelatihan terkait hal-hal yang bersifat manajerial. Pelatihan tersebut
merupakan program pelatihan kepemimpinan yang di dalamnya terdapat pelatihan
terkait leadership, pengembangan kepribadian, dan praktik coaching. Pada tahun 2014,
tercatat pelatihan terkait manajerial kepemimpinan dan pengembangan diri yang
dilakukan oleh BCA adalah sebanyak 730 kelas yang terbagi ke dalam beberapa
angkatan dari seluruh Indonesia.
4.2.1.5 Mendorong Akuntabilitas
Dalam kegiatan penyaluran KPR diperlukan hal-hal yang dapat mendorong
tanggung jawab kinerja para karyawan, seperti job description yang disosialisasikan
secara jelas, penilaian kinerja yang dilakukan secara berkala, rewards ataupun intensif
bagi kinerja yang positif dan sanksi bagi kinerja yang negatif.
Job description untuk para karyawan selalu didokumentasikan baik secara lisan
maupun tertulis. Job description dikomunikasikan secara lisan pada saat pelatihan
karyawan baru. Selain itu, job description juga dikomunikasikan secara tertulis melalui
dokumentasi yang terdapat di website internal yang dapat diakses oleh para karyawan,
sehingga dapat memudahkan karyawan untuk lebih memahami tanggung jawab
pekerjaannya.

68

Disamping itu, juga sudah terdapat penilaian kinerja dengan pengukuran


financial dan non-financial. penilaian kinerja dengan pengukuran financial meliputi
pencapaian target kredit (baik secara nominal maupun secara pertumbuhan) dan
pencapaian target minimalisasi NPL sesuai ketentuan Bank (di bawah 1%). Sedangkan
penilaian kinerja dengan pengukuran non financial diantaranya meliputi waktu service
level yang diberikan, kepatuhan karyawan akan kebijakan dan prosedur kerja, serta
kepatuhan sikap akan tata tertib dan kode etik yang berlaku. Evaluasi atas penilaian
kinerja tersebut sudah selalu rutin dilakukan setiap tiga hingga enam bulan sekali. Hasil
penilaian kinerja tersebut kemudian digunakan sebagai indikator untuk memberikan
rewards ataupun coaching yang akan diterima oleh para karyawan.
Untuk setiap kinerja positif (mendapat nilai sangat baik/baik) maka akan selalu
mendapatkan insentif (rewards) yang sangat memadai. Adapun bentuk rewards yang
diberikan bagi para karyawan dengan kinerja yang positif adalah adanya penghargaan
dan insentif bagi karyawan di unit kerja dengan performa terbaik dan bonus tahunan
individual yang besarannya disesuaikan dengan nilai yang didapat (sebagian dari bonus
tersebut dibayarkan dalam bentuk saham yang dapat dijual setiap tiga tahun).
Selanjutnya, dengan kinerja yang positif karyawan juga berkesempatan untuk
dipromosikan ke dalam posisi atau jabatan yang lebih tinggi dan akan berkesempatan
untuk mendapatkan beasiswa jenjang pendidikan magister di berbagai universitas di
luar negeri.

69

Namun menurut peneliti, masih terdapat sanksi yang sedikit kurang tegas bagi
setiap performa atau kinerja yang negatif. Pada umumnya tindakan yang diberikan
bukanlah merupakan sanksi, namun dengan melakukan evaluasi (coaching) kepada
karyawan tersebut agar mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya. Jika
hal tersebut tidak berhasil (karyawan tetap menunjukkan performa negatif secara
berulang-ulang dalam waktu tertentu yang belum jelas batasannya) maka akan
disarankan untuk rotasi jabatan. Adapun bentuk sanksi yang dikenakan bagi kinerja
negatif adalah bentuk sanksi tidak langsung, salah satunya seperti mendapatkan bonus
yang lebih kecil dibandingkan dengan rekan kerja lain (namun tetap mendapatkan
bonus) dan semakin kecilnya kesempatan promosi untuk dapat naik ke jenjang yang
lebih tinggi. Menurut peneliti, hal tersebut merupakan salah satu defisiensi karena
kedepannya berpotensi membuat karyawan mengesampingkan pentingnya melakukan
performa terbaik terhadap pekerjaan yang dilakukan dan dapat berisiko mempengaruhi
kinerja dalam penyaluran KPR itu sendiri nantinya.
Adapun jenis defisiensi yang ada pada defisiensi tersebut adalah design control
deficiency yang merupakan defisiensi yang ada pada desain sistem pengendalian
internal. Namun hal tersebut dinilai tidak signifikan karena masih tertutupi oleh
pemenuhan beberapa hal lainnya seperti adanya bentuk teguran lisan dan coaching
yang diberikan pada setiap performa negatif, adanya pengawasan terhadap kualitas
kredit yang dihasilkan serta pengambilalihan tindakan kredit bermasalah oleh pusat

70

sehingga sampai saat ini defisisensi tersebut tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis
dan pencapaian tujuan yang ada.
4.2.2 Penilaian Risiko
Dalam kegiatan penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA, Penilaian
risiko merupakan salah satu hal terpenting guna mengidentifikasi serta memitigasi
risiko-risiko yang ada di dalam pemberian kredit. Penilaian risiko terdiri dari
menetapkan tujuan yang sesuai, identifikasi dan penilaian risiko, penilaian risiko fraud,
dan identifikasi dan analisa perubahan signifikan.
Dalam komponen penilaian risiko, responden dan peneliti menilai komponen ini
dengan skor masing-masing 83,32 (sangat baik) dan 81,65 (sangat baik). Namun,
berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, terdapat
beberapa kelemahan yang tetap harus diperbaiki oleh Bank. Berikut pada tabel 4.2
merupakan ikhtisar evaluasi untuk komponen penilaian risiko:

71

72

Penilaian Risiko

Komponen

83.13

83.32

Identifikasi dan Analisa


Perubahan Signifikan

Total

81.65

82.00

82.00

80.60

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Deficiency

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Terdapat defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini. Namun defisiensi tersebut kurang
signifikan karena telah ditutupi oleh pemenuhan atas hal-hal yang lebih penting dan mendasar
serta hingga saat ini tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada dan.
sehingga secara umum defisiensi ini dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak dilakukannya verifikasi on the spot


untuk debitur prioritas pada saat proses
verifikasi aspek legalitas debitur oleh analis.
Terdapat 2 defisiensi yang ditemukan dalam
Kemudian, pada tahap pengawasan KPR, juga
prinsip ini.
tidak dilakukan pemantauan atas fasilitas
kredit lain yang dimiliki untuk debitur
prioritas.

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Gap Analysis

Tabel 4.2 Ikhtisar Evaluasi Penilaian Risiko

Sumber: Diolah Oleh Peneliti

82.52

Menilai Risiko Fraud

83.35

Identifikasi dan Penilaian


Risiko

82.00

Responden Peneliti
84.28

Prinsip

Hasil Evaluasi

Menentukan Tujuan yang


Sesuai

COSO

4.2.2.1 Menetapkan Tujuan Yang Sesuai


Agar dapat mencapai tujuan dalam pengendalian internal dalam kegiatan
penyaluran KPR yang terdiri dari efektivitas, tingkat NPL yang rendah, dan kepatuhan
atas peraturan dari regulator, maka dibutuhkan skema atau alur penyaluran KPR serta
kebijakan dan prosedur yang dibuat dengan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan
sesuai dengan standard yang telah ditetapkan oleh regulator. Dalam hal ini, sudah
terdapat alur yang jelas dalam kegiatan penyaluran kredit konsumer, baik pada tahap
pemberian kredit, maupun pada tahap pengawasan kredit.
Disamping itu, juga sudah terdapat pedoman dan prosedur terkait kegiatan
penyaluran KPR yang sangat lengkap yang dari mulai tahap inisiasi hingga realisasi kredit
dan pemeliharaannya. Isi dari pedoman dan prosedur penyaluran KPR tersebut telah
sesuai dan mematuhi ketentuan dari regulator eksternal. Setiap terdapat pembaharuan
atau tambahan ketentuan akan segera disesuaikan dengan pedoman dan prosedur
internal tersebut. Dengan demikian, hal tersebut menjadikan pedoman dan prosedur
internal sebagai alat dan standard utama dalam melakukan kegiatan penyaluran KPR,
sehingga sangat mendukung Bank untuk meminimalisir tingkat kredit bermasalah. Tidak
ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip ini.

73

4.2.2.2 Identifikasi dan Penilaian Risiko


Identifikasi dan analisa risiko dalam kegiatan penyaluran KPR merupakan salah
satu hal paling penting yang harus dilakukan. Melakukan identifikasi akan risiko-risiko
yang mungkin terjadi pada kegiatan penyaluran KPR serta mitigasinya sangat berguna
dalam rangka mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari.
Pada kebijakan yang ditetapkan, Bank diharuskan melakukan validasi kebenaran
atas data personal debitur (domisili, alamat kantor, alamat tempat usaha), salah satunya
dengan melakukan kunjungan on the spot ke tempat usaha, tempat tinggal, ataupun ke
tempat kerja calon debitur. tahap ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran atas
data dengan melakukan wawancara sekaligus melihat langsung keberadaan domisili dan
tempat usaha/kerja calon debitur. Hal tersebut selalu dipatuhi oleh karyawan jika
terdapat calon debitur yang akan mengajukan permohonan KPR. Tetapi di lain sisi,
kunjungan on the spot tidak dilakukan jika calon debitur yang mengajukan permohonan
merupakan nasabah yang telah dikenal baik oleh Bank (nasabah prioritas) atau calon
debitur yang memiliki hubungan kekeluargaan (istri dan anak) dengan nasabah tersebut
karena Bank sudah merasa memiliki kepercayaan yang lebih baik atas calon debitur
tersebut, sehingga untuk hal verifikasi atas kebenaran data personal hanya dilakukan
melalui telepon ke bagian sumber daya manusia pada perusahaan yang mempekerjakan
calon debitur atau tempat usaha calon debitur. Menurut peneliti, hal tersebut
merupakan salah satu defisiensi karena dapat berpotensi Bank tidak benar-benar
74

mengetahui kondisi terkini debitur prioritas tersebut secara langsung sehingga berisiko
Bank tidak dapat mendeteksi atau melakukan pencegahan dari awal jika ditemukan halhal bermasalah dikemudian hari. Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut
adalah operation control deficiency yang merupakan defisiensi pengendalian internal
yang ada pada kegiatan operasional. Defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena masih
tertutupi oleh pemenuhan pengendalian internal yang baik terhadap hal lainnya, seperti
adanya seleksi awal yang baik dan kriteria penilaian risiko yang ketat berdasarkan credit
consumer risk rating dengan pendekatan prinsip 5C, dan proses pemutusan kredit
dengan prinsip four eyes principle yang dapat dikatakan telah dilakukan secara memadai
dan konsisten dilakukan oleh pejabat dari sisi bisnis dan risiko (terdapat counter check &
balance), sehingga sampai saat ini defisiensi tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis
dan pencapaian tujuan yang ada.
Lain halnya dengan validasi atas dokumen-dokumen (rekening koran, slip gaji,
dokumen agunan, dan sebagainya) yang dipersyaratkan milik setiap debitur, hal ini
selalu konsisten dilakukan pada tahap pre-screening. Dari mulai melakukan pengecekan
kelengkapan dokumen yang diberikan calon debitur, melakukan langsung fotokopi dari
rekening asli calon debitur, mengecek keaslian dokumen agunan ke Badan Pertahanan
Nasional (BPN), dan sebagainya.
Selanjutnya, pada tahap analisa kredit, secara konsisten selalu dilakukan analisis
5C. Untuk menilai character dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang
75

pekerjaan atau usaha, latar belakang keluarga, dan dari BI checking untuk memastikan
bahwa calon debitur beserta istri atau suaminya tidak termasuk ke dalam daftar hitam
BI. Untuk menilai capacity dan capital dilakukan dengan cara analisa keuangan, dimana
analisa ini didasarkan pada analisa laporan rekening Koran tiga bulan terakhir serta
laporan slip gaji atau laporan keuangan usaha selama tiga bulan terakhir.

Selain

didasarkan pada analisa keuangan, analis juga selalu mengecek total eksposur kredit
debitur di perusahaan anak yang dimiliki Bank, termasuk mengecek kualitas kreditnya
dan kemudian mencantumkannya pada memo pengolahan kredit sebagai bagian dari
analisa kemampuan membayar debitur. Untuk menilai condition of economics
digunakan latar belakang pekerjaan atau usaha calon debitur dengan melihat dan
menyesuaikan apakah industri usaha atau pekerjaan yang digeluti oleh calon debitur
masih memiliki prospek yang baik dalam jangka panjang (going concern) dalam kondisi
ekonomi terkini. Yang terakhir, untuk menilai collateral dilakukan dengan menilai
kelayakan nilai agunan yang dijaminkan, dengan cara mengecek keabsahan dokumen ke
BPN, mengecek kelayakan lokasi agunan ke dinas tata kota setempat, dan melakukan
appraisal yang berkoordinasi dengan pihak eksternal (KJPP).
Pada tahap analisa kredit juga secara konsisten telah selalu dilakukan
pemeringkatan atas profil risiko debitur (penetapan risk rating). Hal tersebut berguna
sebagai bahan untuk menganalisa kemungkinan risiko default dari setiap debitur.
Pemeringkatan atas profil risiko debitur terbagi ke dalam tiga peringkat yaitu peringkat

76

risiko rendah, risiko menengah, dan risiko tinggi. Peringkat profil risiko tersebut dihitung
secara otomatis menggunakan aplikasi risk scoring khusus yang ada pada LOS. Berikut
tabel peringkat profil risiko debitur:

Peringkat
RR 1-6
RR 7
RR 8 -10

Keterangan
Risiko Rendah
Risiko Menengah
Risiko Tinggi

Sumber: Pedoman KPR BCA Diolah Oleh Peneliti


Tabel 4.3 Peringkat Profil Risiko Debitur

Dalam hal analisa kelayakan nilai agunan, tim appraisal melakukan penilaian
berkoordinasi dengan KJPP. Setiap hasil penilaian akan ditinjau kembali oleh staf
appraisal senior untuk kemudian dicantumkan pada pembuatan BAP yang akan
diserahkan dan ditinjau ulang oleh Kepala Biro Pemrosesan. Hal tersebut dilakukan
sebagai bagian dari identifikasi risiko adanya kesalahan atau hal-hal yang tidak diingkan
terhadap penilaian agunan.
Selanjutnya, untuk kewenangan memutus kredit secara konsisten selalu
diterapkan prinsip four eyes principle, dimana pihak pemutus kredit didasarkan pada
dua unit fungsi, yaitu fungsi bisnis dan fungsi risiko. Dari fungsi bisnis, keputusan kredit
diwakilkan mulai dari Kepala Pemasaran Cabang hingga Direktur Bisnis kredit konsumer,

77

sedangkan dari sisi risiko, keputusan kredit diwakilkan dari hasil risk scoring hingga
Direktur Manajemen Risiko.
Dalam proses pemeliharaan KPR, selalu terdapat pemantauan terhadap
kelancaran pembayaran debitur yang diperbaharui setiap harinnya. Pemantauan atas
kelancaran pembayaran debitur tersebut dilakukan oleh sebuah sistem dan selalu
diperbaharui setiap harinya melalui surat laporan yang didistribusikan setiap hari
kepada tim monitoring dan kepala cabang tempat debitur pertama kali melakukan
permohonan kredit. Selain itu, pada kebijakan yang telah ditetapkan, disebutkan bahwa
Bank juga harus selalu memantau kualitas kredit yang dimiliki oleh debitur di
perusahaan anak Bank, sebagai bagian dari identifikasi risiko kemungkinan gagal bayar
debitur. Hal tersebut sudah selalu dilakukan untuk setiap debitur yang ada, kecuali
debitur yang telah dikenal baik oleh Bank (nasabah prioritas). Untuk debitur yang
merupakan nasabah prioritas, pemantauan atas kualitas kredit yang dimiliki oleh debitur
di perusahaan anak Bank dapat dikatakan sangat jarang dilakukan karena karena Bank
sudah merasa memiliki kepercayaan yang lebih baik atas calon debitur tersebut.
Menurut peneliti, hal tersebut merupakan salah satu defisiensi karena dapat berisiko
Bank tidak mengetahui jika terjadi penurunan kualitas terhadap fasilitas kredit lainnya
yang dimiliki oleh debitur prioritas tersebut sebagai bagian dari early warning system.
Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut diatas adalah operation
control deficiency, dimana pemantauan atas fasilitas kredit lainnya telah diatur di dalam
78

desain prosedur yang ditetapkan, namun pada proses operasional belum sepenuhnya
dijalankan. Namun, defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena pelaksanaan pemantauan
yang sedikit lebih longgar bagi debitur prioritas dinilai tidak menjadi masalah yang
berarti bagi Bank, mengingat debitur prioritas merupakan debitur yang sudah familiar
dikenal baik oleh Bank dan memiliki banyak transaksi besar yang dilakukan di BCA,
sehingga akan lebih memudahkan Bank untuk mengambil tindakan jika sewaktu-waktu
debitur mengalami penurunan kualitas kredit. Dengan demikian, sampai saat ini
defisiensi tersebut diatas tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis dan pencapaian
tujuan yang ada.
4.2.2.3 Menilai Risiko Fraud
Salah satu prinsip dari penilaian risiko dalam penyaluran KPR adalah pentingnya
dilakukan identifikasi/penilaian atas kemungkinan terjadinya risiko fraud. Dengan
demikian diperlukan beberapa hal untuk me-manage dan merespon adanya risiko
tersebut, seperti sosialisasi anti fraud awareness, whistleblowing system, serta surprise
audit.
Sosialisasi terhadap anti fraud awareness selalu konsisten dilakukan baik pada
saat pelatihan awal ketika masuk sebagai karyawan, pada saat rapat koordinasi, dan
melalui konferensi atau forum-forum yang dihadiri oleh para karyawan. Selain itu, para
atasan juga selalu mengingatkan para karyawan pada saat briefing pagi akan pentingnya
kesadaran anti fraud. Anti fraud awareness ini dimaksudkan untuk meningkatkan
79

kesadaran dan kewaspadaan karyawan terhadap risiko adanya tindakan fraud serta
untuk menciptakan budaya anti fraud di dalam unit kerja maupun Bank secara
keseluruhan.
Selain itu, untuk mendukung pencegahan fraud, sudah terdapat kebijakan
whistleblowing system beserta mekanisme pengaduannya yang sangat jelas sebagai
sarana memudahkan karyawan jika ingin memberi pengaduan jika terjadi tindakan
fraud. Gambaran mekanisme pengaduan untuk whistleblower yang ingin melaporkan
tindakan fraud dimulai ketika pelapor melaporkan pengaduannya melalui email,
telepon, ataupun pesan singkat yang telah ditentukan dengan melengkapi kriteria dan
data-data yang dipersyaratkan. Kemudian setelah pengelola whistleblowing system
sudah menerima data yang disyaratkan secara lengkap maka akan diteruskan oleh Biro
Anti Fraud yang bertindak sebagai komite khusus di bawah Audit Internal yang
melakukan investigasi. Setelah itu, jika terbukti adanya indikasi fraud maka akan
dilakukan investigasi yang kemudian hasil investigasi tersebut akan diserahkan kepada
pejabat pemutus guna memutuskan sanksi sesuai dengan tingkat fraud yang dilakukan.
Sanksi yang diberikan oleh pejabat pemutus sanksi atas setiap tindakan fraud yang
terbukti dilakukan merupakan sanksi yang sangat tegas. Dimulai dari skorsing, PHK,
hingga jika fraud tersebut tergolong tindak kriminal maka akan langsung dilaporkan
kepada pihak yang berwajib.

80

Sudah terdapat perlindungan yang sangat memadai bagi pihak pelapor


(whistleblower). Adapun perlindungan tersebut meliputi jaminan kerahasiaan identitas,
jaminan kerahasiaan isi laporan yang diberikan, jaminan perlindungan atas
kemungkinan perlakuan tidak menyenangkan yang dapat merugikan whistleblower, dan
jaminan perlindungan atas kemungkinan adanya ancaman, intimidasi, ataupun
hukuman dari pihak yang terlapor. Selain whistleblowing system, juga terdapat surprise
audit selalu konsisten dilakukan dan dalam waktu yang tidak ditentukan sehingga
membuat awareness karyawan semakin meningkat.
4.2.2.4 Identifikasi dan Analisa Perubahan Signifikan
Sebagai bagian dari penilaian risiko, identifikasi dan analisa perubahan signifikan
yang dapat mempengaruhi jalannya pengendalian internal merupakan salah satu hal
penting yang harus dilakukan. Untuk itu, Divisi Kredit Konsumer BCA berusaha untuk
selalu melakukan penyesuaian ataupun respon yang tanggap terhadap perubahan yang
dapat mempengaruhi jalannya pengendalian internal dalam KPR, baik perubahan yag
datangnya dari luar (perubahan peraturan dari regulator) maupun perubahan yang
bersifat internal (perubahan kebijakan internal ataupun teknologi yang digunakan).
Antisipasi ataupun respon yang dilakukan oleh Divisi Kredit Konsuemer BCA atas
perubahan dari regulator termasuk sangat baik. Ketika regulator melakukan perubahan
peraturan terkait penyaluran KPR (contoh terbaru adalah Ketentuan LTV) maka Bank
akan segera turut serta memperbaharui ketentuan internalnya dan mensosialisasikan
81

perubahan tersebut kepada para karyawan. Sosialisasi tersebut dilakukan sebelum


peraturan tersebut berlaku dan dilakukan melalui pengumuman dan distribusi
ketentuan terbaru tersebut ke dalam website internal yang dapat diakses oleh para
karyawan. Sama hal nya dengan perubahan atas peraturan dari regulator, ketika terjadi
perubahan ketentuan secara internal (seperti perubahan kewenangan memutus kredit
dalam jumlah plafon tertentu), maka Bank akan segera memperbaharui ketentuan
internalnya dan mensosialisasikan perubahan tersebut kepada para karyawan.
Sosialisasi tersebut dilakukan sebelum peraturan tersebut berlaku dan dilakukan melalui
pengumuman dan distribusi ketentuan terbaru tersebut ke dalam website internal yang
dapat diakses oleh para karyawan. Begitu pula jika terdapat perubahan atas teknologi,
maka Bank akan segera melakukan pelatihan khusus bagi karyawan untuk penggunaan
teknologi tersebut dan segera menerbitkan manual kerja secara rinci terkait
penggunaan teknologi tersebut.
4.2.3 Kegiatan Pengendalian
Melakukan kegiatan pengendalian merupakan salah satu hal paling penting yang
harus dilakukan. Kegiatan pengendalian sangat berguna dalam rangka mendukung
kegiatan mitigasi risiko pada kegiatan penyaluran KPR. Kegiatan pengendalian dilakukan
terhadap berbagai aspek di dalam kegiatan penyaluran KPR seperti di dalam proses dan
pemeliharaan KPR, di dalam teknologi yang digunakan, serta di dalam kebijakan dan
prosedur yang digunakan.
82

Dalam komponen penilaian risiko, responden dan peneti menilai komponen ini
dengan skor masing-masing 83,90 (sangat baik) dan 80,91 (sangat baik). Namun
berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, terdapat
beberapa kelemahan yang tetap harus diperbaiki oleh Bank. Berikut pada tabel 4.4
merupakan ikhtisar evaluasi untuk komponen kegiatan pengendalian:

83

84

Kegiatan
Pengendalian

Komponen

80.91
83.90

Total

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Jarang dilakukan kunjungan rutin ketempat


debitur dengan plafon < 5 M (khususnya
debitur yang berprofesi sebagai wirausaha)
dalam proses pemeliharaan/pengawasan
KPR. Pada umumnya kunjungan baru
dilakukan ketika terjadi keterlambatan
pembayaran. Selain itu, tidak dilakukan
kunjungan kepada debitur untuk mediasi
sebelum memasuki kolektibiltas 3.

Deficiency

Terdapat defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini. Namun defisiensi tersebut kurang
signifikan karena telah ditutupi oleh pemenuhan atas hal-hal yang lebih penting dan mendasar
serta hingga saat ini tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada dan.
sehingga secara umum defisiensi ini dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Tidak ada defisiensi yang ditemukan

Terdapat 2 defisiensi yang ditemukan dalam


prinsip ini.

Gap Analysis

Tabel 4.4 Ikhtisar Evaluasi Kegiatan Pengendalian

Sumber: Diolah Oleh Peneliti

82.00

84.00

Menentukan dan
Mengembangkan Kegiatan
Pengendalian Atas Kebijakan
dan Prosedur

82.00

77.82

84.86

82.84

Menentukan dan
Mengembangkan Kegiatan
Pengendalian

Peneliti

Menentukan dan
Mengembangkan Kegiatan
Pengendalian Atas Teknologi

Responden

Hasil Evaluasi
Prinsip

COSO

4.2.3.1 Menentukan dan Mengembangkan Kegiatan Pengendalian


Kegiatan pengendalian atas proses pemberian dan pemeliharaan KPR menjadi
salah satu hal penting yang akan turut mendukung respon dan mitigasi terhadap risiko
di dalam penyaluran KPR.
Dalam menentukan dan mengembangkan kegiatan pengendalian, sudah
terdapat pemisahan fungsi yang sangat memadai di dalam penyaluran KPR pada Divisi
Kredit Konsumer BCA. Seperti yang sudah digambarkan sebelumnya pada struktur
organisasi, pemisahan fungsi terdiri dari pemisahan unit penjualan (marketing), unit
analis yang terbagi antara fungsi analis kelayakan pemberian kredit dengan fungsi
appraisal, dan fungsi administrasi yang terbagi antara fungsi pengikatan, collection
serta fungsi dokumentasi dan pembayaran. Selain pemisahan fungsi, juga sudah
terdapat proses maker, checker, dan approval yang sangat memadai dalam kegiatan
penyaluran KPR. Salah satu contohnya adalah Kepala Biro yang bertindak sebagai
reviewer selalu melakukan pengecekan terlebih dahulu atas hasil analisa yang telah
dilakukan oleh analis. Kemudian Kepala Biro tersebut selalu melakukan verifikasi atas
hasil analisa yang sebelumnya telah ditinjau ulang (review) sebelum kemudian
diserahkan kepada pejabat pemutus.
Selanjutnya, Divisi Kredit Konsumer BCA selalu secara konsisten mematuhi
ketentuan LTV terkini yang diatur oleh regulator, dengan segera melakukan sosialisai
atas peraturan terkini tersebut kepada para karyawan melalui website internal Bank.
85

Selain mematuhi ketentuan LTV, BCA juga secara konsisten telah mematuhi peraturan
terkait Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang telah ditetapkan oleh reglator,
sebagai kegiatan pengendalian atas pemberian kreditnya. Adapun pada tahun 2014
tidak ada satupun pelanggaran ataupun pelampauan terhadap BMPK (presentase 0%)
yang dilakukan oleh BCA.
Dalam hal kegiatan pengendalian atas proses penilaian kelayakan nilai agunan,
sudah terdapat prosedur yang mengatur staf appraisal dalam melakukan peniaian
kelayakan atas nilai agunan, seperti mengecek kelayakan lokasi agunan ke dinas tata
kota, melakukan kunjungan langsung ke lokasi agunan, selalu memperbaharui daftar
pricelist terkini dari developer (untuk KPR dengan kerjasama developer).
Untuk kegiatan pengendalian dalam kewenangan memutus kredit, sudah
diterapkan otoritas berjenjang yang secara konsisten selalu dilakukan. Gambaran
otoritas dalam pemutusan KPR adalah sebagai berikut:

Pemutus Kredit
Sisi Bisnis
Kepala Pemasaran Cabang
Kepala Kantor Cabang Utama
Kepala Operasi Kredit
Credit Risk Scoring
Konsumer
Kepala Kantor Wilayah/Kepla
Credit Risk Scoring
Divisi Kredit Konsumer
Direktur Manajemen
Direktur Bisnis Kredit
Risiko
Konsumer
Sisi Risiko
Credit Risk Scoring
Credit Risk Scoring

Limit Wewenang

Total Eksposur per Debitur

500 Juta
> 500 Juta - 1,5 Miliar

500 Juta
> 500 juta - 1,5 Miliar

>1,5 Miiar - 7,5 Miliar

>1,5 Miliar - 7,5 Miliar

>7,5 Miliar - 10 Miliar

>7,5 Miliar - 10 Miliar

> 10 Miliar - 50 Miliar

> 10 Miliar - 50 Miliar

Sumber: Pedoman KPR BCA Diolah Oleh Peneliti


Tabel 4.5 Kewenangan Putusan Kredit
86

Sebagai bagian dari kegiatan pengendalian, setiap pengeluaran atas surat


keputusan kredit (baik surat approval maupun surat penolakan) selalu mendapat
verifikasi dari pejabat pemutus kredit terlebih dahulu, sebelum disampaikan kepada
calon debitur. Selanjutnya, pada saat terjadinya pengikatan atau akad kredit, data
debitur selalu divalidasi kembali melalui verifikasi identitas diri seperti pemeriksaan KTP,
buku nikah, dan juga dilakukannya foto secara langsung terhadap debitur pada saat
akad tersebut.
Untuk setiap laporan hasil pekerjaan maupun dokumen-dokumen debitur yang
telah selesai dilakukan pengikatan, sudah memiliki sistem dokumentasi dan otorisasi
yang sangat memadai, dan dilengkapi dengan prosedur yang mengatur sistem
dokumentasi tersebut. ketentuan tersebut dituangkan ke dalam manual ketentuan dosir
kredit, dimana dalam manual tersebut diatur dan dijelaskan secara lengkap terkait dosir
harian, dosir asli, ketentuan petugas penanggung jawab dosir, ketentuan penyimpanan
dan ketentuan peminjamannya. Selain itu, juga sudah terdapat ketentuan otorisasi yang
sangat memadai untuk setiap peminjaman dosir harian maupun dosir asli. Untuk setiap
peminjaman dosir harian maka peminjaman tersebut diperkenankan hanya untuk
tujuan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan setelah melakukan registrasi serta
mendapatkan persetujuan dari minimal Kepala Administrasi. Sedangkan untuk dosir asli,
peminjaman hanya diperkenankan dalam kondisi tertentu yang berkaitan dengan
agunan, dan dokumen yang dapat dipinjam hanyalah dokumen Izin Mendirikan

87

Bangunan (IMB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Setelah itu, peminjam baru
diperkenankan untuk meminjam dosir asli setelah melakukan registrasi permohonan
dan mendapatkan persetujuan dari minimal Kepala Administrasi.
Sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dalam proses pemeliharaan atau
pengawasan KPR, debitur secara konsisten selalu mendapatkan reminder melalui pesan
singkat setiap bulannya (sepuluh hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran
angsuran). Pesan singkat ini dikirim secara otomatis melalui sistem. Kemudian untuk
debitur (khususnya profesi wirausaha) dengan plafon lebih dari 5 milyar Rupiah,
dilakukan kunjungan on the spot secara periodik antara enam bulan sampai dengan satu
tahun sekali untuk melihat kelangsungan usaha debitur. Namun, Kunjungan on the spot
untuk debitur (khususnya profesi wirausaha) dengan plafon kurang dari 5 milyar rupiah
jarang dilakukan. Kunjungan untuk melihat keadaan debitur tersebut pada umumnya
baru akan dilakukan ketika debitur mengalami keterlambatan membayar, dimana
sebelumnya hanya dilakukan pemantauan based on paper dan melalui sarana telepon.
Menurut peneliti, hal tersebut merupakan salah satu defisiensi karena dapat
berisiko gagalnya deteksi dini terhadap kemungkinan adanya masalah dengan debitur
karena Bank tidak dapat dengan jelas mengetahui kondisi debitur secara langsung
(khususnya untuk debitur dengan pekerjaan wirausaha, untuk melihat kondisi usahanya
secara langsung). Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut adalah operation
control deficiency yang merupakan defisiensi pengendalian internal yang ada pada
88

kegiatan operasional. Defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena masih tertutupi oleh
pemenuhan pengendalian internal yang baik terhadap hal lainnya seperti adanya
reminder secara berkala melalui notifikasi pesan singkat secara sistem untuk debitur
sebelum memasuki jatuh tempo dan adanya pemantauan based on paper serta telepon
yang secara konsisten dilakukan, sehingga sampai saat ini defisiensi tidak berpengaruh
terhadap kinerja bisnis dan pencapaian tujuan yang ada.
Dalam hal peninjauan ulang secara berkala terhadap nilai agunan, peninjauan
ulang dilakukan selama dua tahun sekali (24 bulan) . Hal tersebut masih sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam SEBI No. 13/6DPNP tahun 2011
tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit
dengan Menggunakan Pendekatan Standar bahwa penilaian ulang agunan harus
dilakukan setidaknya maksimal setiap tiga puluh bulan sekali.
Pada proses pemeliharaan atau pengawasan KPR, sudah terdapat peringatan
secara konsisten oleh Bank jika debitur mengalami terlambat bayar atau mulai
memasuki kolektibilitas 2. Peringatan tersebut dilakukan secara bertahap, mulai dari
peringatan via telepon, surat peringatan I, hingga surat peringatan II. Karena di dalam
prosedur kunjungan untuk mediasi kepada debitur baru akan dilakukan saat sudah
memasuki kolektibilitas 3, maka kunjungan kepada debitur sesegera mungkin sebelum
memasuki kolektibilitas 3 pada umumnya tidak dilakukan. Menurut peneliti, hal
tersebut merupakan salah satu defisiensi karena adanya kemungkinan debitur
89

mengabaikan peringatan yang hanya melalui telepon dan surat peringatan, sehingga
berisiko waktu keterlambatan pembayaran akan bertambah lama yang dapat berpotensi
merugikan Bank. Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut adalah design
control deficiency yang merupakan defisiensi atas desain pengendalian internal yang
ada. Defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena masih tertutupi oleh pemenuhan
pengendalian internal yang baik terhadap hal lainnya seperti adanya mekanisme seleksi
awal yang ketat terhadap calon debitur, serta adanya reminder secara berkala melalui
notifikasi pesan singkat secara sistem untuk debitur sebelum memasuki jatuh tempo,
sehingga sampai saat ini defisiensi tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis dan
pencapaian tujuan yang ada.
4.2.3.2 Menentukan Kegiatan Pengendalian Atas Teknologi
Dalam kegiatan penyaluran KPR, terdapat teknologi yang selalu digunakan untuk
mendukung efektivitas dan efisiensinya. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan
pengendalian (seperti manual kerja dan sistem keamanan memadai) yang dapat
mendukung penggunaan teknologi tersebut agar dapat membantu Bank dalam
mencapai tujuannya dalam kegiatan penyaluran KPR.
Dalam penggunaan aplikasi LOS, sudah terdapat manual kerja yang berisi
langkah-langkah dan ketentuan secara sangat rinci terkait penggunaan aplikasi tersebut.
Adanya manual kerja ini dinilai sangat membantu para karyawan dalam menggunakan
aplikasi tersebut serta meminimalsir kesalahan yang mungkin terjadi di dalam
90

penggunaannya. Selain itu, manual kerja tersebut juga berisi penjelasan yang sangat
memadai terkait pengoperasian aplikasi risk rating yang digunakan untuk menghitung
profil peringkat risiko debitur.
Dalam penggunaan aplikasi LOS, setiap pengguna sudah memiliki password
masing-masing yang akan mengarahkan penggunannya ke dalam masing-masing bagian
kerja mereka. Pengguna dimungkinkan untuk melihat progress dari unit kerja atau
pengguna lain, namun tidak dapat mengubah pekerjaan unit kerja atau pengguna lain
tersebut. Disamping itu, untuk menambah keamanan terdapat sistem log out otomatis
yang memungkinkan aplikasi tertutup secara otomatis jika tidak digunakan dalam kurun
waktu tertentu. Begitupun dengan penggunaan aplikasi perhitungan risk rating, dimana
aplikasi ini hanya bisa terbuka untuk dikerjakan dengan menggunakan password LOS
dari pihak yang berwenang (analis). Karena aplikasi ini terintegrasi dengan LOS maka
sistem log out otomatis yang telah dijelaskan sebelumnya juga berlaku untuk aplikasi ini.
Dalam proses pemeliharaan atau pengawasan KPR sudah terdapat sarana
ataupun sistem yang sangat memadai, yang dikelola oleh bagian teknologi informasi dari
wilayah yang setiap hari selalu memperbaharui track record kelancaran pembayaran
debitur. Sudah terdapat keamanan akses yang sangat memadai atas penggunaan sistem
tersebut, dimana aplikasi tersebut beroperasi secara otomatis di bawah pengawasan
divisi teknologi informasi yang berada pada masing-masing kantor wilayah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pihak yang mengelola sistem tersebut merupakan
91

pihak yang independen dari proses penyaluran KPR sehingga menjadi lebih aman di
dalam penggunaannya.
BCA secara periodik selalu melakukan audit teknologi berkala yang dilakukan
terhadap penggunaan teknologi informasinya. Audit teknologi tersebut dijalankan
seiring dengan dilakukannya audit internal yang pada umumnya dilaksanakan rutin
enam bulan hingga satu tahun sekali.
4.2.3.2 Melakukan Pengendalian Atas Kebijakan dan Prosedur
Kebijakan dan Prosedur merupakan hal terpenting sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan penyaluran KPR. Oleh karena itu, penting dilakukannya pengendalian atas
kebijakan dan prosedur yang ada, sehingga pelaksanaan penyaluran KPR selalu memiliki
dasar yang sejalan dengan prinsip kehati-hatian dan standar yang ditetapkan oleh
regulator.
Untuk kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR,
BCA telah memiliki komite khusus yang bertugas untuk melakukan pengendalian atas
kebijakan dan prosedur KPR. Komite tersebut adalah Komite Kebijakan Perkreditan yang
merupakan salah satu dari Komite Eksekutif Direksi. Adapun tugas utama dari Komite
Kebijakan Perkreditan adalah merumuskan kebijakan dan prosedur perkreditan dengan
prinsip kehati-hatian, memantau dan mengevaluasi penerapan kebijakan dan prosedur

92

tersebut, melakukan kaji ulang berkala serta memperbaharui kebijakan dan prosedur
sesuai dengan peraturan dan kebutuhan terkini Bank.
4.2.4 Informasi dan Komunikasi
Divisi Kredit Konsumer BCA menggunakan sarana informasi dan komunikasi
untuk dapat mendukung kegiatan penyaluran KPRnya. Di dalam informasi dan
komunikasi terdapat 3 prinsip yang seharusnya dipenuhi, yaitu penggunaan informasi
yang relevan dan berkualitas, komunikasi internal, dan komunikasi eksternal. Dalam
komponen informasi dan komunikasi, responden dan peneti menilai komponen ini
dengan skor masing-masing 82,46 (sangat baik) dan 82 (sangat baik). Tidak ada
kelemahan yang ditemukan dalam komponen ini. Di bawah ini merupakan ikhtisar
evaluasi untuk komponen Informasi dan Komunikasi:

COSO
Komponen

Informasi dan
Komunikasi

Hasil Evaluasi
Prinsip

Responden Peneliti

Penggunaan Informasi yang


Relevan dan Sesuai

82.13

82.00

Komunikasi Internal

83.23

82.00

Komunikasi Eksternal

82.00

82.00

Total

82.46

82.00

Gap Analysis

Deficiency

Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini

Sumber: Diolah Oleh Peneliti


Tabel 4.6 Ikhtisar Evaluasi Informasi dan Komunikasi
93

4.2.4.1 Penggunaan Informasi Yang Relevan dan Berkualitas


Untuk mendukung pelaksanaan penyaluran KPR, penggunaan informasi yang
relevan dan berkualitas sangatlah penting, baik informasi terkait produk KPR itu sendiri,
informasi terkait peraturan, kebijakan, dan prosedur, hingga informasi terkait debitur.
Dalam hal ini, sudah terdapat informasi yang sangat lengkap dan sangat memadai untuk
digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR. Karyawan memperoleh informasi terkait
produk KPR melalui sosialisasi dan pelatihan pada awal masuk menjadi calon karyawan
baru. Informasi tersebut kemudian juga didistribusikan ke dalam website perusahaan
secara internal, maupun website perusahaan secara publik, sehingga siapapun dapat
mengaksesnya.
Untuk informasi terkait kebijakan, peraturan, dan prosedur internal, para
karyawan dapat mengaksesnya melalui website internal perusahaan. Sedangkan untuk
kebijakan dan peraturan eksternal, selain dapat diakses melalui website internal
perusahaan, kebijakan dan peraturan tersebut juga dapat diakses langsung pada
website milik regulator. Selain itu, salah satu informasi penting yang dibutuhkan dalam
kegiatan penyaluran KPR adalah informasi terkait debitur. informasi terkait debitur
tersebut diperoleh karyawan melalui dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, melalui
BI Checking, serta melalui pihak ketiga (seperti perusahaan tempat debitur bekerja
ataupun partner bisnis jika debitur memiliki usaha).

94

4.2.4.2 Komunikasi Internal


Komunikasi internal memberikan kesempatan bagi para karyawan untuk saling
berkomunikasi dan mendapatkan informasi dari satu sama lain, maupun dari
manajemen terkait hal-hal penting yang ada di dalam unit kerja mereka. Pada Divisi
Kredit Konsumer BCA, sudah terdapat sarana komunikasi internal yang sangat memadai
dan selalu dimanfaatkan oleh para karyawan guna membantu koordinasi pekerjaan para
karyawan dengan efektif dan efisien. Untuk menunjang komunikasi internal di unit
kerja, BCA memberikan beberapa sarana pendukung seperti penggunaan website
internal, Microsoft Lync, e-mail internal, dan berbagai event internal seperti rapat
maupun konferensi yang diadakan secara berkala. Sarana tersebut dinilai sangat
bermanfaat membantu para karyawan dalam berkomunikasi dan berkoordinasi secara
internal, baik dengan sesama karyawan, atasan, maupun dengan manajemen.
4.2.4.3 Komunikasi Eksternal
Selain berkomunikasi secara internal, Divisi Kredit Konsumer BCA juga
melakukan bentuk komunikasi secara eksternal dalam pelaksanaan kegiatan penyaluran
KPR. Bentuk komunikasi eksternal yang dilakukan adalah melalui komunikasi dengan
debitur, baik melalui pemberian edukasi maupun dalam bentuk sarana untuk
penerimaan feedback. Para karyawan selalu secara konsisten memberikan edukasi
langsung kepada nasabah, baik sebelum maupun pada tahap permohonan KPR.
Sebelum para nasabah secara resmi mengajukan permohonan KPR, para karyawan
95

selalu menjelaskan secara rinci kepada nasabah hal-hal yang berhubungan dengan KPR
(seperti pesyaratan permohonan, persyaratan agunan, suku bunga, perhtungan LTV,
simulasi perhitungan pembayaran pinjaman, prosedur yang harus dilewati dan
sebagainya). Hal tersebut dinilai sangat bermanfaat bagi debitur sebagai bentuk
pemahaman atas hal-hal dasar yang berhubungan dengan KPR, serta sebagai bentuk
layanan dan transparansi dari BCA kepada debitur. Edukasi terhadap nasabah tersebut
tidak hanya dilakukan secara langsung, namun juga dilakukan secara online melalui
website publik perusahaan. Di dalam website tersebut, calon debitur yang berminat
mengajukan KPR dapat mempelajari terlebih dahulu hal-hal dasar yang berhubungan
dengan KPR di BCA, seperti produk, syarat, suku bunga, ketentuan LTV, dan bahkan
simulasi perhitungan angsuran bulanan jika nasabah tersebut tertaruk untuk mengambil
KPR di BCA.
Selain edukasi yang diberikan, juga terdapat sarana yang sangat memadai bagi
para nasabah untuk memberikan feedback nya terkait pelayanan atau pengalaman
mereka dalam menggunakan produk KPR BCA. Divisi kredit konsumer berkoordinasi
dengan divisi pelayanan konsumen menerima segala bentuk keluhan maupun masukkan
dari nasabah selama 24 jam melalui layanan call centre, surat, email, maupun melalui
media sosial.

96

4.2.5 Aktivitas Pengawasan


Pengendalian internal dalam kegiatan penyaluran KPR yang telah dilakukan
harus senantiasa terus diawasi dan dievaluasi secara periodik agar tetap terjaga
keefektifannya. Dalam komponen aktivitas pengawasan, responden dan peneti menilai
komponen ini dengan skor masing-masing 82,82 (sangat baik) dan 82 (sangat baik).
Tidak ada kelemahan yang ditemukan dalam komponen ini. Di bawah ini merupakan
ikhtisar evaluasi untuk komponen Aktivitas Pengawasan.

COSO
Komponen

Aktivitas
Pengawasan

Hasil Evaluasi
Prinsip

Responden Peneliti

Gap Analysis

Deficiency

Melakukan Evaluasi

83.25

82.00

Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini

Mengkimunikasikan dan
Mengevaluasi Defisiensi

82.38

82.00

Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini

Total

82.82

82.00

Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini

Sumber: Diolah Oleh Peneliti


Tabel 4.7 Ikhtisar Evaluasi Aktivitas Pengawasan
4.2.5.1 Melakukan Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan terhadap pengendalian internal atas kegiatan
penyaluran KPR meliputi evaluasi terhadap efektivitas dalam penyaluran KPR dan
evaluasi atas kepatuhan terhadap prosedur dan regulasi. Evaluasi dilakukan secara
97

berkala setiap enam bulan sampai dengan satu tahun sekali oleh SKAI, melalui unit kerja
yang telah ditugaskan. Unit kerja yang telah ditugaskan sebagai evaluator merupakan
pihak yang sangat memiliki pemahaman dan kompetensi di bidang perkreditan,
termasuk KPR. Unit kerja ini bernama audit kredit, yang merupakan unit kerja di bawah
Audit Internal yang khusus ditugaskan sebagai evaluator di dalam bidang perkreditan.
4.2.5.2 Mengkomunikasikan dan Mengevaluasi Defisiensi
Setiap defisiensi yang teridentifikasi di dalam unit kerja, selalu dikomunikasikan
kepada atasan atau pejabat terkait bersamaan dengan saran langkah perbaikan yang
direkomendasikan. Para atasan atau pejabat tersebut kemudian meneruskan
komunikasi tersebut kepada karyawan terkait. Selanjutnya, unit kerja yang dievaluasi
diharuskan untuk segera menyelesaikan tindakan perbaikan berdasarkan rekomendasi
yang telah diberikan tersebut dalam batas waktu yang ditentukan. Kemudian, secara
berkala setiap bulannya perwakilan dari pihak evaluator mengunjungi unit kerja
bersangkutan untuk melakukan pengecekan dan menerima laporan terkait progress atas
tindakan perbaikan yang telah dilakukan hingga hal tersebut selesai dilakukan.

98

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa

memang kerangka COSO 2013 dapat diterapkan ke dalam kebijakan dan prosedur
pemberian kredit Bank untuk menilai efektivitas dalam penerapan pengendalian
internal KPR tersebut. Menurut hasil evaluasi yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan
antara persepsi responden dengan persepsi peneliti, khususnya dalam beberapa prinsip
tertentu, seperti integritas dan nilai etik, penilaian risiko, dan melakukan kegiatan
pengendalian. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan skor dari
responden adalah 82,83 dan rata-rata keseluruhan skor dari peneliti adalah 80,98, yang
dapat diartikan secara umum penerapan pengendalian internal dalam kegiatan
penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA berada di dalam peringkat 1, yaitu
sangat baik.
Sejalan dengan interpretasi peringkat yang diadaptasi dari matriks peringkat GCG
Bank Indonesia, maka dapat diartikan bahwa Divisi Kredit Konsumer BCA telah
melakukan penerapan pengendalian internal yang secara umum sangat baik. Hal
tersebut terlihat dari pemenuhan yang sangat memadai atas lima komponen dan
prinsip-prinsip pengendalian internal pada umumnya, yaitu lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta aktivitas
99

pengawasan. Apabila terdapat kelemahan (defisiensi) dalam penerapan prinsip


pengendalian internal tersebut, maka secara umum kelemahan tersebut dapat
dikatakan tidak signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh manajemen Bank.
Kelemahan yang ada dinilai sebagai control deficiency karena hanya merupakan
sebagian kecil dari seluruh pemenuhan prinsip dan komponen, serta telah tertutupi oleh
pemenuhan atas hal-hal lain yang lebih penting dan mendasar, sehingga sampai saat ini
tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada. Hal tersebut
ditunjukkan dengan tercapainya tujuan yang diharapkan oleh BCA, yaitu kualitas kredit
yang aman dan tetap sehat dibuktikan dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) gross
per 31 Desember 2010 hingga per 30 Juni 2015) masing-masing adalah 0,60%, 0,50%,
0,38%, 0,44%, 0,60%, dan 0,68%. Walaupun demikian, tingkat NPL tersebut dapat
dikatakan mengalami trend yang cenderung meningkat, sejalan dengan meningkatnya
eksposur nilai portofolio KPR per 31 Desember 2010 hingga per 30 Juni 2015 sebesar
Rp18,26 triliun, Rp28,03 triliun, Rp41,80 trilun, Rp52,94 triliun, Rp54,65 triliun dan
Rp52,97 triliun. Tetapi jika diperhatikan, terdapat penurunan eksposur nilai portofolio
KPR dari posisi 31 Desember 2014 ke posisi 30 Juni 2015 sebesar Rp1,73 triliun yang
diiringi dengan sedikit kenaikan pada tingkat NPL gross per 30 Juni 2015. Hal tersebut
menandakan bahwa BCA harus menjaga dan memperbaiki kegiatan pengendalian
internalnya secara intensif agar dapat mempertahankan tingkat NPL gross selalu di
bawah 1%.

100

Dengan demikian, berdasarkan penjabaran diatas, Divisi Kredit Konsumer BCA


diharapkan masih dapat meningkatkan sistem pengendalian internal dalam kegiatan
penyaluran KPRnya secara lebih maksimal lagi melalui perbaikan-perbaikan yang dapat
segera dilakukan atas kelemahan yang teridentifikasi.
5.2

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijabarkan sebelumnya,

maka penulis memberikan saran peningkatan pada 3 komponen yang teridentifikasi


beberapa kelemahan pada prinsipnya sebagai berikut:
1) Lingkungan Pengendalian
a) Bank dapat menegakkan sanksi yang lebih tegas terkait tingkat kehadiran
dan keterlambatan (tanpa alasan darurat). Salah satu contohnya, dengan
memberikan batasan maksimum yang lebih ketat, seperti tiga kali dalam
satu bulan, sehingga karyawan sudah menerima peringatan berupa surat
teguran jika melanggar dalam kurun waktu tersebut.
b) Manajemen Bank dapat memberikan sosialisasi atas struktur divisi secara
tertulis atau terdokumentasi untuk setiap karyawan melalui portal
informasi untuk internal yang dapat diakses oleh setiap karyawan Bank.

101

c) Manajemen Bank memberikan penilaian performa kinerja karyawan yang


berimbang untuk pencapaian target finansial dan pemenuhan batasan
eksposur serta limit risiko, seperti indikator NPL gross yang ditetapkan
oleh manajemen Bank kurang dari 1%. Selain itu, Bank juga sebaiknya
mempertahankan pemberian bonus yang jumlahnya disesuaikan dengan
nilai performa karyawan berdasarkan indikator kinerja keuangan dan
indikator risiko tersebut, sehingga Bank dapat meminimalisir dengan baik
kemungkinan adanya performa negatif yang terjadi melalui mitigasi risiko
yang ada.
2) Penilaian Risiko;
a) Kunjungan on the spot pada tahap awal terhadap debitur yang
termasuk nasabah prioritas sebaiknya tetap dilakukan oleh fungsi
kerja terkait yaitu bagian marketing agar dapat memperoleh
informasi relevan terkait kondisi terkini terkait nasabah, selain
dilakukan kunjungan on the spot terhadap pihak penjual.
b) Bank juga harus selalu melakukan pemantauan atas kualitas fasilitas
kredit lainnya yang dimiliki oleh debitur yang termasuk nasabah
prioritas.

102

3) Kegiatan Pengendalian;
a) Bank sebaiknya melakukan pemantauan rutin terhadap debitur bukan
hanya based on paper dan telepon, namun juga perlu melakukan
pemantauan rutin secara on the spot untuk debitur dengan semua
jumlah plafon tanpa terkecuali (khususnya untuk debitur dengan
profesi wirausaha) agar dapat melihat secara langsung keadaan
terkini debitur, sehingga Bank dapat segera melakukan tindakan dini
sebelum adanya keterlambatan dalam pembayaran.
b) Bank sebaiknya melakukan peninjauan ulang agunan setiap satu
tahun sekali (dua belas bulan).
c) Jka terjadi keterlambatan pembayaran, Bank sebaiknya melakukan
kunjungan kepada debitur sesegera mungkin untuk melakukan diskusi
sebelum memasuki kolektibilitas 3 (kurang lancar), guna melakukan
tindakan penyelesaian sedini mungkin dan menghindari penurunan
kualitas kredit yang lebih buruk.
5.3

Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dari penelitian ini adalah:
1) Penelitian ini hanya dilakukan pada satu Bank, maka hasil yang diperoleh
tidak dapat mewakili Bank-Bank lain secara umum.

103

2) Penelitian ini hanya dilakukan pada unit operasional KPR, sehingga hasil yang
diperoleh tidak dapat mewakili Bank secara keseluruhan.
3) Karena hasil evaluasi didasarkan pada hasil kuesioner yang menunjukkan
perspesi responden dan peneliti, maka penelitian ini cenderung merupakan
hasil subjektivitas dari responden sebagai pihak internal dan peneliti sebagai
pihak eksternal.

104

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amirah. (2013). Tinjauan Efektivitas Penerapan Sistem Pengendalian Internal
Pemberian Kredit Pada PT. Bank Mega Cabang Makassar. (Universitas
Hassanudin, Makassar). Retrieved from http://repository.unhas.ac.id/
Amanina, Ruzanna. (2011). Evaluasi Terhadap Sistem Pengendalian Intern Pada Proses
Pemberian Kredit Mikro. (Universitas Diponegoro, Semarang). Retrieved from
http://core.ac.uk/download/pdf/11725896.pdf
Bank Central Asia. (2014). Memberikan Nilai Tambah Ditengah Masa Transisi: 2014
annual report. Retrieved from
http://www.bca.co.id/include/download/annual_report2014.pdf

Bank Central Asia. (2013). Tegar Ditengah Ketidakpastian Global: 2013 annual report. Retrieved
from
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/New_I
nfo_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report/%5C2013%5CBB
CA%5CBBCA_Annual%20Report_2013.pdf
Bank Central Asia. (2011). Membina Hubungan, Mendukung Pertumbuhan: 2011 annual report.
Retrieved from
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/New_I
nfo_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report/%5C2011%5CBB
CA%5CBBCA_Annual%20Report_2011.pdf

Bank Indonesia. (2003). Lampiran Surat Edaran No. 5/22/DPNP. Retrieved from
http://www.bi.go.id/en/peraturan/arsipperaturan/Perbankan2003/lampiran_se5-22-dpnp_eng.pdf
105

Bank Indonesia. (2011). Lampiran Surat Edaran No. 13/6/DPNP. Retrieved from
www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/se_130611.aspx
Bank Indonesia. (2013). Lampiran Surat Edaran No. 15/15/DPNP. Retrieved from
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/SE_15_15DPNP.aspx
Bank Indonesia. (2015). Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/Pbi/2015 Tentang
Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan
Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Retrieved from
http://www.bi.go.id/id/peraturan/ssk/Documents/pbi_171015.pdf

Conley-Tayler, M. (2005). A fundamental choice: internal or external evaluation.


Evaluation

journal

of

Australia.

Retrieved

from

http://www.aes.asn.au/images/stories/files/publication/Vol4No12/fundamental_choice.pdf
Ikatan Bankir Indonesia. (2014). Mengelola Kredit Secara Sehat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Public Company Accounting Oversight Board. (2007). Auditing Standard No. 5 An Audit
of Internal Control Over Financial Reporting that is Integrated with an Audit of
Financial Statements. Retrieved from
http://pcaobus.org/Rules/Rulemaking/Docket%20021/2007-0612_Release_No_2007-005A.pdf

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

106

The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission. (2013).


Internal Control - Integrated Framework. Retrieved from www.ic.coso.org.
Tunji, S. T. (2013). Journal of economics and International Business Research (JEIBR).
Effective Internal Control System as Antidote for Distress in The Banking Industry
in nigeria, 1(5), 5.

SUMBER LAIN
Pedoman dan prosedur internal Bank.

107

LAMPIRAN

108

KUESIONER EVALUASI PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

Petunjuk Pengisian:
Kuesioner ini terdiri dari 5 (lima) komponen yang masing-masing terbagi ke dalam 17
(tujuh belas) sub-komponen (prinsip). Isilah jawaban anda di bawah masing-masing
kolom peringkat, DALAM BENTUK ANGKA SKOR sebagai berikut:

109

110

Kriteria Penilaian Prinsip Lingkungan Pengendalian


NO.

KETERANGAN

I.
A.

LINGKUNGAN PENGENDALIAN
Integritas dan Nilai Etik
PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
sangat memadai dan selalu disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan selalu menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal
mematuhi standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
3.) Selalu terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta
prosedur penyaluran KPR tersebut rutin secara periodik.
4.) Selalu terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi
penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang dilakukan oleh
karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
memadai dan disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal mematuhi
standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
3.) Terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta
prosedur penyaluran KPR tersebut.
4.) Terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi
penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang dilakukan oleh
karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
cukup memadai dan disosialisasikan kepada para karyawan hanya pada waktu-waktu tertentu.
2.) Para atasan menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal mematuhi
standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR tersebut hanya pada waktu-waktu
tertentu.
3.) Evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta prosedur
penyaluran KPR tersebut dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu.
4.) Tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi penyimpangan
atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR hanya dilakukan pada waktu-waktu
tertentu.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.

111

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
kurang memadai dan jarang disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan jarang menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal
mematuhi standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
3.) Jarang terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta
prosedur penyaluran KPR tersebut secara periodik.
4.) Jarang terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi
penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang dilakukan oleh
karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang tidak
memadai dan tidak pernah disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan tidak pernah menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam
hal mematuhi standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 3.) Tidak pernah terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku
serta prosedur penyaluran KPR tersebut secara periodik.
4.) Tidak pernah terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan
terjadi penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang
dilakukan oleh karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

112

B.

TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN


PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Baik (Satisfactory) - 2

KRITERIA PERINGKAT

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Selalu terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Selalu terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui
hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Selalu terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur
manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang
dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan selalu memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi
hingga monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan
yang memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang sangat independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui
hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur
manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang
dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga
monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang
memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang independen atas karyawan yang menjadi tanggung jawab
pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

113

Cukup Baik (Fair) - 3

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan penyaluran KPR
(dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan
kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil
pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu
(kadang-kadang).
2.) Pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan penyaluran KPR
(dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (divisi
kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan
dan laporan yang diberikan oleh karyawan hanya dilakukan pada waktu-waktu (kadang-kadang).
3.) Pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur manajemen
risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh
fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari internal Divisi Kredit
Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan
hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
4.) Atasan memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga
monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang
memadai hanya pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
5.) Atasan merupakan seorang yang cukup independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Jarang terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Jarang terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui
hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Jarang terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur
manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang
dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan jarang memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi
hingga monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan
yang memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang kurang independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

114

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Tidak pernah terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal
kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi
pengawasan dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer
(atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Tidak pernah terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam
kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi
pengawasan dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Tidak pernah terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 prosedur manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring)
yang dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan tidak pernah memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap
inisiasi hingga monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan
kemampuan yang memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang tidak independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

115

C.

MEMBENTUK STRUKTUR. OTORITAS, DAN TANGGUNG JAWAB


PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Baik (Satisfactory) - 2

Cukup Baik (Fair) - 3

KRITERIA PERINGKAT

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip membentuk struktur,otoritas, dan


tanggung jawab dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang sangat jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang sangat jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada selalu didokumentasikan dan disosialisasikan agar dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi selalu didokumentasikan dan disosialisasikan
agar dapat dimengerti oleh karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip struktur,otoritas, dan tanggung jawab
dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada didokumentasikan dan disosialisasikan agar dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi didokumentasikan dan disosialisasikan agar
dapat dimengerti oleh karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip struktur,otoritas, dan tanggung jawab
dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang cukup jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang cukup jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada didokumentasikan dan disosialisasikan kepada karyawan
hanya pada waktu-waktu tertentu.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi didokumentasikan dan disosialisasikan kepada
karyawan hanya pada waktu-waktu tertentu.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.

116

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsipstruktur,otoritas, dan tanggung jawab


dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang kurang jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang kurang jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada jarang didokumentasikan dan disosialisasikan kepada
karyawan.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi jarang didokumentasikan dan disosialisasikan
kepada karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsipstruktur,otoritas, dan tanggung jawab


dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang tidak jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang tidak jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada tidak pernah didokumentasikan dan disosialisasikan
kepada karyawan.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi tidak pernah didokumentasikan dan
disosialisasikan kepada karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

117

D.

KOMITMEN TERHADAP KOMPETENSI


PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Baik (Satisfactory) - 2

Cukup Baik (Fair) - 3

KRITERIA PERINGKAT

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang sangat memadai (selalu terdapat pelatihan khusus untuk setiap karyawan baru
untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang sangat memadai untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang sangat memadai terkait hal-hal yang bersifat
manajerial dan leadership untuk karyawan yang akan naik ke level jabatan manajerial tertentu
(seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang memadai (seperti terdapat pelatihan khusus yang memadai untuk setiap karyawan
baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang memadai untuk mengembangkan kompetensi dan
kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang memadai terkait manajemen dan leadership untuk
karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang cukup memadai (seperti terdapat pelatihan khusus yang cukup memadai untuk
setiap karyawan baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang cukup memadai untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang cukup memadai terkait manajemen dan leadership
untuk karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.

118

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang kurang memadai (kurang memadainya pelatihan khusus yang diberikan untuk
setiap karyawan baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Kurang memadainya memadainya pelatihan (training) lanjutan untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Kurang memadainya pelatihan (training) lanjutan terkait manajemen dan leadership untuk
karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang tidak memadai (tidak memadainya pelatihan khusus yang diberikan untuk setiap
karyawan baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 2.) Tidak memadainya pelatihan (training ) lanjutan untuk mengembangkan kompetensi dan
kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Tidak memadainya pelatihan (training ) lanjutan terkait manajemen dan leadership untuk
karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

119

E.

MENDORONG AKUNTABILITAS
PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Baik (Satisfactory) - 2

Cukup Baik (Fair) - 3

KRITERIA PERINGKAT

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip mendorong akuntabilitas dalam


pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Job description dikomunikasikan dengan sangat jelas sehingga sangat mendukung tanggung
jawab yang dimiliki oleh masing-masing karyawan dari berbagai bidang kerja (pemasaran,
pemrosesan, dan dokumentasi).
2.) Terdapat pengukuran kinerja yang sangat memadai dan sangat jelas antara pengukuran
financial dan non-financial (seperti pengukuran menggunakan balanced scorecard ).
3.) Selalu terdapat evaluasi rutin secara periodik yang didasarkan pada pengukuran kinerja
tersebut.
4.) Selalu terdapat penghargaan bagi kinerja yang positif, dan menegakkan sanksi atas kinerja
yang negatif.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip mendorong akuntabilitas dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Job description dikomunikasikan dengan jelas sehingga mendukung tanggung jawab yang
dimiliki oleh masing-masing karyawan dari berbagai bidang kerja (pemasaran, pemrosesan, dan
dokumentasi).
2.) Terdapat pengukuran kinerja yang memadai dan jelas antara pengukuran financial dan nonfinancial (seperti pengukuran menggunakan balanced scorecard ).
3.) Sering (namun tidak rutin/tidak selalu) terdapat evaluasi secara periodik yang didasarkan pada
pengukuran kinerja tersebut.
4.) Sering (namun tidak selalu) terdapat penghargaan bagi kinerja yang positif, dan sering
menegakkan sanksi atas kinerja yang negatif.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip mendorong akuntabilitas dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Job description dikomunikasikan dengan cukup jelas sehingga cukup mendukung tanggung
jawab yang dimiliki oleh masing-masing karyawan dari berbagai bidang kerja (pemasaran,
pemrosesan, dan dokumentasi).
2.) Terdapat pengukuran kinerja yang cukup memadai dan cukup jelas antara pengukuran
financial dan non-financial (seperti pengukuran menggunakan balanced scorecard ).
3.) Evaluasi secara periodik yang didasarkan pada pengukuran kinerja tersebut hanya dilakukan
pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
4.) Penghargaan bagi kinerja yang positif dan penegakkan sanksi atas kinerja yang negatif hanya
dilakukan pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.

120

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip mendorong akuntabilitas dalam


pemberian KPR yang secara umum kurang baik.Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Job description dikomunikasikan dengan kurang jelas sehingga kurang mendukung tanggung
jawab yang dimiliki oleh masing-masing karyawan dari berbagai bidang kerja (pemasaran,
pemrosesan, dan dokumentasi).
2.) Terdapat pengukuran kinerja yang kurang memadai dan kurang jelas antara pengukuran
financial dan non-financial.
3.) Jarang terdapat evaluasi secara periodik yang didasarkan pada pengukuran kinerja tersebut.
4.) Jarang terdapat penghargaan bagi kinerja yang positif dan jarang menegakkan sanksi atas
kinerja yang negatif.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip mendorong akuntabilitas dalam


pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Job description dikomunikasikan dengan tidak jelas sehingga tidak dapat mendukung
tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing karyawan dari berbagai bidang kerja
(pemasaran, pemrosesan, dan dokumentasi).
2.) Terdapat pengukuran kinerja yang tidak memadai dan tidak jelas antara pengukuran financial
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 dan non-financial .
3.) Tidak terdapat evaluasi secara periodik yang didasarkan pada pengukuran kinerja tersebut.
kinerja.
4.) Tidak terdapat penghargaan bagi kinerja yang positif dan tidak menegakkan sanksi atas
kinerja yang negatif.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

121

122

123

124

125

126

Kriteria Penilaian Komponen Penilaian Risiko

NO.

KETERANGAN

II.
A.

PENILAIAN RISIKO
Menentukan Tujuan yang Sesuai
PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang sangat memadai serta pedoman dan prosedur
yang sangat sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga sangat mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang memadai serta pedoman dan prosedur yang
sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal maupun
eksternal sehingga mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang cukup memadai serta pedoman dan prosedur
yang cukup sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga cukup mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

127

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang kurang memadai serta pedoman dan prosedur
yang kurang sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga kurang mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan dmemerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang tidak memadai serta pedoman dan prosedur
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 yang tidak sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga tidak mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

128

B.

IDENTIFIKASI DAN ANALISA RISIKO


PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan sangat memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya selalu terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal .
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring .
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah satunya
terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan cukup memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya dilakukan hal-hal berikut hanya pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang):
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

129

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.)Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan kurang memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya jarang terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan dmemerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan tidak memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya tidak pernah terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

130

C.

MENILAI RISIKO FRAUD


PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan sangat
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Selalu dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud yang
telah terbukti.
3.) evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa dilakukan secara proaktif dan intensif oleh
komite anti fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan sangat
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) cukup sering (namun tidak selalu) dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud
atas kejadian fraud yang telah terbukti.
3.) evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa dilakukan secara cukup intensif sesuai dengan
kebutuhan internal bank oleh komite anti fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan cukup
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud yang telah terbukti hanya
dilakukan kadang-kadang oleh Komite anti fraud.
3.) evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa hanya dilakukan seperlunya oleh komite anti
fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

131

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan kurang
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Jarang dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud yang
telah terbukti.
3.) Evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa jarang dilakukan oleh komite anti fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan tidak
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Tidak pernah dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud
yang telah terbukti.
3.) Tidak pernah dilakukan evaluasi atau antisipasi oleh Komite anti fraud atas kejadian fraud
yang pernah terjadi, baik secara internal maupun eksternal guna mencegah kejadian fraud
serupa.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

132

D.

IDENTIFIKASI DAN ANALISA PERUBAHAN SIGNIFIKAN


PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Selalu terdapat antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan mempengaruhi
kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator .
2.) Selalu terdapat antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun
perubahan pada sistem dan prosedur.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) cukup sering (namun tidak selalu) terdapat antisipasi ataupun respon akan adanya perubahan
eksternal dan mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal
regulator .
2.) Cukup seering (namun tidak selalu) terdapat antisipasi ataupun respon akan adanya
perubahan internal dan mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi
yang digunakan ataupun perubahan pada sistem dan prosedur .
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan mempengaruhi kegiatan
penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator hanya dilakukan seperlunya
(kadang-kadang).
2.) Antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan mempengaruhi kegiatan
penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun perubahan pada sistem
dan prosedur hanya dilakukan seperlunya (kadang-kadang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

133

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Jarang dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator.
2.) Jarang dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun
perubahan pada sistem dan prosedur.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh dari Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Tidak pernah dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 2.) Tidak pernah dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun
perubahan pada sistem dan prosedur.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

134

135

136

137

138

139

Kriteria Penilaian Komponen Kegiatan Pengendalian


NO.

KETERANGAN

III.
A.

KEGIATAN PENGENDALIAN
Menentukan Kegiatan Pengendalian
PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian


dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat kegiatan pengendalian yang sangat memadai dalam setiap tahapan kegiatan
penyaluran KPR (seperti pemisahan fungsi, proses maker, checker, dan approval pada seluruh
tahapan kegiatan pemberian kredit, kunjungan secara periodik ke tempat debitur, sarana
reminder bagi debitur, dsb) sehingga sangat mendukung kegiatan penyaluran KPR dengan prinsip
kehati-hatian.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian


dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat kegiatan pengendalian yang memadai dalam setiap tahapan kegiatan penyaluran
KPR (seperti pemisahan fungsi, proses maker, checker, dan approval pada seluruh tahapan
kegiatan pemberian kredit, kunjungan secara periodik ke tempat debitur, sarana reminder bagi
debitur, dsb) sehingga mendukung kegiatan penyaluran KPR dengan prinsip kehati-hatian.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian
dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat kegiatan pengendalian yang cukup memadai dalam setiap tahapan kegiatan
penyaluran KPR (seperti pemisahan fungsi, proses maker, checker, dan approval pada seluruh
tahapan kegiatan pemberian kredit, kunjungan secara periodik ke tempat debitur, sarana
reminder bagi debitur, dsb) sehingga cukup mendukung kegiatan penyaluran KPR dengan prinsip
kehati-hatian.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

140

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian


dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kurang memadainya kegiatan pengendalian yang sangat memadai dalam setiap tahapan
kegiatan penyaluran KPR (seperti pemisahan fungsi, proses maker, checker, dan approval pada
seluruh tahapan kegiatan pemberian kredit, kunjungan secara periodik ke tempat debitur, sarana
reminder bagi debitur, dsb) sehingga kurang mendukung kegiatan penyaluran KPR dengan prinsip
kehati-hatian.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian


dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Tidak memadainya kegiatan pengendalian yang sangat memadai dalam setiap tahapan
kegiatan penyaluran KPR (seperti pemisahan fungsi, proses maker, checker, dan approval pada
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 seluruh tahapan kegiatan pemberian kredit, kunjungan secara periodik ke tempat debitur, sarana
reminder bagi debitur, dsb) sehingga tidak mendukung kegiatan penyaluran KPR dengan prinsip
kehati-hatian.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

141

B.

MENENTUKAN KEGIATAN PENGENDALIAN ATAS TEKNOLOGI


PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan
Origination System dan CCRS yang sangat memadai sehingga sangat mendukung kegiatan
penyaluran KPR .
2.) Terdapat keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas
hanya kepada pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem logout otomatis) yang sangat memadai (lengkap dan berfungsi dengan sangat baik) terhadap
aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Selalu Terdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan kerja audit internal
terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan
Origination System dan CCRS yang memadai sehingga mendukung kegiatan penyaluran KPR .
2.) Terdapat keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas
hanya kepada pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem logout otomatis) yang memadai (berfungsi dengan baik) terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Cukup sering (namun tidak selalu) terdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan
kerja audit internal terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan
Origination System dan CCRS yang cukup memadai sehingga cukup mendukung kegiatan
penyaluran KPR .
2.) Terdapat keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas
hanya kepada pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem logout otomatis) yang cukup memadai (berfungsi dengan cukup baik) terhadap aplikasi LOS dan
CCRS tersebut.
3.) IT audit hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu oleh satuan kerja audit internal terhadap
aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

142

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan Origination
System dan CCRS kurang memadai sehingga sangat kurang kegiatan penyaluran KPR .
2.) Keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas hanya kepada
pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem log-out otomatis)
kurang memadai (kurang berfungsi dengan baik) terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Jarang terdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan kerja audit internal
terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan Origination
System dan CCRS tidak memadai sehingga tidak mendukung kegiatan penyaluran KPR .
2.) Keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas hanya kepada
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem log-out otomatis)
tidak memadai (tidak berfungsi dengan baik) terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Tidak pernah erdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan kerja audit internal
terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

143

C.

MELAKUKAN PENGENDALIAN ATAS KEBIJAKAN DAN PROSEDUR


PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur secara konsisten (secara periodik) selalu di-review , diperbaharui
sesuai dengan ketentuan maupun kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan kepada
karyawan.
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi, mereview , dan memperbaharaui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur sering (namun tidak selalu/tidak secara periodik) di-review,
diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan
kepada karyawan .
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi, mereview , dan memperbaharaui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur di-review , diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun kebutuhan
internal Bank, dan dikomunikasikan kepada karyawan hanya pada waktu-waktu tertentu (kadangkadang).
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi, mereview , dan memperbaharaui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

144

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur jarang di-review, diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun
kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan kepada karyawan.
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi,
namun jarang me-review , dan memperbaharui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur tidak pernah di-review, diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan kepada karyawan.
2.) Tidak terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi,
me-review , dan memperbaharui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

145

146

147

148

149

150

151

Kriteria Penilaian Komponen Informasi dan Komunikasi


NO.

KETERANGAN

IV.
A.

INFORMASI DAN KOMUNIKASI


Penggunaan Informasi yang Relevan
PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang sangat memadai, sangat relevan dan sangat akurat (baik berasal dari
sumber internal maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR
(seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur)
sehingga sangat mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang memadai, relevan dan akurat (baik berasal dari sumber internal
maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR (seperti informasi
terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur) sehingga
mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat dilakukan perbaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.)Terdapat informasi yang sangat cukup memadai, cukup relevan dan cukup akurat (baik berasal
dari sumber internal maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR
(seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur)
sehingga cukup mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

152

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang kurang memadai, kurang relevan dan kurang akurat (baik berasal dari
sumber internal maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR
(seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur)
sehingga kurang mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang tidak memadai, tidak relevan dan tidak akurat untuk digunakan dalam
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 kegiatan penyaluran KPR (seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta
kebijakan dan prosedur) sehingga tidak mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai
tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh Bank.

153

B.

KOMUNIKASI INTERNAL
PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang sangat memadai (sangat lengkap dan selalu rutin
digunakan) , seperti penggunaan e-mail internal, aplikasi chat internal, rapat, ataupun
conference sehingga sangat mendukung komunikasi antar karyawan dan komunikasi dengan
atasan guna membantu koordinasi pekerjaan para karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang memadai (lengkap dan sering digunakan,
walaupun tidak rutin), seperti penggunaan e-mail internal, aplikasi chat internal, rapat, ataupun
conference sehingga mendukung komunikasi antar karyawan dan komunikasi dengan atasan
guna membantu koordinasi pekerjaan para karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat dilakukan perbaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang cukup memadai (cukup lengkap namun hanya
digunakan ketika terjadi hal-hal yang sangat penting), seperti penggunaan e-mail internal,
aplikasi chat internal, rapat, ataupun conference sehingga cukup mendukung komunikasi antar
karyawan dan komunikasi dengan atasan guna membantu koordinasi pekerjaan para karyawan
dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

154

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang kurang memadai (kurang lengkap dan jarang
digunakan), seperti penggunaan e-mail internal, aplikasi chat internal, rapat, ataupun conference
sehingga kurang mendukung komunikasi antar karyawan dan komunikasi dengan atasan guna
membantu koordinasi pekerjaan para karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Tidak memiliki program komunikasi internal sehingga tidak dapat mendukung komunikasi
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
antar karyawan dan komunikasi dengan atasan guna membantu koordinasi pekerjaan para
karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

155

C.

KOMUNIKASI EKSTERNAL
PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Selalu Terdapat komunikasi yang sangat jelas dengan debitur terkait hal-hal penting yang
berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
2.) Terdapat sarana yang sangat memadai (sangat lengkap dan sangat responsive ) bagi debitur
untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan pelayanan (service
level ) yang diberikan atas permohonan KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Cukup sering (namun tidak selalu) terdapat komunikasi yang jelas dengan debitur terkait halhal penting yang berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
2.) Terdapat sarana yang memadai (lengkap dan responsive) bagi debitur untuk memberikan
feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan pelayanan (service level ) yang
diberikan atas permohonan KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Komunikasi yang dilakukan dengan debitur terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan
KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur, dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu
(kadang-kadang).
2.) Terdapat sarana yang cukup memadai (cukup lengkap dan cukup responsive) bagi debitur
untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan pelayanan (service
level ) yang diberikan atas permohonan KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

156

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Jarang Terdapat komunikasi yang dilakukan dengan debitur terkait hal-hal penting yang
berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
2.) Sarana bagi debitur untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan
dengan pelayanan (service level ) yang diberikan atas permohonan KPR kurang memadai (kurang
lengkap dan kurang responsive).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Tidak pernah terdapat komunikasi yang dilakukan dengan debitur terkait hal-hal penting yang
berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 2.) Saranabagi debitur untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan
dengan pelayanan (service level ) yang diberikan atas permohonan KPR tidak memadai (tidak
lengkap dan tidak responsive).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

157

158

159

Kriteria Penilaian Komponen Aktivitas Pengawasan


NO.

KETERANGAN

V.
A.

AKTIVITAS PENGAWASAN
Melakukan Evaluasi Atas Pengendalian Internal
PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Baik (Satisfactory) - 2

Cukup Baik (Fair) - 3

KRITERIA PERINGKAT

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi Berkelanjutan


dan/atau Terpisah dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Selalu terdapat Terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang telah ditugaskan atas
keefektifan kegiatan penyaluran KPR, kehandalan dari setiap laporan hasil kerja yang diberikan,
dan kepatuhan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh regulator guna menilai keefektifan
pengendalian internal .
2.) Pejabat ataupun satuan kerja yang ditugaskan sebagai evaluator merupakan seorang yang
sangat kompeten dan sangat memiliki pemahaman atas kegiatan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi Berkelanjutan
dan/atau Terpisah dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Cukup sering (namun tidak selalu) terdapat terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang
telah ditugaskan atas keefektifan kegiatan penyaluran KPR, kehandalan dari setiap laporan hasil
kerja yang diberikan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh regulator guna
menilai keefektifan pengendalian internal .
2.) Pejabat ataupun satuan kerja yang ditugaskan sebagai evaluator merupakan seorang yang
kompeten dan memiliki pemahaman atas kegiatan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi Berkelanjutan
dan/atau Terpisah dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang telah ditugaskan atas keefektifan kegiatan
penyaluran KPR, kehandalan dari setiap laporan hasil kerja yang diberikan, dan kepatuhan
terhadap peraturan yang ditetapkan oleh regulator hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu
(kadang-kadang).
2.) Pejabat ataupun satuan kerja yang ditugaskan sebagai evaluator merupakan seorang yang
cukup kompeten dan cukup memiliki pemahaman atas kegiatan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
cukupsignifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

160

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi Berkelanjutan


dan/atau Terpisah dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Jarang terdapat Terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang telah ditugaskan atas
keefektifan kegiatan penyaluran KPR, kehandalan dari setiap laporan hasil kerja yang diberikan,
dan kepatuhan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh regulator guna menilai keefektifan
pengendalian internal .
2.) Pejabat ataupun satuan kerja yang ditugaskan sebagai evaluator merupakan seorang yang
kurang kompeten dan kurang memiliki pemahaman atas kegiatan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi Berkelanjutan


dan/atau Terpisah dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Tidak pernah terdapat Terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang telah ditugaskan
atas keefektifan kegiatan penyaluran KPR, kehandalan dari setiap laporan hasil kerja yang
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 diberikan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh regulator guna menilai
keefektifan pengendalian internal .
2.) Pejabat ataupun satuan kerja yang ditugaskan sebagai evaluator merupakan seorang yang
tidak kompeten dan tidak memiliki pemahaman atas kegiatan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

161

B.

Melakukan Evaluasi dan Mengkomunikasikan Defisiensi


PERINGKAT

KRITERIA PERINGKAT

Sangat Baik (Strong) - 1

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi dan


Mengkomunikasikan Defisiensi dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini
tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Setiap defisiensi yang teridentifikasi dari hasil evaluasi yang telah disebutkan diatas, selalu
dikomunikasikan kepada pihak terkait, untuk selanjutnya ditentukan saran langkah perbaikan.
2.) Para pihak terkait yang dievaluasi selalu melakukan tindakan korektif berdasarkan saran
langkah perbaikan yang telah diberikan oleh evaluator.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.

Baik (Satisfactory) - 2

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi dan


Mengkomunikasikan Defisiensi dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin
dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Setiap defisiensi yang teridentifikasi dari hasil evaluasi yang telah disebutkan diatas, cukup
sering (namun tidak selalu) dikomunikasikan kepada pihak terkait, untuk selanjutnya ditentukan
saran langkah perbaikan.
2.) Para pihak terkait yang dievaluasi cukup sering (namun tidak selalu) melakukan tindakan
korektif berdasarkan saran langkah perbaikan yang telah diberikan oleh evaluator.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.

Cukup Baik (Fair) - 3

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi dan


Mengkomunikasikan Defisiensi dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini
tercermin dari pemenuhan yang cukup memadai atas kriteria sebagai berikut:
1.) Setiap defisiensi yang teridentifikasi dari hasil evaluasi yang telah disebutkan diatas,
dikomunikasikan kepada pihak terkait hanya pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
2.) Para pihak terkait yang dievaluasi melakukan tindakan korektif berdasarkan saran langkah
perbaikan yang telah diberikan oleh evaluator hanya pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
cukupsignifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.

162

Kurang Baik (Marginal) - 4

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi dan


Mengkomunikasikan Defisiensi dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik.Hal ini
tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Setiap defisiensi yang teridentifikasi dari hasil evaluasi yang telah disebutkan diatas, jarang
dikomunikasikan kepada pihak terkait.
2.) Para pihak terkait yang dievaluasi jarang melakukan tindakan korektif berdasarkan saran
langkah perbaikan yang telah diberikan oleh evaluator.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.

Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip Melakukan Evaluasi dan


Mengkomunikasikan Defisiensi dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini
tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Setiap defisiensi yang teridentifikasi dari hasil evaluasi yang telah disebutkan diatas, tidak
pernah dikomunikasikan kepada pihak terkait.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
2.) Para pihak terkait yang dievaluasi tidak pernah melakukan tindakan korektif berdasarkan saran
langkah perbaikan yang telah diberikan oleh evaluator.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.

163

164

165

Anda mungkin juga menyukai