OLEH
Lucky Novella
0134111014
OLEH
Lucky Novella
0134111014
Lucky Novella
ii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal
dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Divisi Kredit Konsumer Bank
Central Asia (BCA) dengan menggunakan berbagai sumber terkait pelaksanaan KPR,
salah satunya adalah kebijakan dan prosedur KPR yang diadaptasi ke dalam kerangka
COSO 2013. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan apakah
terdapat perbedaan antara penilaian karyawan (pihak internal) dengan peneliti
(pihak eksternal) dalam evaluasi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan metode evaluasi. Data dari penelitian ini diperoleh melalui
observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
walaupun
memang
terdapat
iii
ABSTRACT
This research aims to evaluate the internal control system of housing loan at
Consumer Credit Division of Bank Central Asia (BCA), using a variety of sources, on of
which is credit policy and procedure that adapted into COSO 2013 framework. In
addition, this research also aims to compare differences between employee (internal
party) assessment with researcher (external party) assessment. This research is a
qualitative research with an evaluation method. Data used in this research were
obtained from questionnaire, observation, documentation, and interview with
relevant parties.
The research shown that, even though there are some differences between
employee (internal party) assessment with researcher (external party) assessment in
some COSO principles, but in general the internal control system of housing loan at
Credit Consumer Division BCA has been implemented very effectively. It is reflected in
adequacy of five components and seventeen principles of COSO that implemented in
housing loan unit at Credit Consumer Division BCA. However, there are some
deficiensies considered insignificant that should be improved immediately by the
Bank.
Key words: Internal Control System, Credit, Housing Loan, COSO 2013
iv
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... i
ABSTRAK .........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
1.5 Batasan masalah ................................................................................... 7
1.6 Sistematika Penulisan.................................................................................. 7
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................................ 9
2.1 Pengendalian Internal ................................................................................. 9
2.1.1 Definisi Pengendalian Internal ............................................................ 9
2.1.2 Komponen Pengendalian Internal..................................................... 10
2.1.3 Keterbatasan Pengendalian Internal ................................................. 19
2.2 Defisiensi Pada Pengendalian Internal ..................................................... 20
2.3 Prinsip Pemberian Kredit........................................................................... 22
2.4 Evaluasi Pihak Internal dan Evaluasi Pihak Eksternal .............................. 25
2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 27
BAB 3 METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .............. 30
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 30
3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 30
3.3 Sumber Data .............................................................................................. 30
v
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
digunakan oleh berbagai entitas adalah kerangka sistem pengendalian internal dari
The Committee of Treadway Commission (COSO) yang di dalamnya terdiri dari lima
komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian,
informasi dan komunikasi, serta aktivitas pengawasan. Sesuai dengan definisi yang
dinyatakan oleh COSO (2013), kerangka pengendalian internal tersebut diterapkan
agar dapat memberikan keyakinan dan memastikan bahwa entitas dapat mencapai
tujuanya dalam aspek operasional, pelaporan, dan kepatuhan. Pada tahun 2013,
COSO telah menerbitkan versi terbaru dari kerangka sistem pengendalian internal,
untuk memperbaharui kerangka sistem pengendalian internal tahun 1992
sebelumnya. Salah satu perbedaan mendasar yang ada di dalam kerangka versi
terbaru tersebut adalah adanya perumusan (kodifikasi) terkait tujuh belas prinsip
yang melengkapi lima komponen yang sudah ada pada COSO.
Di sisi lain, industri perbankan dikenal sebagai industri yang diatur secara
ketat (highly regulated) oleh regulator karena berbagai risiko yang dihadapi dalam
kegiatan bisnisnya. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dinyatakan bahwa
Bank merupakan sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
1
yang ada pada pedoman standar pengendalian internal bagi Bank Umum tersebut
sama dengan lima komponen yang ada pada kerangka COSO 2013. Oleh karena itu
kerangka COSO sebagai kerangka yang sudah secara umum banyak diterapkan oleh
berbagai entitas dan saat ini sudah diperbaharui secara rinci dengan tujuh belas
prinsipnya, dirasa tepat oleh peneliti untuk digunakan sebagai teori dalam
mengevaluasi efektivitas penerapan sistem pengendalian internal yang ada pada
Bank, khususnya dalam penyaluran kredit.
Belum banyaknya penelitian yang menggunakan kerangka COSO 2013 dalam
mengevaluasi efektivitas penerapan sistem pengendalian internal dalam penyaluran
kredit, dan belum ditemukannya penelitian yang mengadaptasi sebagian besar
kebijakan dan prosedur pemberian kredit Bank untuk disesuaikan (dirancang) dalam
kerangka COSO 2013, membuat peneliti tertarik untuk mencoba melakukan evaluasi
efektivitas penerapan sistem pengendalian internal dalam penyaluran kredit suatu
Bank, dengan mengadaptasi sebagian besar kebijakan dan prosedur penyaluran
kredit Bank tersebut ke dalam kerangka COSO 2013. Sebagian besar kebijakan dan
prosedur pemberian kredit Bank yang dimasukkan ke dalam kerangka COSO 2013
tersebut nantinya akan dituangkan dengan bentuk kuesioner yang akan dinilai oleh
responden (sebagai pihak internal) dan peneliti (sebagai pihak eksternal) untuk
mengevaluasi efektivitas dalam penerapan sistem pengendalian internal dalam
penyaluran kredit. Melissa Conley-Tyler (2005) menyatakan bahwa banyak dari
pengguna evaluasi yang menganggap bahwa evaluasi yang dihasilkan oleh pihak
eksternal lebih bersifat objektif. Peneliti (sebagai pihak eksternal) merasa perlu
untuk turut serta menuangkan penilaian dan persepsinya di dalam penelitian ini
untuk menghasilkan penilaian evaluasi yang independen, terverifikasi, dan lebih
objektif.
Dalam penelitian ini, penulis memilih PT. Bank Central Asia, Tbk (BCA) sebagai
objek evaluasi yang akan diteliti. BCA sebagai salah satu Bank swasta nasional
terbesar di Indonesia menawarkan berbagai macam produk kredit kepada para
nasabahnya. Salah satu produk kredit yang ditawarkan oleh BCA adalah Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) yang berada di dalam segmen kredit konsumer. Berdasarkan
laporan tahunan BCA tahun 2014, KPR merupakan jenis produk kredit dengan
portfolio terbesar di dalam total portfolio kredit konsumer, yakni sebesar 59,2%
(54,65 triliun rupiah). Dengan kata lain, lebih dari setengah proporsi portfolio kredit
yang ada di dalam segmen konsumer pada BCA dipengaruhi oleh KPR sehingga
sangat dibutuhkan pengendalian internal yang memadai dan efektif guna
memastikan penyaluran KPR dilakukan dengan efektif sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan selalu terjaga di level yang aman.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penulis memilih judul Evaluasi Sistem Pengendalian Internal Dalam Penyaluran
Kredit Pemilikan Rumah Berdasarkan Kerangka COSO 2013.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
2)
3)
Bagaimana
peneliti
dapat
meningkatkan
efektivitas
sistem
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui atau menguji apakah kerangka COSO 2013 dapat
diterapkan ke dalam kebijakan dan prosedur pemberian kredit Bank
untuk menilai efektivitas dalam penerapan pengendalian internal KPR.
2) Untuk mengetahui atau menguji apakah terdapat perbedaan
terhadap hasil evaluasi berdasarkan penilaian responden dengan
penilaian peneliti.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1)
2)
Bagi regulator:
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan sebagai dasar
pembuatan kerangka penilaian secara umum untuk mengevaluasi
penerapan
sistem
pengendalian
internal
bagi
Bank
umum
Batasan Masalah
Agar bahasan masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan menjadi
lebih fokus maka peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini. Dari
identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian internal dalam penyaluran KPR pada
Divisi Kredit Konsumer BCA dengan mengadaptasi regulasi eksternal terkait serta
pedoman dan prosedur internal Bank ke dalam kerangka COSO 2013, dan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antara persepsi karyawan dengan persepsi
peneliti.
1.6.
Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dibagi dalam lima bab bahasan dengan sistematika dan
BAB 1 - Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan mengenai permasalahan pokok yang akan
dibahas di dalam penelitian. Isi dari bab ini adalah latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan masalah, dan sistematika penulisan penelitian.
2)
3)
4)
5)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
2.1.1
Pengendalian Internal
Definisi Sistem Pengendalian Internal
Menurut COSO 2013, sistem pengendalian internal adalah sebuah proses
yang dilakukan oleh boards of director, manajemen, serta personel lainnya di dalam
sebuah entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai terkait
pencapaian tujuan yang berhubungan dengan aspek operasional, pelaporan, dan
kepatuhan. Sedangkan menurut BI di dalam SEBI No. 5/22/03/DPNP tahun 2003
tentang Pedoman Standar Pengendalian Internal Bagi Bank Umum, sistem
pengendalian internal adalah sebuah mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh
manajemen Bank secara berkesinambungan untuk menjaga asset yang dimiliki oleh
Bank, memastikan keakuratan dalam pelaporan, memastikan kepatuhan terhadap
hukum dan regulasi yang berlaku, meminimalisasi kerugian dan penyimpangan, serta
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi operasional.
Dengan kata lain, sistem pengendalian internal dapat diartikan sebagai
serangkaian kegiatan pada sebuah entitas yang dilakukan oleh seluruh personel di
dalamnya sesuai dengan standar dan aturan yang telah ditetapkan, serta diawasi
oleh manajemen guna memastikan pencapaian efektivitas operasional dan
menghasilkan laporan yang handal.
Operasional:
Pencapaian tujuan operasional dimaksudkan untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi di dalam kegiatan operasional pada proses
bisnis yang ada.
2)
Pelaporan:
Pencapaian tujuan dalam hal pelaporan bertujuan agar seluruh
laporan
yang
dihasilkan
oleh
entitas
untuk
semua
pihak
berkepentingan, baik laporan keuangan maupun laporan nonkeuangan, dapat dilaporkan secara handal, transparan, serta sesuai
terhadap aturan dan standar yang berlaku.
3)
Kepatuhan:
Pencapaian tujuan dalam hal kepatuhan bertujuan agar suatu entitas
selalu tunduk dan mematuhi berbagai hukum dan peraturan yang
mengatur entitas tersebut.
2.1.2
10
1)
Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian terdiri dari berbagai kegiatan yang menjadi
bagi pelaksanaan seluruh komponen sistem pengendalian internal
lainnya (COSO, 2013). Terdapat lima prinsip yang mendukung
lingkungan pengendalian, yaitu:
a) Integritas dan nilai etik
Entitas diharapkan dapat memenuhi penerapan terhadap halhal yang berhubungan dengan integritas dan nilai etik di dalam
kegiatan bisnisnya. pemenuhan tersebut dapat dibuktikan
dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan
menetapkan standar etik dan ketentuan berperilaku yang
tertera di dalam pedoman perilaku yang dipatuhi oleh seluruh
personel di dalamnya.
b) Melakukan tanggung jawab pengawasan
Entitas diharapkan dapat memenuhi tanggung jawabnya
dalam hal pengawasan terhadap seluruh kegiatan bisnisnya
sebagai bagian dari pengendalian internal. Dalam hal
melakukan tanggung jawab pengawasan, para Board of
Directors ataupun para petinggi (pejabat) suatu entitas atau
unit kerja dituntut untuk menunjukkan sikap independensinya.
11
diharapkan
menetapkan
hal-hal
yang
dapat
Penilaian Risiko
Adanya risiko yang datang dari berbagai sumber, baik risiko yang
berasal dari internal maupun risiko yang berasal dari eksternal
merupakan suatu hal yang tidak mungkin dapat dihindari oleh sebuah
entitas. (COSO, 2013). Oleh karena itu, penting bagi setiap entitas
12
risiko.
Pada
tahap
ini
entitas
harus
13
Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian merupakan sebuah bentuk tindakan nyata atas
mitigasi terhadap risiko-risiko yang teridentifikasi di dalam kegiatan
bisnis. Terdapat tiga prinsip yang mendukung kegiatan pengendalian,
yaitu (COSO, 2013):
a) Menentukan dan mengembangkan kegiatan pengendalian
Entitas diharuskan untuk menentukan dan mengembangkan
berbagai bentuk kegiatan pengendalian yang sesuai agar dapat
14
dan
mengembangkan
pengendalian
atas
teknologi
Selain
menentukan
dan
mengembangkan
kegiatan
menentukan
dan
mengembangkan
kegiatan
15
komunikasi
kepada
pihak
eksternal
(yang
yang
dapat
berpengaruh
pada
pelaksanaan
Kegiatan Pengawasan
Kegiatan Pengawasan merupakan kegiatan peninjauan berkala atas
kualitas pengendalian internal yang telah dilakukan. Kegiatan
pengawasan dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa setiap
komponen dan prinsip pada pengendalian internal telah dilakukan
16
entitas
memastikan
harus
bahwa
dilakukan
setiap
secara
komponen
berkala
dan
guna
prinsip
3)
4)
18
19
2)
Adanya
ketidakjelasan
atau
kerancuan
pada
penilaian
dan
4)
5)
6)
2.2.
pengendalian
internal
yang
dapat
berpotensi
21
lalai
teridentifikasi
dan
terkontrol
dengan
baik,
sehingga
Character
Pada tahap ini Bank menganalisa karakter calon debitur
melalui beberapa cara, salah satunya dengan melakukan
wawancara kepada calon debitur. Hal ini berguna untuk
memberikan penilaian apakah debitur memiliki karakter yang
jujur dan baik, sehingga nantinya tidak akan menimbulkan
masalah.
22
b)
Capacity
Pada tahap ini Bank menganalisa performa calon debitur
dalam usaha yang dimiliki atau pendapatannya, serta
kemampuan pengelolaan keuangan debitur agar Bank dapat
memastikan
bahwa
calon
debitur
tersebut
memiliki
Capital
Hampir sama dengan tahap penilaian capacity, pada tahap ini
maka Bank menganalisa posisi keuangan calon debitur secara
keseluruhan sehingga Bank dapat memastikan bahwa calon
debitur memiliki modal yang cukup untuk melunasi kewajiban
pinjamannya di kemudian hari.
d)
Condition of economic
Bank menganalisa situasi dan kondisi ekonomi yang terjadi,
baik secara nasional maupun secara global. Hal tersebut
bertujuan agar Bank dapat memastikan bahwa industri pada
usaha atau pekerjaan yang dimiliki oleh debitur dalam jangka
panjang tidak terkena dampak negatif (contoh: menjadi
bangkrut atau terjadi pemutusan hubungan herja) yang
disebabkan oleh kondisi ekonomi yang memburuk.
23
e)
Collateral
Pada tahap ini Bank menganalisa kelayakan kondisi dan nilai
agunan yang diberikan calon debitur kepada Bank sebagai
bentuk jaminan atas kredit yang diperoleh calon debitur
nantinya.
merupakan salah satu sarana penting guna mendorong dan meningkatkan kinerja
entitas atau program tersebut pada kegiatan bisnis, pemerintah, ataupun pada
masyarakat (Love, 1991 sebagaimana dikutip dalam Conley-Tayler, 2005). Evaluasi
dapat dilakukan oleh pihak internal maupun pihak eksternal. Evaluasi yang dilakukan
oleh pihak internal merupakan evaluasi yang dilakukan oleh seseorang atau
25
sekelompok orang yang menjadi bagian di dalam sebuah entitas ataupun program
yang akan dievaluasi (Weiss, 1972 sebagaimana dikutip dalam Conley-Tayler, 2005).
Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal merupakan evaluasi yang
dilakukan oleh pihak di luar entitas yang tidak menjadi bagian atau tidak memiliki
keterlibatan dengan entitas atau program yang akan dievaluasi.
Pada umumnya evaluasi yang dilakukan oleh pihak internal dianggap memiliki
kelebihan dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal. Salah
satunya disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki pihak internal tersebut terkait
entitas yang akan dievaluasi, karena pihak internal merupakan pihak yang secara
langsung menjadi bagian dan melakukan berbagai kegiatan operasional pada
organisasi tersebut (Conley-Tayler, 2005). Namun seperti yang dinyatakan oleh
Conley-Tayler (2005), lambat laun kelebihan tersebut dapat ditutupi karena pihak
eksternal dapat memperoleh pengetahuan terkait entitas ataupun program yang
akan dievaluasi seiring dengan tahapan dalam kegiatan evaluasi yang dilakukan.
Di sisi lain, banyak pihak mencari kredibilitas pada suatu kegiatan evaluasi
yang salah satunya terdapat pada tingkat objektifitas dari evaluasi tersebut
(Braskamp et al. 1987; Love 1991; Mathison 1994, sebagaimana dikutip dalam
Conley-Tayler, 2005). Selain itu, menurut Weiss (1972, sebagaimana dikutip dalam
Conley-Tayler, 2005) menyatakan bahwa banyak dari pengguna hasil evaluasi yang
mencari independensi atas hasil evaluasi yang dihasilkan (dilakukan oleh pihak yang
tidak terlibat di dalam entitas atau program yang dievaluasi). Pendapat ini didukung
oleh Conley-Tayler (2005) yang menyatakan bahwa banyak dari pengguna evaluasi
26
yang menganggap bahwa evaluasi yang dihasilkan oleh pihak eksternal lebih bersifat
objektif. Sementara House (1980, sebagaimana dikutip dalam Conley-Tayler, 2005)
menyatakan bahwa walaupun pihak internal berusaha bersikap independen ketika
melakukan evaluasi, namun secara tidak sadar, pihak internal tersebut tidak dapat
sepenuhnya objektif dalam menilai entitas ataupun program yang melibatkan
mereka.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian dari pihak eksternal juga
memiliki peranan penting dalam suatu kegiatan evaluasi untuk memberikan
perspektif baru dan penilaian yang lebih independen dan objektif, guna
menghasilkan feedback (masukan) yang lebih baik bagi sebuah entitas atau program
yang menjadi objek evaluasi.
2.5.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi pada penelitian ini
adalah penelitian dari Ruzanna Amanina (2011) dan Amirah Ahmad (2013). Amanina
(2011) melakukan penelitian terkait evaluasi terhadap pengendalian internal dalam
proses pemberian kredit mikro dengan judul Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian
Intern pada Proses Pemberian Kredit Mikro (studi kasus pada PT. Bank Mandiri
(PERSERO) Cabang Maja Pahit Semarang). Tujuan dari penelitian tersebut adalah
untuk mengetahui penerapan sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit
mikro pada Bank Mandiri cabang Majapahit Semarang, dan menilai keefektifan dari
sistem pengendalian internal tersebut.
27
28
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut di atas adalah jenis
penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Kesimpulan hasil penelitian yang
didapat adalah bahwa sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit yang
dilakukan oleh PT. Bank Mega Cabang Makassar telah berjalan sangat efektif dan
telah memenuhi kelima elemen sistem pengendalian internal.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2013) dengan penelitian
ini adalah, penelitian tersebut masih menggunakan teori pengendalian internal
COSO 1992 yang belum memiliki kodifikasi atas tujuh belas prinsip seperti saat ini.
Selain itu, pada penelitian tersebut pertanyaan terkait kebijakan atau prosedur Bank,
khususnya dalam pemberian kredit, dibuat terpisah (tidak diadaptasi) ke dalam
komponen COSO. Sedangkan bentuk pertanyaan terkait komponen COSO yang
digunakan merupakan bentuk pertanyaan terkait kredit secara umum.
29
BAB 3
METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada BCA, tepatnya pada Divisi Kredit Konsumer
Sumber Data
Terdapat 2 sumber data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1)
Data Primer
Data primer merupakan data atau informasi yang diperoleh oleh
penulis secara langsung dari narasumber ataupun responden. Pada
30
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang didapatkan dari literaturliteratur terkait penelitian, serta dokumen-dokumen lain yang sudah
terlebih dahulu dipublikasikan. Data sekunder pada penelitian ini
adalah data terkait informasi perusahaan yang didapat dari laporan
tahunan yang telah dipublikasikan dan studi pustaka melalui literaturliteratur yang dijadikan sebagai dasar landasan teori penelitian.
3.4.
berikut:
1)
Observasi
Teknik pengumpulan data melalui observasi digunakan bila
penelitian berhubungan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala
alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono,
2003, p.139). Dalam penelitian kali ini, digunakan teknik observasi
non-partisipan, dimana penulis tidak terlibat langsung dalam proses
aktivitasnya, namun hanya berlaku sebagai pengamat independen.
31
Wawancara
Salah satu teknik utama pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan wawancara. Pada penelitian ini, penulis
melakukan
wawancara
dengan
Dokumentasi
Pengumpulan data dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan informasi terkait pemberian KPR melalui
dokumen yang ada. Selain itu, data dokumentasi juga didapat melalui
data yang sudah dipublikasikan, seperti laporan tahunan perusahaan.
4)
Kuesioner (angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2003, p. 135).
Pada penelitian ini, kuesioner diisi oleh 30 orang karyawan terkait
32
pemberian KPR dari berbagai unit kerja yang ada (sebagai pihak
internal). Selain itu, kuesioner juga diisi oleh peneliti sebagai pihak
eksternal.
5)
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan sebagai dasar rujukan yang relevan untuk
menunjang kebutuhan penelitian serta pembahasannya. Dalam
penelitian ini, studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan
literatur-literatur terkait penelitian.
3.5.
Responden Penelitian
Dalam pengumpulan data yang dilakukan untuk mengevaluasi pengendalian
33
3.6.
berikut:
Persepsi responden
(karyawan) terhadap
penilaian SPI
berdasarkan COSO
2013
Membandingkan
dan menganalisa
(mengevaluasi)
hasil persepsi
responden dan
peneliti
Kesimpulan &
Rekomendasi
Persepsi peneliti
terhadap penilaian
SPI berdasarkan
COSO 2013
34
2) Baik
3) Cukup Baik
4) Kurang Baik
5) Tidak Baik
6) Tidak Tahu
Pemeringkatan yang digunakan dalam kategori tersebut diatas didasarkan
pada matriks penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang ada pada SEBI No.
15/15/DPNP tahun 2013 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum. Sedangkan skoring penilaian interval yang dibangun dan digunakan peneliti
dimaksudkan agar dapat mengukur bobot atau besarnya nilai pada setiap kategori
pemeringkatan tersebut.
35
Mean (X) =
pengendalian internal yang diadaptasi dari matriks peringkat faktor GCG tersebut
adalah sebagai berikut:
36
Peringkat
Baik (2)
Interpretasi
37
Berdasarkan laporan tahunan 2014, saat ini BCA memiliki empat kegiatan bisnis
utama yang terbagi ke dalam perbankan cabang, perbankan korporasi, perbankan
individu, serta tresuri dan internasional. Berikut adalah penjelasannya:
1)
Perbankan Cabang
Perbankan cabang merupakan kegiatan bisnis BCA dalam yang
menyediakan layanan transaksi penyelesaian pembayaran dan
penyaluran kredit jenis komersial & UMKM. Layanan penyaluran
kredit jenis komersial dan UMKM merupakan salah satu segmen
kredit yang memberikan kontribusi cukup signifikan pada total
portofolio kredit yang ada di BCA, yaitu sebesar 38,1%.
2)
Perbankan Korporasi
Perbankan korporasi merupakan bisnis yang dimiliki oleh BCA yang
kegiatanya
adalah
menyalurkan
kredit
kepada
perusahaan-
Perbankan Individu
Bisnis perbankan individu yang dimiliki oleh BCA adalah penyaluran
kredit konsumer yang meliputi KPR, Kredit kendaraan Bermotor (KKB),
dan kartu kredit. Dari berbagai jenis kredit yang ada pada kredit
segmen konsumer, jenis kredit yang berkontribusi paling signifikan
terhadap total portofolio kredit konsumer dalah KPR. KPR
38
39
40
41
42
Dapat dilihat dari gambar di atas bahwa Divisi Kredit Konsumer dikepalai oleh
seorang Kepala Divisi. Kepala Divisi tersebut membawahi dua bagian di bawahnya,
yaitu Kepala Penjualan Kredit Konsumer dan Kepala Operasi Kredit Konsumer. Di
bawah Kepala Penjualan Kredit, terdapat Biro Pengembangan Bisnis yang
membawahi bagian pemasaran, dimana bagian pemasaran ini kemudian melakukan
koordinasi dengan cabang-cabang yang dipegangnya dalam hal melakukan penjualan
kredit ataupun kerjasama dengan developer.
Biro yang di bawahi oleh Kepala Operasi Kredit adalah Biro Pemrosesan.
Dimana Biro Pemrosesan tersebut membawahi bagian analis dan bagian
administrasi. Tim analis terdiri dari para analis yang bertugas melakukan prescreening dan analis keuangan/kelayakan calon debitur, serta para analis yang
bertugas melakukan penilaian agunan (appraisal). Kemudian terdapat tim
administrasi yang memiliki dua tim di dalamnya. Tim satu bertugas melakukan
pengikatan kredit dan menangani feedback dari nasabah, sedangkan tim dua
berkoordinasi
dengan
cabang
dalam
melakukan
pemantauan
kelancaran
pembayaran debitur (collection), serta melakukan dokumentasi atas dokumendokumen kredit. Dalam pengambilan responden penelitian, peneliti mengambil
responden yang berada pada level tiga, yaitu staf pemasaran, pemrosesan, dan
administrasi.
3.7.4. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BCA
KPR pada BCA merupakan jenis kredit yang ada di dalam segmen kredit
konsumer. Kredit ini merupakan kredit jangka panjang berjaminan dan bersifat non43
revolving. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, KPR merupakan salah satu
jenis kredit dengan kontribusi terbesar di dalam portfolio kredit konsumer, yaitu
sebesar 59,2% pada tahun 2014.
Dalam strategi pemasaran dalam pemberian KPRnya, BCA mengandalkan
jaringan kantor cabangnya yang luas dan juga melalui beberapa kantor pusat kredit
konsumer di beberapa kota-kota besar Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan
tahun 2014, dikatakan bahwa referensi kantor cabang merupakan pendukung utama
bisnis KPR pada BCA, karena sebagian besar aplikasi KPR yang diajukan berasal dari
referensi kantor cabang.
Berdasarkan laporan tahunan BCA pada tahun 2014, tercatat pertumbuhan
portfolio KPR BCA adalah sebesar 3,2%. Adapun pertumbuhan tersebut terjadi pada
triwulan IV tahun 2014, dimana empat triwulan sebelumnya, pertumbuhan KPR yang
dimiliki BCA cenderung datar. Hal tersebut terjadi karena pengaruh kondisi ekonomi
yang kurang kondusif dan suku bunga yang tinggi pada tahun 2014. Dengan
demikian, BCA berusaha semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dan
pengendalian internal yang intensif pada proses pemberian KPRnya, agar KPR yang
disalurkan dapat bertahan pada level yang sehat dan aman.
3.7.5. Ketentuan dan Persyaratan Umum Terkait Pemberian KPR
Terdapat ketentuan dan persyaratan umum yang harus dipatuhi oleh calon
debitur, maupun para pihak terkait pemberian KPR, seperti persyaratan umum calon
debitur, persyaratan kelengkapan dokumen, dan ketentuan Loan To Value (LTV) yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
44
Karyawan
x
Profesional
x
Pengusaha
x
Usia Minimal 21
tahun/telah menikah
45
non karyawan. Untuk debitur yang merupakan karyawan, maka nilai plafon yang
diberikan adalah minimal 25 Juta Rupiah dan maksimal 5 Milyar Rupiah. Sedangkan
untuk debitur regular, nilai plafon yang yang diberikan adalah minimal 50 Juta
Rupiah dan maksimal sampai dengan 50 Milyar Rupiah. Ketika menentukan plafon
dalam pemberian KPR, BCA menggunakan prinsip konsolidasi eksposur, yang
berguna untuk untuk mengetahui total kredit yang diperoleh debitur dengan
menjumlahkan kredit yang telah dan akan diberikan Bank kepada debitur tersebut.
Dalam pemberian plafon, maka harus dilihat ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia terkait penetapan LTV. Penetapan LTV yang
diberikan oleh BCA mengikuti ketetapan terkini yang ditentukan, yaitu Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 17/10/PBI tahun 2015 tentang Rasio Loan to Value atau
Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka
untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotorebagai berikut:
Tipe Properti (m2)
Rumah Tapak
II
III
80%
70%
60%
80%
70%
Rumah Susun
Tipe > 70
80%
70%
60%
Tipe 22 - 70
90%
80%
70%
80%
70%
80%
70%
Tipe > 70
Tipe 22 - 70
Tipe 21
Tipe 21
Ruko/Rukan
Adapun menurut PBI No. 17/10/PBI tahun 2015 tentang Rasio Loan to Value
atau Rasio Financing to Value, persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin
menerapkan rasio LTV yang lebih besar tersebut adalah Bank harus memiliki NPL
gross kurang dari 5%. Jika Bank tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, maka
Bank harus menerapkan rasio LTV yang lebih kecil 10% dari yang telah ditentukan di
atas.
48
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1.
yaitu proses pemberian KPR dan proses pemeliharaan KPR. Proses pemberian KPR
adalah serangakaian proses yang harus dilewati sebelum kredit terealisasi.
Sedangkan proses pemeliharaan KPR adalah proses pengawasan yang dilakukan
ketika kredit telah terealisasi. Dalam penelitian ini, proses pemeliharaan KPR hanya
akan diuraikan hingga tingkat kolektibilitas 2. Berikut merupakan masing-masing
penjelasan terhadap alur kedua proses tersebut.
4.1.1 Proses Pemberian KPR
Pada proses pemberian KPR, terdapat serangkaian prosedur yang harus
dilewati oleh calon debitur. Serangkaian prosedur tersebut dimulai dari tahap
inisiasi, analisis kredit, pemutusan kredit, pengikatan kredit, pencairan kredit
(disbursement), hingga proses dokumentasi kredit. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh penulis, adapun gambaran flowchart alur pemberian KPR Pada
BCA adalah sebagai berikut:
49
AO Cabang
mulai
Dokumen
yang
disyaratkan
Marketing
Dokumen
yang
disyaratkan
Analis
cek kelengkapan
data dan dokumen
calon debitur
Staff Appraisal
KJPP
Reviewer (kepala
Biro Pemrosesan)
Pejabat Pemutus
Administrasi Kredit 1
Notaris
Administrasi Kredit
2
Cabang
Melakukan pendebitan
rekening debitur untuk
biaya2, dan melakukan
pengkreditan untuk
realisasi
Proses analisa
kelayakan nilai
agunan
Surat
Penolakan
Surat
Penawaran
proses pengikatan
kredit dan agunan
Mengajukan
permohonan
kredit (Inisiasi)
Belum
Apakah sudah
lengkap?
Registrasi
aplikasi calon
debitur pada
sistem LOS
Data &
dokumen
identitas dan
keuangan
calon
debitur
sudah
Dokumen
yang
disyaratkan
Data &
dokumen
agunan
calon
debitur
Verifikasi
Kelengkapan
kedalam sistem
LOS
Memeriksa legalitas
dokumen agunan ke
BPN
Selesai
ditolak
Berkoordinasi
Data &
Dokumen
Pengikatan
Selesai
disetujui
Hasil
Penilaian
yang telah
diverifikasi
berkoordinasi
keputusan atas
permohonan
kredit
Melakukan Order
Ke Notaris
E
diarsip
Apakah valid?
Tidak
Surat
Penawa
ran
Selesai
tidak
Surat
Penolak
an
Diarsip
Apakah valid?
Dosir Kredit
Ya
Ter-uodate di
LOS
Ya
Apakah Setuju?
Tidak
Proses analisa
kelayakan (melalui
BI checking, profil
risiko, perhitungan
keuangan, dsb)
Proses analisa
kelayakan nilai
agunan
Ya
Ter-update di
LOS
Review dan
Verifikasi hasil
penilaian agunan
Mereview dan
verifikasi hasil
analisa
permohonan KPR,
serta memberikan
rekomendasi
Input data
untuk realisasi
Phase
Menerima Realisasi
Kredit
Hasil analisa
kelayakan
calon
debitur &
agunan
Berita Acara
Pemeriksaan
(BAP) yang
telah
terverifikasi
Ter-Update di
LOS
Berikut adalah penjelasan alur proses pemberian KPR pada BCA yang
digambarkan di atas:
1) Tahap Inisiasi
Pada tahap ini calon debitur mengajukan permohonan kredit dengan
menyertakan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan serta form aplikasi
kredit kepada Account Officer (AO) di Cabang. Setelah itu, AO melakukan
registrasi terhadap calon debitur tersebut pada aplikasi Loan Origination
System (LOS).
Setelah proses registrasi data, data beserta dokumen-dokumen tersebut
diteruskan ke bagian pemasaran di divisi kredit konsumer. Setelah
diterima, maka data akan diperiksa kelengkapannya. Jika terdapat data
ataupun dokumen yang kurang memadai maka akan dilakukan penolakan
ke tahap selanjutnya. Jika data sudah lengkap maka data akan diteruskan
kepada analis (data personal dan keuangan) dan staf appraisal (data
agunan) untuk dilakukan verifikasi terkait kebenarannya.
2) Tahap Penilaian (Analisis)
Setelah dilakukan verifikasi terhadap kebenaran data calon debitur dan
data tersebut sudah valid, maka pada tahap selanjutnya analis melakukan
data entry dokumen yang akan dianalisis ke dalam aplikasi LOS untuk
dilakukan analisa terhadap kelayakan calon debitur. Selain itu, analis juga
51
52
(dalam hal ini adalah Kepala Biro Pemrosesan) untuk dilakukan review
dan verifikasi atas hasil analisa kredit tersebut.
4) Tahap Underwriting dan Approval
Setelah Kepala Biro Pemrosesan melakukan review dan verifikasi
terhadap hasil analisis kredit maka hasil review tersebut akan diteruskan
kepada pejabat pemutus kredit yang berwenang untuk dilakukan
keputusan kredit.
5) Tahap Pemutusan Kredit
Setelah keputusan kredit diumumkan oleh pejabat pemutus, maka bagian
administrasi akan membuatkan Surat Pemberitahuan Pemutusan Kredit
(SPPK) untuk calon debitur yang diberikan melalui surat resmi yang telah
diverifikasi oleh pejabat pemutus. Jika kredit ditolak, maka surat tersebut
harus memperinci secara jelas terkait alasan penolakan. Jika kredit
diterima, maka surat tersebut harus menjelaskan secara rinci hal-hal
terkait penawaran yang diberikan. Kemudian (apabila permohonan
diterima) jika calon debitur tidak setuju atas penawaran yang diberikan
maka akan dilakukan review ulang oleh analis. Tetapi jika calon debitur
setuju maka akan dilakukan order notaris yang telah ditunjuk Bank untuk
melakukan akad atau pengikatan kredit dan agunan.
53
55
Divisi IT
Debitur
Cabang
Pembayaran
Mulai
Data history
pembayaran
debitur (terupdate setiap
hari) beserta
status
kolektibilitas
Database
History
Pembayaran
Debitur (update
setiap hari)
Menerima reminder
secara otomatis
setiap mendekati
tanggal jatuh tempo
Menerima
pembayaran
debitur (melalui
auto debet
rekening)
B, C,
D, E
Status kolektibilitas
menurun ke
kategori 2,
menerima
peringatan via
telepon
Terlambat bayar 31-60 hari
Menerima Surat
Peringatan 1
Menerima Surat
peringatan 2
Phase
Selesai
57
4.2.
kegiatan penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA, dilakukan pengisian
kuesioner oleh beberapa responden yang merupakan karyawan terkait pemberian KPR.
Pengisian kuesioner juga dilakukan oleh peneliti. Adapun pertanyaan kuesioner tersebut
diadaptasi dari kebijakan dan prosedur Bank, dan kemudian disesuaikan berdasarkan
komponen pengendalian internal dari COSO 2013. Penyebaran kuesioner dimaksudkan
untuk mengetahui serta membandingkan persepsi responden (sebagai pihak internal)
dan persepsi peneliti (sebagai pihak eksternal yang melakukan wawancara, observasi,
dan dokumentasi dilapangan) terhadap kecukupan pengendalian internal yang ada.
Berdasarkan perbandingan jawaban yang dihasilkan oleh responden dan penulis,
berikut merupakan hasil evaluasi terhadap pengendalian internal yang diterapkan dalam
kegiatan penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA:
4.2.1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan komponen dasar yang melandasi
komponen-komponen
lainnya
dalam
pengendalian
internal.
Pada
lingkungan
tercermin dalam lima prinsip lingkungan pengendalian, yaitu integritas dan nilai etik,
tanggung jawab pengawasan, komitmen terhadap kompetensi, struktur organisasi, dan
mendorong akuntabilitas.
Dalam komponen lingkungan pengendalian, terdapat perbedaan penilaian
antara responden dengan peneliti, dimana responden menilai komponen ini dengan
skor 81,68 (sangat baik), dan peneliti menilai komponen ini dengan skor 79, 83 (baik).
Berikut pada tabel 4.1 merupakan ikhtisar evaluasi untuk komponen lingkungan
pengendalian:
59
60
Lingkungan
Pengendalian
Komponen
78.33
79.83
80.54
81.68
Mendorong Akuntabilitas
Total
Terdapat defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini. Namun defisiensi tersebut kurang
signifikan karena telah ditutupi oleh pemenuhan atas hal-hal yang lebih penting dan mendasar
serta hingga saat ini tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada dan.
sehingga secara umum defisiensi ini dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
77.33
82.00
79.87
82.00
82.58
82.51
Tanggung Jawab
Pengawasan
79.88
Deficiency
Gap Analysis
Komitmen Terhadap
Kompetensi
82.88
Prinsip
Hasil Evaluasi
Responden Peneliti
COSO
diatur, seperti tidak boleh menerima gratifikasi, patuh pada undang-undang dan
pedoman kerja yang berlaku, tidak terlibat tindakan perjudian atau tindakan spekulatif,
dan sebagainya. Walaupun ada kalanya terjadi ketidaksesuaian dalam hal menaati jam
kerja (datang terlambat), namun hal tersebut dinilai tidak signifikan, karena hanya
terjadi sesekali (jarang) dan hingga saat ini tidak mempengaruhi proses bisnis yang ada.
Evaluasi penilaian kepatuhan karyawan terhadap pedoman etika dan perilaku
selalu dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali dan menjadi bagian dari penilaian
kinerja. Selanjutnya, setelah satu tahun, penilaian tersebut akan diakumulasikan sebagai
penentuan nilai akhir kinerja karyawan. Pengenaan sanksi yang diberlakukan jika terjadi
penyimpangan terhadap pedoman etika dan perilaku dinilai sudah baik sesuai dengan
keseriusan tingkat pelanggaran. Pengenaan sanksi dimulai dari teguran lisan, surat
teguran, surat peringatan, demosi, hingga yang paling berat adalah diberikan sanksi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tetapi, peneliti menilai adanya sanksi yang sedikit kurang tegas dalam hal
pengenaan sanksi terkait tingkat kehadiran dan keterlambatan. Dalam hal sanksi terkait
tingkat kehadiran dan keterlambatan, karyawan baru akan diberikan surat teguran jika
tidak hadir tanpa alasan yang dapat dibenarkan sebanyak lima kali berturut-turut dalam
waktu tiga bulan, dimana sebelumnya karyawan hanya diberikan teguran secara lisan.
Menurut peneliti, hal tersebut dinilai menjadi defisiensi, karena kedepannya berpotensi
membuat karyawan mengesampingkan pentingnya kedisiplinan dalam hal tingkat
62
kehadiran dan jam kerja, sehingga dapat berisiko akan memperlambat waktu service
level yang diberikan nantinya. Adapun jenis defisiensi yang ada pada defisiensi tersebut
adalah design control deficiency yang merupakan defisiensi yang ada pada desain sistem
pengendalian internal. Namun hal tersebut dinilai tidak signifikan karena masih
tertutupi oleh adanya mekanisme kontrol dan peringatan dalam bentuk teguran lisan
dan coaching dari atasan terkait serta pemberian rewards bagi karyawan yang menaati
pedoman perilaku dan kode etik tersebut, sehingga sampai saat ini tidak berpengaruh
terhadap kinerja bisnis dan pencapaian tujuan yang ada.
4.2.1.1 Tanggung Jawab Pengawasan
Dalam hal tanggung jawab pengawasan, responden dan peneliti menilai prinsip
ini dengan sangat baik. Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip ini.
Pengawasan yang dilakukan
objektif yang rutin dilakukan oleh Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) bekerjasama
dengan Satuan Kerja Kepatuhan (SKK) serta Komite Kebijakan Perkreditan (KKP) melalui
review secara berkala setiap enam bulan sampai dengan satu tahun sekali untuk
63
memeriksa kepatuhan atas pelaksanaan pedoman dan prosedur yang dijalankan dalam
penyaluran KPR. Laporan hasil review tersebut selanjutnya akan diserahkan kepada
Direksi, sehingga secara tidak langsung Direksi turut melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pedoman dan prosedur internal yang dijalankan. Selanjutnya, pengawasan
atas implementasi pedoman manajemen risiko kredit yang diterapkan dalam penyaluran
KPR juga dilakukan secara berkala oleh Komite Manajemen Risiko yang secara khusus
dilakukan dalam hal mengawasi dan mengembangkan sistem credit risk scoring untuk
pemeringkatan profil risiko debitur.
Para pejabat atau atasan yang melakukan pengawasan di dalam lingkungan divisi
kredit konsumer merupakan seorang yang sangat independen terhadap karyawan yang
di bawahinya. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak adanya para pejabat ataupun atasan
yang memiliki hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan apapun dengan para
karyawan. Hubungan antara pejabat ataupun atasan dengan para karyawan adalah
murni hubungan profesionalitas pekerjaan, karena pada BCA terdapat peraturan bahwa
antara sesama karyawan maupun dengan pejabat atau atasan di dalam satu divisi atau
unit kerja tidak boleh ada yang memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan.
4.2.1.3 Struktur, Otoritas, dan Tanggung Jawab
Struktur organisasi pada penelitian ini dapat dilihat ke dalam dua bagian, yaitu
struktur organisasi yang menggambarkan hubungan wewenang, tanggung jawab, dan
koordinasi antara kantor pusat dengan divisi kredit konsumer, dan struktur organisasi
64
terkait di dalam divisi (termasuk setiap anggota baru), agar karyawan dapat memahami
hubungan kerja (hubungan pelaporan dan koordinasi) dan anggota-anggota di
dalamnya. Namun demikian, tidak ada sosialisasi secara tertulis atau dokumentasi untuk
struktur organisasi divisi secara luas. Menurut peneliti, hal tersebut dapat menimbulkan
kesalahpahaman dan kesalahan koordinasi akibat kurangnya informasi yang jelas secara
tertulis diantara karyawan karena mereka hanya mengetahui atau mengenali struktur
dan koordinasi pada unit operasionalnya sehari-hari saja. Adapun jenis defisiensi yang
ada pada defisiensi tersebut adalah design control deficiency yang merupakan defisiensi
yang ada pada desain sistem pengendalian internal. Namun hal tersebut dinilai tidak
signifikan karena masih tertutupi oleh pemenuhan pengendalian internal yang baik oleh
komponen lainnya, seperti adanya sosialisasi atas struktur organisasi divisi serta
perubahannya secara lisan yang dilakukan dengan jelas sehingga sampai saat ini tidak
berpengaruh terhadap kinerja bisnis dan pencapaian tujuan yang ada.
4.2.1.4 Komitmen Terhadap Kompetensi
Kecukupan atas pelatihan dan edukasi yang diberikan kepada karyawan baru
yang akan ditempatkan ke dalam divisi kredit konsumer (khususnya unit operasional
KPR) terkait hal-hal dasar yang berhubungan dengan KPR telah dilakukan dengan sangat
memadai. Tidak ada defisiensi yang ditemukan pada prinsip ini. Hal tersebut tercermin
dengan adanya program pelatihan komprehensif, termasuk di dalamnya in-class training
dan on the job training selama satu tahun penuh yang harus diselesaikan oleh para
66
calon karyawan baru sebelum ditempatkan pada unit kerja atau posisinya masingmasing. Selama masa pelatihan tersebut akan diadakan uji kompetensi secara berkala
guna mengetahui sejauh mana perkembangan pengetahuan dan kemampuan yang
dikembangkan oleh karyawan baru. Hal tersebut bertujuan untuk menyaring karyawan
yang berkualitas dan potensial.
Selain pelatihan untuk karyawan baru, pelatihan berkelanjutan terkait
manajemen perkreditan (seperti pemasaran, pengetahuan terkait manajemen risiko
kredit, kemampuan analisis, dan sebagainya) juga dilakukan bagi para karyawan lama.
Pelatihan tersebut rutin dilakukan secara berkala setiap tahunnya melalui pusat
pelatihan (learning centre) yang dimiliki oleh Bank. Pada tahun 2014, tercatat pelatihan
terkait manajemen perkreditan yang dilakukan oleh BCA adalah sebanyak 84 kelas yang
terbagi ke dalam beberapa angkatan dari seluruh Indonesia. Disamping pelatihan
berkelanjutan secara langsung, juga terdapat pelatihan berkelanjutan berbasis teknologi
yang disebut dengan e-learning. Dalam pelatihan secara online tersebut, terdapat
materi-materi ter-update dan relevan (termasuk materi yang berkaitan dengan
perkreditan KPR) yang dijadikan bahan pembelajaran dan pelatihan bagi para karyawan.
Pembelajaran melalui program e-learning tersebut dinilai sangat memudahkan para
karyawan untuk dapat secara cepat dan efisien kapanpun mereka membutuhkan akses
terkait materi-materi pelatihan tersebut langsung dari kantor.
67
Khusus untuk para karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu, selalu
dilakukan pelatihan terkait hal-hal yang bersifat manajerial. Pelatihan tersebut
merupakan program pelatihan kepemimpinan yang di dalamnya terdapat pelatihan
terkait leadership, pengembangan kepribadian, dan praktik coaching. Pada tahun 2014,
tercatat pelatihan terkait manajerial kepemimpinan dan pengembangan diri yang
dilakukan oleh BCA adalah sebanyak 730 kelas yang terbagi ke dalam beberapa
angkatan dari seluruh Indonesia.
4.2.1.5 Mendorong Akuntabilitas
Dalam kegiatan penyaluran KPR diperlukan hal-hal yang dapat mendorong
tanggung jawab kinerja para karyawan, seperti job description yang disosialisasikan
secara jelas, penilaian kinerja yang dilakukan secara berkala, rewards ataupun intensif
bagi kinerja yang positif dan sanksi bagi kinerja yang negatif.
Job description untuk para karyawan selalu didokumentasikan baik secara lisan
maupun tertulis. Job description dikomunikasikan secara lisan pada saat pelatihan
karyawan baru. Selain itu, job description juga dikomunikasikan secara tertulis melalui
dokumentasi yang terdapat di website internal yang dapat diakses oleh para karyawan,
sehingga dapat memudahkan karyawan untuk lebih memahami tanggung jawab
pekerjaannya.
68
69
Namun menurut peneliti, masih terdapat sanksi yang sedikit kurang tegas bagi
setiap performa atau kinerja yang negatif. Pada umumnya tindakan yang diberikan
bukanlah merupakan sanksi, namun dengan melakukan evaluasi (coaching) kepada
karyawan tersebut agar mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya. Jika
hal tersebut tidak berhasil (karyawan tetap menunjukkan performa negatif secara
berulang-ulang dalam waktu tertentu yang belum jelas batasannya) maka akan
disarankan untuk rotasi jabatan. Adapun bentuk sanksi yang dikenakan bagi kinerja
negatif adalah bentuk sanksi tidak langsung, salah satunya seperti mendapatkan bonus
yang lebih kecil dibandingkan dengan rekan kerja lain (namun tetap mendapatkan
bonus) dan semakin kecilnya kesempatan promosi untuk dapat naik ke jenjang yang
lebih tinggi. Menurut peneliti, hal tersebut merupakan salah satu defisiensi karena
kedepannya berpotensi membuat karyawan mengesampingkan pentingnya melakukan
performa terbaik terhadap pekerjaan yang dilakukan dan dapat berisiko mempengaruhi
kinerja dalam penyaluran KPR itu sendiri nantinya.
Adapun jenis defisiensi yang ada pada defisiensi tersebut adalah design control
deficiency yang merupakan defisiensi yang ada pada desain sistem pengendalian
internal. Namun hal tersebut dinilai tidak signifikan karena masih tertutupi oleh
pemenuhan beberapa hal lainnya seperti adanya bentuk teguran lisan dan coaching
yang diberikan pada setiap performa negatif, adanya pengawasan terhadap kualitas
kredit yang dihasilkan serta pengambilalihan tindakan kredit bermasalah oleh pusat
70
sehingga sampai saat ini defisisensi tersebut tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis
dan pencapaian tujuan yang ada.
4.2.2 Penilaian Risiko
Dalam kegiatan penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA, Penilaian
risiko merupakan salah satu hal terpenting guna mengidentifikasi serta memitigasi
risiko-risiko yang ada di dalam pemberian kredit. Penilaian risiko terdiri dari
menetapkan tujuan yang sesuai, identifikasi dan penilaian risiko, penilaian risiko fraud,
dan identifikasi dan analisa perubahan signifikan.
Dalam komponen penilaian risiko, responden dan peneliti menilai komponen ini
dengan skor masing-masing 83,32 (sangat baik) dan 81,65 (sangat baik). Namun,
berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, terdapat
beberapa kelemahan yang tetap harus diperbaiki oleh Bank. Berikut pada tabel 4.2
merupakan ikhtisar evaluasi untuk komponen penilaian risiko:
71
72
Penilaian Risiko
Komponen
83.13
83.32
Total
81.65
82.00
82.00
80.60
Deficiency
Terdapat defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini. Namun defisiensi tersebut kurang
signifikan karena telah ditutupi oleh pemenuhan atas hal-hal yang lebih penting dan mendasar
serta hingga saat ini tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada dan.
sehingga secara umum defisiensi ini dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
Gap Analysis
82.52
83.35
82.00
Responden Peneliti
84.28
Prinsip
Hasil Evaluasi
COSO
73
mengetahui kondisi terkini debitur prioritas tersebut secara langsung sehingga berisiko
Bank tidak dapat mendeteksi atau melakukan pencegahan dari awal jika ditemukan halhal bermasalah dikemudian hari. Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut
adalah operation control deficiency yang merupakan defisiensi pengendalian internal
yang ada pada kegiatan operasional. Defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena masih
tertutupi oleh pemenuhan pengendalian internal yang baik terhadap hal lainnya, seperti
adanya seleksi awal yang baik dan kriteria penilaian risiko yang ketat berdasarkan credit
consumer risk rating dengan pendekatan prinsip 5C, dan proses pemutusan kredit
dengan prinsip four eyes principle yang dapat dikatakan telah dilakukan secara memadai
dan konsisten dilakukan oleh pejabat dari sisi bisnis dan risiko (terdapat counter check &
balance), sehingga sampai saat ini defisiensi tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis
dan pencapaian tujuan yang ada.
Lain halnya dengan validasi atas dokumen-dokumen (rekening koran, slip gaji,
dokumen agunan, dan sebagainya) yang dipersyaratkan milik setiap debitur, hal ini
selalu konsisten dilakukan pada tahap pre-screening. Dari mulai melakukan pengecekan
kelengkapan dokumen yang diberikan calon debitur, melakukan langsung fotokopi dari
rekening asli calon debitur, mengecek keaslian dokumen agunan ke Badan Pertahanan
Nasional (BPN), dan sebagainya.
Selanjutnya, pada tahap analisa kredit, secara konsisten selalu dilakukan analisis
5C. Untuk menilai character dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang
75
pekerjaan atau usaha, latar belakang keluarga, dan dari BI checking untuk memastikan
bahwa calon debitur beserta istri atau suaminya tidak termasuk ke dalam daftar hitam
BI. Untuk menilai capacity dan capital dilakukan dengan cara analisa keuangan, dimana
analisa ini didasarkan pada analisa laporan rekening Koran tiga bulan terakhir serta
laporan slip gaji atau laporan keuangan usaha selama tiga bulan terakhir.
Selain
didasarkan pada analisa keuangan, analis juga selalu mengecek total eksposur kredit
debitur di perusahaan anak yang dimiliki Bank, termasuk mengecek kualitas kreditnya
dan kemudian mencantumkannya pada memo pengolahan kredit sebagai bagian dari
analisa kemampuan membayar debitur. Untuk menilai condition of economics
digunakan latar belakang pekerjaan atau usaha calon debitur dengan melihat dan
menyesuaikan apakah industri usaha atau pekerjaan yang digeluti oleh calon debitur
masih memiliki prospek yang baik dalam jangka panjang (going concern) dalam kondisi
ekonomi terkini. Yang terakhir, untuk menilai collateral dilakukan dengan menilai
kelayakan nilai agunan yang dijaminkan, dengan cara mengecek keabsahan dokumen ke
BPN, mengecek kelayakan lokasi agunan ke dinas tata kota setempat, dan melakukan
appraisal yang berkoordinasi dengan pihak eksternal (KJPP).
Pada tahap analisa kredit juga secara konsisten telah selalu dilakukan
pemeringkatan atas profil risiko debitur (penetapan risk rating). Hal tersebut berguna
sebagai bahan untuk menganalisa kemungkinan risiko default dari setiap debitur.
Pemeringkatan atas profil risiko debitur terbagi ke dalam tiga peringkat yaitu peringkat
76
risiko rendah, risiko menengah, dan risiko tinggi. Peringkat profil risiko tersebut dihitung
secara otomatis menggunakan aplikasi risk scoring khusus yang ada pada LOS. Berikut
tabel peringkat profil risiko debitur:
Peringkat
RR 1-6
RR 7
RR 8 -10
Keterangan
Risiko Rendah
Risiko Menengah
Risiko Tinggi
Dalam hal analisa kelayakan nilai agunan, tim appraisal melakukan penilaian
berkoordinasi dengan KJPP. Setiap hasil penilaian akan ditinjau kembali oleh staf
appraisal senior untuk kemudian dicantumkan pada pembuatan BAP yang akan
diserahkan dan ditinjau ulang oleh Kepala Biro Pemrosesan. Hal tersebut dilakukan
sebagai bagian dari identifikasi risiko adanya kesalahan atau hal-hal yang tidak diingkan
terhadap penilaian agunan.
Selanjutnya, untuk kewenangan memutus kredit secara konsisten selalu
diterapkan prinsip four eyes principle, dimana pihak pemutus kredit didasarkan pada
dua unit fungsi, yaitu fungsi bisnis dan fungsi risiko. Dari fungsi bisnis, keputusan kredit
diwakilkan mulai dari Kepala Pemasaran Cabang hingga Direktur Bisnis kredit konsumer,
77
sedangkan dari sisi risiko, keputusan kredit diwakilkan dari hasil risk scoring hingga
Direktur Manajemen Risiko.
Dalam proses pemeliharaan KPR, selalu terdapat pemantauan terhadap
kelancaran pembayaran debitur yang diperbaharui setiap harinnya. Pemantauan atas
kelancaran pembayaran debitur tersebut dilakukan oleh sebuah sistem dan selalu
diperbaharui setiap harinya melalui surat laporan yang didistribusikan setiap hari
kepada tim monitoring dan kepala cabang tempat debitur pertama kali melakukan
permohonan kredit. Selain itu, pada kebijakan yang telah ditetapkan, disebutkan bahwa
Bank juga harus selalu memantau kualitas kredit yang dimiliki oleh debitur di
perusahaan anak Bank, sebagai bagian dari identifikasi risiko kemungkinan gagal bayar
debitur. Hal tersebut sudah selalu dilakukan untuk setiap debitur yang ada, kecuali
debitur yang telah dikenal baik oleh Bank (nasabah prioritas). Untuk debitur yang
merupakan nasabah prioritas, pemantauan atas kualitas kredit yang dimiliki oleh debitur
di perusahaan anak Bank dapat dikatakan sangat jarang dilakukan karena karena Bank
sudah merasa memiliki kepercayaan yang lebih baik atas calon debitur tersebut.
Menurut peneliti, hal tersebut merupakan salah satu defisiensi karena dapat berisiko
Bank tidak mengetahui jika terjadi penurunan kualitas terhadap fasilitas kredit lainnya
yang dimiliki oleh debitur prioritas tersebut sebagai bagian dari early warning system.
Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut diatas adalah operation
control deficiency, dimana pemantauan atas fasilitas kredit lainnya telah diatur di dalam
78
desain prosedur yang ditetapkan, namun pada proses operasional belum sepenuhnya
dijalankan. Namun, defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena pelaksanaan pemantauan
yang sedikit lebih longgar bagi debitur prioritas dinilai tidak menjadi masalah yang
berarti bagi Bank, mengingat debitur prioritas merupakan debitur yang sudah familiar
dikenal baik oleh Bank dan memiliki banyak transaksi besar yang dilakukan di BCA,
sehingga akan lebih memudahkan Bank untuk mengambil tindakan jika sewaktu-waktu
debitur mengalami penurunan kualitas kredit. Dengan demikian, sampai saat ini
defisiensi tersebut diatas tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis dan pencapaian
tujuan yang ada.
4.2.2.3 Menilai Risiko Fraud
Salah satu prinsip dari penilaian risiko dalam penyaluran KPR adalah pentingnya
dilakukan identifikasi/penilaian atas kemungkinan terjadinya risiko fraud. Dengan
demikian diperlukan beberapa hal untuk me-manage dan merespon adanya risiko
tersebut, seperti sosialisasi anti fraud awareness, whistleblowing system, serta surprise
audit.
Sosialisasi terhadap anti fraud awareness selalu konsisten dilakukan baik pada
saat pelatihan awal ketika masuk sebagai karyawan, pada saat rapat koordinasi, dan
melalui konferensi atau forum-forum yang dihadiri oleh para karyawan. Selain itu, para
atasan juga selalu mengingatkan para karyawan pada saat briefing pagi akan pentingnya
kesadaran anti fraud. Anti fraud awareness ini dimaksudkan untuk meningkatkan
79
kesadaran dan kewaspadaan karyawan terhadap risiko adanya tindakan fraud serta
untuk menciptakan budaya anti fraud di dalam unit kerja maupun Bank secara
keseluruhan.
Selain itu, untuk mendukung pencegahan fraud, sudah terdapat kebijakan
whistleblowing system beserta mekanisme pengaduannya yang sangat jelas sebagai
sarana memudahkan karyawan jika ingin memberi pengaduan jika terjadi tindakan
fraud. Gambaran mekanisme pengaduan untuk whistleblower yang ingin melaporkan
tindakan fraud dimulai ketika pelapor melaporkan pengaduannya melalui email,
telepon, ataupun pesan singkat yang telah ditentukan dengan melengkapi kriteria dan
data-data yang dipersyaratkan. Kemudian setelah pengelola whistleblowing system
sudah menerima data yang disyaratkan secara lengkap maka akan diteruskan oleh Biro
Anti Fraud yang bertindak sebagai komite khusus di bawah Audit Internal yang
melakukan investigasi. Setelah itu, jika terbukti adanya indikasi fraud maka akan
dilakukan investigasi yang kemudian hasil investigasi tersebut akan diserahkan kepada
pejabat pemutus guna memutuskan sanksi sesuai dengan tingkat fraud yang dilakukan.
Sanksi yang diberikan oleh pejabat pemutus sanksi atas setiap tindakan fraud yang
terbukti dilakukan merupakan sanksi yang sangat tegas. Dimulai dari skorsing, PHK,
hingga jika fraud tersebut tergolong tindak kriminal maka akan langsung dilaporkan
kepada pihak yang berwajib.
80
Dalam komponen penilaian risiko, responden dan peneti menilai komponen ini
dengan skor masing-masing 83,90 (sangat baik) dan 80,91 (sangat baik). Namun
berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, terdapat
beberapa kelemahan yang tetap harus diperbaiki oleh Bank. Berikut pada tabel 4.4
merupakan ikhtisar evaluasi untuk komponen kegiatan pengendalian:
83
84
Kegiatan
Pengendalian
Komponen
80.91
83.90
Total
Deficiency
Terdapat defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini. Namun defisiensi tersebut kurang
signifikan karena telah ditutupi oleh pemenuhan atas hal-hal yang lebih penting dan mendasar
serta hingga saat ini tidak berpengaruh terhadap kinerja dan proses bisnis yang ada dan.
sehingga secara umum defisiensi ini dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
Gap Analysis
82.00
84.00
Menentukan dan
Mengembangkan Kegiatan
Pengendalian Atas Kebijakan
dan Prosedur
82.00
77.82
84.86
82.84
Menentukan dan
Mengembangkan Kegiatan
Pengendalian
Peneliti
Menentukan dan
Mengembangkan Kegiatan
Pengendalian Atas Teknologi
Responden
Hasil Evaluasi
Prinsip
COSO
Selain mematuhi ketentuan LTV, BCA juga secara konsisten telah mematuhi peraturan
terkait Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang telah ditetapkan oleh reglator,
sebagai kegiatan pengendalian atas pemberian kreditnya. Adapun pada tahun 2014
tidak ada satupun pelanggaran ataupun pelampauan terhadap BMPK (presentase 0%)
yang dilakukan oleh BCA.
Dalam hal kegiatan pengendalian atas proses penilaian kelayakan nilai agunan,
sudah terdapat prosedur yang mengatur staf appraisal dalam melakukan peniaian
kelayakan atas nilai agunan, seperti mengecek kelayakan lokasi agunan ke dinas tata
kota, melakukan kunjungan langsung ke lokasi agunan, selalu memperbaharui daftar
pricelist terkini dari developer (untuk KPR dengan kerjasama developer).
Untuk kegiatan pengendalian dalam kewenangan memutus kredit, sudah
diterapkan otoritas berjenjang yang secara konsisten selalu dilakukan. Gambaran
otoritas dalam pemutusan KPR adalah sebagai berikut:
Pemutus Kredit
Sisi Bisnis
Kepala Pemasaran Cabang
Kepala Kantor Cabang Utama
Kepala Operasi Kredit
Credit Risk Scoring
Konsumer
Kepala Kantor Wilayah/Kepla
Credit Risk Scoring
Divisi Kredit Konsumer
Direktur Manajemen
Direktur Bisnis Kredit
Risiko
Konsumer
Sisi Risiko
Credit Risk Scoring
Credit Risk Scoring
Limit Wewenang
500 Juta
> 500 Juta - 1,5 Miliar
500 Juta
> 500 juta - 1,5 Miliar
87
Bangunan (IMB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Setelah itu, peminjam baru
diperkenankan untuk meminjam dosir asli setelah melakukan registrasi permohonan
dan mendapatkan persetujuan dari minimal Kepala Administrasi.
Sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dalam proses pemeliharaan atau
pengawasan KPR, debitur secara konsisten selalu mendapatkan reminder melalui pesan
singkat setiap bulannya (sepuluh hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran
angsuran). Pesan singkat ini dikirim secara otomatis melalui sistem. Kemudian untuk
debitur (khususnya profesi wirausaha) dengan plafon lebih dari 5 milyar Rupiah,
dilakukan kunjungan on the spot secara periodik antara enam bulan sampai dengan satu
tahun sekali untuk melihat kelangsungan usaha debitur. Namun, Kunjungan on the spot
untuk debitur (khususnya profesi wirausaha) dengan plafon kurang dari 5 milyar rupiah
jarang dilakukan. Kunjungan untuk melihat keadaan debitur tersebut pada umumnya
baru akan dilakukan ketika debitur mengalami keterlambatan membayar, dimana
sebelumnya hanya dilakukan pemantauan based on paper dan melalui sarana telepon.
Menurut peneliti, hal tersebut merupakan salah satu defisiensi karena dapat
berisiko gagalnya deteksi dini terhadap kemungkinan adanya masalah dengan debitur
karena Bank tidak dapat dengan jelas mengetahui kondisi debitur secara langsung
(khususnya untuk debitur dengan pekerjaan wirausaha, untuk melihat kondisi usahanya
secara langsung). Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut adalah operation
control deficiency yang merupakan defisiensi pengendalian internal yang ada pada
88
kegiatan operasional. Defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena masih tertutupi oleh
pemenuhan pengendalian internal yang baik terhadap hal lainnya seperti adanya
reminder secara berkala melalui notifikasi pesan singkat secara sistem untuk debitur
sebelum memasuki jatuh tempo dan adanya pemantauan based on paper serta telepon
yang secara konsisten dilakukan, sehingga sampai saat ini defisiensi tidak berpengaruh
terhadap kinerja bisnis dan pencapaian tujuan yang ada.
Dalam hal peninjauan ulang secara berkala terhadap nilai agunan, peninjauan
ulang dilakukan selama dua tahun sekali (24 bulan) . Hal tersebut masih sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam SEBI No. 13/6DPNP tahun 2011
tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit
dengan Menggunakan Pendekatan Standar bahwa penilaian ulang agunan harus
dilakukan setidaknya maksimal setiap tiga puluh bulan sekali.
Pada proses pemeliharaan atau pengawasan KPR, sudah terdapat peringatan
secara konsisten oleh Bank jika debitur mengalami terlambat bayar atau mulai
memasuki kolektibilitas 2. Peringatan tersebut dilakukan secara bertahap, mulai dari
peringatan via telepon, surat peringatan I, hingga surat peringatan II. Karena di dalam
prosedur kunjungan untuk mediasi kepada debitur baru akan dilakukan saat sudah
memasuki kolektibilitas 3, maka kunjungan kepada debitur sesegera mungkin sebelum
memasuki kolektibilitas 3 pada umumnya tidak dilakukan. Menurut peneliti, hal
tersebut merupakan salah satu defisiensi karena adanya kemungkinan debitur
89
mengabaikan peringatan yang hanya melalui telepon dan surat peringatan, sehingga
berisiko waktu keterlambatan pembayaran akan bertambah lama yang dapat berpotensi
merugikan Bank. Adapun jenis defisiensi yang ada pada hal tersebut adalah design
control deficiency yang merupakan defisiensi atas desain pengendalian internal yang
ada. Defisiensi ini dinilai tidak signifikan karena masih tertutupi oleh pemenuhan
pengendalian internal yang baik terhadap hal lainnya seperti adanya mekanisme seleksi
awal yang ketat terhadap calon debitur, serta adanya reminder secara berkala melalui
notifikasi pesan singkat secara sistem untuk debitur sebelum memasuki jatuh tempo,
sehingga sampai saat ini defisiensi tidak berpengaruh terhadap kinerja bisnis dan
pencapaian tujuan yang ada.
4.2.3.2 Menentukan Kegiatan Pengendalian Atas Teknologi
Dalam kegiatan penyaluran KPR, terdapat teknologi yang selalu digunakan untuk
mendukung efektivitas dan efisiensinya. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan
pengendalian (seperti manual kerja dan sistem keamanan memadai) yang dapat
mendukung penggunaan teknologi tersebut agar dapat membantu Bank dalam
mencapai tujuannya dalam kegiatan penyaluran KPR.
Dalam penggunaan aplikasi LOS, sudah terdapat manual kerja yang berisi
langkah-langkah dan ketentuan secara sangat rinci terkait penggunaan aplikasi tersebut.
Adanya manual kerja ini dinilai sangat membantu para karyawan dalam menggunakan
aplikasi tersebut serta meminimalsir kesalahan yang mungkin terjadi di dalam
90
penggunaannya. Selain itu, manual kerja tersebut juga berisi penjelasan yang sangat
memadai terkait pengoperasian aplikasi risk rating yang digunakan untuk menghitung
profil peringkat risiko debitur.
Dalam penggunaan aplikasi LOS, setiap pengguna sudah memiliki password
masing-masing yang akan mengarahkan penggunannya ke dalam masing-masing bagian
kerja mereka. Pengguna dimungkinkan untuk melihat progress dari unit kerja atau
pengguna lain, namun tidak dapat mengubah pekerjaan unit kerja atau pengguna lain
tersebut. Disamping itu, untuk menambah keamanan terdapat sistem log out otomatis
yang memungkinkan aplikasi tertutup secara otomatis jika tidak digunakan dalam kurun
waktu tertentu. Begitupun dengan penggunaan aplikasi perhitungan risk rating, dimana
aplikasi ini hanya bisa terbuka untuk dikerjakan dengan menggunakan password LOS
dari pihak yang berwenang (analis). Karena aplikasi ini terintegrasi dengan LOS maka
sistem log out otomatis yang telah dijelaskan sebelumnya juga berlaku untuk aplikasi ini.
Dalam proses pemeliharaan atau pengawasan KPR sudah terdapat sarana
ataupun sistem yang sangat memadai, yang dikelola oleh bagian teknologi informasi dari
wilayah yang setiap hari selalu memperbaharui track record kelancaran pembayaran
debitur. Sudah terdapat keamanan akses yang sangat memadai atas penggunaan sistem
tersebut, dimana aplikasi tersebut beroperasi secara otomatis di bawah pengawasan
divisi teknologi informasi yang berada pada masing-masing kantor wilayah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pihak yang mengelola sistem tersebut merupakan
91
pihak yang independen dari proses penyaluran KPR sehingga menjadi lebih aman di
dalam penggunaannya.
BCA secara periodik selalu melakukan audit teknologi berkala yang dilakukan
terhadap penggunaan teknologi informasinya. Audit teknologi tersebut dijalankan
seiring dengan dilakukannya audit internal yang pada umumnya dilaksanakan rutin
enam bulan hingga satu tahun sekali.
4.2.3.2 Melakukan Pengendalian Atas Kebijakan dan Prosedur
Kebijakan dan Prosedur merupakan hal terpenting sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan penyaluran KPR. Oleh karena itu, penting dilakukannya pengendalian atas
kebijakan dan prosedur yang ada, sehingga pelaksanaan penyaluran KPR selalu memiliki
dasar yang sejalan dengan prinsip kehati-hatian dan standar yang ditetapkan oleh
regulator.
Untuk kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR,
BCA telah memiliki komite khusus yang bertugas untuk melakukan pengendalian atas
kebijakan dan prosedur KPR. Komite tersebut adalah Komite Kebijakan Perkreditan yang
merupakan salah satu dari Komite Eksekutif Direksi. Adapun tugas utama dari Komite
Kebijakan Perkreditan adalah merumuskan kebijakan dan prosedur perkreditan dengan
prinsip kehati-hatian, memantau dan mengevaluasi penerapan kebijakan dan prosedur
92
tersebut, melakukan kaji ulang berkala serta memperbaharui kebijakan dan prosedur
sesuai dengan peraturan dan kebutuhan terkini Bank.
4.2.4 Informasi dan Komunikasi
Divisi Kredit Konsumer BCA menggunakan sarana informasi dan komunikasi
untuk dapat mendukung kegiatan penyaluran KPRnya. Di dalam informasi dan
komunikasi terdapat 3 prinsip yang seharusnya dipenuhi, yaitu penggunaan informasi
yang relevan dan berkualitas, komunikasi internal, dan komunikasi eksternal. Dalam
komponen informasi dan komunikasi, responden dan peneti menilai komponen ini
dengan skor masing-masing 82,46 (sangat baik) dan 82 (sangat baik). Tidak ada
kelemahan yang ditemukan dalam komponen ini. Di bawah ini merupakan ikhtisar
evaluasi untuk komponen Informasi dan Komunikasi:
COSO
Komponen
Informasi dan
Komunikasi
Hasil Evaluasi
Prinsip
Responden Peneliti
82.13
82.00
Komunikasi Internal
83.23
82.00
Komunikasi Eksternal
82.00
82.00
Total
82.46
82.00
Gap Analysis
Deficiency
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam komponen ini
94
selalu menjelaskan secara rinci kepada nasabah hal-hal yang berhubungan dengan KPR
(seperti pesyaratan permohonan, persyaratan agunan, suku bunga, perhtungan LTV,
simulasi perhitungan pembayaran pinjaman, prosedur yang harus dilewati dan
sebagainya). Hal tersebut dinilai sangat bermanfaat bagi debitur sebagai bentuk
pemahaman atas hal-hal dasar yang berhubungan dengan KPR, serta sebagai bentuk
layanan dan transparansi dari BCA kepada debitur. Edukasi terhadap nasabah tersebut
tidak hanya dilakukan secara langsung, namun juga dilakukan secara online melalui
website publik perusahaan. Di dalam website tersebut, calon debitur yang berminat
mengajukan KPR dapat mempelajari terlebih dahulu hal-hal dasar yang berhubungan
dengan KPR di BCA, seperti produk, syarat, suku bunga, ketentuan LTV, dan bahkan
simulasi perhitungan angsuran bulanan jika nasabah tersebut tertaruk untuk mengambil
KPR di BCA.
Selain edukasi yang diberikan, juga terdapat sarana yang sangat memadai bagi
para nasabah untuk memberikan feedback nya terkait pelayanan atau pengalaman
mereka dalam menggunakan produk KPR BCA. Divisi kredit konsumer berkoordinasi
dengan divisi pelayanan konsumen menerima segala bentuk keluhan maupun masukkan
dari nasabah selama 24 jam melalui layanan call centre, surat, email, maupun melalui
media sosial.
96
COSO
Komponen
Aktivitas
Pengawasan
Hasil Evaluasi
Prinsip
Responden Peneliti
Gap Analysis
Deficiency
Melakukan Evaluasi
83.25
82.00
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Mengkimunikasikan dan
Mengevaluasi Defisiensi
82.38
82.00
Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam prinsip Tidak ada defisiensi yang ditemukan dalam
ini
prinsip ini
Total
82.82
82.00
berkala setiap enam bulan sampai dengan satu tahun sekali oleh SKAI, melalui unit kerja
yang telah ditugaskan. Unit kerja yang telah ditugaskan sebagai evaluator merupakan
pihak yang sangat memiliki pemahaman dan kompetensi di bidang perkreditan,
termasuk KPR. Unit kerja ini bernama audit kredit, yang merupakan unit kerja di bawah
Audit Internal yang khusus ditugaskan sebagai evaluator di dalam bidang perkreditan.
4.2.5.2 Mengkomunikasikan dan Mengevaluasi Defisiensi
Setiap defisiensi yang teridentifikasi di dalam unit kerja, selalu dikomunikasikan
kepada atasan atau pejabat terkait bersamaan dengan saran langkah perbaikan yang
direkomendasikan. Para atasan atau pejabat tersebut kemudian meneruskan
komunikasi tersebut kepada karyawan terkait. Selanjutnya, unit kerja yang dievaluasi
diharuskan untuk segera menyelesaikan tindakan perbaikan berdasarkan rekomendasi
yang telah diberikan tersebut dalam batas waktu yang ditentukan. Kemudian, secara
berkala setiap bulannya perwakilan dari pihak evaluator mengunjungi unit kerja
bersangkutan untuk melakukan pengecekan dan menerima laporan terkait progress atas
tindakan perbaikan yang telah dilakukan hingga hal tersebut selesai dilakukan.
98
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa
memang kerangka COSO 2013 dapat diterapkan ke dalam kebijakan dan prosedur
pemberian kredit Bank untuk menilai efektivitas dalam penerapan pengendalian
internal KPR tersebut. Menurut hasil evaluasi yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan
antara persepsi responden dengan persepsi peneliti, khususnya dalam beberapa prinsip
tertentu, seperti integritas dan nilai etik, penilaian risiko, dan melakukan kegiatan
pengendalian. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan skor dari
responden adalah 82,83 dan rata-rata keseluruhan skor dari peneliti adalah 80,98, yang
dapat diartikan secara umum penerapan pengendalian internal dalam kegiatan
penyaluran KPR pada Divisi Kredit Konsumer BCA berada di dalam peringkat 1, yaitu
sangat baik.
Sejalan dengan interpretasi peringkat yang diadaptasi dari matriks peringkat GCG
Bank Indonesia, maka dapat diartikan bahwa Divisi Kredit Konsumer BCA telah
melakukan penerapan pengendalian internal yang secara umum sangat baik. Hal
tersebut terlihat dari pemenuhan yang sangat memadai atas lima komponen dan
prinsip-prinsip pengendalian internal pada umumnya, yaitu lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta aktivitas
99
100
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijabarkan sebelumnya,
101
102
3) Kegiatan Pengendalian;
a) Bank sebaiknya melakukan pemantauan rutin terhadap debitur bukan
hanya based on paper dan telepon, namun juga perlu melakukan
pemantauan rutin secara on the spot untuk debitur dengan semua
jumlah plafon tanpa terkecuali (khususnya untuk debitur dengan
profesi wirausaha) agar dapat melihat secara langsung keadaan
terkini debitur, sehingga Bank dapat segera melakukan tindakan dini
sebelum adanya keterlambatan dalam pembayaran.
b) Bank sebaiknya melakukan peninjauan ulang agunan setiap satu
tahun sekali (dua belas bulan).
c) Jka terjadi keterlambatan pembayaran, Bank sebaiknya melakukan
kunjungan kepada debitur sesegera mungkin untuk melakukan diskusi
sebelum memasuki kolektibilitas 3 (kurang lancar), guna melakukan
tindakan penyelesaian sedini mungkin dan menghindari penurunan
kualitas kredit yang lebih buruk.
5.3
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dari penelitian ini adalah:
1) Penelitian ini hanya dilakukan pada satu Bank, maka hasil yang diperoleh
tidak dapat mewakili Bank-Bank lain secara umum.
103
2) Penelitian ini hanya dilakukan pada unit operasional KPR, sehingga hasil yang
diperoleh tidak dapat mewakili Bank secara keseluruhan.
3) Karena hasil evaluasi didasarkan pada hasil kuesioner yang menunjukkan
perspesi responden dan peneliti, maka penelitian ini cenderung merupakan
hasil subjektivitas dari responden sebagai pihak internal dan peneliti sebagai
pihak eksternal.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amirah. (2013). Tinjauan Efektivitas Penerapan Sistem Pengendalian Internal
Pemberian Kredit Pada PT. Bank Mega Cabang Makassar. (Universitas
Hassanudin, Makassar). Retrieved from http://repository.unhas.ac.id/
Amanina, Ruzanna. (2011). Evaluasi Terhadap Sistem Pengendalian Intern Pada Proses
Pemberian Kredit Mikro. (Universitas Diponegoro, Semarang). Retrieved from
http://core.ac.uk/download/pdf/11725896.pdf
Bank Central Asia. (2014). Memberikan Nilai Tambah Ditengah Masa Transisi: 2014
annual report. Retrieved from
http://www.bca.co.id/include/download/annual_report2014.pdf
Bank Central Asia. (2013). Tegar Ditengah Ketidakpastian Global: 2013 annual report. Retrieved
from
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/New_I
nfo_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report/%5C2013%5CBB
CA%5CBBCA_Annual%20Report_2013.pdf
Bank Central Asia. (2011). Membina Hubungan, Mendukung Pertumbuhan: 2011 annual report.
Retrieved from
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/New_I
nfo_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report/%5C2011%5CBB
CA%5CBBCA_Annual%20Report_2011.pdf
Bank Indonesia. (2003). Lampiran Surat Edaran No. 5/22/DPNP. Retrieved from
http://www.bi.go.id/en/peraturan/arsipperaturan/Perbankan2003/lampiran_se5-22-dpnp_eng.pdf
105
Bank Indonesia. (2011). Lampiran Surat Edaran No. 13/6/DPNP. Retrieved from
www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/se_130611.aspx
Bank Indonesia. (2013). Lampiran Surat Edaran No. 15/15/DPNP. Retrieved from
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/SE_15_15DPNP.aspx
Bank Indonesia. (2015). Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/Pbi/2015 Tentang
Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan
Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Retrieved from
http://www.bi.go.id/id/peraturan/ssk/Documents/pbi_171015.pdf
journal
of
Australia.
Retrieved
from
http://www.aes.asn.au/images/stories/files/publication/Vol4No12/fundamental_choice.pdf
Ikatan Bankir Indonesia. (2014). Mengelola Kredit Secara Sehat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Public Company Accounting Oversight Board. (2007). Auditing Standard No. 5 An Audit
of Internal Control Over Financial Reporting that is Integrated with an Audit of
Financial Statements. Retrieved from
http://pcaobus.org/Rules/Rulemaking/Docket%20021/2007-0612_Release_No_2007-005A.pdf
106
SUMBER LAIN
Pedoman dan prosedur internal Bank.
107
LAMPIRAN
108
Petunjuk Pengisian:
Kuesioner ini terdiri dari 5 (lima) komponen yang masing-masing terbagi ke dalam 17
(tujuh belas) sub-komponen (prinsip). Isilah jawaban anda di bawah masing-masing
kolom peringkat, DALAM BENTUK ANGKA SKOR sebagai berikut:
109
110
KETERANGAN
I.
A.
LINGKUNGAN PENGENDALIAN
Integritas dan Nilai Etik
PERINGKAT
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
sangat memadai dan selalu disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan selalu menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal
mematuhi standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
3.) Selalu terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta
prosedur penyaluran KPR tersebut rutin secara periodik.
4.) Selalu terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi
penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang dilakukan oleh
karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
memadai dan disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal mematuhi
standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
3.) Terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta
prosedur penyaluran KPR tersebut.
4.) Terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi
penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang dilakukan oleh
karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
cukup memadai dan disosialisasikan kepada para karyawan hanya pada waktu-waktu tertentu.
2.) Para atasan menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal mematuhi
standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR tersebut hanya pada waktu-waktu
tertentu.
3.) Evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta prosedur
penyaluran KPR tersebut dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu.
4.) Tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi penyimpangan
atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR hanya dilakukan pada waktu-waktu
tertentu.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.
111
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang
kurang memadai dan jarang disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan jarang menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam hal
mematuhi standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
3.) Jarang terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku serta
prosedur penyaluran KPR tersebut secara periodik.
4.) Jarang terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan terjadi
penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang dilakukan oleh
karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip integritas dan nilai etik dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Bank menetapkan standar etika dan perilaku/membuat pedoman etika dan perilaku yang tidak
memadai dan tidak pernah disosialisasikan kepada para karyawan.
2.) Para atasan tidak pernah menekankan dan memberikan contoh (menjadi role model ) dalam
hal mematuhi standar etika dan perilaku, serta prosedur penyaluran KPR tersebut.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 3.) Tidak pernah terdapat evaluasi atas kepatuhan karyawan terhadap standar etika dan perilaku
serta prosedur penyaluran KPR tersebut secara periodik.
4.) Tidak pernah terdapat tindak lanjut dan sanksi yang diberikan secara tegas jika ditemukan
terjadi penyimpangan atas standar etika dan perilaku serta prosedur penyaluran KPR yang
dilakukan oleh karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
112
B.
Baik (Satisfactory) - 2
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Selalu terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Selalu terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui
hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Selalu terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur
manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang
dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan selalu memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi
hingga monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan
yang memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang sangat independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui
hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur
manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang
dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga
monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang
memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang independen atas karyawan yang menjadi tanggung jawab
pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
113
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan penyaluran KPR
(dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan
kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil
pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu
(kadang-kadang).
2.) Pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan penyaluran KPR
(dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (divisi
kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan
dan laporan yang diberikan oleh karyawan hanya dilakukan pada waktu-waktu (kadang-kadang).
3.) Pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur manajemen
risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh
fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari internal Divisi Kredit
Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan
hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
4.) Atasan memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga
monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang
memadai hanya pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang).
5.) Atasan merupakan seorang yang cukup independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Jarang terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Jarang terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam kegiatan
penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi pengawasan
dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui
hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Jarang terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan prosedur
manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang
dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan jarang memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi
hingga monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan kemampuan
yang memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang kurang independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
114
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip tanggung jawab pengawasan dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Tidak pernah terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman dan prosedur internal
kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi
pengawasan dari pusat (satuan kerja audit internal) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer
(atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
2.) Tidak pernah terdapat pengawasan terhadap kepatuhan atas peraturan eksternal dalam
kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring) yang dilakukan oleh fungsi
pengawasan dari pusat (divisi kepatuhan) maupun dari internal Divisi Kredit Konsumer (atasan
terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang diberikan oleh karyawan.
3.) Tidak pernah terdapat pengawasan terhadap kesesuaian atas implementasi pedoman dan
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 prosedur manajemen risiko dalam kegiatan penyaluran KPR (dari tahap inisiasi hingga monitoring)
yang dilakukan oleh fungsi pengawasan dari pusat (satuan kerja manajemen risiko) maupun dari
internal Divisi Kredit Konsumer (atasan terkait) melalui hasil pekerjaan dan laporan yang
diberikan oleh karyawan.
4.) Atasan tidak pernah memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan penyaluran KPR (dari tahap
inisiasi hingga monitoring) telah dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan
kemampuan yang memadai.
5.) Atasan merupakan seorang yang tidak independen atas karyawan yang menjadi tanggung
jawab pengawasannya.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
115
C.
Baik (Satisfactory) - 2
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip struktur,otoritas, dan tanggung jawab
dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada didokumentasikan dan disosialisasikan agar dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi didokumentasikan dan disosialisasikan agar
dapat dimengerti oleh karyawan.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip struktur,otoritas, dan tanggung jawab
dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan kerja, koordinasi, dan pelaporan dalam unit kredit konsumer yang cukup jelas.
2.) Memiliki struktur organisasi yang menggambarkan jalur wewenang (otoritas), tanggung
jawab, hubungan koordinasi dan pelaporan antara pusat (satuan kerja audit internal, satuan kerja
manajemen risiko, dan divisi kepatuhan,dan fungsi kerja terkait lainnya) dengan unit kredit
konsumer yang cukup jelas.
3.) Struktur Organisasi yang telah ada didokumentasikan dan disosialisasikan kepada karyawan
hanya pada waktu-waktu tertentu.
4.) Setiap perubahan terhadap struktur organisasi didokumentasikan dan disosialisasikan kepada
karyawan hanya pada waktu-waktu tertentu.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.
116
117
D.
Baik (Satisfactory) - 2
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang sangat memadai (selalu terdapat pelatihan khusus untuk setiap karyawan baru
untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang sangat memadai untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang sangat memadai terkait hal-hal yang bersifat
manajerial dan leadership untuk karyawan yang akan naik ke level jabatan manajerial tertentu
(seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang memadai (seperti terdapat pelatihan khusus yang memadai untuk setiap karyawan
baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang memadai untuk mengembangkan kompetensi dan
kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang memadai terkait manajemen dan leadership untuk
karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang cukup memadai (seperti terdapat pelatihan khusus yang cukup memadai untuk
setiap karyawan baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang cukup memadai untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Terdapat pelatihan (training ) lanjutan yang cukup memadai terkait manajemen dan leadership
untuk karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup oleh Bank.
118
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang kurang memadai (kurang memadainya pelatihan khusus yang diberikan untuk
setiap karyawan baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
2.) Kurang memadainya memadainya pelatihan (training) lanjutan untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Kurang memadainya pelatihan (training) lanjutan terkait manajemen dan leadership untuk
karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komitmen terhadap kompetensi dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Setiap karyawan yang terkait dengan pemberian KPR memiliki standar kompetensi dan
keahlian yang tidak memadai (tidak memadainya pelatihan khusus yang diberikan untuk setiap
karyawan baru untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang disyaratkan).
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 2.) Tidak memadainya pelatihan (training ) lanjutan untuk mengembangkan kompetensi dan
kemampuan analisis para karyawan guna meminimalisir kredit bermasalah.
3.) Tidak memadainya pelatihan (training ) lanjutan terkait manajemen dan leadership untuk
karyawan yang akan naik ke level jabatan tertentu (seperti kepala bidang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
119
E.
MENDORONG AKUNTABILITAS
PERINGKAT
Baik (Satisfactory) - 2
KRITERIA PERINGKAT
120
121
122
123
124
125
126
NO.
KETERANGAN
II.
A.
PENILAIAN RISIKO
Menentukan Tujuan yang Sesuai
PERINGKAT
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang sangat memadai serta pedoman dan prosedur
yang sangat sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga sangat mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang memadai serta pedoman dan prosedur yang
sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal maupun
eksternal sehingga mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang cukup memadai serta pedoman dan prosedur
yang cukup sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga cukup mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
127
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang kurang memadai serta pedoman dan prosedur
yang kurang sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga kurang mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan dmemerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan tujuan yang sesuai dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat skema kegiatan penyaluran KPR yang tidak memadai serta pedoman dan prosedur
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 yang tidak sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan, baik secara internal
maupun eksternal sehingga tidak mendukung pencapaian tujuan dalam penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
128
B.
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan sangat memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya selalu terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal .
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring .
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah satunya
terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan cukup memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya dilakukan hal-hal berikut hanya pada waktu-waktu tertentu (kadang-kadang):
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
129
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.)Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan kurang memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya jarang terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan dmemerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa risiko dalam
pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Identifikasi dan analisa risiko kredit (termasuk cara mitigasi/penyelesainnya) dilakukan
dengan tidak memadai pada seluruh tahapan kegiatan penyaluran KPR yang ada, seperti salah
satunya tidak pernah terdapat:
- Verifikasi kebenaran dan kelengkapan dokumen debitur pada tahap inisiasi.
- Analisa 5C pada tahap analisa/pemrosesan.
- Verifikasi kebenaran dan analisa kelayakan nilai agunan pada tahap appraisal.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
- Penerapan four eyes principle dalam tahap memutus kredit (terdapat lebih dari satu pejabat
pemutus kredit yang berasal dari sisi bisnis dan sisi risiko) pada tahap pemutusan pemberian
kredit.
- Sistem penyimpanan dokumen yang aman dan ter-otorisasi dengan tepat pada tahap
dokumentasi kredit.
- Pemantauan atas kelancaran pembayaran debitur dan penyelesaian kredit bermasalah pada
tahap monitoring.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
130
C.
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan sangat
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Selalu dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud yang
telah terbukti.
3.) evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa dilakukan secara proaktif dan intensif oleh
komite anti fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan sangat
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) cukup sering (namun tidak selalu) dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud
atas kejadian fraud yang telah terbukti.
3.) evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa dilakukan secara cukup intensif sesuai dengan
kebutuhan internal bank oleh komite anti fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan cukup
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud yang telah terbukti hanya
dilakukan kadang-kadang oleh Komite anti fraud.
3.) evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa hanya dilakukan seperlunya oleh komite anti
fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
131
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan kurang
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Jarang dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud yang
telah terbukti.
3.) Evaluasi atau antisipasi atas kejadian fraud yang pernah terjadi, baik secara internal maupun
eksternal guna mencegah kejadian fraud serupa jarang dilakukan oleh komite anti fraud.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menilai risiko fraud dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Kebijakan anti fraud yang mencakup hal-hal sebagai berikut diterapkan dengan tidak
memadai:
- Pencegahan: Seperti penyusunan anti fraud awarness yang disosialisasikan kepada seluruh
karyawan dan pemantauan atasan terhadap perilaku dan gaya hidup karyawan.
-Deteksi: Seperti kebijakan whistleblowing beserta mekanisme pengaduan dan perlindungan bagi
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
whistleblower dan surprise audit sebagai alat kewaspadaan bagi karyawan.
2.) Tidak pernah dilakukan pengenaan sanksi tegas oleh komite anti fraud atas kejadian fraud
yang telah terbukti.
3.) Tidak pernah dilakukan evaluasi atau antisipasi oleh Komite anti fraud atas kejadian fraud
yang pernah terjadi, baik secara internal maupun eksternal guna mencegah kejadian fraud
serupa.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
132
D.
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Selalu terdapat antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan mempengaruhi
kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator .
2.) Selalu terdapat antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun
perubahan pada sistem dan prosedur.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) cukup sering (namun tidak selalu) terdapat antisipasi ataupun respon akan adanya perubahan
eksternal dan mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal
regulator .
2.) Cukup seering (namun tidak selalu) terdapat antisipasi ataupun respon akan adanya
perubahan internal dan mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi
yang digunakan ataupun perubahan pada sistem dan prosedur .
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan mempengaruhi kegiatan
penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator hanya dilakukan seperlunya
(kadang-kadang).
2.) Antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan mempengaruhi kegiatan
penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun perubahan pada sistem
dan prosedur hanya dilakukan seperlunya (kadang-kadang).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
133
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Jarang dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator.
2.) Jarang dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun
perubahan pada sistem dan prosedur.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh dari Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip identifikasi dan analisa perubahan
signifikan dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Tidak pernah dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap perubahan eksternal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan peraturan dari legal regulator.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 2.) Tidak pernah dilakukan antisipasi ataupun respon pada setiap adanya perubahan internal dan
mempengaruhi kegiatan penyaluran KPR, seperti perubahan teknologi yang digunakan ataupun
perubahan pada sistem dan prosedur.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
134
135
136
137
138
139
KETERANGAN
III.
A.
KEGIATAN PENGENDALIAN
Menentukan Kegiatan Pengendalian
PERINGKAT
KRITERIA PERINGKAT
Baik (Satisfactory) - 2
140
141
B.
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan
Origination System dan CCRS yang sangat memadai sehingga sangat mendukung kegiatan
penyaluran KPR .
2.) Terdapat keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas
hanya kepada pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem logout otomatis) yang sangat memadai (lengkap dan berfungsi dengan sangat baik) terhadap
aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Selalu Terdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan kerja audit internal
terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan
Origination System dan CCRS yang memadai sehingga mendukung kegiatan penyaluran KPR .
2.) Terdapat keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas
hanya kepada pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem logout otomatis) yang memadai (berfungsi dengan baik) terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Cukup sering (namun tidak selalu) terdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan
kerja audit internal terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan
Origination System dan CCRS yang cukup memadai sehingga cukup mendukung kegiatan
penyaluran KPR .
2.) Terdapat keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas
hanya kepada pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem logout otomatis) yang cukup memadai (berfungsi dengan cukup baik) terhadap aplikasi LOS dan
CCRS tersebut.
3.) IT audit hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu oleh satuan kerja audit internal terhadap
aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
142
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan Origination
System dan CCRS kurang memadai sehingga sangat kurang kegiatan penyaluran KPR .
2.) Keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas hanya kepada
pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem log-out otomatis)
kurang memadai (kurang berfungsi dengan baik) terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Jarang terdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan kerja audit internal
terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip menentukan kegiatan pengendalian atas
teknologi dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Manual kerja yang menjelaskan tentang prosedur penggunaan aplikasi Loan Origination
System dan CCRS tidak memadai sehingga tidak mendukung kegiatan penyaluran KPR .
2.) Keamanan akses (seperti penggunaan password yang diberikan secara terbatas hanya kepada
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
pengguna yang sah dan sesuai dengan tanggung jawab tugasnya dan sistem log-out otomatis)
tidak memadai (tidak berfungsi dengan baik) terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
3.) Tidak pernah erdapat IT audit yang dilakukan secara berkala oleh satuan kerja audit internal
terhadap aplikasi LOS dan CCRS tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
143
C.
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur secara konsisten (secara periodik) selalu di-review , diperbaharui
sesuai dengan ketentuan maupun kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan kepada
karyawan.
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi, mereview , dan memperbaharaui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur sering (namun tidak selalu/tidak secara periodik) di-review,
diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan
kepada karyawan .
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi, mereview , dan memperbaharaui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur di-review , diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun kebutuhan
internal Bank, dan dikomunikasikan kepada karyawan hanya pada waktu-waktu tertentu (kadangkadang).
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi, mereview , dan memperbaharaui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
144
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari
adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur jarang di-review, diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun
kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan kepada karyawan.
2.) Terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi,
namun jarang me-review , dan memperbaharui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip melakukan pengendalian atas kebijakan
dan prosedur dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Kebijakan dan Prosedur tidak pernah di-review, diperbaharui sesuai dengan ketentuan maupun
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 kebutuhan internal Bank, dan dikomunikasikan kepada karyawan.
2.) Tidak terdapat komite/satuan kerja khusus yang yang bertugas untuk membuat, memverifikasi,
me-review , dan memperbaharui kebijakan dan prosedur KPR tersebut.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
145
146
147
148
149
150
151
KETERANGAN
IV.
A.
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang sangat memadai, sangat relevan dan sangat akurat (baik berasal dari
sumber internal maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR
(seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur)
sehingga sangat mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator
sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang memadai, relevan dan akurat (baik berasal dari sumber internal
maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR (seperti informasi
terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur) sehingga
mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat dilakukan perbaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.)Terdapat informasi yang sangat cukup memadai, cukup relevan dan cukup akurat (baik berasal
dari sumber internal maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR
(seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur)
sehingga cukup mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
152
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang kurang memadai, kurang relevan dan kurang akurat (baik berasal dari
sumber internal maupun sumber eksternal) untuk digunakan dalam kegiatan penyaluran KPR
(seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta kebijakan dan prosedur)
sehingga kurang mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip penggunaan informasi yang relevan
dalam pemberian KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya
kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Terdapat informasi yang tidak memadai, tidak relevan dan tidak akurat untuk digunakan dalam
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 kegiatan penyaluran KPR (seperti informasi terkait debitur, produk KPR, peraturan regulator, serta
kebijakan dan prosedur) sehingga tidak mendukung pihak yang berkepentingan guna mencapai
tujuan penyaluran KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh Bank.
153
B.
KOMUNIKASI INTERNAL
PERINGKAT
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang sangat memadai (sangat lengkap dan selalu rutin
digunakan) , seperti penggunaan e-mail internal, aplikasi chat internal, rapat, ataupun
conference sehingga sangat mendukung komunikasi antar karyawan dan komunikasi dengan
atasan guna membantu koordinasi pekerjaan para karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang memadai (lengkap dan sering digunakan,
walaupun tidak rutin), seperti penggunaan e-mail internal, aplikasi chat internal, rapat, ataupun
conference sehingga mendukung komunikasi antar karyawan dan komunikasi dengan atasan
guna membantu koordinasi pekerjaan para karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat dilakukan perbaikan dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang cukup memadai (cukup lengkap namun hanya
digunakan ketika terjadi hal-hal yang sangat penting), seperti penggunaan e-mail internal,
aplikasi chat internal, rapat, ataupun conference sehingga cukup mendukung komunikasi antar
karyawan dan komunikasi dengan atasan guna membantu koordinasi pekerjaan para karyawan
dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
154
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Memiliki program komunikasi internal yang kurang memadai (kurang lengkap dan jarang
digunakan), seperti penggunaan e-mail internal, aplikasi chat internal, rapat, ataupun conference
sehingga kurang mendukung komunikasi antar karyawan dan komunikasi dengan atasan guna
membantu koordinasi pekerjaan para karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi internal dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Tidak memiliki program komunikasi internal sehingga tidak dapat mendukung komunikasi
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5
antar karyawan dan komunikasi dengan atasan guna membantu koordinasi pekerjaan para
karyawan dengan efektif dan efisien.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
155
C.
KOMUNIKASI EKSTERNAL
PERINGKAT
KRITERIA PERINGKAT
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Selalu Terdapat komunikasi yang sangat jelas dengan debitur terkait hal-hal penting yang
berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
2.) Terdapat sarana yang sangat memadai (sangat lengkap dan sangat responsive ) bagi debitur
untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan pelayanan (service
level ) yang diberikan atas permohonan KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut tidak
signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh Bank.
Baik (Satisfactory) - 2
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai berikut:
1.) Cukup sering (namun tidak selalu) terdapat komunikasi yang jelas dengan debitur terkait halhal penting yang berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
2.) Terdapat sarana yang memadai (lengkap dan responsive) bagi debitur untuk memberikan
feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan pelayanan (service level ) yang
diberikan atas permohonan KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan dan dapat diperbaiki dengan tindakan normal oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Komunikasi yang dilakukan dengan debitur terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan
KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur, dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu
(kadang-kadang).
2.) Terdapat sarana yang cukup memadai (cukup lengkap dan cukup responsive) bagi debitur
untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan dengan pelayanan (service
level ) yang diberikan atas permohonan KPR.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut cukup
signifikan dan memerlukan perhatian khusus oleh Bank.
156
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Jarang Terdapat komunikasi yang dilakukan dengan debitur terkait hal-hal penting yang
berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
2.) Sarana bagi debitur untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan
dengan pelayanan (service level ) yang diberikan atas permohonan KPR kurang memadai (kurang
lengkap dan kurang responsive).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
signifikan dan memerlukan perbaikan menyeluruh oleh Bank.
Mencerminkan Bank telah melakukan penerapan prinsip komunikasi eksternal dalam pemberian
KPR yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari adanya kriteria/indikator sebagai
berikut:
1.) Tidak pernah terdapat komunikasi yang dilakukan dengan debitur terkait hal-hal penting yang
berhubungan dengan KPR, seperti edukasi terkait KPR kepada debitur.
Tidak Baik (Unsatisfactory) - 5 2.) Saranabagi debitur untuk memberikan feedback terkait hal-hal penting yang berhubungan
dengan pelayanan (service level ) yang diberikan atas permohonan KPR tidak memadai (tidak
lengkap dan tidak responsive).
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapannya, maka secara umum kelemahan tersebut
sangat signifikan dan sulit diperbaiki oleh Bank.
157
158
159
KETERANGAN
V.
A.
AKTIVITAS PENGAWASAN
Melakukan Evaluasi Atas Pengendalian Internal
PERINGKAT
Baik (Satisfactory) - 2
KRITERIA PERINGKAT
160
161
B.
KRITERIA PERINGKAT
Baik (Satisfactory) - 2
162
163
164
165