Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penduduk Indonesia hampir 85% bertempat tinggal di daerah
pedesaan dan pada umumnya mempunyai pendapatan yang rendah atau
dapat disebut dengan miskin. Dengan latar belakang demikian, maka secara
langsung akan mempengaruhi pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya.
Sedangkan hampir sebagian kekayaan yang dimiliki oleh Negara Indonesia
berada di daerah pedesaan, baik yang berbentuk fisik maupun non fisik.
Penduduk indonesia secara umum bertempat tinggal didaerah pedesaan,
dengan ciri khas memiliki pendapatan rendah. Hal tersebut akan berimbas
pada kualitas hidup yang sangat jauh berbeda dengan masyarakat kota. Dari
hal tersebut dapat diketahui terjadi kesenjangan ekonomi antara desa dan
kota. Pemerintah perlu secepatnya mengambil tindakan terhadap masalah
tersebut agar kemakmuran dapat dirasakan disegala aspek dan strata sosial.
Oleh karena itu pemerintah membuat suatu rencana pembangunan di segala
bidang. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
Untuk dapat mencapai dan mewujudkan tujuan dari pembangunan
nasional tersebut, maka perlu diperbaiki kualitas manusianya yang masih
terbelakang kehidupannya, yang pada umumnya bertempat tinggal di daerah
pedesaan.

Pembangunan di daerah pedesaan nampaknya dilakukan secara


formal dan informal, diantaranya yang diusahakan oleh Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK). Dari strategi pembangunan
nasional peran wanita ikut menunjang lewat sektor-sektor yang dikelola oleh
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK), diantaranya
bidang pendidikan, ketrampilan dan kesehatan.
Peranan wanita dalam pembangunan berkembang selaras dan serasi
dengan perkembangan tanggung jawab dan peranannya dalam mewujudkan
dan mengembangkan keluarga sehat dan sejahtera, termasuk pembinaan
generasi muda, anak-anak remaja dan anak-anak di bawah lima tahun
(Balita) dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya. Nampaknya pula
peranan dan tanggung jawab wanita dalam pembangunan makin
dimantapkan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di berbagai
bidang sesuai dengan kebutuhan dan ketrampilannya.
Salah satu program Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK) yang patut disorot adalah pembangunan kesehatan manusia dari
segi mental atau moral. Apabila kondisi masyarakatnya banyak yang tidak
sehat secara mental maka secara otomatis akan mempengaruhi kegiatan
kerja manusianya.
Program-program yang telah dilakukan oleh Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK) didalam mengatasi kebutuhan kesehatan
mental anhtara lain pengajian dan kegiatan sosial lainnya.

Adapun kegunaan dari program yang dibuat oleh pemerintah dalam


Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) adalah penyuluhan
moral dan pengajian yang dilakukan waluapun tidak rutin. Namun demikian
tidak jarang di antara masyarakat masih mengalami gangguan kesehatan,
sehingga untuk lebih menjamin dan memulihkan kesehatan masyarakat
ditempuhlah melalui program kegiatan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK). Faktor yang sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat
adalah kehidupan keluarga itu sendiri terutama pendidikan dan penanaman
akhlak oleh ibu, apabila mental seorang ibu baik maka dapat dipastikan
anaknya akan menjadi orang baik. Sedangkan program kegiatan Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) yaitu program yang banyak
melibatkan keikutsertaan ibu-ibu rumah tangga yang merupakan pendidik
mental anggota masyarakat. Kondisi inilah yang menarik bagi penulis untuk
mengadakan

penelitian

mengenai

peranan

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dalam meningkatkan kualitas kesehatan


mental masyarakat sehingga menjadi sumber daya yang mampu mendukung
kegiatan pembangunan.
Adapun judul dari penelitian ini adalah Peranan Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga Terhadap Peningkatan Kesehatan Mental Masyarakat
Di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun
2007.

B. Penegasan Judul
Untuk memberikan makna yang jelas dan tidak menimbulkan salah
penafsiran terhadap judul yang penulis ajukan, maka akan penulis pertegas
tentang pengertian judul yang telah penulis ajukan, sebagai berikut :
1. Peranan
Menurut WJS Poerwadarminta (1976 : 735), peranan diartikan
sebagai sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang
terutama. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (1987: 220), peranan
adalah aspek dinamis dari kedudukan, apabila seseorang melakukan hakhak dan kewajiban-kewajibannya maka ia menjalankan peran.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik suatu pernyataan
bahwa seseorang melakukan peranan adalah karena kedudukannya. Dalam
hal ini penulis mengemukakan peranan Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga dalam mengatasi kesehatan mental masyarakat.
2. Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga adalah suatu gerakan
(movement) untuk mensejahterakan keluarga dalam rangka kesejahteraan
masyarakat (Depdagri,1973 : 21).
3. Kesehatan Mental
Dikatakan mental yang sehat apabila individu berperilaku sesuai dengan
norma da kebiasaan masyarakat atau tidak memiliki perilaku yang
menyimpang (Singgih D Gunarso,1987:177).

4. Masyarakat
Masyarakat yaitu suatu kelompok sosial yang terdiri dari beberp
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama serta saling
berinteraksi antara sesamanya, sehingga mereka dapat mengorganisasikan
dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kestuan sosial dengan
batasbatas tertentu.(Endah Entjang,1974:14)
Berdasarkan penegasan judul di atas, maka skripsi yang berjudul Peranan
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Terhadap Peningkatan
Kesehatan Mental Masyarakat Di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar Tahun 2007, penulis artikan sebagai suatu gerakan
yang dilakukan oleh suatu lembaga dalam meningkatkan kualitas kesehatan
mental yang terdapat pada satu kelompok masyarakat.
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih efektif dan efisien dalam penelitian, maka sangatlah perlu
diadakan pembatasan permasalahan. Dengan adanya pembatasan tersebut,
maka ruang lingkupnya menjadi jelas dan terarah serta mudah dipahami.
Adapun penelitian ini membatasi pada permasalahan sebagai berikut :
1. Objek penelitian
Yang menjadi objek penelitian adalah Peranan Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga terhadap Kesehatan Masyarakat.
2. Subjek penelitian
Adapun yang menjadi Subjek penelitian adalah pengurus Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dan warga masyarakat.

3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
"Bagaimanakah peranan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
terhadap Peningkatan Kesehatan Mental Masyarakat Di Desa Gedongan
Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2007 ?"
E.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka perlu dirumuskan tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Untuk
mengetahui peranan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Terhadap Peningkatan Kesehatan Mental Masyarakat Di Desa Gedongan
Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2007

F.

Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini maka kegunaan yang diharapkan adalah :
1. Kegunaan Teoritis
a. Menambah perbendaharaan khasanah ilmu pengetahuan tentang
kesehatan mental masyarakat, yang merupakan masalah negara

berkembang yang harus dipecahkan bersama, sehingga dapat


terlaksana dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
b. Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian yang
sejenis dengan penelitian ini.
2. Kegunaan Praktis
a.

Dapat dijadikan masukan bagi pemerintah dalam rangka penyajian


data yang akurat dan sebagai alternatif pemecahan masalah.

b.

Masyarakat mengerti dan paham akan pentingnya kesehatan mental.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori Tentang Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga


1. Pengertian Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) sebagai
organisasi sosial telah banyak didirikan oleh Pemerintah baik pemerintah
pusat, daerah maupun oleh Pemerintah desa yang merupakan bentuk
pemerintah yang terendah.
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) adalah
suatu gerakan (movement) untuk mensejahterakan keluarga dalam rangka
kesejahteraan masyarakat.
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) adalah
suatu gerakan yang bersifat sosial ekonomi yang berorientasi pada usaha
pembinaan individu untuk menimbulkan kesadaran pada segi-segi
kehidupan didalam keluarga sebagai unit pelaksanaan kesejahteraan sosial
yang terkecil, usaha pembinaan tersebut dapat dilaksanakan melalui formal
bagi golongan individu pada umur anak sekolah, maupun melalui kursuskursus atau pendidikan tersebut dilaksanakan oleh pendidik ahli secara
individu atau oleh badan/organisasi sosial yang berdasarkan suatu konsep
yang terarah (Departemen Dalam Negeri,1972 : 21)
Bertitik tolak dari definisi tersebut di atas, maka dapatlah diambil unsur
pengertian sebagai berikut :
a. Bahwa Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
merupakan organisasi sosial ekonomi mensejahterakan keluarga.

b. Bahwa Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)


merupakan salah satu unit terkecil pelaksana sosial didalam
lingkungan sosialnya.
c. Bahwa Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
sebagai organisasi berusaha menanamkan dan memberikan pembinaan
pada individu, anggota keluarga, kelompok dan masyarakat agar
mempunyai kesadaran pada segi-segi kehidupan di dalam keluarga.
d. Bahwa Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
dalam usaha pembinaannya dapat dilaksanakan melalui pendidikan
non formal bagi golongan orang dewasa melalui kursus-kursus
diberbagai kegiatan sesuai dengan kebutuhannya.
e. Bahwa Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
dalam usaha pembinaannya perlu adanya tenaga ahli/orang yang
berwenang dengan menggunakan metode dan teknik berdasarkan
konsep yang terarah.
Dari pengertian tersebut diatas, maka dapatlah diambil unsur pengertian
bahwa organisasi kaum wanita dan generasi muda perlu mendapatkan
perhatian dan bantuan baik moril maupun materiil dari keluarga, kelompok
dan masyarakat serta pemerintah untuk mengantar kesuatu kehidupan
keluarga yang lebih baik yaitu suatu keluarga yang sehat dan sejahtera baik
fisik, mental maupun sosialnya sehingga mereka membawa kehidupan
bangsa ketingkat yang sesuai dengan cita-cita bangsa dan negara.

10

2. Tujuan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga


Tujuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam setiap
organisasi, karena hanya dengan tujuan akan dapat diketahui arah mana dan
bagaimana suatu hal yang akan ditempuh.
Tujuan bagi setiap organisasi harus kita ketahui terlebih dahulu sebelum
melangkah kedalam suatu tindakan. Untuk lebih memahami tentang fungsi
daripada tujuan suatu organisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Drs.
Sumardi MS dalam bukunya Administrasi Kesejahteraan Sosial bahwa :
Tujuan ditentukan lebih dahulu dapat dijadikan alasan untuk
melaksanakan kepemimpinan dan management, atau sebagai dasar alasan
untuk menggerakkan tindakan orang-orang dan alat-alat, fasilitas/sumber yang
ada dan juga tujuan adalah sebagai alat untuk ukuran terhadap hasil
pelaksanaan tugas pekerjaan. (1979: 18).
Dari uraian tersebut diatas jelas bahwa tujuan itu mutlak ada bagi setiap
suatu organisasi sebagai dasar pedoman menyelenggarakan segenap kegiatan.
Demikian pula dengan organisasi Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK) yang telah mempunyai tujuan tertentu yang berbeda dengan
organisasi lain. Adapun tujuan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK) ialah : Untuk memperbaiki dan membina tata kehidupan dan
penghidupan keluarga yang dijiwai oleh Pancasila, menuju terwujudnya
keluarga yang dapat merasakan keselamatan, kesenangan dan ketenteraman
hidup lahir batin sehingga dapat merupakan unsur dasar pembinaan masyarakat
Pancasila, serta suatu tindakan yang bersifat operasional dalam rangka
mensejahterakan keluarga dimana wanita merupakan inti pelaksana utama
(Dep. Dalam Negeri, 1979:22).

11

Dari pernyataan yang telah dikemukakan diatas maka dapatlah ditarik


suatu kesimpulan sebagai berikut :
a. Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) sebagai wadah
dan sarana pelayanan kesejahteraan sosial bertujuan memperbaiki dan
membina tata kehidupan dan penghidupan keluarga yang dijiwai oleh
Pancasila.
b. Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) sebagai wadah
untuk menghayati, melaksanakan dan mengamalkan Pancasila menuju
terwujudnya suatu keadaan keluarga yang dapat merasakan keselamatan,
ketenteraman hidup baik fisik, rohani dan sosialnya.
c. Dengan terciptanya suatu keluarga yang dijiwai oleh Pancasila merupakan
unsur dapat terwujudnya masyarakat Pancasila.
3. Fungsi Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Apabila kita memahami pengertian dari Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK), maka kadang-kadang akan timbul suatu
pendapat yang menyatakan bahwa organisasi Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK) merupakan suatu kegiatan yang hanya
ditujukan pada kaum wanita saja, sehingga masih ada sebagian masyarakat
yang masih merasa acuh tak acuh dan bersikap masa bodoh dengan
organisasi Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
tersebut. Anggapan demikian jelas kurang pada tempatnya dan sama sekali
kurang benar. Di dalam menanggapi persoalan tersebut memerlukan
pemikiran yang lebih rasional dan lebih lanjut, sebab pada dasarnya segala

12

sesuatu

persoalan

yang

berhubungan

dengan

kegiatan

Lembaga

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) itu mempunyai kaitan yang


erat dengan kehidupan manusia sehari-hari yang mempunyai peranan
penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Anggapan yang demikian itu masih sangat dirasakan dalam
kehidupan di daerah pedesaan, dimana masih sangat memerlukan
peningkatan-peningkatan diberbagai bidang kehidupan dalam rangka
membantu menunjang program pemerintah dalam kegiatan pembangunan.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa organisasi Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
itu secara umum berfungsi sebagai berikut :
a. Sebagai wadah partisipasi masyarakat, terutama kaum wanitadalam rangka
menunjang program pemerintah.
b. Sebagai peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakt terutama
kaum wanita.
c. Sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.
d. Sebagai pendorong dan penggerak swadaya gotong royong masyarakat.
e. Sebagai wadah tempat dimana diselenggarakan berbagai kegiatan kursuskursus peningkatan peranan wanita.
f. Sebagai kegiatan penyuluhan dan pelaksanaan keluarga berencana dan
kependidikan.

13

g. Sebagai sarana tempat kegiatan-kegiatan yang lain yang berhubungan


dengan kesejahteraan keluarga dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
4. Tugas Pokok Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Yang

dimaksud

dengan

tugas

pokok

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga (LPKK), yang harus dilaksanakan dalam rangka


mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana kegiatan tersebut menyangkut
bidang tugas pekerjaan yang lebih luas serta menjadi dasar untuk menentukan
macam-macam tugas pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh bagian-bagian
atau seksi-seksi dimana yang mendasari tata kerja untuk melaksanakan
kegiatan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK).
Adapun tugas pokok Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK) sebagai berikut :
a. Meningkatkan ikut sertanya wanita secara maksimal dalam segala
kegiatan pembangunan.
b. Meningkatkan peranan wanita dalam rangka pembinaan manusia
seutuhnya.
c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan wanita diberbagai
bidang sesuai dengan kebutuhannya.
5. Kegiatan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluraga
Di dalam program-program Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK) terdapat berbagai macam kegiatan yang mencakup bidang

14

fisik, materiil, mental spirituil dan sosial. Dimana pada dasarnya bertujuan agar
setiap warga
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dapat ikut serta
secara aktif dalam segala bidang pembangunan sesuai dengan kehendak dan
aspirasi masyarakat. Adapun kegiatan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK) adalah melaksanakan Sepuluh Program Pokok Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK). Dalam melaksanakan sepuluh
program pokok Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) ini
mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Pendidikan dan ketrampilan
b. Mengembangkan kehidupan koperasi
c. Kesehatan
d. Kelestarian lingkungan hidup
e. Perencanaan sehat
f. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
g. Gotong royong
h. Pangan
i. sandang
j. Perumahan dan tata laksana rumah tangga (Departemen Dalam
Negeri,1979 : 14).
Untuk melaksanakan sepuluh program pokok Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK) tersebut maka tim penggerak Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) telah membagi beberapa

15

kelompok kerja, untuk orgarusasi yang ada di desa dengan perincian sebagai
berikut :
a. Seksi I Pengembangan pendapatan keluarga
Program kerja yang dilaksanakan oleh kelompok ini mencakup bidang
Pendidikan dan Ketrampilan, program mengembangkan kehidupan
berkoperasi.
b.

Seksi II Kesehatan keluarga


Program yang harus dilaksanakan oleh kelompok ini mencakup bidang
Kesehatan, Kelestarian lingkungan hidup, serta Perencanaan Sehat.

c. Seksi III Sosial Kemasyarakatan


Program yang harus dilaksanakan oleh kelompok ini mencakup
penghayatan pengamalan pancasila dan gotong royong.
d. Seksi IV Sandang Pangan dan Tata Laksana Rumah Tangga
Program yang harus dilaksanakan oleh kelompok ini mencakup bidang
Pangan, Sandang serta Perumahan dan Tata Laksana Rumah Tangga.

B. Kajian Teori Tentang Kesehatan Mental


1.

Pengertian Kesehatan Mental


Kesehatan mental merujuk pada kondisi dimana individu memiliki
kecenderungan untuk melakukan respon dengan cara-cara tertentu terhadap
dunia sekitarnya, baik berupa individu maupun objek-objek tertentu sesuai
dengan nilai moral yang berlaku (Bernhard,1986 :275). Mental yang sehat
akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang yang baik.
Namun demikian tidak berarti bahwa semua tindakan atau perbuatan

16

seseorang identik dengan jiwa seseorang. Seseorang mungkin saja


melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan sikapnya yang
sebenarnya.
Kesehatan mental individu sedikit bayak dipengaruhi oleh lingkungan
tempat dimana seseorang indiviodu tersebut tinggal (Wrightstone, 1986:
276). Kesehtan mental seseorang didasarkan atas nilai-nilai tertentu yang
didukungnya. Dalam kesehatan mental tergantung tiga komponen (Marat,
1982: 13) yaitu:
a.

Berhubungan dengan baik, ide dan konsep

b.

Berhubungan dengan kehidupan emosional sesorang

c.

Kecenderungan bertingkah laku yang kondusif.

Oleh karena itu, perilaku individu akan sedikit banyak dipengaruhi


oleh lingkungan tempat individu tersebut tinggal (Wrightstone, 1986: 276).
Perilaku seseorang didasarka atas nilai-nilai tertentu yang didukungnya.
Prosedur pembentukan perilaku dalam instrumental behaviour menurut
Skinner adalah:
a. Dilakukan Identifikasi mengenai hal apa yang merupakan reinforcer
bagi perilaku yang kan dibentuk tersebut.
b. Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen
kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponenkomponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju
kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

17

c. Dengan mempergunakan secara urut komponen-komponen itu lalu


sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer untuk
masing-masing komponen.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan
komponen-komponen yang telah dilakukan (Sumadi Suryabrata,
1998: 272-273)
Ada dua faktor yang merupakan faktor penyebab perubahan perilaku pada
individu yaitu:
a. Faktor eksternal, adalah faktor di luar diri individu yaitu pengaruh
dari lingkungan yang diterima.
b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam individu yaitu
kemampuan menyeleksi ataupun menganalisa pengaruh yang datang
dari luar termasuk diantaranya minat dan perhatian.
Perilaku terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang,
kelompok, lembaga, nilai melalui hubungan antar individu, hubungan
didalam kelompok. Terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi
perilaku seseorang, khususnya lingkungan yang teredekat dengan
kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan penting.
2. Faktor-faktor yang mendukung terwujudnya kesehatan mental
Terwujudnya masyarakat yang memiliki mental yang sehat tidak dapat
dilepaskan dari beberapa faktor yang saling kait-mengait, tidak berdiri
sendiri. Kesehatan mental akan terwujud jika ada kombinasi antara faktor-

18

faktor tersebut. Faktor-faktor penyebab tersebut dapat dibagi kedalam faktor


intern dan faktor ekstern.
a.

Faktor Intern
Faktor intern merupakan faktor yang erasal dari dalam diri individu.
Termasuk faktor intern adalah sebagai berikut:
1) Kuatnya kemampuan pengawasan diri terhadap pengaruh
lingkungan.
2) Adanya kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan
yang tinggi.
3) Terbentuknya dasr-dasar keagamaan di dalam diri, sehingga
individu dapat mengukur norma luar atau menilik norma yang
baik dilingkungan masyarakat, dengan perkataan lain individu
yang demikian amat dapat mengontrol lingkungan yang kurang
baik. (Sofyan S. Wilis, 1991: 64)

b.

Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu,
yaitu berasal dari keluarga, sekolah maupun masyarakat. Khususnya
keluarga dimana dalam keluargalah pendidikan pertama yang dialami
individu. Oleh sebab itu keluarga menjadi sangat penting dakalam
berperan membangun kesehatan mental individu.(Kartini Kartono,
1986:57).

3. Faktor-faktor yang mendukung terwujudnya kesehatan mental


Kondisi menurunya kesehatan mental akan melahirkan perilaku yang
menyimpang atau negatif

merupakan perilaku yang menunjukkan atau

memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma


yang berlaku dimana individu itu berada (Anita Wiryawan, 1989: 12).
Perilaku atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan behaviour, menurut

19

Watson adalah reaksi organisme sebagai keseluruhan terhadap perangsang


dari luar. Reaksi terbut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahanperubahan jasmani tertentu, jadi dapat diamat secara objektif (Sumadi
Suryabrata, 1998: 260).
Perilaku menyimpang yang sering terjadi pada anak menurut pendapat
ahli psikologi seperti dikutip Sumadi Suryabrata (1998: 217) adalah sebagai
berikut:
a.

b.

Sifat-sifat negatif pada anak perempuan menurut H.Hetzner


adalah
1) Tak tenang
2) Kurang suka bergerak
3) Suasana hati tidak baik, murung
4) On-sosial
a. Menari diri dari masyarakat
b. Agresif terhadap masyarakat
Sifat-sifat negatif pada anak laki-laki berdasarkan hasil penelitian
Hans Hochholzer adalah
1) Kuarang suka bergerak
2) Lekas marah
3) Kebutuhan untuk tidur besar
4) Suasana hati tidak tetap
5) Pesimistis.

Atas dasar hasil penelitian diatas maka dapat diambil kesimpulan


bahwa perilaku menyimpang ditunjukkan dengan:
a.

Menyimpang dala hal kebiasaan sehari hari;

b.

Menyimpang dalam sikap sosial terdiri atas menarik diri dari


masyarakat dan agresi terhadap masyarakat.
Skinner berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hubungan antara

perangsang dan respon. Adapun respon yang dimaksud adalah:

20

a.

Reflexive respons, yaitu respons yang ditimbulakn leh perangsangperangsang tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu
disebut elicting stimuli (Sumadi Suryabrata, 1998: 271).
Reflexive respons menimbulkan respons-respons yang secara trelatif
tetap, misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada
umumnya perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului
respons yang ditimbulkan.

b.

Instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan berkembangnya


diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu atau disebut reinforcing
stimuli (Sumadi Suryabrata, 1998: 271).
Instrumental respons umumnya memperkuat respons yang tealh

dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti


suatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Misalnya, jika seorang
anak belajar, lalu mendapat hadiah maka dia kan lebih giat untuk belajar.
Perilaku atau tingkah laku

atau sikap didefinisikan sebagai suatu

predeposisi atau kecenderungan untuk melakukan suatu respon dengan caracara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu
maupun berupa objek-objek tertentu (Bernhard, 1986: 275). Perilaku
tersebut akan memberi arah kepada perbutan atau tindakan seseorang identik
dengan jiwa seseorang. Seseorang mungkin saja melakukan perbuatanperbuatan yang bertentangan denga sikap yang sebenarnya.
Berdasarkan pada fase negatif tersebut maka dimungkinkan timbul
perilaku menyimpang dari individu yang akan berakibat pada menurunya

21

kesehatan mental masyarakat. Meningkatnya masalah kesehatan mental


seperti stress, ketergantungan obat, kekerasan dan lain-lain. Masalah
kesehatan mental itu antara lain berkaitan dengan:
a.

Proses penggusuran karena pembangunan kota.

b.

Menurunnya ikatan kekeluargaan, kurang eratnya hubungan orang tua


dan

anak,

sempitnya

lahan

pertanian

akibat

pembangunan

pemukiman, kecenderungan tinggal berpindah-pindah sesuai dengan


tempat pekerjaan. (Surjadi, Iskandar, Budiman et al, 1997, Surjadi dan
Budiman, 1998)
Berdasarkan pada fase negatif tersebut maka dimungkinkan timbul perilaku
menyimpang anak yang sering disebut kenakalan yaitu suatu tindakan yang
menyimpang dari norma atau tata kelakuan yang seharuanya dilakukan.
Kenakalan dapat terjadi sebagai akibat negatif dalam perilaku sosial yaitu
agresif terhadap masyarakat. Jenis perilaku menyimpang yang terlahir melalui
kenakalan dibagi menjadi dua yaitu :
a.

Kenakalan semu : dimana kenakalan anak bukan merupakan


kenakalan bagi pihak-pihak lain. Bahkan menurut penilaian pihak
ketiga, yang tidak langsung berhubungan, tingkah laku tersbut
dibandingkan tingkah laku anak sebaya di sekitarnya, walaupun
tingkah laku yang agak berlebih-lebihan akan tetapi masih dala batas
yang normal dan masih sesuai dengan nilai-nilai riil,
b. Kenakalan sebenarnya : tingkah laku, perbuatan anak yang merugikan
dirinya sendiri atau orang lain, dan melanggar nilai moral maupun
nilai-nilai sosial (Singgih D. Gunarsa, 1995 : 15).
Penjelasan dari kedua jenis kenakalan di atas adalah sebagai berikut :
Kenakalan Semu
Kenakalan yang disebut kenakalan semu merupakan tingkah laku yang
dalam bahasa sehari-hari disebut kenakalan dan dinyatakan keterlaluan, tetapi

22

sebenarnya masih terletak dalam batas-batas normal (Singgih D. Gunarasa,


1995 : 16). Hanya dalam hal kenakalan semu ini maka yang dilampaui adalah
batas kesabaran orang tua, batas sensitifitas orang yang memberi penilaian itu
dan justru hanya keterbatasan dalam hal pengetahuan mengenai anak-anak
Pada umumnya lingkungan yang menyebabkan timbulnya kekesalan,
kekhawatiran dan kemaarahan terhadap anak yang bertingkah laku nakal itu.
Sesungguhnya kenakalan-kenakalan semu ini tidak perlu menimbulkan
kekhawatiran orang tua. Karena justru kekhawatiran yang tidak pada tempatnya
dan berlebih-lebihan yang ditunjukkan terhadap anak akan menunjukkan hasil
yang tidak menguntungkan.
Kekhawatiran orang tua yang berlebih-lebihan sering disertai dengan
sikap yang oleh anak diartikan sebagai penekanan ataupun penolakan.
Sehingga anak akan melakukan usaha-usaha untuk membebaskan dirinya dari
kekangan itu, dengan caara melakukan hal itu sebagai reaksinya terhadap
reaksi orang tua tadi (Singgih D. Gunarsa, 1995 : 16).
Sedapat mungkkin kenakalan anak jangan sampai menimbulkan
kecemasan, melainkan cukup dengan memperhatikan perkembangan anak
khususnya, lalu dibandingkan dengan perkembangan anak khususnya, lalu
dibandingkan dengan perkembangan anak pada umumnya. Anak, harus
diberikan ruang gerak dan kesempatan melatih diri, akan tetapi ia juga
memerlukan pengawasan.

23

Kenakalan sebenarnya
Kenakalan-kenakalan sebenarnya merupakan tingkah laku yang melanggar
nilai-nilai sosial dan nilai-nilai moral sehingga merugikan diri sendiri ataupun
merugikan orang lain (Singgi D. Gunarsa, 1995 : 17). Tingkah laku-tingkah
laku ini sering mengkhawatirkan dan menimbulkan kegelisahan orang tua.
Anak khususnya mulai beranjak dewasa, ditinjau dari perkembangan
individu memasuki masa yang langsung mengikuti masa puber yang
berlangsung dalam waktu singkat. Masa ini sering ditandai oleh sifat-sifat
negatif pada si anak sehingga masa ini sering disebut masa atau fase negatif.
Pengertian perilaku menyimpang seperti yang dikemukakan oleh Kartini
Kartono adalah sebagai berikut :
Juvenile delinquency yang artinya : juvenile berasal dari bahasa latin
Juveniles artinya anak-anak, anak muda; ciri karakteristik pada masa
muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Delinquency berasal dari
kata latin Delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan yang
kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a sosial, kriminal,
pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, pentetor, tidak dapat
diperbaiki lagi, durjana, dursila dan lain-lain. Delinquency itu selalu
mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan
yang dilakukan oleh anak muda di bawah usia 22 tahun (Kartini
Kartono, 1986:7).
Pendapat lain secara jelas memberikan definisi tentang perilaku
menyimpang dalam bentuk kenakalan yaitu : Kelinan tingkah laku atau
tindakan yang bersifat a sosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma
sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat(Sofyan
S. Wilis, 1991 : 17).
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku

menyimpang

merupakan

perbuatan

sebagian

individu

yang

24

bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat sehingga


dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan merusak diri
sendiri. Bentuk perilaku menyimpang menurut Bakolak Inpres No. G/1971
adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Pencurian
Penipuan
Perkelahian
Pengrusakan
Penganiayaan
Perampokan
Narkotika
Pelanggaran susila
Pembunuhan
Kejahatan (Kartini Kartono, 1986 : 7)

Menurut bentuk perilaku menyimpang di atas masih terlalu umum


sehingga secara spesifik dapat diperinci lagi wujud perilaku delinquent seperti
yang penulis simpulkan dari pendapat Kartini Kartono (1986 : 21-23) sebagai
berikut :
a.

Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamanan lalu


lintas dan membahayakan jiwa sendiri dan orang lain.

b.

Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan


ketentraman millieu sekitar. Tingkat ini bersumber pada
kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali
serta kesukaan menteror lingkungan.

c.

Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar


suku sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.

d.

Membolos sekolah lalu bergelandangan di sepanjang jalan atau


bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan

25

eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindakan


asusila.
e.

Kriminalitas anak dan adolesensia antara lain berupa perbuatan


mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet,
merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong,
melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya,
mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.

f.

Berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan


seks yang bebas yang mengganggu lingkungan.

g.

Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif


seksuall atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari
perasaan inferior, menurut pengakuan diri, depresi berat, rasa
kesunyian, emosi, balas dendam, kekecewaan di tolak cintanya
oleh seorang wanita dan lain-lain.

h.

Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada


karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya
orang-orang inferior.

Wujud dari perilaku menyimpang di atas termasuk kenakalan yang


melanggar hukum. Padahal perilaku menyimpang yang dilakukan anak belum
tentu semuanya melanggar hukum, bahkan kebanyakan yang dilakukan
termasuk yang tidak melanggar hukum.

26

Bentuk-bentuk perilaku menyimpang di golongkan dalam dua kelompok


yang besar, menurut Singgih D. Gunarso yang sesuai dengan norma hukum
adalah :
a.
b.

Perilaku yang bersifat amoral dan asosial dan tidak diatur


dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit
digolongkan pelanggaran hukum.
Perilaku yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian
sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama
dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh
orang dewasa (Singgih D. Gunarso, 1988 : 14).

Menurut pendapat di atas lebih jelas karena akan dapat mengetahui


bentuk perilaku yang melanggar hukum dan tidak melanggar hukum sehingga
dapat memberikan penanganan yang sesuai dengan ketentuan. Untuk
selanjutnya kan diperinci lebih lanjut mengenai bentuk perilaku menyimpang
yang dapat di golongkan dalam kedua kelompok di atas sebagai berikut :
a.

Perilaku yang dilakukan oleh remaja dan pengamatan remaja sekolah


lanjutan maupun yang sudah putus sekolah dapat di lihat adanya gejala
sebagai berikut :
1) Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan
menipu orang lain atau menutupi kesalahan.
2) Membolos,

pergi

meninggalkan

sekolah

tanpa

sepengetahuan pihak sekolah.


3) Kabur meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau
menentang keinginan orang tua.
4) Keluyuran, pergi sendiri kemanapun dan berkelompok tanpa
tujuan dan menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.

27

5) Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang


lain, sehingga mudah terangsang menggunakannya.
6) Bergaul dengan teman yang memberikan pengaruh buruk
sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar
kriminal.
7) Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga
mudah terjerat ke dalam perkara yang benar-benar kriminal.
8) Membaca buku-buku cabul dengan mempergunakan bahasa
yang

tidak

sopan,

tidak

senonoh,

seolah-olah

menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari


orang dewasa.
9) Secara berkelompok makan di rumah makan tanpa
membayar atau naik bis tanpa membeli karcis.
10) Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan
tujuan kesulitan ekonomis maupun tujuan lainnya.
11) Berpakaian tidak pantas, minum-minuman keras atau
menghirup ganja sehingga merusak diri sendiri atau orang
lain.
b.

Perilaku yang di anggap melanggar hukum diselesaikan melalui hukum


dan acap kali di sebut dengan istilah kejahatan. Kejahatan ini dapat
diklasifikasikan sesuai dengan berat dan ringannya pelanggaran
kejahatan tersebut, yaitu :

28

1) Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang


mempergunakan uang
2) Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekersan,
pencopetan, perampasan, penjambretan
3) Penggelapan barang
4) Penipuan dan pemalsuan
5) Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan
film porno, pemerkosaan
6) Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat resmi
7) Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan
orang lain
8) Percobaan pembunuhan
9) Menyebabkan kenatian orang, turut tersangkut dalam
pembunuhan
10) Pembunuhan
11) Pengguguran kandungan
C. Kerangka Pemikiran
(LPKK) adalah suatu gerakan untuk mensejahterakan keluarga dalam
rangka

kesejahteraan

masyarakat.

Bahwa

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga (LPKK) sebagai organisasi berusaha menanamkan


dan memberikan pembinaan pada individu, anggota keluarga, kelompok dan
masyarakat agar mempunyai kesadaran pada segi-segi kehidupan di dalam

29

keluarga untuk mengantarkan ke suatu kehidupan keluarga yang lebih baik


yaitu suatu keluarga yang sehat dan sejahtera baik fisik, mental maupun
sosialnya sehingga mereka membawa kehidupan bangsa ke tingkat yang
sesuai dengan cita-cita bangsa dan negara.
Mental yang sehat dari individu akan apabila mampu menular ke
individu lain akan menyebabkan masyarakat secara keseluruhan menjadi
sehat secara mental. Mental sehat merujuk pada perilaku suatu individu yang
berada dalam batas kewajaran uang diijinkan. Terbentuknya mental sehat
individu berawal dari tingkah laku masyarakat disekitarnya maupun
lingkungan keluarga. Kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang sama
besar dalam pekembangan individu. Masyarakat yang sehat dari segi mental
akan menyebabkan bangsa akan menjadi sehat secara mental. Untuk itulah
pentingnya kesehatan mental masyarakat yang berawal dari individu-individu
penyusunya yang akan membawa suatu bangsa yang sehat secara mental,
tidak melakukan perbuatan tercela sepeti korupsi, menyuap dan lain
sebagainya yang akan menyebabkan keterpurukan suatu bangsa.

30

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Nana Sudjana (1989 : 16) menyatakan bahwa metode mengandung
makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan cara melakukan verifikasi
data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah
penelitian, termasuk untuk menguji hipotesis.
Dari pengertian di atas, maka penulis menyampaikan bahwa yang
dimaksud dengan metode adalah ilmu yang membicarakan tentang cara
untuk melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau
menjawab masalah penelitian termasuk untuk menguji hipotesis.
Sedangkan penelitian adalah "kegiatan ilmiah mengumpulkan
pengetahuan baru dari sumber-sumber primer, dengan tekanan tujuan pada
penemuan, prinsip-prinsip umum, serta mengadakan ramalan generalisasi di
luar sampel yang diselidiki". (Winarno Surakhmad,1982 : 28)
Dari pengertian metode dan penelitian di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang jalan atau cara untuk menemukan, mengembangkan,
dan menguji kebenaran suatu pengetahuan secara ilmiah.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode diskriptif.
Masri Singarimbun (1989 : 34) berpendapat bahwa "penelitian yang
dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial

31

tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, keadaan gizi dan lain-lain


adalah penelitian diskriptif".
Sedangkan untuk mengukur nilai-nilai yang digunakan agar penelitian
ini mempunyai validitas yang dapat dipertanggung jawabkan, I Gusti Ngurah
Agung (1992: 22) memberi batasan yang lebih jelas mengenai penelitian
diskriptif yaitu :
"Penelitian diskriptif akan menyajikan rangkuman dan nilai-nilai yang
dihitung berdasarkan data yang telah tersedia atau akan dikumpulkan,
kemudian rangkuman tersebut dapat berbentuk tabel, frekuensi, tabel silang
dan beberapa statistik mendasar seperti rata-rata, median, modus dan
varians".
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa penelitian diskriptif
adalah penelitian- yang melakukan pembahasan terhadap kenyataan atau data
yang ada dalam praktek yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat
suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk
menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antar suatu gejala lain dalam
masyarakat. Sedangkan dalam pelaksanaannya merupakan suatu penelitian
lapangan yang ditunjang dengan penelitian kepustakaan.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan kualitaiif, karena data yang
disajikan non statistika atau tanpa hitungan. Cara yang dilakukan dalam
pendekatan ini adalah dengan memberikan gambaran secara umum tentang
peranan

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan

Keluarga

terhadap

kesehatan masyarakat. Kemudian menganalisa data yang lebih khusus yang


langsung berhubungan dengan fokus penelitian. Kegiatan selanjutnya adalah
menginterprestasikan data-data yang diperoleh. Hal ini merupakan hasil

32

pandangan peneliti sesuai dengan pemahaman terhadap teori-teori yang ada


dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian.

B. Sumber Data
Menurut Lexy j. Moleong (2000 : 45) menyebutkan bahwa "sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan buku-buku".
Sedangkan menurut HB. Sutopo (1996 : 6) menyebutkan bahwa "Dalam
penelitian kualitatif, sumber datanya dapat berupa manusia, pertanyaan, dan
tingkah laku, dokumentasi dan arsip serta benda lain".
Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas dapat diambil suatu
pengertian bahwa dalam penelitian kualitatif sumber data dapat digolongkan
dalam dua kelompok yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer adalah informan, yaitu orang yang dipandang mengetahui
permasalahan yang akan dikaji dan bersedia memberikan informasi secara
jelas mengenai data yang diperlukan. Sedangkan sumber data sekunder
adalah segala sesuatu yang mendukung dan relevan dengan masalah yang
akan diteliti yaitu dapat berbentuk literatur, undang-undang, arsip dan
dokumen lainnya.
Adapun sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Informan
Informan adalah orang yang dipandang mengetahui dan memahami
permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti dan bersedia memberikan
informasi kepada peneliti, serta mengetahui secara mendetail tentang

33

data yang diperlukan dalam penelitian ini. Sedangkan informan dalam


penelitian

ini

terdiri

dari

pengurus

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan. Dari informaninforman ini digali informasi tentang usaha Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan dalam mengatasi
kesehatan masyarakat di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar.
2. Tempat dan peristiwa
Tempat dan peristiwa dapat digunakan sebagai sumber data, informasi
mengenai kondisi lokasi dari peristiwa atau kegiatan dapat diperoleh
lewat sumber lokasinya. Tempat yang relevan dengan pokok
permasalahan adalah Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK)

Desa

Gedongan

Kecamatan

Colomadu

Kabupaten

Karanganyar. Sedangkan peristiwa yang relevan dengan pokok


permasalahan

adalah

kegiatan

yang

dijalankan

Lembaga

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan.


3. Dokumen dan Arsip
Dokumen dan arsip merupakan sumber data yang penting dalam
penelitian kualitatif, terutama bila sasaran penelitian terarah pada latar
belakang atau peristiwa di masa lampau dengan peristiwa di masa
sekarang atau kini yang sedang diteliti, hal ini sesuai dengan pendapat
HB. Sutopo (1996 : 51) yang menyebutkan bahwa :

34

Dokumentasi merupakan bahan tertulis atau benda yang terkait


dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, yang berupa rekaman
bukan hanya yang tertulis, tetapi juga berupa gambar atau benda
peninggalan yang berhubungan dengan suatu peristiwa tertentu,
sedangkan arsip merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal
dan terencana. Jadi dokumen dapat berupa surat, pengumuman, agenda
catatan rapat, laporan studi yang pernah dilakukan di tempat yang
sama, sedangkan arsip dapat berupa data yang meliputi catatan
kegiatan, catatan organisasi, data survay dan lain-lain yang ada di
Sekretariat Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
Desa Gedongan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.

C. Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan data yang diperlukan, dengan menggunakan alat atau teknik
tertentu. Objektivitas dan ketepatan data yang diperoleh dalam suatu penelitian
sangat ditentukan oleh ketepatan metode pengumpulan data yang digunakan.
Oleh karena itu, metode pengumpulan data harus dapat mengungkap data yang
diperlukan secara tepat dan cermat.
Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa "pengumpulan data research
ilmiah bermaksud memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat, dan
reliabel". (Sutrisno Hadi,1984 : 220)
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diinginkan, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah :

35

1. Wawancara
Metode ini berguna untuk mendapatkan informasi dengan cara
bertanya langsung kepada responden (Masri Singarimbun, 1987:145).
Wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih yang saling berhadapan, yang satu dapat melihat
muka yang lain dan dapat mendengar dengan telingannya sendiri. Sebagai
metode pengumpulan data, wawancara dilakukan dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis yang mengacu pada
tujuan yang hendak dicapai. Umumnya dua orang atau lebih hadir dan
masing-masing pihak dapat berkomunikasi secara wajar.
Dalam wawancara biasanya terdapat dua belah pihak yang masingmasing mempunyai kedudukan yang berbeda. Pihak yang satu sebagai
pencari informasi dan yang lain sebagai pemberi informasi. Sebagai
pencari informasi seseorang dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
meminta penjelasan, mencatat atau mengingat-ingat jawaban yang
diberikan, sedangkan sebagai pihak pemberi informasi diharapkan dapat
memberikan jawabanjawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh
pencari informasi dan jika perlu dan diminta memberikan penjelasan
seperlunya. Wawancara dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, antara
lain:

36

a. Sebagai metode primer


Wawancara sebagai metode primer apabila didalam mencari data
wawancara diberi kedudukan yang utama diantara metode-metode
yang lainnya.
b. Sebagai metode pelengkap
Apabila dalam penelitian metode wawancara digunakan sebagai alat
untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh
dengan cara lain maka wawancara berkedudukan sebagai metode
pelengkap.
c. Sebagai metode kriterium
Sebagai metode kriterium apabila wawancara digunakan orang
sebagai metode untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu
data yang telah diperoleh dengan metode yang lain seperti
observasi, kuesioner dan sebagainya.
Cara mengadakan wawancara bermacam-macam antara lain
wawancara tidak terpimpin, wawancara terpimpin dan wawan cara secara
bebas tetapi terpimpin. Untuk lebih jelasnya dapat disimak penjelasan di
bawah ini :
a. Wawancara tak terpimpin
Wawancara tak terpimpin dilakukan dengan bebas dalam arti tidak
menggunakan pedoman yang disiapkan terlebih dahulu. Penyelidik
mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

akan

tetapi

pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan tidak mengarah pada garis yang ditetapkan.

37

Kelemahan wawancara tak terpimpin :


1. Tidak

dapat

digunakan

secara

efisien

untuk

keperluan

pengecekan.
2. Memakan waktu terlalu banyak dan memboroskan biaya dan
tenaga
3. Hanya cocok untuk penelitian tipe eksploratif.
Kebaikan wawancara tak terpimpin :
1. Cocok untuk penyelidikan pendahuluan
2. Tidak memerlukan keahlian yang mendalam
3. Karena bebasnya itu maka suasananya menjadi bebas dan wajar.
4. Karena suasananya wajar kemungkinan data yang diperoleh lebih
mendalam.
b. Wawancara terpimpin
Wawancara terpimpin merupakan kebalikan dari wawancara tak
terpimpin. Dalam wawancara terpimpin pihak pencari informasi atau
pencari data menggunakan pedoman wawancara yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Garis pembicaraan terarah dan terpimpin
oleh pedoman yang tidak boleh menyimpang.
Kelemahan wawancara terpimpin :
1. Daftar pertanyaan yang sudah jadi dan tinggal menanyakan akan
menyerupai kuesioner yang diberikan secara lisan, akibatnya
jalannya wawancara akan menjadi kaku dan beku.

38

2. Suasana hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancarai menjadi terlalu formal sehingga memungkinkan data
yang diperoleh kurang mendalam.
Kebaikan wawancara terpimpin :
1. Pertanyaan lebih terarah sehingga lebih gampang melaksanakannya.
2.

Pemecahan masalah mudah diselesaikan.

3. Hasil kesimpulannya lebih reliabel.


c. Wawancara bebas terpimpin
Di dalam wawancara bebas terpimpin terdapat perpaduan antara
wawancara tak terpimpin dengan wawancara terpimpin. Hal ini
didasarkan kenyataan bahwa masing-masing jenis wawancara ada
kebaikan dan kelemahannya. Melihat kenyataan itu lalu unsur-unsur
kelemahannya ditekan sampai sekecil mungkin bahkan kalau mungkin
dihilangkan.
Dengan penggabungan kedua jenis wawancara cara ini diharapkan
tercipta suasana yang bebas dan wajar sehingga data-data yang
diperoleh dapat mendetail atau secara mendalam. Dan sebaliknya
masih dipertahankannya unsur terpimpin mengandung maksud dapat
dipenuhinya prinsip-prinsip komparabilitas dan reliabilitas, serta dapat
diarahkan secara langsung pada pokok permasalahan. Dengan
demikian semua keinginan yang diharapkan pihak pewawancara dapat
diperoleh secara efisien.

39

Melihat jenis-jenis wawancara tersebut di atas maka penulis memilih


jenis wawancara bebas terpimpin, artinya wawancara tersebut dilaksanakan
dengan menggunakan pedoman yang telah dipersiapkan terlebih dahulu
namun tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan baru yang ada
hubungannya dengan permasalahan walaupun didalam daftar pertanyaan
dalam pedoman wawancara tidak ada.
Dipilihnya metode wawancara ini karena metode ini memiliki
beberapa

kelebihan

disamping

juga

ada

kelemahannya.

Adapun

kelebihannya sebagai berikut:


1. Merupakan salah satu metode yang terbaik untuk menilai keadaan
pribadi
2. Tidak dibatasi oleh tingkatan umur dan tingkatan pendidikan
Subjek yang diteliti
3. Dalam

penelitian-penelitian

sosial

hampir

tidak

pernah

ditinggalkan sebagai metode pelengkap.


4. Dengan unsur fleksibilitas atau keluwesan, cocok sekali digunakan
sebagai alat verifikasi atau kriterium terhadap data yang diperoleh
dengan jalan observasi, kuesioner dan lain-lain.
5. Dapat dilaksanakan sambil mengadakan observasi.
Disamping beberapa kelebihan di atas ada kelemahannya. Adapun
kelemahan-kelemahan metode wawancara ini sebagai berikut :
1.

Tidak cukup efisien, memboroskan waktu, tenaga dan biaya

40

2. Tergantung pada kesediaan, kemampuan dan keadaan yang diwawancarai sehingga informasi tidak dapat diperoleh secara teliti.
Jalan dan isi wawancara sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan

3.

sekitar yang memberikan tekanan-tekanan yang mengganggu.


Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang
kegiatan yang dilakukan dan hasil yang telah dicapai oleh Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan dalam
mengatasi kesehatan masyarakat.
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi menurut Winarno Surachmad (1979 : 123)
adalah "suatu metode pengumpulan data dengan jalan melihat dan
mengamati serta mencatat segala kenang-kenangan tentang peristiwa dan
kejadian yang telah terjadi pada masa, lampau, dokumen ini dapat berupa
gambar, foto-foto, tulisan, arsip"
Dokumen yang baik harus memenuhi persyaratan. Ada dua syarat
dokumen yang baik atau valid, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.
Menurut Mohammad Nasir (1988: 60) Kritik eksternal meliputi autentik
tidaknya suatu tulisan, meliputi bentuk kertasnya, bahan bukunya dan
formatnya. Sedangkan kritik internal meliputi isi, bahasa yang digunakan,
style, ide dan situasi di saat penulisan dan sebagainya.
Alasan digunakan teknik dokumentasi sebagai alat pengumpul data
adalah :
a.

Sudah memenuhi syarat baik kritik eksternal maupun kritik internal.

41

b.

Lebih mudah mendapatkan data, karena data sudah tersedia dan


menghemat biaya.

c.

Data yang diperoleh dapat dipercaya dan mudah menggunakannya.

d.

Pada waktu yang relatif singkat dapat diperoleh data yang diinginkan.

e.

Data dapat dilihat kembali jika diperlukan.


Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data yang

-berupa dokumen tentang struktur organisasi dan program kerja Lembaga


Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan.
D. Validitas Data
Setelah data terkumpul, dipelajari maka langkah selanjutnya adalah
menyeleksi data atas dasar validitas data. Validitas data merupakan suatu yang
harus selalu diupayakan dalam setiap kegiatan penelitian guna menjamin
kemantapan dan tafsiran makna penelitian. Menurut Consuelo (1993 : 85)
menyatakan bahwa "validitas data adalah derajat ketetapan suatu alat ukur
tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur".
Untuk menjamin validitas data yang diperoleh dalam penelitian ini
yaitu dengan menggunakan teknik validitas data trianggulation. Menurut
Patton yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2000 : 178) menyatakan bahwa
"trianggulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan mengecek dan
membandingkan data atau dengan kata lain data satu dikontrol oleh data yang
sama dari sumber yang berbeda".

42

Sementara menurut HB. Sutopo (1996 : 70), ada empat bentuk


trianggulasi data, antara lain:
1. Data

trianggulasi

yaitu

mengumpulkan

data

sejenis

dengan

menggunakan berbagai sumber data yang tersedia, dengan demikian


kebenaran yang satu diuji oleh data yang lain.
2. Investigator trianggulasi yaitu mengumpulkan data yang semacam
dilakukan oleh beberapa orang penelitian.
3. Metodological trianggulasi yaitu penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode yang berbeda ataupun dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda.
4. Theoretical trianggulasi yaitu melakukan penelitian tentang topik yang
sama dengan datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa
perspektif teoritis yang berbeda.
Teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
trianggulasi data dan trianggulasi metode.
a.

Triangulasi Data
Dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek balik tingkat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber data yang


berbeda. Dalam hal ini peneliti berusaha membandingkan data tertentu
yang diperoleh dari berbagai sumber data, misalnya berbagai informan,
peristiwa, peralatan fisik, arsip dan dokumen serta kondisi tempat atau
lokasi.

43

b.

Triangulasi Metode
Dilakukan dengan mengecek tingkat kesahihan data penelitian

dengan cara membandingkan data sejenis yang dikumpulkan dengan


teknik dan metode pengumpulan data yang berbeda.
E. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul dan diuji validitas, selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan analisis data. Analisis data menurut Patton yang dikutip Lexy J.
Moleong (2000 : 103) adalah "Proses mengatur urutan data, mengkoordinasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar".
Selanjutnya menurut Bogdam dan Taylor dalam bukunya Lexy J. Moleong
(2000: 103) mendefinisikan "Analisis data yaitu suatu proses yang memperinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis
atau ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha memberikan
bantuan pada tema dan hipotesis itu".
Menurut pendapat Lexy J. Moleong (2000 : 103) dengan mensintesis
kedua definisi tersebut menjadi "Analisis data adalah proses mengatur urutan
data ke dalam pola. Kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data".
Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa analisis data bermaksud
untuk

mengorganisasikan

data

yaitu

mengatur,

mengurutkan,

mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya. Prinsip pokok


penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data. Banyak dimanfaatkan
dalam pengujian dan verifikasi teori baru yang sedang berlaku.

44

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
model interaktif. Dalam jenis penelitian ini, terdiri dari tiga komponen yang
dianggap penting. Ketiga komponen tersebut adalah reduksi data, sajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi data (HB. Sutopo, 1990 : 82). Pelaksanaan
ketiga komponen utama proses analisis data penelitian kualitatif tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan bagian dari analisis data, yaitu suatu kegiatan
analisis data yang dilaksanakan untuk mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang halhal yang tidak penting dan mengatur data
sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dilakukan penarikan
kesimpulan akhir (HB. Sutopo, 1990 : 83).
Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian dan
sebenarnya telah dimulai jauh sebelum pelaksanaan pengumpulan data, yaitu
pada penyusunan proposal penelitian dan akan berakhir setelah laporan akhir
penelitian ini selesai ditulis. Reduksi data pada saat pengumpulan data,
berupa kegiatan membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh,
membuat coding, memusatkan tema, membuat batas-batas permasalahan dan
membuat memo.
2. Sajian data
Sajian data merupakan rakitan kalimat atau rakitan informasi-informasi
yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan penarikan kesimpulan atau melakukan tindakan lain

45

berdasarkan pemahamannya. Sajian data ini dapat meliputi berbagai jenis


matrik, skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan tabel yang dirancang guna
merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam
bentuk yang kompak.
3. Penarikan kesimpulan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti dimungkinkan sudah akan dapat
mengerti dan memahami arti dari hal-hal yang ditemui sejak awal
pengumpulan data dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, polapola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan
sebab akibat dan berbagai informasi, akan, tetapi peneliti tetap akan bersifat
terbuka dan skeptis sehingga konklusi-konklusi yang diperoleh akan semakin
jelas, meningkat secara eksplisit dan akan memiliki landasan yang semakin
kuat.
Dalam hal ini kesimpulan akhir tidak akan dirumuskan sampai proses
pengumpulan

data

terakhir. Kesimpulan-kesimpulan

sementara

yang

dirumuskan dalam pelaksanaan analisis data ini sangat memungkinkan untuk


dilakukan verifikasi, gerak pengulangan, dan penelusuran data kembali
dengan cepat apabila timbul pemikiran kedua yang melintas dengan cara
melihat kembali catatan-catatan yang ada. Apabila kesimpulan yang
dirumuskan dirasa kurang mantap, maka peneliti wajib kembali melakukan
kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung
kesimpulan yang ada juga untuk pendalaman.

46

Model analisis interaktif yang dimaksudkan di atas adalah seperti


yang digambarkan dalam diagram berikut :

Pengumpulan

Sajian

Data

Data

Reduksi
Data

Penarikan kesimpulan/
verifikasi
Data

Gambar 3.1. Skema Model Analisis Interaktif (HB Sutopo,1996 : 87)

47

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengajukan judul dan permasalahan, yang disusun dalam bentuk
proposal kepada pembimbing.
2. Meminta surat ijin penelitian kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo untuk
mengadakan penelitian.
3. Mengadakan kunjungan ke Desa Gedongan yang akan dijadikan tempat
penelitian dalam rangka memperoleh ijin.
4. Membicarakan rencana kegiatan penelitian dengan Kepala Desa atau yang
ditunjuk dan melakukan observasi untuk mengetahui hal-hal yang
diperlukan dalam penelitian agar pelaksanaan penelitian berjalan lancar
5. Mencari dan mengumpulkan bahan literatur penelitian
6. Mempersiapkan instrumen pengumpulan data, meliputi dokumentasi dan
wawancara.
7. Melakukan pengumpulan data.

48

B. Deskripsi Lokasi Penelitian


1. Kondisi Geografis
Desa Gedongan terletak di wilayah Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar. Luas wilayah Desa Gedongan adalah 2490
Ha yang terbagi menjadi 5 dusun, yaitu :
a.

Dusun Gedongan

b.

Dusun Tanon Lor

c.

Dusun Tanon Kidul

d.

Dusun Pepe

e.

Dusun Kleben

Adapun batas-batas wilayah geografis Desa Gedongan adalah


sebagai berikut :
a.

Sebelah utara berbatasan dengan Kali Pepe.

b.

Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tohudan


Kecamatan Colomadu

c.

Sebelah

timur

berbatasan

dengan

Desa

Klodran

Kecamatan Colomadu
d.

Sebelah

barat

berbatasan

dengan

Desa

Gawanan,

Kecamatan Colomadu.
Lahan atau areal tanah yang berada di Desa Gedongan yang luasnya mencapai
2490 Ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk, persawahan dan
keperluan lainnya. Karena sebagian besar penduduk Desa Gedongan adalah
sebagai petani, maka lahan merupakan salah satu factor utama untuk

49

melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Disamping itu terdapat tanah kas desa


dengan luas 179 Ha yang diperuntukkan sebagai lahan bagi aparat desa.
2.

Kondisi Demografi
Jika dilihat pada data monografi, jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit
daripada perempuan. Dibawah ini komposisi penduduk di Desa Gedongan
berdasarkan berbagai Klasifikasi yaitu:

Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin


a.

Laki-laki berjumlah sebesar 2577 orang

b.

Perempuan berjumalah sebesar 2677 orang

Jumlah penduduk menurut Kepercayaan/agama yang dianut


a.

Islam sebanyak 4759 orang

b.

Kristen sebanyak 382 orang

c.

Katolik sebanyak 113 orang

d.

Hindu dan Budha tidak memiliki penganut

Jumlah penduduk menurut Kelompok usia


Kelompok Pendidikan
1. Usia antara 4-6 tahun sebanyak 41 orang
2. Usia antara 7-12 tahun sebanyak 519 orang
3. Usia antara 13-15 tahun sebanyak 269 orang
Kelompok Tenaga
1. Usia antara 20-26 tahun sebanyak 207 orang
2. Usia antara 27-40 tahun sebanyak 222 orang

50

Jumlah penduduk menurut Mata Pencaharian


a. Karyawan/PNS sebesar 79 orang
b. Wiraswasta sebesar 37 orang
c. Petani sebesar 185 orang
d. Pertukangan sebesar 59 orang
e. Buruh tani sebesar 260 orang
f. Pensiunan sebesar 27 orang
g. Jasa sebesar 19 orang

Jumlah penduduk menurut mobilitas


a. Lahir sebesar 38 penduduk
b. Mati sebesar 14 penduduk
c. Datang sebesar 93 penduduk
d. Pindah sebesar 48 penduduk

3.

Kondisi Sosial Budaya


a.

Pendidikan
Salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi keadaan sosial
budaya suatu wilayah adalah faktor pendidikan, karena pendidikan
memegang peranan dalam modernisasi masyarakat, dalam arti mengubah
sikap, pandangan serta pola pikir yang tradisional dan sulit untuk
menerima hal-hal yang bersifat baru menjadi sikap yang lebih terbuka dan
maju.
Dengan pendidikan sumber daya manusia suatu daerah akan bisa
ditingkatkan kualitasnya sehingga dengan sumber daya manusia yang

51

berkualitas diharapkan akan mampu untuk melahirkan ide-ide dan


gagasan-gagasan baru yang kreatif untuk membangun daerahnya, hal ini
tentunya dengan dukungan faktor-faktor lain seperti sumber daya alam,
sarana maupun prasarana yang memadai.
Dari segi partisipasi masyarakat, masyarakat yang berpendidikan
akan berbeda tingkat partisipasinya dengan masyarakat yang kurang
berpendidikan, biasanya masyarakat yang berpendidikan akan cenderung
bersikap aktif dan mendorong adanya pembangunan. Berbeda dengan
masyarakat yang kurang berpendidikan biasanya mereka cenderung
bersikap pasif dan menunggu perintah, pimpinan setempat.
Secara umum kondisi pendidikan masih bagus artinya kebanyakan
anak masih bersekolah dan sangat jarang anak tidak bersekolah. Namun
demikian keadaan ini harus lebih ditingkatkan lagi supaya

tingkat

pendidikan lebih maju.


b.

Agama
Dari 5254 orang penduduk Desa Gedongan sebagian besar beragama
Islam. Kegiatan keagamaan yang rutin dijalani antara lain sholat
berjamaah di masjid dilanjutkan dengan ceramah pengajian baik anakanak maupun orang dewasa serta adanya Taman Pendidikan Al Qur'an 5
buah. Bagi yang beragama Kristen diadakannya kegiatan Pemahaman
Alkitab. Sebagai penunjang sarana peribadatan di Desa Gedongan terdapat
10 buah masjid, 6 mushola dan 1 gereja.

52

c.

Kesehatan
Selain faktor pendidikan dan agama, faktor kesehatan juga
berpengaruh terhadap kondisi sosial budaya masyarakat, khususnya
berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

4.

Kondisi Sosial Ekonomi


Keadaan sosial ekonomi suatu daerah akan sangat dipengaruhi oleh
mata pencaharian rata-rata yang dimiliki oleh penduduknya. Di Desa
Gedongan yang secara umum daerahnya masih terdiri dari persawahan dan
ladang akan berdampak pada besarnya penduduk yang berprofesi sebagai
petani, namun selain dari sektor pertanian masih terdapat banyak potensi yang
ditekuni oleh warga masyarakat Desa Gedongan. Keadaan sosial ekonomi
masyarakat Desa Gedongan cukup baik, karena didukung keadaan tanahnya
cukup subur. Disamping itu letak desa yang berdekatan dengan kota akan
menambah lahan pekerjaan bagi penduduk desa gedongan sebagai buruh pabrik
maupun pekerjaan yang lain.

C. Hasil Penelitian
Ada dua metode dalam pengumpulan data yaitu dari dokumentasi dan
dari wawancara. Deskripsi hasil penelitian merupakan gambaran hasil
penelitian yang telah diperoleh yang meliputi daftar anggota sample dan
hasil dari jawaban wawacara. Adapun sample wawancara terstratifikasi
berdasarkan jabatan ada empat criteria yaitu aparatur desa, masyarakat
biasa, pengurus Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
dan pemuka agama.

53

Tabel 4.1. Daftar Anggota Informan Masyarakat Desa Gedongan


No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nama
Tri Wiyono
Tono Dihardjo
Henri Winandar
Bun Winarko
Sri Rohmani
Siti Khodijah
Patut Rahardjo
Wardino

Pekerjaan
Kepala Desa
Ketua RT
Mahasiswa
Wiraswasta
PNS
PNS
Wiraswasta
Petani

Kriteria
Aparatur Desa
Aparatur Desa
Masyarakat Biasa
Masyarakat Biasa
Pengurus LPKK
Pengurus LPKK
Pemuka Agama
Pemuka Agama

Usia
44
56
21
35
45
43
40
55

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan didapatkan beragam


pendapat. Sedangkan hasil jawaban pertanyaan wawancara menegnai
peranan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dalam
meningkatkan kesehatan mental Masyarakat di Desa Gedongan Kecamatan
Colomadu Kabupaten Karanganyar. Di deskripsikan sebagai berikut:
1. Tingkat Kesehatan Mental Masyarakat di Desa Gedongan
Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.
a. Wawancara Tri Wiyono, 4 Januari 2008
Masyarakat secara umum memiliki kondisi mental baik adat
gotong-royong masih sering dilakukan dan konflik sesama warga
jarang sekali terjadi di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar. Namun demikian yang memprihatinkan
adalah kondisi elemen penyusun masyarakat yaitu remaja yang sering
membuat ulah seperti mabuk-mabukan dan nongkrong di perempatan
jalan yang walaupun dengan intensitas yang kecil tapi meresahkan
warga sekitar. Hal tersebut dikarenakan aparat hukum terkait yaitu

54

kepolisian kinerjanya kurang bagus sehingga kalau tindakan tersebut


dibiarkan kan menjadi penyakit masyarakat.
b. Wawancara Henri Winandar, 4 Januari 2008
Kesehatan mental warga Desa Gedongan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar beragam tapi secara umum masih normal
dengan satu dua pelanggaran umum. Kegiatan judi masih sering
dilakukan oleh para warga terutama saat ada hajatan perkawinan dan
hal ini apabila dibiarkan akan menjadi tradisi yang buruk karena judi
merupakan penyakit masyarakat yang harus segera dibasmi. Oleh
karena itu kesehatan mental masyarakat sulit diukur secara jelas
karena masyarakat memiliki komponen penyusun berupa manusia
yang beragam watak dan kepribadianya.
c. Wawancara Sri Rohmani, 5 Januari 2008.
Tingkat kesehatan mental warga Desa Gedongan Kecamatan
Colomadu Kabupaten Karanganyar dalam tingkat yang normal karena
rata-rata masyarakat masih mamatuhi tata kesopanan yang berlaku dan
beragam norma kehidupan yang tergolong masih wajar.
d. Wawancara Patut Rahardjo, 5 Januari 2008.
Masyarakat Desa Gedongan Kecamatan Colomadu Kabupaten
Karanganyar

memilki

tingkat

kesehatan

mental

yang

mengkhawatirkan. Meskipun secara umum baik tapi kebanyakan


masih jauh dari agama. Penduduk Desa Gedongan Kecamatan
Colomadu Kabupaten Karanganyar masih belum mengamalkan ajaran

55

agamanya dengan baik. Pengamalan ajaran agama sangat penting bagi


pembangunan mental suatu masyarakat. Dengan adanya masyarakat
yang religius dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut memilki
moral yang baik karena semua ajaran agama pasti menuju kearah
kebaikan.
2. Peranan

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan

Keluarga

(LPKK) dalam peningkatan kesehatan Mental masyarakat Desa


Gedongan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.
a. Wawancara Bun Winarko, 4 Januari 2008.
Beragam pendapat yang disampaikan oleh masyarakat dari
berbagai struktur jabatan. Masyarakat awan biasanya kurang yakin
kalau Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
mampu meningkatkan kesehatan mental warga masyarakat, mereka
beralasan kesehatan mental tidak biasa secara instan didapatkan tetapi
melalui proses. Selama ini yang dirasakan masyarakat biasa bahwa
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) hanya
semacam arisan ibu-ibu dengan program yang standar, dalam hal ini
keberhasilan program tidak dianggap penting dan sebatas dilakukan
sesuai program kerja saja. Untuk itu masyarakat awam menilai
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) kurang
berperan dalam peningkatan mental masyarakat.
b. Wawancara Tono Dihardjo, 4 Januari 2008.

56

Aparatur desa berpendapat bahwa kesehatan mental masyarakat


banyak dipengaruhi oleh faktor tradisi dan agama. Program Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dirasa masih sekitar
hal-hal standar seperti kesehatan jasmani dan arisan sehingga mereka
menganggap Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
tidak berperan dalam peningkatan kesehatan mental masyarakat luas.
c. Wawancara Siti Khodijah, 5 Januari 2008.
Pengurus

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan

Keluarga

(LPKK) beranggapan bahwa dalam program Lembaga Pemberdayaan


Kesejahteraan Keluarga (LPKK) juga terdapat program peningkatan
kesehatan mental masyarakat walaupun tidak secar gamblang ditulis di
priogram kerja. Dimisalkan dengan program pengajian yang walaupun
sifatnya tidak resmi dianggap sedikit banyak mampu meningkatkan
kesehatan mental masyarakat. Disamping itu terdapat program
penyuluhan anak dan Penyuluhan narkoba yang sangat berguna bagi
masyarakat mengingat bahaya narkoba yang semakin merajalela.
Dengan berbagai penyuluhan itu dianggap telah meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk berbuat baik dan dengan demikian
tercipta kesehatan mental masyarakat yang baik pula.

d. Wawancara Wardino, 5 Januari 2008.

57

Pemuka agama beranggapan bahwa kesehatan mental sangat


penting bagi masyarakat melebihi kesehatan jasmani walaupun
keduanya harus seimbang. Mental yang baik sangat mempengaruhi
perilaku masyarakat secara umum. Dari pengamatan selama ini
keberadaan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
kurang menyentuh dari sisi moral sehingga peranan Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dalam peningkatan
kesehatan mental dirasa sangat kurang.
Dari data terdokumentasi dihasilkan dua kegiatan yang dilakukan
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) secara kontinue
berdasarkan empat klasifikasi yaitu Kegiatan keagamaan dan kegiatan
kemasyarakatan. Dibawah ini adalah pendeskripsian keempat kegiatan
tersebut :
1. Kegiatan Keagamaan
Usaha untuk meningkatkan kesehatan rohani dilakukan oleh
lembaga pemberdayaan kesejahteraan keluarga (LPKK) Dcsa Gedongan
bekerja sama dengan berbagai pihak. Dari hasil penelitian, untuk
meningkatkan kesehatan rohani dilakukan melalui kegiatan antara lain:
pengajian dan ceramah-ceramah yang bersifat menguatkan mental.
Kegiatan ini dilakukan hanya bersifat insidentil yaitu bersamaan dengan
peringatan hari besar keagamaan. Diharapkan dari kegiatan pengajian
masyarakat akan lebih bertambah religius dan mampu mengamalkan
ajaran agamanya secara konsekuen.Dengan adanya masyarakat religius

58

maka dapat dipastikan masyarakat tersebut memilki mental yang baik.


Kegiatan lain yang dilakukan adalah melalui usaha pcnyembuhan
mental masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan dan sebagainya.
Dalam hal ini Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
Desa Gedongan bekerja sama dcngan Dinas Sosial yang memang
menangani bidang tersebut.
2. Kegiatan Kemasyarakatan
Dari hasil penelitian, untuk meningkatkan kesehatan sosial,
misalnya yang dilakukan oleh Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK) antara lain melalui bimbingan dan penyuluhan
bekerja sama dengan pekerja sosial, antara lain penyuluhan narkoba.
Usaha lain adalah meningkatkan Pembinaan anak dan remaja sedini
mungkin dalam bidang moral agama, meningkatkan kesadaran hidup
bergotong-royong dan kesetiakawanan sosial serta pemasyarakatan
budaya hukum dan hak asasi manusia. Kegiatan ini biasanya dilakukan
bersamaan pada saat pertemuan rutin antara warga dengan pengurus
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK), satu kali
setiap bulan.
Selain itu Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
Desa Gedongan juga membentuk koperasi. Dengan adanya koperasi ini
diharapkan dapat memperoleh keuntungan bagi anggota masyarakat antara
lain adalah :

59

a.

Memberikan bantuan kepada anggota yang sedang mengalaani


kesulitan dengan jalan memberikan bantuan keuangan, sehingga
masyarakat dapat terhindar dari rentenir.

b.

Menambah pengetahuan organisasi bagi para anggota, sehingga


cepat meningkatkan pengetahuannya dalam bidang perkoperasian.

c.

Menambah dan menumbuhkan rasa keterbukaan para anggota dan


dapat menimbulkan rasa gotong royong dari anggota masyarakat.

3. Kegiatan Sosial
Kegiatan Sosial yang biasa dilakukan Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan yaitu menyantuni anak
kurang mampu dengan bantuan seperti alat tulis maupun uang tunai.
Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk anak yang berprstasi tetapi
kurang mampu. Disamping itu Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (LPKK) Desa Gedongan juga terkadang memberikan bantuan
berupa sembako gratis kepada warga dari kalangan keluarga miskin.
Diharapkan dengan kegiatan ini akan memacu anggota masyarakat
untuk tidak hanya menjadi penonton tetapi menjadi aktor utama untuk
membantu mereka yang kurang mampu sehingga tenggang rasa sesama
warga masyarakat akan dapat lebih dirasakan sehingga tercipta rasa
saling membantu diantara warga masyarakat.
Kegiatan sosial Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK) Desa Gedongan yaitu menjenguk warga masyarakat yang
sedang sakit keras dan memberi santunan kepada keluarga yang terkena

60

musibah. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebatas anggota

Lembaga

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan karena


terbatasnya dana dan anggaran. Namun demikian dengan adanya
kegiatan ini maka diharapkan akan memacu kelompok masyarakat
seperti Rukun Tetangga atau Rukun Warga akan melakukan hal yang
sama sehingga kesenjangan sosial akan mudah terkikis dengan adanya
saling membantu.
4. Kegiatan Budaya
Usaha peningkatan kesehatan mental tidak hanya dari ketiga
kegiatan diatas tetapi juga disisipkan dalam kegiatan kebudayaan.
Budaya yang biasanya dilakukan warga masyarakat dan Lembaga
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) Desa Gedongan adalah
Halal Bi Halal pada saat Hari Raya Idul Fitri. Kegiatan tersebut
walaupun mengandung unsur keagamaan tetapi sekarang telah menjadi
budaya karena warga agama lain juga ikut Halal Bi Halal. Dengan
adanya event budaya tersebut akan tercipta tri kerukunan umat
beragama secara langsung baik kerukunan intern beragama, kerukunan
umat beragama dan kerukunan umat bergama dengan pemerintah dalam
hal ini aparatur desa.
Kegiatan Halal Bi Halal tersebut biasanya diadakan di Balai Desa
walaupun Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK)
tidak bergerak sendirian tetapi dibantu Organisasi Kemasyarakatan lain
tetapi dengan ikut sertanya Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan

61

Keluarga (LPKK) maka diharapakan kegiatan ini akan menular ke


kelompok masyarakat kecil lainnya.
D. Pembahasan
Dari
komponen

hasil

penyusun

penelitian
masyarakat

terbukti

bahwa

berpendapat

sebagian
bahwa

besar

Lembaga

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) kurang berperan aktif


dalam peningkatan kesehatan mental masyrakat Desa Gedongan
Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Secara realita walaupun
penduduk Desa Gedongan memilki kesehatan mental yang baik tetapi
peran Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) sebagai
salah satu organisasi yang mempunyai peluang untuk meningkatkan
kesehatan mental dirasa kurang mempunyai peran.
Pengadaan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan secara real
tidak mempunyai implikasi lebih untuk menyumbang peningkatan
kesehatan mental masyarakat. Dalam kegiatan tersebut seharusnya
dibarengi dengan kegitan secara rutin dan tidak bersifat insidentil.
Kebanyakan kegiatan agama kurang mendapat perhatian lebih dari
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) padahal
dengan peningkatan tingkat kereligiusa masyarakt maka secara otomatis
tingakat kesehatan mental masyarakat akan meningkat pula. Dlam hal
ini poin tersebut seharusnya menjadikan Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan

Keluarga

(LPKK)

lebih

meningkatkan kesehatan mental masyarakat.

bersemangat

lagi

untuk

62

Kurang berperannya Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan


Keluarga (LPKK) mungkin dikarenakan publikasi mengenai kegiatan
yang dirasa kurang atau hanya dikhususkan untuk anggota saja.
Sebaiknya kegitan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK) untuk peningkatan kesehatan mental dilakukan secara umum
atau paling tidak rutin setiap sebulan sekali. Diharapkan dengan
kegiatan tersebut Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK) akan mampu menjadi salah satu organisasi yang mampu
berperan aktif dalam peningkatan kesehatan mental masyarakat.
Disamping hal tersebut partisipasi warga masyarakat dalam
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dirasa masih
sangat

kurang,

dikarenakan

terurama

kultur

dalam

masyarakat

hal
desa

keanggotaan.
yang

masih

Hal

tersebut

belum

berani

menyampaikan pendapat sehingga perkembangan organisasi hanya


dimotori oleh beberapa orang dan akibatnya tidak ada gebrakan baru
dalam kegiatn organisasi.Setiap kegiatan pasti membutuhkan dana yang
tidak sedikit dan pos dana untuk kegiatan social sangat kurang, dan
itupun harus dibagi dengan beragam organisasi kemasyarakatan lain
maupun

organisasi

kepemudaan.

Untuk

itu

sebaiknya

Lembaga

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) harus sigap dengan


kondisi ini dengan mencari bantuan sponsor lain seperti perusahaan yag
aataupun dari donatur orang yang mampu sehingga mesin penggerak
kegiatan sosial akan terus berjalan.

63

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari keseluruhan pembahasan di atas, maka pada pokok
pembahasan berikut ini dapat ditarik kesimpulan dari kajian tentang
peranan

Lembaga

Pemberdayaan

Kesejahteraan

Keluarga

dalam

meningkatkan kesehatan mental masyarakat, adalah sebagai berikut :


Peranan Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga di Desa
Gedongan, Kecamatan Colomadu dalam meningkatkan kesehatan mental
masyarakat kurang optimal. Hal ini dikarenakan Lembaga Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (LPKK) kurang fokus dalam mengatasi masalah
kesehatan mental. Namun demikian berbagai program telah dilakukan oleh
Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK) dalam rangka
peningkatan kesehatan mental.
Kegiatan rohani melalui pengajian dan ceramah yang bersifat
menguatkan mental serta usaha penyembuhan mental masyarakat yang
mengalami

gangguan

kejiwaan.

Kegiatan

kemasyarakatan

meliputi

pemberian bantuan keuangan kepada anggota yang kesulitan, meningkatkan


pengetahuan anggota dalam perkoperasian, menambah dan menumbuhkan
rasa gotong royong angota masyarakat. Kegiatan Sosial meliputi pemberian
santunan kepada anak kurang mampu, serta kegiatan budaya yaitu
mengadakan acara Halal Bi Halal setiap lebaran.

64

Namun demikian dengan adanya kegiatan tersebut masih belum


mampu mendorong peningkatan kesehatan mental di Desa Gedongan.
Untuk itu intensitas kegiatan sebaiknya dilakukan lebih rutin dan kegiatan
semakin terfokus untuk masyarakat secra umum tidak eklusif untuk
kalangan anggota saja. Diharapkan dengan hal tersebut masyarakat luas kan
paham pentingnya kesehatan mental dan secara tidak langsung akan
membantu

manusia

indonesia untuk sedikit lebih beradab dalam

berperilaku.
B.

Implikasi Hasil Penelitian


Berdasarkan pada kesimpulan di atas maka dapat diimplikasikan
bahwa :
1.

Kesehatan mental merupakan komponen penting dalam menciptakan


suatu masyarakat yang beradap dan mematuhi norma yang berlaku.

2. Terciptanya kesadaran, kewaspadaan dan daya tangkal masyarakat


terhadap perlaku yang kurang baik agar terbina dan tercipta kondisi,
perilaku dan norma hidup sehingga tercipta masyrakat yang damai.
C. Saran-saran
Berdasarkan pengalaman yang sangat berharga ini, maka pada
kesempatan ini penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada Pengurus Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(LPKK)

65

a.

Hendaknya pertemuan dalam rangka penyuluhan maupun


pembinaan dilakukan secara periodik, tidak hanya bersifat
Insidentil.

b.

Penyuluhan dan pembinaan sebaikilya diarahkan kepada halhal yang biasa dialami oleh warga masyarakat setempat

2.

Kepada Masyarakat
a.

Usaha

peningkatan

pemerintah

kesehatan

bersama-sama

mental

dengan

dilakukan

seluruh

sebab

oleh
tanpa

pemerintah tak akan berhasil sebagaimana diharapkan.


b.

Usaha peningkatan kesehatan mental sebaiknya dimulai dari


diri

sendiri/keluarga

yang

akhirnya

tercipta

kesehatan

harus

diprogram

masyarakat secara luas.


c.

Usaha

peningkatan

kesehatan

mental

sedemikian rupa yang memilki sasaran pada kebutuhan


masyarakat demi kesejahteraanya.

66

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,


1995.
Departemen Dalam Negeri, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Jakarta:
Balai Pustaka,1979.
Indah Entjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Balai Pustaka,1974.
Masri Singarimbun & Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta, 1988,
Mattew B. Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, terjemahan
Tjetjep, Jakarta : UI,1992.
Munawar Syamsudin, Drs., Dasar Teknik Penulisan Ilmiah, Surakarta :
UNS,1996.
Nana Sudjana, Metodologi Research, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM, 1991.
Nasution, S., Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung : Ta rsi to,
1988
Poerwadarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PN. Balai
Pustaka, 1986.
Soerjono Sukanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Tiara Wacana,1987
Suharsimi Arikunto, Prof. Dr., Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta,
1997.
Sumardi, Drs., Administrasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta : Rineka Cipta,
1979.
Sutopo, HB., Metodologi Penelitiari Kualitatif, Surakarta : UNS Press, 1993.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, Yogyakarta : Fakultas I'sikologi
UGM, 1982
Winarno Surakhmad, MSc. Dr. Prof., Dasar dan Teknik Research, Bandung :
Tarsito, 1979

67

Anda mungkin juga menyukai