ABSTRACT
The purpose of this study were: (1) to determine whether the program has been implemented
BATAMAS cattle dung as raw material for biogas and organic fertilizer. (2) to assess the use of
biogas as an alternative fuel and organic fertilizer production to increase farmers' income, (3)
whether the program BATAMAS can change the pattern or system of animal husbandry from the
traditional system into intensive. The research was conducted on farmer group Songka
Kampulang Village South Wara District Municipality Palopo conducted in January to Meret
survey method in 2011 with 25 farmers. Analysis of the data used deskreptif qualitative analysis
and revenue analysis. The results showed that age, program on farmer group BATAMAS
Kampulang Songka Village South Wara District Municipality has implemented Palopo Beef
cattle dung as raw material for biogas and organic fertilizer. The use of biogas and organic
fertilizer production to increase farmers' income by an average of Rp.468.120 per month, and
implementation of maintenance programs to change the way cattle BATAMAS become
maintenance intensive system.
Key word : Biogas Program, Community Animal, Farmer Group, Organic fertilizer.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui apakah Program BATAMAS telah
mengimplementasikan kotoran ternak sebagai bahan baku biogas dan pupuk organik. (2) untuk
mengetahui penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif dan produksi pupuk organik dapat
menambah pendapatan petani, (3) apakah Program BATAMAS dapat merubah pola atau sistem
pemeliharaan ternak dari sistem tradisional menjadi intensif. Penelitian ini dilaksanakan pada
kelompoktani Kampulang Kelurahan Songka Kecamatan Wara Selatan Kota Palopo yang
dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Meret 2011 dengan metode survei pada 25
petani. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskreptif kualitatif dan analisis pendapatan.
Hasil penelitian menunjukkan umur bahwa, program BATAMAS pada kelompoktani
PENDAHULUAN
Secara umum ternak telah dikenal sebagai penghasil bahan pangan seperti daging, susu
dan telur yang merupakan sumber protein hewani. Protein hewani tersebut sangat diperlukan
untuk kelanjutan kehidupan manusia, peran protein hewani disamping sebagai zat yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh, juga diperlukan untuk menjaga tingkat kesehatan serta
memacu pertumbuhan otak. Tingkat kecerdasan dan produktivitas sangat berkaitan dengan
kecukupan protein yang dikonsumsi oleh manusia.
Disamping manfaat ternak sebagai sumber protein, khusus ternak besar bermanfaat juga
sebagai sumber tenaga tarik, untuk membajak disawah dan transportasi di sentra produksi
pertanian. Selain itu kotoran ternak bila dapat dikumpulkan dan diproses secara baik dapat
menghasilkan biogas yang dapat berguna sebagai energi alternatif dan pupuk organik yang
sangat berguna untuk penyubur tanah (Simamora.S., 2010)
Biogas merupakan energi alternatif, energi ini punya masa depan cerah. Sejauh ini
pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas belum sepopuler dibandingkan pemanfaatannya
sebagai bahan baku pupuk organik. Padahal dengan teknologi biogas, kotoran ternak dapat
dikonversi menjadi energi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk
berbagai kebutuhan misalnya memasak, lampu penerangan, transportasi hingga keperluan lain
yang memerlukan energi. Bila biogas telah diaplikasikan secara luas, persoalan kekurangan
pasokan atau krisi energi bisa dihindari, dan masalah pencemaran lingkungan oleh kotoran
ternak pun bisa teratasi. (Judoamidjojo dkk., 1992).
Dua isu global yang hangat diperbincangkan masyarakat Indonesia dan dunia adalah
mengenai krisis energi dan pemanasan global. Krisis energi yang dampaknya langsung bisa
dirasakan adalah tingginya harga bahan bakar. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa kebutuhan
(konsumen) terhadap bahan bakar semakin meningkat dengan pesat, sementara itu sumbernya
makin berkurang. Selain itu, penggunaan bahan bakar dari minyak bumi dan batu bara disinyalir
sebagai penyebab utama terjadinya pemanasan global. (Soerawidjaja, Tatang H. 2010.)
Salah satu jenis bahan bakar yang banyak digunakan masyarakat adalah minyak tanah.
Konsumsi minyak tanah yang terus mengalami peningkatan telah membebani anggaran
keuangan negara. Hal ini disebabkan karena harga jual minyak tanah berada jauh dibawah harga
perekonomiannya. Sebagai konsekuensinya, pemerintah terpaksa memberikan subsidi yang
cukup besar dari setiap liter minyak tanah yang dibeli oleh masyarakat. Kenyataan, dilapangan
subsidi terhadap minyak tanah terbukti tidak sepenuhnya tepat sasaran. Tidak sedikit terjadi
penyelewengan sehingga minyak tanah bersubsidi tak hanya dikonsumsi masyarakat miskin
namun juga oleh industri maupun masyarakat mampu. Menanggapi persoalan terbut diatas, para
pakar dan ilmuan mencoba mengembangkan berbagai metode / teknologi yang dapat
menghasilkan bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak tanah dan LPG. Salah satu
teknologi yang dikembangkan yaitu pemanfaatan Limbah peternakan sebagai bagan baku
Biogas.
Biogas yang dihasilkan dari limbah peternakan tersebut mempunyai nilai ekonomi
tinggi, karena dapat dipergunakan tidak saja sebagai bahan bakar alternatif pada rumah tangga
petani tetapi juga dapat dipergunakan sebagai sumber energi untuk penerangan. (Syamsuddin,
T.R. dan Iskandar, H.H., 2005)
Potensi biogas yang strategis tersebut telah menginspirasi pemerintah dalam hal ini
Kementrian Pertanian untuk mendorong masyarakat desa untuk mengembangkan Biogas asal
limbah ternak tersebut. Kementerian Pertanian Republik Indonesia di awal tahun 2009
meluncurkan Program BATAMAS (Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat).
METODE PENELITIAN
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Kelompok Tani Kampulang Kelurahan Songka
Kecamatan Wara Selatan Kota Palopo, atas pertimbangan bahwa di wilayah Kelompoktani
Kampulang merupakan salah satu wilayah yang telah melaksanakan Program Biogas Asal
Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS).
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan
Januari sampai Maret 2011.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini dipilih secara purpossive sampling (sengaja) yaitu sengaja
memilih semua petani, yang berada dalam wilayah kelompoktani Kampulang Kelurahan Songka,
baik yang telah melaksanakan Program BATAMAS kelompoktani maupun yang belum
melaksanakan Program BATAMAS.
Berdasarkan tujuan dari penelitian untuk mengkaji manfaat yang didapat oleh responden
sebelum dan sesudah mengikuti program BATAMAS, maka populasi yang berjumlah 25 orang
dikelompokkan dalam dua strata yaitu petani yang telah melaksanakan Program BATAMAS
sebanyak 5 orang, dan petani yang belum melaksanakan Program BATAMAS sebanyak 20
orang.
Dalam penelitian ini, strata yang telah malaksanakan program BATAMAS jumlahnya 5
orang, dan yang belum malaksanakan program BATAMAS jumlahnya 20 orang, karena tergolong
populasi yang sedikit, sehingga peneliti mengambil sampel 100% dari tiap populasi strata yang
ada. Dengan demikian, maka jumlah sampel untuk strata yang telah malaksanakan program
BATAMAS sebanyak 5 orang, dan yang belum malaksanakan program BATAMAS sebanyak 20
orang, sehingga keseluruhan jumlah sampel sebanyak 25 orang responden
Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung (observasi) dan melalui
wawancara, Data sekunder yaitu data yang digunakan untuk melengkapi data primer yang
diperoleh dari instansi terkait meliputi data jumlah petani / peternak yang melaksanakan kegiatan
dan jumlah anggaran dalam pelaksanaan kegiatan, antara lain dari kantor Dinas Pertanian dan
Peternakan Kota Palopo, Kantor Kelurahan Songka, perpustakaan dan jaringan internet.
No
Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
1 Laki-laki
2 Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
981
43,52
1.273
56,48
2.254
100,00
No
Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Petani
308
26,26
Pedagang
121
10,32
Buruh Tani
246
20,97
Pertukangan
58
4,94
Pegawai Negeri
263
22,42
Pegawai Swasta
75
6,39
ABRI
16
1,36
Jasa
44
3,75
Pensiunan
42
3,58
1173
100,00
Jumlah
Identitas Responden
Identitas responden menggambarkan kondisi atau keadaan serta status orang yang
menjadi responden tersebut. Identitas seorang petani penting untuk diketahui, karena
kemampuan petani sebagai pembudidaya dipengaruhi oleh beberapa unsur diantaranya meliputi
usia, luas lahan, tingat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman berusahatani
serta status lahan.
Usia petani mempengaruhi fisik dan cara berfikir dalam berusaha. Luas lahan akan
mempengaruhi petani dalam mencari metode-metode yang baru dan mudah dalam proses
produksi. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir dan cepat tidaknya teknologi baru
diadopsi oleh petani. Jumlah tanggungan keluarga akan memotivasi petani dalam bekerja. Status
lahan akan mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan
usahataninya. Dan lama berusahatani mempengaruhi kemampuan dan cara berpikir petani dalam
mengolah usahataninya.
Adapun identitas petani responden di Kelompok Tani Kampulang Kelurahan Songka
meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, luas lahan, jumlah tanggungan
keluarga, dan status lahan, serta intensitas keikutsertaannya dalamProgram BATAMAS,
disajikan pada Lampiran.
1.
Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan petani
dalam berusahatani. Usia mempengaruhi fisik dan pola pikir petani. Pada umumnya petani
yang berusia muda memiliki kemampuan fisik yang lebih baik dibanding dengan petani
yang berusia relative tua. Seseorang yang masih muda relative lebih cepat menerima hal-hal
baru, lebih berani mengambil resiko, dan lebih dinamis. Sedangkan seseorang yang relative
tua mempunyai kapasitas pengelolaan yang matang dan memiliki banyak pengalaman dalam
mengelola usahataninya, sehingga ia sangat hati-hati dalam bertindak dan mengambil
keputusan. Keadaan 25 petani / peternak responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat
pada Table berikut.
Table 10. Kelompok Usia Responden
Responden yg telah
Responden yg belum
melaksanakan BATAMAS melaksanakan BATAMAS
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1.
20 - 50
60
45,00
2.
> 50
40
11
55,00
Jumlah
100
20
100,00
berjumlah 2 orang atau 40%. Menurut Ananta A. (Fitrah AR., 2008) bahwa penggolongan
usia 20-50 tahun disebut usia produktif dan usia diatas 50 tahun disebut usia tidak produktif.
Ini berarti bahwa usia petani responden sebagian besar berada pada usia produktif yang
berarti fisik dan tenaga mereka masih kuat untuk bekerja mengelolah usahataninya dan
mampu untuk terlibat dalam pelaksanaan Program BATAMAS, Pada Kelompoktani
Kampulan diprogramkan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo.
Sebenarnya dilapangan, sesuai yang diketahui oleh penulis, bahwa petani yang
tergabung dalam kelompoktani Kampulang itu adalah petani yang rata-rata berusia antara 20
tahun hingga 50 tahun. Pada usia seperti inilah yang merupakan motivasi petani untuk lebih
agresif dalam memenuhi/mencapai tujuannya.
Pada usia muda, biasanya bersifat ingin lebih tahu dan tak ingin ketinggalan dalam
suatu hal. Seperti halnya rasa keinginan tahuannya apa itu Program BATAMAS, sehingga
membawa mereka ikut dalam Program BATAMAS, ternyata manfaat yang didapat lebih
banyak sehingga mau menerapkannya dilahan usahataninya.
Selanjutnya tabel 10 juga terlihat bahwa usia petani responden yang belum ikut
Program BATAMAS berbanding terbalik dengan kelompok usia yang ikut Program
BATAMAS, dimana terlihat dengan jelas bahwa untuk kelompok usia produktif jumlahnya
lebih sedikit yaitu 9 orang responden atau 45%, dibandingkan dengan kelompok usia tidak
produktif jumlahnya lebih banyak, yaitu sebanyak 11 orang responden atau 55%.
Kenyataannya dilapangan, sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa petani yang
tidak masuk atau tergabung dalam Program BATAMAS, biasanya petani yang usianya
diatas dari 50 tahun, mereka tidak mau lagi disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan/dilaksanakan jika tergabung dalam satu kelompotani. Pola pikir mereka lebih
kolot atau masih melakukan adat lama dengan mempercayai bahwa apa yang telah diajarkan
oleh orang tua mereka adalah yang terbaik jadi tidak perlu lagi mengubahnya dengan cara
lain.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah berapa lama pendidikan formal yang
pernah diikuti oleh petani responden. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang
mendorong seseorang untuk berfikir dan bertindak secara rasional. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka cenderung semakin dinamis dan tanggap terhadap penerimaan
hal-hal baru dibandingkan dengan seseorang yang berpendidikan relatif rendah. Untuk
mengetahui tingkat pendidikan petani responden yang ikut Program BATAMAS dan yang
belum ikut Program BATAMAS, dapat dilihat pada Tabel 11.
Tingkat
NO. Pendidikan Kategori
(Tahun)
Responden yg telah
melaksanakan
BATAMAS
Responden yg belum
melaksanakan
BATAMAS
Jumlah
(Org)
Jumlah
(Org)
Persentase
(% )
Persentase
(% )
1.
<9
Rendah
0,00
12
60,00
2.
Tinggi
100,00
40,00
100,00
20
100,00
Jumlah
Pada tabel 11 terlihat bahwa, tingkat pendidikan petani responden yang telah
melaksanakan Program BATAMAS dibagi atas dua tingkatan yaitu tingkat pendidikan
formal yang <9 tahun atau yang hanya mengenyam pendidikan formal mulai dari SD hingga
SMP saja, jumlahnya tidak ada (0,00%), dan jumlah petani responden yang tingkat
pendidikannya 9 tahun atau petani respponden yang mampu mengenyam bangku sekolah
hingga ke Sekolah Menengah Atas (SMA), jumlahnya sebanyak 5 orang responden (100%).
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa, tingkat pendidikan formal
merupakan satu hal yang dapat mendukung keberhasilan suatu usahatani. Dengan adanya
pendidikan, maka seseorang atau petani akan lebih responsive terhadap hal-hal baru dan
lebih mudah untuk menyerap pengetahuan dan inovasi, serta cepat menerima dan mencoba
teknologi baru dalam pertanian. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1986), bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka pola pikir juga semakin luas dan tentunya
akan lebih cepat dalam menerima suatu inovasi yang disampaikan.
Terbukti pada responden, dengan tingkat pendidikannya yang lebih tinggi, akan lebih
responsif terhadap program baru yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan
Kota Palopo yaitu Program BATAMAS, keikutsertaannya mengisyaratkan bahwa mereka
ingin lebih maju dalam usahataninya dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat
dari praktek lapang, tentunya disertai pula dengan keinginan untuk mencoba teknologi baru
tersebut.
Untuk jumlah petani responden yang belum melaksanakan Program BATAMAS,
terlihat pada Tabel 11, bahwa tingkat pendidikan petani responden yang belum
melaksanakan Program BATAMAS terbagi atas dua tingkatan pula, yaitu tingkat pendidikan
formal yang <9 tahun berjumlah 12 orang responden atau 60,00%. Persentase jumlah
responden yang hanya mengenyam pendidikan <9 tahun lebih besar dari jumlah petani
responden yang tingkat pendidikannya 9 tahun sebanyak 8 orang responden atau hanya 40
% saja.
Pengalaman Berusahatani
Pengalaman berusahatani yang dimaksud adalah mulai diperhitungkan sejak seorang
petani mulai terlibat dalam kegiatan usahatani. Pengalaman berusahatani merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan bekerja dan berpikir petani dalam
mengelolah usahataninya.
Menurut Fadholi (1989), pengalaman berusahatani dapat menentukan berhasil
tidaknya petani dalam mengelolah usahataninya sebab dari pengalaman itulah dapat menjadi
guru dan petunjuk dalam melakukan kegiatan selanjutnya. Dari pengalaman berusahatani
yang lebih mapan petani dapat mengubah metodenya sehingga usahataninya menjadi lebih
produktif. Pengalaman berusahatani responden dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengalaman Berusahatani Petani Responden.
Pengalaman
NO. Berusahatani Kategori
(th)
1.
< 17
Rendah
20,00
30,00
2.
17
Tinggi
80,00
14
70,00
100,00
20
100,00
Jumlah
menerima perubahan atau inovasi teknlogi baru dalam pertanian sehingga mereka sulit pula
untuk dapat berkembang lebih maju dari sebelumnya..
Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi
Jumlah ternak sangat mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam hal
penyediaan pakan, obat-obatan dan ketersedian KTS. Jumlah ternak adalah jumlah ternak
Sapi yang dipelihara untuk dapat memanfaatkan limbahnya (KTS) sebagai bahan baku
biogas.
Adapun jumlah petani responden yang memiliki jumlah ternak sapi berbeda-beda
dapat dilihat pada table berikut ini:
Adapun jumlah petani responden yang memiliki ternak sapi berbeda-beda dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Ternak Sapi Petani Responden.
NO.
Ternak Sapi
(Ekor)
Kategori
1.
<2
Kurang
0,00
17
85,00
2-3
Cukup
80,00
5,00
>3
Banyak
20,00
10,00
100,00
20
100,00
Jumlah
sekitar 2 orang responden atau 10,00% dan petani responden yang jumlah ternak sapinya
lebih dari tiga ekor sebanyak 1 orang reponden atau 5,00%.
Dari hasil wawancara dengan responden yang jumlah ternak sapi kurang dari dua
ekor, diketahui bahwa salah satu faktor yang membuat mereka enggan ikut program
BATAMAS adalah karena tidak memenuhi persyaratan jumlah ternak yang diharapkan
menghasilkan Kotoran Ternak sebagai bahan baku Biogas, dengan jumlah ternak yang
kurang dari dua ekor mereka akan kewalahan dalam produksi biogas.
Menurut anonim (Pedum BATAMAS, 2009), bahwa untuk penerapan teknologi
Biogas skala individual, biodigester dapat dibuat untuk keperluan 1 rumah tangga atau
beberapa rumah tangga, tetapi dibangun/dipasang pada peternak yang mempunyai sapi
minimal 2 ekor. Volume biodigester yang diperlukan cukup 2 M3 biodigester yang portable
bahan dari drum/plastik, bak beton atau fiber glass. Besar volume biodigester tergantung
jumlah populasi ternak yang dimiliki oleh peternak tersebut.
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga adalah semua orang yang tinggal dalam suatu rumah dengan
biaya dan kebutuhan hidup lainnya ditanggung kepala keluarga. Tanggungan keluarga
merupakan salah satu sumberdaya manusia pertanian yang dimiliki oleh petani, terutama
yang berusia produktif dan ikut membantu dalam kegiatan usahataninya. Jumlah anggota
keluarga dapat menambah sumber tenaga kerja dalam mengerjakan proses produksi namun
disatu sisi jumlah yang terlalu banyak dapat menyebabkan biaya beban hidup juga
bertambah, terutama anggota keluarga yang tidak aktif lagi bekerja atau tidak produktif.
Jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden.
Tanggungan
NO. Keluarga
(Orang)
Kategori
1.
<3
Sedikit
0,00
20,00
2.
Banyak
100,00
16
80,00
100,00
20
100,00
Jumlah
orang (100%), termasuk kategori banyak, hingga ada responden yang mempunyai jumlah
tanggungan keluarga sampai 6 orang, dan yang ditanggung masing-masing adalah istri,
anak, mantu dan cucu-cucunya.
Banyaknya jumlah tanggungan keluarga petani responden yang 3 orang, sangatlah
berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
tanggungannya. Banyaknya anggota keluarga dapat mempengaruhi kegiatan responden
dalam mencari nafkah, sebab makin banyaknya anggota dalam keluarga tersebut maka
tanggungan makin banyak pula sehingga kebutuhan semakin bertambah.
Sesuai dengan pendapat Mubiarto (2000), yang menyatakan bahwa besarnya jumlah
anggota keluarga yang akan menggunakan jumlah pendapatan yang sedikit dari hasil
produksi, akan berakibat rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh terhadap
produktivitas kerja dan kecerdasan anak, menurunnya kemampuan berinvestasi, dan upaya
pemupukan modal. Namun bila jumlah tanggungan keluarga tersebut kebanyakan yang
berusia produktif, maka dapat menambah sumber tenaga kerja dalam mengerjakan proses
produksi usahataninya.
Selanjutnya jumlah tanggungan keluarga petani responden yang belum melaksanakan
Program BATAMAS, seperti yang terlihat pada Tabel 13 bahwa, jumlah tanggungan
keluarga responden yang <3 orang berjumlah 4 orang (20%), sedang jumlah tanggungan
keluarga responden yang 3 orang berjumlah 14 orang (80%). Jumlah ini lebih besar
dibanding yang <3 orang, artinya jumlah tanggungan keluarga responden jumlahnya antara 3
sampai 6 orang dalam satu atap. Keluarga adalah sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan yang tinggal bersama dan makan dari satu dapur yang tidak
terbatas pada orang-orang yang mempunyai hubungan darah saja, atau seseorang yang
mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang mengurus keperluan hidupnya sendiri
(Anonim4, 2009).
Inplementasi Pemanfaatan KTS Sebagai Bahan Baku Biogas dan Pupuk Organik
1. Inplementasi Pemanfaatan KTS sebagai Bahan Baku Biogas
Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang responden yang telah melaksanakan
Program BATAMAS bahwa semuanya menggunakan KTS Sapi sebagai bahan baku utama
Biogas. Menurut salah seorang responden Bapak Muh. Rum (Wawancara, Rabu 2/03/2011,
09:15 Wita), untuk pengisian KTS Sapi dilakukan secara rutin dengan umlah pengisian KTS
Sapi rata-rata setiap kali pengisian sebanyak 15 20 liter KTS yang telah dicampur dengan
air kencing Sapi (Urin Sapi) yang telah ditampung dengan perbandingan 2 : 1. Untuk
menjaga ketersediaan gas di dalam penampungan gas, maka pengisian Kotoran Ternak Segar
(KTS) sapi pada umumnya yang dilakukan oleh anggota Kelompok Tani Kampulang
dilakukan pengisian Degister secara kontinyu atau secara rutin, yakni setiap hari dilakukan
pengisian 3 kali pagi pukul 06.30, siang pukul 12.00, dan sore hari pukul 17.30. Dalam
pengisian KTS ke dalam Digester dilakukan oleh anggota keluarga.
Pada umumnya penggunaan Digester di Kelompok Tani Kampulang terbuat dari
bahan plastik (tanki air warna orange) yang mudah diperoleh di Daerah dengan kapasitas
Digester 2 m3.
Penggunaan bahan bakar oleh petani responden sebelum melaksanakan Program
BATAMAS lebih banyak yang menggunakan Bahan Bakar Minyak Tanah, Menurut Pak
Ahmad (Wawancara, Jumat 4/03/2011, 15:00 Wita), bahwa semua anggota kelompok tani
sebelumnya menggunakan bahan bakar minyak tanah dalam kebutuhan memesak rumah
tangga. sementara biogas belum ada yang menggunakan. Setelah melaksanakan program
BATAMAS terlihat semua petani yang telah membuat instalasi biogas atau sebanyak 5 orang
yang telah melaksanakan Program BATAMAS tidak lagi menggunakan Bahan Bakar
Minyak Tanah, LPG ataupun kayu bakar, tetapi semuanya menggunakan Biogas sepenuhnya
sebagai Bahan Bakar dalam kebutuhan memasak rumah tangga.
Penggantian penggunaan bahan bakar Minyak tanah, LPG dan Kayu bakar menjadi
bahan bakar Biogas sebagai bahan bakar memsak bagi kebutuhan rumah tangga responden
sangat memabntu mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh petani responden pelaksana
Program BATAMAS. Tingkat kesetaraan nilai ekonomis dari pada penggunaan Biogas
sebagai bahan bakar rumah tangga.
1.
Skor
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Keterangan
Rendah
60,00
< 50%
Sedang
20,00
50% - 80%
Tinggi
20,00
>80% - 100%
100,00
Jumlah
Pada tabel 17, menunjukkan bahwa, pada kategori tinggi dengan nilai skor 3, terdapat
1 orang responden (20.00%), telah memanfaatkan limbah Biogas sebagai pupuk organik padat
dan cair melalui proses fermentasi sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan
Peternakan Kota Palopo, sehingga realisasi persentase tingkat pelaksanaannya di lapangan >80100%.
Selanjutnya pada kategori sedang dengan nilai skor 2, juga terdapat 1 orang responden
(20%), telah memanfaatkan limbah Biogas sebagai pupuk organik padat melalui proses
fermentasi sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo,
namun dalam pelaksanaanya tidak secara kontinyu . Sementara pengolahan limbah cair Biogas
belum dilakukan sesuai petunjuk teknis, sehingga realisasi persentase tingkat pelaksanaannya di
lapangan 50-80%. Untuk limbah cair biogas, setelah tertampung dalam wadah yang telah
disiapkan, selanjutnya di jual ke Pak Rum (Ketua Kelompok Tani Kampulang) seharga Rp.
1000,- per liter.
Pada kategori rendah dengan nilai skor 1, terdapat 3 orang responden (60%), tidak
memanfaatkan limbah Biogas sebagai pupuk organik padat dan cair melalui proses fermentasi
sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo, sehingga
realisasi persentase tingkat pelaksanaannya di lapangan <50%.
Analisis Pendapatan Responden dari Manfaat Program BATAMAS
Dari hasil analisis finansial yang telah dilakukan dengan memasukkan komponenkomponen berikut : 1) Total Nilai Produksi diperoleh dari Nilai Produksi Biogas (Produksi
biogas per hari disetarakan dengan penggunaan bahan bakar minyak tanah dikali dengan harga
minyak tanah di tingkat konsumen dikali 30 hari) ditambah dengan Nilai Produksi Pupuk
Organik (Produksi Pupuk Organik per bulan dikalikan dengan harga per Kg), 2) Total Biaya
Variabel yang meliputi biaya pembelian pakan ternak per hari dikali 30 hari ditambah biaya
penanganan kesehatan ternak per bulan, dan biaya tenaga kerja per bulan, 3) Total biaya tetap
meliputi biaya penyusutan peralatan Biogas dan bangunan pengolahan pupuk organik per bulan.
Untuk lebih jelasnya mengenai analisis pendapatan responden pelaksana Program
BATAMAS di Kelompoktani Kampulang Kelurahan Songka Kec. Wara Selatan Kota Palopo
disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18
No
1.
2.
1008
202
Kg
Liter
500
1.000
60
Bulan
3.000.000
504.000
202.000
451.000
151.000
66.000
50.000
3.
4.
5.
- Penampungan Gas
30
- Selang Gas
30
- Water Trap
60
- Kompor Gas
60
b. Bak Limbah Padat
60
c. Bak Limbah Cair
30
2. Upah Tenaga Kerja
1
Biaya Variabel
1. Pakan Ternak
1.260
2. Obat-Vaksin
1
Total Biaya / Bulan (2+3)
Pendapatan bersih / Bulan (1 4)
Bulan
Bulan
Bulan
Bulan
Bulan
Bulan
Bulan
Kg
Kali
240.000
150.000
60.000
120.000
4.500.000
300.000
300.000
200
16.000
8.000
5.000
1.000
2.000
75.000
10.000
300.000
268.000
252.000
16.000
719.000
468.120
Skor
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Keterangan
Rendah
0,00
< 50%
Sedang
80,00
50% - 80%
Tinggi
20,00
>80% - 100%
100,00
Jumlah
Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan sesuai hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk lebih meningkatkan pendapatan petani pelaksana Program BATAMAS, maka pelru
dilakukan pengolahan limbah padat dan cair biogas menjadi pupuk organik yang siap dipakai
untuk pemupukan pertanaman sehinggamendapatkan nilai tambah.
5. Untuk menjaga kesinambungan produksi biogas dan limbah biogas perlu dilakukan perwatan
isntalasi dengan baik oleh anggota kelompok